BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia setelah USA dan China. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari 203 juta orang (BPS, Sensus Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah penduduk Indonesia adalah 179,248 juta orang. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir, 1990 – 2000 adalah
1,35%.
Laju
pertumbuhan
memang
semakin
menurun
mengingat angka pada periode 1980 – 1990 adalah 1,97 %, namun secara absolut jumlah penduduk tetap semakin meningkat dari tahun ketahun. 1 Kualitas hidup penduduk Indonesia yang saat ini masih tertinggal dibandingkan kualitas hidup penduduk negara -negara ASEAN. Hal ini antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya nilai Human Development Index (HDI) Indonesia yang mengukur tingkat pencapaian keseluruhan kualitas pembangunan manusia yang diukur dari tiga indikator yaitu umur harapan hidup pada saat lahir, angka buta huruf penduduk dewasa dan tingkat partisipasi murid sekolah,
1
Yohandarwati, Sistem Perlindungan dan Jaminan Sosial, Bappenas, 2003, Hal. 1
1
2
dan GDP riil per kapita. Berdasarkan HDR 2002, Indonesia berada pada ranking ke 110 dari 173 negara. Ranking ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Phillipines, dan Vietnam, yang masing-masing berada pada ranking ke 25, 59, 70, 77, dan 109. 2 Sebagian besar penduduk di Indonesia mencari penghasilan sebagai
buruh
di
perusahaan-perusahaan
dalam
negeri
atau
perusahaan asing yang tersebar di seluruh Indonesia. Tenaga kerja Indonesia yang tergolong murah menjadi salah satu masalah yang perlu dibenahi dan hal ini menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja untuk selalu memberikan informasi mengenai standar-standar keahlian minimum bagi buruh itu sendi ri, agar tenaga kerja Indonesia bisa bersaing dengan tenaga kerja luar negeri. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerj akan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sementara itu Pengusaha adalah : 1. Orang
perorangan,
persekutuan,
atau
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
2
Ibid, Yohandarwati, Sistem …, Hal. 3
badan
hukum
yang
3
2. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang se cara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya. 3. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b diatas yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia. Antara pekerja/buruh dan pengusaha mempunyai persamaan kepentingan ialah kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan, tetapi disisi lain hubungan antar keduanya juga memiliki perbedaan dan bahkan potensi konflik, terutama apabila berkaitan dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan. Pemerintah berfungsi utama mengadakan pengaturan agar hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha berjalan serasi dan seimbang yang dilandasi oleh pengaturan hak dan kewajiban secara adil
serta
berfungsi
sebagai
penegak
hukum.
Disamping
itu
pemerintah juga berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan konflik atau perselisihan yang terjadi secara adil. Pada dasarnya pemerintah
juga
menjaga
kelangsungan
proses
produksi
demi
kepentingan yang lebih luas. Dengan adanya Hubungan kerja yaitu hubungan
antara
pengusaha
dengan
pekerja/buruh
berdasarkan
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah atau Hubungan Industrial yaitu suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
4
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 1 maka antara pekerja/buruh dengan pengusaha akan menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, baik dari pihak pekerja/buruh maupun pihak pengusaha. Hak dan kewajiban tersebut telah diatur dalam UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengaturan hak dan kewajiban dituangkan didalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Berbicara
soal
upah
minimum
kerja
maka
Indonesia
merupakan salah satu Negara yang mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) Cukup banyak. Sudah tidak dapat di pungkiri lagi bahwa populasi masyarakat di indonesia yang banyak merupakan potensi pasokan tenaga kerja bagi pasar dalam negeri maupun luar negri. Melimpahnya penawaran tenaga kerja di indonesia ternyata kurang diimbangi dengan pemberian upah yang memuaskan bagi tenaga
kerja.
ketenagakerjaan
Undang-undang telah
No.
menetapkan
13 upah
Tahun
2003
minimum
tentang
berdasarkan
produktifitas dan pertumbuhan ekonomi meliputi : 1. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. 2. Upah
minimum
kabupaten/kota.
berdasarkan
sektor
wilayah
propinsi
5
Upah minimum tersebut ditetapkan oleh gubernur untuk wilayah provinsi, dan oleh bupati/walikota untuk wilayah kabupaten atau kota. Dengan meperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi atau Bupati/Walikota. Dalam hal ini pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum yang telah ditetapkan masing masing wilayah propinsi dan atau propinsi/kota. Bagi pengusaha yang karena sesuatu hal tidak atau belum mampu membayar upah minimum yang telah di tetapkan dapat dilakukan penangguhan selama batas waktu tertentu. Di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Cirebon banyak terdapat sentra-sentra industri tekstil dimana warga sekitar menjadi tenaga kerja atau buruh dan Kabupaten Cirebon merupakan salah satu wilayah yang berpotensi sangat baik untuk pengembangan industri, baik itu industri besar, menengah maupun kecil . Karena dikemukakan
itu di
dengan atas
tadi
mengingat dapatlah
hal-hal Penulis
sebagaimana memilih
judul
"PELAKSANAAN PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA PADA PT. PINTEX DI KABUPATEN CIREBON.”
6
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, beberapa masalah pokok yang akan dituangkan oleh penulis antara lain : 1. Bagaimanakah ketentuan upah dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ? 2. Bagaimanakah pelaksanaan penetapan upah minimum regional terhadap kesejahteraan pekerja di PT. Pintex Plumbon ?
C. Tujuan Penelitian Dari uraian latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk mengetahui ketentuan upah dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan penetapan upah minimum regional terhadap kesejahteraan pegawai.
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan peneliti dalam rangka menyusun proposal sebagai berikut : 1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu hukum : melengkapi bahan bacaan di bidang Ilmu Hukum, khususnya Hukum Ketenagakerjaan dan menjadi kontribusi bagi
7
pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi titik tolak dalam penelitian sejenis di masa mendatang. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pekerja/buruh dan pengusaha serta pemerintah kaitannya dengan kebijakan penetapan Upah Minimum Regional sehingga semua pihak yang terlibat mendapatkan manfaat dari penetapan Upah Minimum Regional yaitu : a. Prosedur penetapan Upah Minimum Regional. b. Sejauh mana penetapan Upah Minimum dalam memberikan kesejahteraan bagi pekerja/buruh.
E. Kerangka Pemikiran 1. Perbedaan Kepentingan Antara Pekerja / Buruh dengan Pengusaha merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam penetapan Upah Minimum Regional. Pengusaha mempunyai misi utama yaitu meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara mencari keuntungan sebesar besarnya agar perusahaan dapat berkembang dan lestari. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan pengusaha terutama
yang
berkaitan
dengan
biaya-biaya
yang
harus
dikeluarkan misalnya biaya tenaga kerja (Labour cost). Para pengusaha
akan
melakukan
upaya-upaya
dalam
pencapaian
peningkatan kinerja perusahaan dengan cara pemberian upah yang
8
rendah tetapi mampu menghasilkan produktivitas yang sebesarbesarnya. Sementara itu para pekerja/buruh mempunyai kepentingan dan keinginan yang merupakan kebalikan dari apa yang diinginkan oleh pengusaha. Pekerja/buruh menginginkan penghasilan atau upah yang setinggi-tingginya demi memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya. Kepentingan dari dua sisi pelaku utama dalam
Hubungan
Industrial yaitu pengusaha dan pekerja/buruh tersebut sangat bertolak belakang. Meskipun demikian perlu disadari bersama bahwa perusahaan tidak akan berarti apa-apa apabila tidak ada pekerja/buruh, demikian pula sebaliknya pekerja/buruh tidak akan ada apabila perusahaan tidak ada. Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang masing-masing sisi berlainan namun tidak dapat dipisahkan antara satu sisi dengan sisi yang lainnya. Idealnya tingkat upah ditetapkan di masingmasing perusahaan melalui perundingan antara pekerja/buruh dengan pimpinan perusahaan. Untuk dapat melakukan perundingan secara efektif, maka pekerja/buruh sebaiknya diwakili oleh serikat pekerja/serikat buruh, sehingga perundingan dapat dilakukan dengan
menggunakan
mekanisme
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
baku
untuk
membentuk
9
Kendala utama yang cukup besar adalah kemampuan serikat pekerja/serikat
buruh
masih
terbatas
untuk
melakukan
perundingan PKB dengan pengusaha. Oleh karena itu pengaturan pengupahan secara intern perusahaan dinilai belum cukup efektif. 2. Penetapan Upah Minimum akan mengakibatkan meningkatnya biaya bagi perusahaan. Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
bahwa
penetapan
Upah
Minimum
dapat
dipastikan akan lebih besar atau setidaknya sama dengan Upah Minimum
tahun
sebelumnya.
Kecenderungan
ini
akan
mengakibatkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam kaitannya dengan pemenuhan atas penetapan Upah Minimum. Untuk itu dalam hal penetapan Upah Minimum selain
harus
pemerintah
memperhatikan
juga
harus
kesejahteraan
memperhitungkan
pekerja/buruh,
kemampuan
dan
kelangsungan hidup perusahaan. Apabila Upah Minimum yang ditetapkan terlalu rendah maka para pekerja/buruh akan selalu dalam kehidupan yang sengsara dan sulit untuk mencapai kesejahteraan. Demikian pula sebaliknya, dengan penetapan Upah Minimum yang terlalu besar maka perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas atau kolabs apabila tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dan produktivitas.
10
F. Sistimatika Penulisan Untuk
memudahkan
pemahaman
dan
penguraian
permasalahannya, penulis menyusun sistematika penu lisan sebagai berikut : BAB I
:
Pada bab ini membahas alasan pemilihan judul dan identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka
pemikiran,
metodologi
penelitian
yang
dipergunakan serta sistematika penulisan. BAB II :
Bab ini membahas
tinjauan tentang kesejahteraan,
tinjauan tentang penetapan upah minimum regional. BAB III :
Bab ketiga ini berisi tentang penetapan upah.
BAB IV :
Bab keempat ini membahas hasil dan pembahasan yang didalamnya membahas implementasi upah minimum regional di PT. Pintex Kabupaten Cirebon dikaitkan dengan Kesejahteraan Karyawan.
BAB V
: Bab lima ini merupakan bagian akhir yang akan berisi kesimpulan
dari
semua
sebelumnya serta saran-saran.
pembahasan
bab-bab