BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kota Palu merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dengan wilayah
seluas 395,06 km2, berada pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara astronomis terletak antara 0º,36”‐0º,56” Lintang Selatan dan 119º,45”‐121º,1” Bujur Timur, tepat berada di bawah garis Khatulistiwa dengan ketinggian 0-700 meter di atas permukaan laut. Kota Palu terdiri dari 8 kecamatan yaitu Palu Utara, Palu Selatan, Palu Barat, Palu Timur, Mantikulore, Tawaili, Tatanga dan Ulujadi (Badan Pusat Statistik, 2013). Jumlah penduduk Kota Palu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tabel 1.1 memperlihatkan peningkatan jumlah dan pertumbuhan penduduk dari tahun 1990 hingga 2010 di Kota Palu. Peningkatan jumlah penduduk sebesar 135.802 jiwa terjadi selama rentang waktu 20 tahun tersebut. Jumlah penduduk yang meningkat akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan untuk sandang, pangan dan papan. Air merupakan sumberdaya yang terlibat hampir di setiap aspek tersebut, sehingga menyebabkan kebutuhan akan air juga meningkat. Tabel 1.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Palu Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk
Tahun 1990, 2000 dan 2010 1990 2000 199.495
2010
268.322
335.297
0.03
0.02
Sumber : palukota.bps.go.id, 2014
Perubahan lahan dan kebutuhan yang semakin meningkat menyebabkan beberapa sumberdaya menjadi langka, salah satunya adalah sumberdaya air. Beberapa tempat di Kota Palu telah mengalami kekeringan seperti yang dilansir Darwis (2009) bahwa di Kelurahan Pengawu dan Kelurahan Tondo pasokan air sangat terbatas sehingga masyarakat harus membeli air dari daerah lain. Permasalahan ini memerlukan penyelesaian melalui pengelolaan sumberdaya air
1
yang tepat dengan mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air masing-masing daerah di Kota Palu yang terbagi dalam delapan kecamatan. Salah satu fenomena alih fungsi lahan yang berdampak buruk bagi sumberdaya air adalah aktivitas penambangan emas di Kecamatan Palu Timur, tepatnya di Kelurahan Poboya. Poboya yang dahulunya merupakan kawasan pertanian dengan hamparan sawah, ladang dan kebun-kebun masyarakat, kini dipenuhi dengan galian-galian penambang dan mesin-mesin tromol pengolah emas. Kelurahan Poboya adalah salah satu daerah penyuplai air bagi masyarakat Kota Palu baik dalam bentuk sumur maupun PDAM. Perubahan penggunaan lahan tersebut menyebabkan jumlah air berkurang dan masyarakat terpaksa membeli air dari daerah lain (Alkhairaat, 2009). Permasalahan
yang
pada
umumnya
terjadi
adalah
adanya
ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Upaya pengkajian komponen-komponen ketersediaan dan kebutuhan air diperlukan untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan air dan ketersediaan air di masa mendatang. Ketersediaan dan kebutuhan air ini adalah upaya analisis sumberdaya air untuk mencegah terjadinya defisit air. Ketersediaan air dapat dihitung dengan pendekatan neraca air secara meteorologis (Seyhan, 1977). Ketersediaan air secara meteorologis dapat dihitung dari parameter iklim setempat, yaitu curah hujan, suhu udara, evapotranspirasi, dan water holding capacity (WHC). Air yang berada di bumi secara langsung maupun tidak langsung berasal dari curah hujan (presipitasi). Suhu udara adalah nilai derajat panas dari udara pada suatu batasan ruang atau wilayah. Evapotranspirasi adalah gabungan evaporasi dan transpirasi tumbuhan yang hidup di permukaan bumi. Air yang diuapkan oleh tanaman dilepas ke atmosfer. Evaporasi merupakan pergerakan air ke udara dari berbagai sumber seperti tanah, atap, dan badan air. WCH adalah kandungan air yang dapat diserap pada zona perakaran tanaman. Kebutuhan air berdasarkan tujuan penggunaannya dapat dibedakan menjadi kebutuhan air untuk irigasi, kebutuhan domestik, dan kebutuhan air untuk peternakan (Susilah, 2013). Kebutuhan air untuk setiap daerah berbeda karena
2
memiliki karakteristik fisik maupun sosial yang beragam. Kebutuhan air domestik menjadi kajian pada penelitian ini karena keadaan Kota Palu yang sebagian besar sumberdaya airnya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Pertambahan penduduk tentu akan mempengaruhi kebutuhan air yang digunakan penduduk. Analisis ketersediaan dan kebutuhan air masyarakat adalah salah satu bentuk pertimbangan terhadap jenis pengelolaan kota yang tepat. Oleh karena itu analisis mengenai keseimbangan sumberdaya air di wilayah kajian sangat penting untuk dilakukan.
1.2
Rumusan Masalah Sebagian wilayah Kota Palu mengalami kekeringan pada musim kemarau
karena kesulitan mendapatkan air bersih yang sehat dan berkualitas serta kontinu mengalir. Salah satu penyebabnya adalah jumlah ketersediaan air bersih yang fluktuatif karena dipengaruhi oleh besarnya curah hujan serta karakteristik geomorfologi daerah yang berbeda-beda. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan air semakin meningkat. Pembangunan yang pesat di daerah perkotaan menyebabkan air menjadi mahal dan bahkan langka. Analisis mengenai potensi sumberdaya air diperlukan agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya berjalan dengan tepat. Analisis ketersediaan dan kebutuhan air domestik oleh penduduk di Kota Palu perlu diketahui jumlahnya sehingga
membantu
dalam
menganalisis
keseimbangan
air
di
daerah.
Rekomendasi pengelolaan sumberdaya air di Kota Palu yang berdasarkan pada keadaan masing-masing kecamatan didalamnya diperlukan agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Bagaimana ketersediaan air meteorologis di Kota Palu?
2.
Bagaimana kebutuhan air domestik penduduk di Kota Palu?
3.
Bagaimana rekomendasi pengelolaan sumberdaya air untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air yang ditemukan?
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan tersebut maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “ANALISIS
3
KETERSEDIAAN AIR METEOROLOGIS DAN KEBUTUHAN AIR DOMESTIK DI KOTA PALU, PROVINSI SULAWESI TENGAH”.
1.3
Tujuan Penelitian
:
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis ketersediaan air meteorologis di Kota Palu.
2.
Menganalisis kebutuhan air domestik masyarakat Kota Palu.
3.
Menyusun rekomendasi pengelolaan sumberdaya air untuk mengatasi permasalahan sumberdaya air.
1.4
Manfaat Penelitian : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya adalah :
1.
Sebagai informasi mengenai keseimbangan air di Kota Palu
2.
Digunakan sebagai salah satu referensi terkait dengan pengelolaan potensi sumberdaya air di Kota Palu
3.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun bidang lain.
1.5
Telaah Pustaka
1.5.1
Kebutuhan Air Kebutuhan air berdasarkan tujuan penggunaannya dapat dibedakan
menjadi kebutuhan air untuk irigasi, kebutuhan domestik, dan kebutuhan air untuk peternakan (Susilah, 2013). Widyastuti dan Muntazah (2014) menyebutkan bahwa pertumbuhan penduduk memengaruhi besarnya kebutuhan air. Kebutuhan air dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk positif yang menunjukkan peningkatan, ataupun pertumbuhan penduduk negatif yang menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang secara tidak langsung berpengaruh kepada sektor domestik dan non-domestik seperti niaga, industri, perikanan, pertanian, dan peternakan.
4
Kebutuhan Air Irigasi Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk pertanian antara lain: 1. Jenis dan varietas tanaman yang ditanam petani 2. Variasi koefisien tanaman, tergantung pada jenis dan tahap pertumbuhan atau pola tanam 3. Persiapan pengolahan lahan (golongan) 4. Status sistem irigasi dan efisiensi irigasi 5. Jenis tanah dan faktor agroklimatologi Kebutuhan air irigasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) : KAI = (Etc + IR + WLR + P – Re) X A IE Keterangan : KAI
: kebutuhan air irigasi (liter/detik)
Etc
: kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
IR
: kebutuhan air irigasi ditingkat perswahan (mm/hari)
WLR : kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari) P
: perkolasi (mm/hari)
Re
: hujan efektif (mm/hari)
IE
: efisiensi irigasi (%)
A
: luas areal irigasi (ha)
Rumus tersebut didasarkan pada : 1.
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan Kebutuhan air pada waktu persiapan lahan dipengaruhi oleh faktor
penyiapan lahan (T) dan lapisan air yang dibutuhkan untuk persiapan lahan (S). Perhitungan kebutuhan air selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlstra. 2.
Kebutuhan air konsumtif (Consumtive Use/CU) atau Crop Water Requirement (CWR)
5
Kebutuhan air untuk tanaman di lahan diartikan sebagai kebutuhan air suatu tanaman dengan memasukkan faktor koefisien tanaman tersebut (Kc). Persamaan umum yang digunakan adalah Etc = Eto x kc Keterangan:
3.
Etc
: kebutuhan air konsumtif (mm/hari)
Eto
: evapotranspirasi (mm/hari)
Kc
: koefisien tanaman
Kebutuhan
air
untuk
mengganti
lapisan
air
(Water
Layer
Replacement/WLR) Kebutuhan air WLR merupakan jumlah air yang dibutuhkan untuk mengembalikan lapisan air atau genangan setelah proses pengeringan. Besar kebutuhan air untuk penggantian lapisan air adalah 50 mm/bulan (3,3 mm/hari selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi. 4.
Perkolasi Laju perkolasi bergantung pada sifat tanah, tergantung pada pemanfaatan
atau pengolahan tanah berkisar 1-3 mm/hari 5.
Curah Hujan Efektif Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh di suatu daerah yang
digunakan tanaman untuk tumbuhan untuk perkolasi dan evapotranspirasi, yang harus diperkirakan dari titik pengamatan yang dinyatakan dalam millimeter (Sosrodarsono,1980). Penentuan curah hujan efektif berdasarkan curah hujan bulanan, menggunakan R80 yang berarti kemungkinan tidak terjadinya 20%. Curah hujan yang digunakan biasanya 70% dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahunan dengan rumus sebagai berikut: Keterangan:
Re = 0,7 x 1/15 (R80)
Re : curah hujan efektif (mm/hari) R80 : curah hujan yang kemungkinan tidak terpenuhi sebesar 20% (mm) 6.
Efisiensi Irigasi Efisiensi Irigasi merupakan faktor penentu utama dari unjuk kerja suatu
sistem jaringan irigasi. Nilai efisiensi irigasi berdasarkan asumsi bahwa sebagian
6
dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun petak sawah selama proses pengaliran air. Kehilangan ini disebabkan oleh kegiatan eksploitasi, evaporasi, dan rembesan. 7.
Luas Areal Irigasi Luas areal irigasi adalah jumlah luas sawah yang akan diairi. Data untuk
luasan areal irigasi dapat diperoleh dari peta daerah pengamatan.
Kebutuhan Air Peternakan Tabel 1.2 menunjukkan kebutuhan air untuk peternakan menurut Triatmodjo (2008) yang perhitungannya didasarkan pada data dari Nippon Koei Co., Ltd pada tahun 1993. Tabel 1.2 Kebutuhan Air Untuk Ternak Jenis Ternak
Kebutuhan Air (lt/ekor/hari)
Sapi/kerbau/kuda
40.0
Kambing/domba
5.0
Babi
6.0
Unggas
0.6 Sumber: Triatmodjo (2008)
Kebutuhan air untuk ternak diestimasi dengan cara mengalikan jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Qt
Qt = 365/1000 (q(c/b/h) x P(c/b/h) x q(s/g) x P(s/g) + q(Pi) + P(Pi) x q(Po) x P(Po) ) untuk ternak : kebutuhan air (m3/th)
q(c/b/h)
: kebutuhan
q(s/g)
:
q(Pi)
: kebutuhan
q(Po)
:
kebutuhan air untuk unggas
(lt/ ekor /hari)
P(c/b/h)
:
jumlah sapi/kerbau/kuda
(ekor)
P(s/g)
:
jumlah kambing/domba
(ekor)
P(Pi)
:
jumlah babi
(ekor)
P(Po)
: jumlah unggas
(ekor)
Keterangan:
air untuk sapi/kerbau/kuda
(lt/ekor/hari)
kebutuhan air untuk kambing/domba
(lt/ekor/hari)
air untuk babi
(lt/ ekor /hari)
7
Kebutuhan Air Industri Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air yang digunakan untuk proses industri termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industry dan pendukung kegiatan industri. Standar dari Direktorat Teknik Penyehatan, Dirjend Cipta Karya DPU menentukan kebutuhan air untuk industri sebesar 10% dari konsumsi air domestik. Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Tabel 1.3 menunjukan rekomendasi kebutuhan air berdasarkan proses industri. Tabel 1.3 Kebutuhan Air Untuk Proses Industri No. 1. 2.
Jenis Industri
Jenis Proses Industri
Industri Rumah Tangga Industri Kecil
Belum ada rekomendasi, dapat disesuaikan
3.
Industri Sedang
4.
Industri Besar
5.
Industri Tekstil
Minuman Ringan Industri Es Kecap Minuman Ringan Pembekuan Ikan dan Biota Perairan Lainnya Proses Pengelolaan Tekstil
Kebutuhan Air (l/Hari)
1.600 – 11.200.000 18.000 – 67.000 12.000 – 97.000 65.000 – 78.000 225.000 – 1.350.000 400 – 700 l/kapita/hari
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003.
Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang digunakan pada tempat-tempat hunian pribadi untuk memenuhi keperluan sehari-hari seperti memasak, mencuci, dan keperluan rumah tangga lainnya. Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan, kebutuhan air perkapita dan proyeksi waktu air akan digunakan (Yulistiyanto dan Kironoto, 2008). Kebutuhan air domestik dipengaruhi pula oleh tipe daerah, yaitu perkotaan dan perdesaan. Kebutuhan air penduduk kota akan lebih tinggi dari penduduk desa (Widyastuti dan Muntazah, 2014). SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air, penduduk kota membutuhkan 120 l/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60 l/hari/kapita (SNI, 2002).
8
Sunjaya (1999) menjelaskan bahwa dilihat dari segi kuantitas, kebutuhan air domestik terdiri dari : a.
Kebutuhan air untuk minum dan mengolah makanan 5 liter/orang/hari
b.
Kebutuhan air untuk mandi dan membersihkan diri 25-30 liter/orang/hari
c.
Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25-30 liter/orang/hari
d.
Kebutuhan air untuk menunjang pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas sanitasi atau pembuangan 4-5 liter/orang/hari Linsley dan Franzini (1986) menyatakan bahwa penggunaan air domestik
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu : a.
Iklim Penggunaan air di daerah dengan iklim kering akan lebih besar daripada penggunaan di daerah dengan iklim basah.
b.
Masalah Lingkungan Permasalahan lingkungan yang terjadi di masyarakat akan menumbuhkan kesadaran akan penghematan penggunaan
air. Hal
ini
memicu
digunakannya teknologi untuk mengurangi penggunaan air atau upaya pengurangan penggunaan air sesuai prioritas. c.
Ciri-ciri Penduduk Ciri-ciri penduduk ditentukan oleh status ekonomi penduduk. Penggunaan air di daerah mayoritas penduduk miskin jauh lebih rendah daripada di daerah elit.
d.
Ukuran Kota Perkembangan kota berbanding lurus dengan penggunaan airnya.
e.
Industri dan Perdagangan Besar dan jenis industri akan berpengaruh pada jumlah air yang dibutuhkan untuk operasional kegiatan.
f.
Kebutuhan Konversi Air Konversi air yang pada umumnya diajarkan di bangku sekolah memengaruhi pandangan masyarakat untuk hemat dalam penggunaan air.
9
g.
Harga Air Apabila harga air mahal, maka masyarakat cenderung akan menghemat penggunaan air. Kebutuhan air domestik dapat dihitung menggunakan rumus/persamaan
sebagai berikut :
dengan : Q (DMI)
: kebutuhan air untuk kebutuhan domestik (m3/tahun)
q(u)
: konsumsi air daerah perkotaan (liter/kapita/hari)
q(r)
: konsumsi air daerah perdesaan (liter/kapita/hari)
P(u)
: jumlah penduduk kota
P(r)
: jumlah penduduk desa Projopangarso (1971) menyebutkan bahwa kebutuhan air penduduk
berkisar antara 60-150 l/kapita/hari. Kemudian Simoen (1985) menjelaskan bahwa kebutuhan air di pedesaan pada umumnya berkisar antara 60-80 l/kapita/hari, sedangkan untuk negara maju kebutuhan air lebih besar daripada di negara berkembang. Tabel 1.4 menunjukkan kebutuhan air menurut jumlah penduduk. Standar penentuan kebutuhan air yang lain dapat digolongkan berdasarkan kategori kota menurut jumlah penduduk. Pengkategorian kota ini dilakukan berdasarkan jumlah penduduk yang berada di dalam wilayah kota. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah penduduk yang sangat signifikan antara kota-kota di Indonesia. Kota-kota yang berada di Pulau Jawa lebih padat penduduk dan berjumlah penduduk lebih tinggi jika dibandingkan dengan kotakota di luar Pulau Jawa (Widyastuti dan Muntazah, 2014).
10
Tabel 1.4 Kebutuhan Air Menurut Jumlah Penduduk Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Konsumsi Unit Sambungan Rumah (SR) (Liter/orang/hari)
Konsumsi Unit Hidran (HU) Liter/orang/hari
Kota Metropolitan
>1.000.000
>150
20-40
Kota Besar
500.0001.000.000
150-120
20-40
Kota Sedang
100.000-500.000
90-120
20-40
Kota Kecil
20.000-100.000
80-120
20-40
<20.000
60-80
20-40
Desa
Sumber : Dirjen Cipta Karya Tahun, 2000
Proyeksi Kebutuhan Air Kebutuhan air di masa akan datang dapat diperkirakan menggunakan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi penduduk merupakan suatu perhitungan yang menunjukkan angka fertilitas, mortalitas, dan migrasi di masa yang akan datang, yang tidak hanya beberapa tahun, tetapi beberapa puluh tahun yang akan datang. Data penduduk Indonesia yang dapat dipakai dan dipercaya untuk keperluan proyeksi adalah data sensus penduduk (SP) yang diselenggarakan pada tahun yang berakhir “0” dan survey antar sensus (SUPAS) pada tahun yang berakhir “S”. Perkembangan jumlah penduduk pada suatu daerah dipengaruhi oleh pertambahan alami dan proses perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lainnya. Proyeksi penduduk sangat dibutuhkan agar kebutuhan air untuk penduduk dapat diprediksi kedepannya (Bintarto, 1983). Metode proyeksi jumlah penduduk terbagi dua, yaitu metode matematik dan metode komponen. 1. Metode Matematik Pertumbuhan Penduduk Linear, terdiri dari a. Pertumbuhan
Penduduk
Aritmatik
Rata-Rata,
penduduk dengan jumlah yang sama setiap tahun. Pn = P0 (1+rn)
11
yaitu
pertumbuhan
b. Pertumbuhan
Penduduk
Geometri
Rata-Rata,
yaitu
pertumbuhan
yaitu
pertumbuhan
penduduk menggunakan dasar bunga majemuk. Pn = P0 (1+r)n
Pertumbuhan
Penduduk
Eksponensial
Rata-Rata,
penduduk secara terus-menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan penduduk yang konstan Pn = P0 ern Keterangan: P0 = Jumlah Penduduk Pada Tahun Awal Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Ke-n r = Tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun awal ke tahun ke-n n = Selisih perubahan tahun
2. Metode Komponen Metode komponen merupakan proyeksi penduduk dengan memisahkan komponen jumlah penduduk untuk mendapatkan proyeksi jumlah penduduk total. Komponen jumlah penduduk tersebut antara lain :
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin
Pola mortalitas menurut umur
Pola fertilitas menurut umur
Rasio jenis kelamin saat lahir
Proporsi migrasi menurut umur
Jumlah kebutuhan air beberapa tahun mendatang dapat diperkirakan dengan menggunakan proyeksi jumlah penduduk. Rumus yang digunakan adalah:
Qn = Pn x q Keterangan: Qn = Kebutuhan air penduduk pada tahun n Pn = Jumlah Penduduk Pada Tahun Ke-n q = Kebutuhan air per orang / hari 12
1.5.2
Ketersediaan Air Meteorologis Air adalah unsur yang sulit untuk dipisahkan dari kehidupan manusia.
Pengembangan dan pengolahan sumberdaya air merupakan dasar dari peradaban manusia yang secara konsisten dan terus-menerus diupayakan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia (Sunaryo, 2005). Penggunaan air oleh manusia untuk berbagai kepentingan menyebabkan perkembangan pengelolaan air baik air permukaan maupun airtanah menjadi sangat pesat terjadi. Hal ini disebabkan karena manusia sadar akan pentingnya air bagi kehidupan (Herlambang, 2006). Ketersediaan air meteorologis adalah ketersediaan air yang pada dasarnya berasal dari air hujan. Hujan yang jatuh akan menguap kembali sesuai dengan proses daur ulangnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan bawah permukaan, sungai atau danau dan sebagian lain akan meresap ke tanah sebagai pengisian kembali ke tanah (Suripin, 2002). Sutikno (1989) menjelaskan bahwa ketersediaan air bersih dipengaruhi oleh faktor iklim, geologi, dan geomorfologi, hidrologi dan vegetasi serta penggunaan lahan. Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air tidak hanya dapat dipenuhi dengan airtanah, sumber air seperti air hujan, air sungai, dan mata air juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air lainnya. Intensitas bencana dan masalah yang erat kaitannya dengan air seperti kekeringan, banjir, dan longsor serta permasalahan mengenai keterbatasan pemanfaatan sumberdaya air merupakan isu–isu yang kini mulai diperhatikan lebih serius. Penyelesaian masalah tersebut adalah dengan mengatur kembali pola penggunaan lahan dan prasarana tata guna air sehingga ketersediaan air permukaan dan air meteorologis dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Perhitungan mengenai ketersediaan airtanah, air permukaan, dan air meteorologis adalah penting untuk mengetahui potensi sumberdaya air pada suatu daerah (Djuwansah, 2010). Ketersediaan air meteorologis dapat ditunjukkan dalam grafik neraca air. Neraca air merupakan neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan ataupun kekurangan. Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit
13
dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya (Hadisusanto, 2010) Perhitungan neraca air sering dilakukan untuk berbagai manfaat, yaitu (Hadisusanto, 2010) : a.
Sebagai dasar pertimbangan pembuatan bangunan air serta pembagiannya.
b.
Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir.
c.
Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, hingga perikanan. Neraca air sangat penting sebagai alat untuk menganalisis jumlah
persebaran air yang tersedia dan jumlah air yang dibutuhkan, misalnya untuk pembangunan irigasi baru atau perluasan daerah irigasi. Di dalam suatu perencanaan irigasi setelah berusaha mencari sumber airmaka tindakan yang harus dilakukan adalah menaksir kemampuan sumber air tersebut untuk dapat mengairi daerah irigasi yang direncanakan. Perencanaan untuk bendungan dan airtanah juga memperhatikan teori neraca air yang datanya disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada. Metode penentuan analisis neraca air menggunakan metode ThornwaiteMather dengan memperhitungkan beberapa parameter neraca air yaitu suhu udara, indeks panas bulanan, Water Holding Capacity (WHC) dan faktor koreksi lama penyinaran matahari berdasarkan kondisi lintang (Setiawan, 2011). Nilai pada masing-masing parameter diketahui melalui perhitungan rumus yang telah ditentukan. Penentuan nilai WHC diperoleh melalui analisis hasil penggabungan antara data penggunaan lahan dengan tekstur tanah.
1.5.3
Kuesioner Kuesioner merupakan seperangkat formal untuk memperoleh informasi
dari responden. Pembuatan kuesioner memiliki tiga tujuan. Pertama, untuk menerjemahkan kebutuhan informasi peneliti ke dalam satu set pertanyaan spesifik bahwa responden bersedia dan mampu menjawab. Kedua, kuesioner yang ditulis mampu memotivasi responden untuk terlibat dan bekerja sama. Ketiga,
14
kuesioner yang dibuat harus dapat meminimalkan kesalahan jawaban (Malhotra, 2012). Penyusunan kuisioner memerlukan pertimbangan sebagai berikut. 1.
Menentukan informasi yang dibutuhkan. Setiap informasi yang diperoleh harus dapat menjawab masalah penelitian sehingga dengan demikian, kuesioner yang diajukan kepada responden akan lebih fokus. Kuesioner harus dibuat untuk memenuhi target responden sesuai dengan pengalaman sebelumnya dan tingkat kesulitan dilapangan. Bahasa yang digunakan dalam kuesioner harus bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti responden.
2.
Menentukan jenis metode kuesioner yang akan digunakan. Kuesioner terbagi menjadi lima jenis. Kelima metode jenis kuesioner tersebut adalah kuesioner melalui e-mail, kuesioner melalui faks, kuesioner melalui surat, kuesioner personal dan kuesioner gabungan. Alasan peneliti menggunakan metode kuesioner personal adalah peneliti dapat menghemat biaya dan waktu dalam pengumpulan data dan pemrosesan kuesioner dari responden (Zikmund dan Babin, 2010).
3.
Menentukan jenis pertanyaan yang akan diajukan kepada responden. Dalam menentukan jenis pertanyaan yang diajukan pada responden harus jelas dan terarah. Hindari pertanyaan yang mengandung dua pengertian yang berbeda atau yang biasa disebut pertanyaan dua makna (doublebarreled question). Jenis pertanyaan dua makna tersebut mengandung makna yang ambigu.
4.
Membuat pertanyaan yang membuat responden mampu atau ingin menjawab. Jenis pertanyaan yang sensitif akan menyulitkan responden untuk menjawab kuesioner tersebut. Sehingga apabila peneliti menemukan beberapa pertanyaan yang tidak dapat dijawab, sebaiknya peneliti bersedia membantu responden dengan menjelaskan maksud pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, peneliti harus menjelaskan tujuan penelitian di pada kata pengantar di kuesioner. Kemudian, pertanyaan yang sensitif diletakkan dibagian akhir kuesioner penelitian.
15
5.
Menyusun struktur pertanyaan. Jenis pertanyaan dapat disusun terstruktur dan tidak struktur. Pertanyaan terstruktur merupakan jenis pertanyaan yang sudah tersusun dalam suatu format sehingga memudahkan responden untuk menjawabnya. Jenis pertanyaan tersebut dapat berupa pilihan berganda, atau hanya dua pilihan (pertanyaan dikotomi – ya atau tidak), atau pertanyaan berjenjang (a scale question), sedangkan jenis pertanyaan tidak terstruktur merupakan pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden menjawab dengan kata-kata sendiri (Malhotra, 2012)
6.
Menentukan kata-kata di dalam kuesioner. Informasi yang dibutuhkan harus disederhanakan terlebih dahulu dalam bentuk kata-kata yang mudah dipahami oleh responden. Tujuannya adalah untuk menghindari salah persepsi ataupun interpretasi yang dapat menimbulkan jawaban yang bias sehingga jawaban tersebut dapat mengarah kepada jawaban yang salah.
7.
Menyusun urutan pertanyaan. Peneliti mempertimbangkan beberapa hal seperti pertanyaan terbuka, jenis informasi yang diperlukan, tingkat kesulitan pertanyaan, dan pengaruh pertanyaan lanjutan.
8.
Mengidentifikasi format dan rancangan kuesioner. Karakteristik kuesioner seperti halnya format, spasi, dan posisi kalimat, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jawaban-jawaban yang diperoleh dari responden, sehingga jelas bahwa format dan rancangan kuesioner harus tersusun rapi dan mudah dalam pengisian kuesioner.
9.
Penyusunan ulang format kuesioner. Format kuesioner harus dibuat ringkas dan jelas untuk memudahkan responden dalam membaca dan menjawab pertanyaan-pertanyaan kuesioner tersebut. Tetapi, penyusunan ulang ini tidak membuat kalimat dalam kuesioner menjadi kalimat yang tidak utuh, sehingga cenderung untuk menyulitkan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.
10.
Menentukan uji coba kuesioner. Sebelum kuesioner diberikan kepada responden, sebaiknya dalam penelitian ini didahului dengan uji coba kuesioner
(pre-testing
questionnaire).
Uji
coba
dilakukan
pada
sekelompok responden tertentu. Kelompok responden yang diuji coba
16
harus sama dengan responden yang akan diteliti baik dengan latar belakang usia, jenis kelamin, frekuensi pembelian (Malhotra, 2012).
1.6
Penelitian Sebelumnya Sumberdaya air adalah salah satu sumberdaya alam yang berperan sangat
penting bagi kelangsungan hidup manusia. Air berperan untuk memenuhi kebutuhan dalam berbagai sektor kehidupan mulai dari kebutuhan rumah tangga, industri, pertanian dan lainnya. Pemanfataan air secara nyata di lapangan sering dilakukan dengan eksploitasi berlebihan. Ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air menyebabkan terjadi kekritisan sumberdaya air di beberapa tempat dengan jumlah air terbatas. Oleh karena itu, penelitian mengenai ketersediaan air dan kebutuhan air telah banyak dilakukan dengan metode dan wilayah kajian yang beragam. Indriyastuti (2004) telah melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi Potensi Mataair utnuk Kebutuhan Domestik di Kota Klaten, Jawa Tengah”. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey lapangan, metode kuantitatif perhitungan debit tipe mataair dan deskripsi pembagian debit mataair, uji laboratorium untuk kualitas kimia, dan analisis kebutuhan air domestik. Hasil yang diperoleh berupa tipe mataair, ketersediaan air dari hasil uji kualitas air, dan distribusi mataair, dan analisis kebutuhan air domestik. Zulkipli, Soetopo, dan Prasetijo (2012) melakukan analisis ketersediaan air dan kebutuhan air dalam penelitian berjudul “Analisa Neraca Air Permukaan Das renggung untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dan domestik penduduk kabupaten lombok tengah”. metode yang digunakan adalah metode survey dan observasi lapangan, kuantitatif perhitungan kebutuhan air domestik, irigasi, perikanan, dan industri, serta kuantitatif ketersediaan air menggunakan metode debit andalan. hasil yang diperoleh berupa grafik kebutuhan dan ketersediaan air serta tabel neraca air, dan proyeksi kebutuhan air hingga 2036. Rahayu (2013) telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Ketersediaan Air di Sebagian Wilayah DAS Oyo Hulu Untuk Kebutuhan Air Daerah Irigasi”. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Teknik
17
pengambilan sampel dengan double ring infiltrometer, penentuan lokasi sampel dengan purposive sampling. Hasil yang diperoleh adalah berupa jumlah ketersediaan air, kebutuhan air Daerah Irigasi Payaman, Imbangan Air dan Rekomendasi Pengelolaan. Triyono (2014) melakukan penelitian berjudul “Studi Ketersediaan Sumberdaya Air untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Pada penelitian ini dilakukan metode kuantitatif analisis ketersediaan air sungai, ketersediaan air di mata air, sistem transmisi air, dan biaya produksi air. Hasil yang diperoleh adalah berupa ketersediaan air, tinjauan teknis system penyediaan air minum, tinjauan ekonomi, gambaran sumber air baku. Pahlawa (2014) dalam penelitian yang berjudul “Potensi Air di Kawasan perkebunan Kalibendo, Banyuwangi, Jawa timur dalam Memenuhi Kebutuhan Air Rumah Tangga Masyarakat Sekitar” membahas mengenai potensi air dan kebutuhan air masyarakat di daerah kajian. Metode yang digunakan adalah pengukuran debit mata air volumetrik, perhitungan kebutuhan air berdasarkan hasil wawancara dan jumlah penduduk, proyeksi kebutuhan air dan imbangan air. Hasil yang diperoleh berupa debit mata air, pasokan air rumah tangga, total kebutuhan air rumah tangga, proyeksi kebutuhan air, dan imbangan air. Said (2014) melakukan penelitian berjudul “Kajian Ketersediaan dan Penggunaan Air Dari Mata Air untuk Kebutuhan Domestik di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan, wawancara, dan survei instansional, serta analisis laboratorium. Pengambilan sampel air menggunakan purposive sampling, penentuan responden secara random. Hasil yang diperoleh berupa kualitas air dari mataair, kebutuhan air di Kecamatan Turi pada tahun 2013, serta daya dukung mataair hingga 20 tahun mendatang. Persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini terletak pada metode yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan metode Thornthwaite-Matter untuk ketersediaan air meteorologis, dan metode kuantitatif perhitungan kebutuhan air. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
18
terletak pada lokasi penelitian yang terletak di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, serta penentuan responden kebutuhan air yang didasarkan pada tinngkat kesejahteraan keluarga. Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang ditampilkan pada tabel 1.5.
19
Tabel 1.5 Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Sekarang No
1
2
3
4
Peneliti
Ratna Indriyastuti
Zulkipli, Soetopo, dan Prasetijo
Arum Rahayu
Muhammad Firman Nur Said
Lokasi, Tahun
Judul Penelitian
Tujuan
Kota Klaten, 2004
Evaluasi Potensi Mataair utnuk Kebutuhan Domestik di Kota Klaten, Jawa Tengah
Mengkaji debit, kualitas fisik dan kimia air, tipe mataair dan memperkirakan debit minimum mataair, mengevaluasi dan memperkirakan potensi mataair untuk kebutuhan domestik, dan mendeskripsikan pembagian debit mataair.
DAS Renggung, 2012
Analisa Neraca Air Permukaan Das Renggung Untuk Memenuhi Kebutuhan Air Irigasi Dan Domestik Penduduk Kabupaten Lombok Tengah
Mengetahui pengelolaan potensi air dengan menerapkan prinsip keseimbangan air dalam rangka memenuhi kebutuhan air irigasi dan domestik di Kabupaten Lombok Tengah
Sebagian Wilayah DAS Oyo Hulu, 2013
Analisis Ketersediaan Air di Sebagian Wilayah DAS Oyo Hulu Untuk Kebutuhan Air Daerah Irigasi
Mengetahui besarnya ketersediaan air irigasi di sebagian DAS Oyo hulu, mengetahui besarnya kebutuhan air untuk Daerah Irigasi Payaman, Imbangan Air, Rekomendasi pengelolaan Daerah Irigasi
Teknik pengambilan sampel dengan double ring infiltrometer, penentuan lokasi sampel dengan purposive sampling
Jumlah ketersediaan air, kebutuhan air Daerah Irigasi Payaman, Imbangan Air dan Rekomendasi Pengelolaan.
Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, 2014
Kajian Ketersediaan dan Penggunaan Air Dari Mata Air untuk Kebutuhan Domestik di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman
Mempelajari pengelolaan air, agihan keruangan, kantitas air dan kualitas air dari mataair yang dimanfaatkan oleh penduduk, Menghitung besarnya kebutuhan air khususnya untuk pemenuhan domestik, dan analisis daya dukung mataair.
Survei lapangan, wawancara, dan survei instatnsional, serta analisis laboratorium. Pengambilan sampel air menggunakan purposive sampling, penentuan responden secara random.
Kualitas Air dari Mataair, Kebutuhan air pada tahun 2013, Daya Dukung Mataair hingga 20 tahun mendatang.
20
Metode Metode survey lapangan, metode kuantitatif perhitungan debit tipe mataair dan deskripsi pembagian debit mataair, uji laboratorium untuk kualitas kimia, dan analisis kebutuhan air domestik Metode survey dan observasi lapangan, kuantitatif perhitungan kebutuhan air domestik. Irigasi, perikanan, dan industri, serta kuantitatif ketersediaan air menggunakan metode debit andalan.
Hasil Tipe mataair, ketersediaan air dari hasil uji kualitas air, dan distribusi mataair, dan analisis kebutuhan air domestik.
Grafik kebutuhan dan ketersediaan air serta tabel neraca air, dan proyeksi kebutuhan air hingga 2036
5
6
7
Mandra Pahlawa
Joko Triyono
Riverningtyas
Kalibendo, Banyuwangi, Jawa Timur, 2014
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014
Kota Palu, 2015
Potensi Air di Kawasan perkebunan Kalibendo, BAnyuwangi, Jawa timur dalam Memenuhi Kebutuhan Air Rumah Tangga Masyarakat Sekitar
Mengetahui besar debit mata air, kebutuhan air rumah tangga, dan meprediksi kemampuan mata air Patemon dalam memenuhi kebutuhan air rumah tangga masyarakat sekitar kawasan Perkebunan Kalibendo
Pengukuran debit mata air volumetrik, perhitungan kebutuhan air berdasarkan hasil wawancara dan jumlah penduduk,
Debit Mata Air, Pasokan air rumah tangga, total kebutuhan air rumah tangga, proyeksi kebutuhan air, imbangan air.
Studi Ketersediaan Sumberdaya Air untuk Memenuhi Kebutuhan Air Bersih Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Mengetahui ketersediaan air di beberapa mata air di Kabupaten Magelang dan Sungai Progo, mendapatkan system transmisi air baku, biaya produksi air, kebutuhan biaya inverstasi dan keuntungan dari dua alternatif sumber air yang ada, mendapatkan gambaran dari kedua alternative sumber air.
Metode kuantitatif analisis ketersediaan air sungai, ketersediaan air di mata air, system transmisi air, dan biaya produksi air
Ketersediaan Air, tinjauan teknis sistem penyediaan air minum, tinjauan ekonomi, gambaran sumber air baku
Kuantitatif perhitungan kebutuhan air dan ketersediaan air meterologis metode ThornthwaiteMatter
Neraca air tahunan selama 1980-2013, Neraca air dengan analisis frekuensi curah hujan, kebutuhan air individu dari jenis keluarga berbeda, pengaruh pendidikan terhadap penggunaan air.
Analisis Kebutuhan Air Domestik Dan Ketersediaan Air Meteorologis Di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah
Analisis ketersediaan air meteorologis dan kebutuhan air domestik dengan variabel jumlah keluarga sejahtera berdasarkan jenisnya, dan di 8 kecamatan di Kota Palu
21
1.7
Kerangka Pemikiran Objek penelitian ini adalah analisis ketersediaan air meterologis dan
kebutuhan air domestik yang berada di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan air meteorologis, kebutuhan air domestik, dan
memunculkan rekomendasi mengenai
pengelolaan sumberdaya air. Penelitian ini juga memperhitungkan proyeksi untuk 5, 10, dan 20 tahun kedepan. Parameter yang digunakan dalam analisis ketersediaan air meteorologis adalah curah hujan dan suhu, evapotranspirasi, Accumulated Potential Water Loss (APWL), WHC, dan evapotranspirasi aktual. Curah hujan dan suhu berasal dari data stasiun hujan milik BMKG Kota Palu. Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh unsur klimatologis. Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang dipengaruhi oleh tanaman dan tanah. APWL diperoleh dari curah hujan dan evapotranspirasi potensial. WHC adalah fungsi dari tekstur tanah dan kedalaman zona perakaran. Parameter tersebut digunakan untuk memperoleh neraca air. Neraca air proyeksi dihitung menggunakan analisis frekuensi curah hujan dengan kala ulang 5, 10, dan 20 tahun. Ketersediaan air meteorologis akan menunjukkan nilai surplus atau defisit pada grafik neraca air. Parameter yang digunakan dalam analisis kebutuhan air domestik adalah jumlah penduduk dan kebutuhan air per individu yang diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner kebutuhan air. Sampel adalah kepala keluarga yang berasal dari jenis kesejahteraan keluarga berbeda. Hal ini dikarenakan penggunaan air domestik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah lingkungan, ciri-ciri penduduk, ukuran kota, industri dan perdagangan, kebutuhan konversi air, serta harga air yang secara komposit termasuk dalam indikator keluarga sejahtera yang ditetapkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tingkat kesejahteraan keluarga terdiri dari Pra Keluarga Sejahtera, Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II, Keluarga Sejahtera III, dan Keluarga Sejahtera III+.
Proyeksi jumlah
penduduk digunakan untuk menghitung proyeksi kebutuhan air domestik untuk 5, 10, dan 20 tahun mendatang.
22
Analisis
kebutuhan
air
domestik
dan
ketersediaan
air
akan
menghasilkan keadaan keseimbangan air di wilayah kajian yang berbentuk surplus atau defisit pada waktu dan tempat tertentu. Keadaan surplus maupun defisit air akan menjadi pertimbangan untuk pengeololaan air di daerah tersebut. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah keadaan potensi sumberdaya air yang dimiliki di daerah kajian serta pengelolaan yang tepat terhadapnya.
Curah Hujan dan Suhu
Evapotranspirasi Potensial
Aktual
APWL
Jumlah Penduduk
WHC Pra Sejahtera
Analisis Neraca Air Proyeksi Jumlah Penduduk 5, 10, 20 tahun mendatang Neraca Air dengan analisis frekuensi hujan 5, 10, dan 20 Tahun.
Sejah tera I
Sejah tera II
Sejahte ra III
Kebutuhan Air Domestik Jenis Keluarga
Proyeksi Kebutuhan Air 5, 10,, 20 tahun mendatang
Kebutuhan Air Domestik
Surplus Air
Defisit Air Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air
Pengelolaan Sumberdaya Air Efektif dan Efisien Berdasarkan Analisis Iklim dan Kebutuhan Air Domestik
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Teoritik
23
Sejahte ra III+