BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan
jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah sampah yang dihasilkan oleh warga Jakarta seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2007-2010 Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah sampah ( /hari)
Sumber: * ** ***
2005 2006 2007 2008 2009 9.041.605* 8.961.680* 7.554.461* 7.616.838* 8.523.157*
2010 9.588.198**
26.264*** 26.444*** 27.966*** 29.217*** 28.286***
24.773***
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta (2011)1 BPS (2011) Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta (2011)
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah sampah yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta sangat tinggi, yaitu 24.773
/hari. Dalam 2
hari, jumlah timbulan2 sampah ini setara dengan volume Candi Borobudur sebesar 55.000
. Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta (2005) memprediksi jumlah
timbulan sampah akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk hingga mencapai 26.720
/hari pada tahun 2015.
Di sisi lain, keterbatasan lahan dan mahalnya biaya operasional menyulitkan pemerintah dalam mengelola sampah yang dihasilkan. Pada tahun 2009, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)3 Bantargebang yang memiliki
1
BPS Provinsi DKI Jakarta. http://jakarta.bps.go.id/index.php?bWVudT0yMzA0JnBhZ2U9ZGF0YSZzdWI9MDQmaWQ9 MzE= diakses pada tanggal 5 Oktober 2011 2 Banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat. Dapat dinyatakan dalam satuan volume maupun berat kapita per hari, atau per luas bangunan, atau per panjang jalan 3 Tempat pembuangan sampah yang dilengkapi dengan sarana pengolahan dan penanganan limbah. Bantargebang telah menerapkan sistem ini, sehingga istilahnya berubah dari TPA menjadi TPST
1
daya tampung 4.500 ton per hari harus menampung sampah sebanyak 6.400 ton yang dihasilkan oleh penduduk Jakarta setiap harinya. Sebanyak 400 ton timbulan sampah dapat dibuang ke TPST Cilincing, tetapi masih menyisakan kelebihan 1.500 ton yang menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mengeluarkan dana 700 miliyar untuk membuka TPST baru di daerah Ciangir. Dalam menjamin kelancaran pengangkutan sampah ke TPST, pemerintah DKI Jakarta juga mengalami masalah ketersediaan truk sampah. Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta memiliki 800 unit truk sampah, tetapi hanya 480 unit yang masih dapat digunakan karena selebihnya sudah terlalu tua untuk beroperasi. Jumlah ini tidak sebanding dengan titik pengangkutan sampah di lima wilayah administrasi Jakarta yang mencapai 600 pool 4 . Keterbatasan truk sampah menyebabkan sebagian sampah tidak atau terlambat diangkut, sehingga menimbulkan pencemaran. Peningkatan jumlah timbulan sampah menimbulkan tekanan terhadap daya dukung lingkungan. Keterbatasan kapasitas pelayanan dalam mengimbangi jumlah timbulan memperparah tekanan dan menurunkan kemampuan lingkungan dalam mendukung organisme di dalamnya secara lestari dan berkelanjutan. Jika daya dukung lingkungan terlampaui, ekosistem akan terganggu dan mengancam keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya. Tragedi ledakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah dan longsor sampah di TPST Bantargebang merupakan bukti nyata terlampauinya daya dukung lingkungan oleh sampah.
4
Lenny. http://www.beritajakarta.com/v_ind/berita_print.asp?nNewsId=34969 tanggal 5 Oktober 2011
diakses
pada
2
Mengurangi sampah mulai dari sumber merupakan solusi yang dipilih pemerintah dalam memecahkan permasalahan sampah. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah menegaskan bahwa pengelolaan sampah kini harus meliputi upaya pengurangan sampah dari sumber dengan cara melibatkan partisipasi masyarakat dan pelaku usaha. Undangundang ini mengubah konsep pengelolaan sampah jakarta dari kumpul-angkutbuang menjadi pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) berbasis masyarakat. Pengelolaan tersebut mendorong masyarakat dan pelaku usaha untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, mulai dari mengurangi sampah yang dibuang (reduce), memilah sampah dan menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan (reuse), hingga mengolah sampah menjadi bentuk lain yang berguna (recycle). Cara ini diharapkan dapat efektif mengurangi jumlah timbulan sampah, mengingat 62,27 persen sampah yang dihasilkan oleh Jakarta berasal dari sampah rumah tangga (Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, 2005). Akan tetapi, pelaksanaan 3R berbasis masyarakat di Jakarta hingga kini masih belum optimal 5 . Banyak pelaku usaha termasuk pengembang kawasan (developer) yang tidak mau menyediakan fasilitas pengelolaan sampah 3R, terutama untuk kegiatan pengolahan. Sampai saat ini, baru ada satu pengembang kawasan yang mau menyediakan fasilitas pengolahan 6 . Kontribusi masyarakat terhadap kegiatan pemilahan dan pengolahan sampah juga dapat dikatakan minim. Hal ini karena kegiatan pengolahan sampah dianggap tidak menguntungkan, sehingga tidak menarik untuk dilakukan. 5 6
Bataviase. http://bataviase.co.id/node/631834 diakses pada tanggal 5 0ktober 2011 Berdasarkan keterangan petugas Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 6 September 2011
3
Padahal jika dikaji lebih lanjut, kegiatan pengolahan sampah sebenarnya memberikan sejumlah manfaat yang membawa keuntungan bagi pemerintah, masyarakat, dan pengembang kawasan. Selain mengurangi sampah dan memperbaiki daya dukung lingkungan, hasil dari pengolahan sampah dapat menjadi sumber penghasilan. Kegiatan pengolahan sampah juga memberikan banyak manfaat lingkungan, tetapi manfaat-manfaat tidak diperhitungkan dalam analisis finansial. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis lebih mendalam mengenai pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat, khususnya kegiatan pengolahan. Manfaat
lingkungan
yang
dihasilkan
oleh
kegiatan
pengolahan
perlu
diperhitungkan agar manfaat pengolahan dapat terlihat secara keseluruhan. 1.2.
Perumusan Masalah Jumlah timbulan sampah Jakarta terus meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk. Keterbatasan luas lahan dan mahalnya biaya pengelolaan menyulitkan pemerintah dalam mengelola seluruh sampah yang dihasilkan. Ketidakmampuan pemerintah memperparah tekanan yang ditimbulkan sampah terhadap daya dukung lingkungan. Jika jumlah timbulan sampah melampaui daya dukung lingkungan, ekosistem akan terganggu dan mengancam keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya. Untuk mengatasi masalah ini, sampah harus dikurangi dengan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat. Melalui pengelolaan sampah tersebut, sampah dikurangi dari sumbernya dengan cara mengajak masyarakat dan pelaku usaha melakukan kegiatan 3R. Namun sampai saat ini, pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di Jakarta masih belum berjalan optimal. Masih sedikit masyarakat dan pelaku usaha
4
yang mau berpartisipasi dalam pengelolaan sampah 3R, khususnya dalam kegiatan pengolahan. Sebagian besar masyarakat dan pelaku usaha menganggap kegiatan pengolahan tidak cukup menguntungkan, sehingga kurang menarik untuk dilakukan. Perumahan Cipinang Elok merupakan salah satu kompleks perumahan yang menerapkan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di Jakarta. Warga berupaya mengurangi timbulan sampah yang dibuang ke TPST dengan mendirikan Unit Pengolahan Sampah (UPS) yang berfungsi mengolah sampah organik menjadi kompos. Kompos kemudian dipasarkan ke warga sekitar dengan nama dagang “Mutu Elok”. Proyek yang diadakan sejak tahun 2005 ini sering dijadikan wilayah percontohan atau studi banding oleh LSM dan warga perumahan wilayah lainnya. Daya dukung lingkungan harus menjadi salah satu pertimbangan dalam pendirian UPS “Mutu Elok”. Kegiatan pengolahan UPS “Mutu Elok” harus dintegrasikan dengan daya dukung lingkungan agar alokasi kegiatan sesuai dengan
kondisi
dan
kapasitas
sumberdaya
di
wilayah
UPS
tersebut.
Pengintegrasian juga bertujuan untuk menghindari kerusakan sumberdaya dan ekosistem oleh kegiatan pengolahan yang dapat mengganggu kenyamanan warga dan menyebabkan kegiatan pengolahan tidak berkelanjutan. UPS “Mutu Elok” memerlukan analisis kelayakan untuk mengetahui apakah proyek layak atau tidak untuk dijalankan atau diteruskan. Analisis ini diperlukan untuk menghindari pemborosan sumberdaya karena pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan. Kelayakan UPS “Mutu Elok” harus dianalisis
5
dari sudut pandang ekonomi karena UPS memberikan banyak manfaat eksternal7 berupa manfaat lingkungan yang tidak diperhitungkan dalam analisis finansial. Pengabaikan manfaat eksternal oleh analisis finansial dapat menyebabkan kelayakan UPS dinilai terlalu rendah (underestimate). Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian meliputi: 1.
Bagaimana pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat di Perumahan Cipinang Elok?
2.
Bagaimana daya dukung lingkungan UPS “Mutu Elok” dan bagaimana pengaruh UPS “Mutu Elok” terhadap daya dukung lingkungan Perumahan Cipinang Elok?
3. 1.3.
Bagaimana kelayakan ekonomi UPS “Mutu Elok”? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah: 1.
Memperoleh gambaran pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat yang diterapkan di Perumahan Cipinang Elok;
2.
Menganalisis daya dukung lingkungan UPS “Mutu Elok” dan pengaruh UPS “Mutu Elok” terhadap daya dukung lingkungan Perumahan Cipinang Elok;
3.
7
Menganalisis kelayakan ekonomi UPS “Mutu Elok”.
Dampak positif yang diterima oleh suatu pihak akibat tindakan yang dilakukan oleh pihak lain. Manfaat eksternal juga biasa disebut eksternalitas positif
6
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.
Penulis dalam memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai penerapan ilmu yang telah diberikan selama kuliah;
2.
Pihak lain terutama pengembang kawasan dan masyarakat dalam memahami daya dukung lingkungan serta analisis kelayakan ekonomi suatu proyek yang berbasis lingkungan, dalam hal ini UPS;
3.
Institusi swasta dan pemerintah dalam menyusun kebijakan lingkungan khususnya yang terkait dengan sampah.
1.5. 1.
Ruang Lingkup Pelaksanaan pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat dianalisis hanya pada aspek teknis operasional.
2.
Analisis terhadap daya dukung lingkungan dibatasi pada kemampuan lingkungan dalam menerima beban sampah dengan meninjau sarana prasarana dan respon warga terhadap UPS “Mutu Elok” sesuai dengan definisi daya dukung lingkungan menurut Soerjani et al. dan Khana dalam Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
3.
Analisis kelayakan hanya dilakukan dari sudut pandang ekonomi. Hal ini dilakukan karena analisis kelayakan dari sudut pandang finansial telah dilakukan sebelumnya oleh Cahyani (2009).
4.
Umur proyek UPS “Mutu Elok” adalah 20 tahun, ditentukan dari ketahanan bangungan UPS secara teknis.
5.
Manfaat UPS yang dianalisis dibatasi pada manfaat penjualan, penggunaan kompos untuk Lubang Resapan Biopori (LRB), kesuburan dan kenyamanan.
7
6.
Analisis kelayakan ekonomi menggunakan harga bayangan (shadow price) karena dapat menggambarkan nilai ekonomi sesungguhnya dari suatu barang dan jasa.
7.
Produksi kompos diasumsikan terjual semua.
8.
Volume penggunaan kompos untuk mengisi LRB dari tahun 2011-2024 diasumsikan sama setiap tahunnya. Asumsi ini digunakan karena jumlah LRB selama delapan tahun ke depan tidak dapat diprediksikan.
9.
Biaya untuk mendapatkan sampah sebagai bahan baku kompos diasumsikan nol. Biaya pengangkutan sampah dari rumah ke UPS “Mutu Elok” dapat dianggap sebagai biaya sampah, tetapi UPS “Mutu Elok”yang teletak satu lokasi dengan Tempat Penampungan Sementara (TPS) menyebabkan biaya ini harus diabaikan. Tanpa adanya proyek UPS “Mutu Elok”, sampah akan tetap diangkut ke TPS, sehingga keberadaan proyek UPS “Mutu Elok” tidak menimbulkan biaya tambahan pengangkutan sampah.
10. Pajak diasumsikan tidak ada. 11. Indonesia belum memiliki tingkat diskonto sosial (social discount rate) yang ditetapkan secara umum, sehingga analisis kelayakan ekonomi menggunakan social discount rate yang berasal dari suku bunga bank pada tahun 2011, yaitu sebesar 16 persen.
8