BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat, termasuk dalam pembuatan Produk hukum, yaitu Peraturan Daerah. Pemerintahan Daerah yang dimaksud adalah Pemerintah Kabupaten dan DPRD yang bersinergi dalam pembuatan peraturan daerah. Dalam hal ini DPRD merupakan lembaga yang mempunyai tiga fungsi pokok yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, sedangkan Pemerintah Daerah (eksekutif) mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut Ranperda) serta merupakan lembaga yang menjalankan Peraturan Daerah (Selanjutnya disebut Perda) yang sudah ditetapkan. Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD seyogyanya merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan yang setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini dapat dicerminkan dalam membuat kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah
1
Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing. Implementasi amanat UUD 1945 telah ditindak lanjuti dengan melakukan reformasi kelembagaan negara, termasuk didalamnya reformasi kelembagaan DPRD. Reformasi kelembagaan DPRD dapat dilihat pada penataan DPRD yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Substansi undang-undang tersebut yaitu bagaimana kedudukan, struktur, dan kewenangan serta tugas lembaga negara pasca amandemen. Tampak jelas perubahan khususnya pada lembaga DPRD yang memiliki kewenangan lebih luas. Hal ini tercermin dalam struktur kelembagaan DPRD, yang didalamnya semakin meneguhkan adanya alat kelengkapan yang secara khusus menangani fungsi legislasi yakni Badan Legislasi Daerah. Kemudian pasca berlakunya UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Badan Legislasi berubah nomenklatur menjadi Badan Pembentukan Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Bapemperda) dan ketika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 menyebut fungsi DPRD adalah fungsi legislasi, maka kemudian untuk memperjelas perbedaan tersebut dapat dilihat dalam pasal 409 huruf d UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah yang mencabut dan menyatakan tidak berlaku materi muatan UU MD3 yang khusus mengatur
2
mengenai DPRD, baik DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota yang berarti mencabut pula pasal 316 ayat (1) dan 365 ayat (1) yang masih menyebut fungsi DPRD adalah fungsi legislasi. Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah fungsi DPRD benar-benar menjadi fungsi pembentukan perda dan bukan lagi fungsi legislasi. Bapemperda adalah alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap secara kelembagaan dan dibentuk pada saat rapat tatib tentang pembentukan alat kelengkapan DPRD. Peran Bapemperda Daerah sebagai alat kelengkapan DPRD yaitu meliputi prakarsa pembuatan peraturan daerah dan pembahasan rancangan peraturan daerah. Berdasarkan Tata tertib DPRD Kabupaten Bondowoso terdapat 8 tugas dan fungsi Bapemperda yaitu yang pertama adalah menyusun rancangan program legislasi daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD; kemudian yang kedua adalah koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah; yang ketiga adalah menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas program yang telah ditetapkan; yang keempat adalah melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD; yang kelima adalah memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh oleh anggota, komisi dan/atau gabungan komisi, diluar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau di luar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah; yang keenam adalah mengikuti perkembangan
3
dan melakukan evalusi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/ atau atau panitia khusus; yang ketujuh adalah memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah dan yang kedelapan adalah membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang sudah maupun belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.1 Kemudian dalam rangka meningkatkan keseragaman dalam penyusunan peraturan peraturan perundang-undangan baik di tingkat pusat hingga tingkat daerah, dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diatur ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas perancangan peraturan perundang-undangan perlu pula mendukung hal yang terkait dengan tenaga perancang peraturan perundang-undangan sebagai tenaga fungsional yang mempunyai tugas menyiapkan , mengolah, dan merumuskan rancangan peraturan perundang-undangan dan instrument hukum lainnya. Dalam meningkatkan kualitas peraturan daerah dapat dinilai dari senitivitas perda tersebut terhadap kebutuhan masyarakat daerah. Oleh karena itu dalam merealisasikan konsep peraturan perundangundangan yang terencana, terpadu, dan sistematis maka dibutuhkan sebuah sebuah sistem yang mampu mewadahi tujuan tersebut, yaitu melalui Program Pembentukan Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Properda). Di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan 1
Tata Tertib DPRD Bondowoso Bagian Kelima tentang Badan Legislasi Daerah pasal 63.
4
Perundang-undangan, pengaturan mengenai penyusunan Properda telah diuraikan secara lebih jelas dan memperkuat posisi DPRD sebagai pemegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah. Properda (Properda) adalah instrumen perencanaan Properda Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.2 Dasar hukum Properda tercantum dalam pasal 39 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, substansinya adalah perencanaaan penyusunan Perda Kabupaten/Kota mempunyai sinergitas dengan Properda Provinsi, artinya Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan daerah Provinsi. Banyaknya perda yang dibatalkan karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang sejajar dan inkonsistensi merupakan bukti kurangnya perencanaan kebutuhan hukum di daerah. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 memberikan arah, agar visi penyusunan Properda tidak sekedar menjadi daftar keinginan pembentukan peraturan daerah dari pemerintah daerah dan DPRD, akan tetapi penyusunan peraturan daerah harus sinergis dengan sistem hukum nasional, rencana pembangunan daerah, dan merupakan solusi atas kebutuhan hukum masyarakat yang didukung dengan penelitian, pengkajian dituangkan dalam naskah akademik. Selain itu hal tersebut juga menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan produk hukum baik dari aspek kuantitas maupun kualitas dengan arah hukum yang dikehendaki dalam kurun waktu tertentu. Peraturan Daerah yang hendak dibentuk dan berapa jumlahnya sudah tergambar dalam daftar Properda. DPRD melalui Bapemperda sebagai koordinator 2
Ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
5
penyusunan dan penetapan Properda Kabupaten/Kota, telah menetapkan Properda Kabupaten /Kota untuk satu masa keanggotaan yang kemudian disusun menjadi Properda prioritas yang berisi jumlah program rancangan peraturan daerah yang akan dibahas dan ditetapkan tiap 1 tahun anggaran kemudian hal tersebut didukung dengan dikeluarkannya pedoman mekanisme penyusunan properda oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Tahun 2012. Dengan adanya Properda maka diharapkan pembuatan peraturan daerah mampu bersinergi dengan produk hukum diatasnya sesuai dengan kedudukan dan kekuatan hukum suatu produk hukum itu sendiri sesuai dengan salah satu asas hukum di Indonesia Lex Superiori Derogat Lege Inpriori, artinya peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.3 Properda sangat menentukan bagaimana kualitas perda yang dihasilkan oleh daerah. Data yang dikeluarkan oleh Mendagri terkait dengan pembatalan perda pada tahun 2013 yaitu sebanyak 107 perda dan Tahun 2014-2015 yaitu sebanyak 139 perda.4 Hal tersebut terjadi dikarenakan Peraturan Daerah yang ditetapkan bertentangan dengan peraturan diatasnya. Ketika perda tersebut dibatalkan maka anggaran pembuatan perda akan terbuang sia-sia, perlu diketahui bahwa untuk pembuatan sebuah perda dibutuhkan anggaran berkisar 250 - 300 juta rupiah5, jadi apabila perda yang dibatalkan semakin banyak maka otomatis anggaran yang terbuang akan semakin banyak juga. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi agar proses pembentukan perda mampu berjalan lebih optimal dan 3
Hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan pada pasal 7 ayat 1 UU NO. 12 Tahun 2011. 4 Dikutip dari www.fshuinsgd.ac.id/2014/08/18/setiap-tahun-kemendagri-batalkan-ratusanperda/, diakses pada Rabu 11 November 2015, 20.35 WIB. 5 Dikutip dari http://pks-solo.or.id/news/7-legislatif/376-anggaran-perda-250-hingga-300juta.html diakses pada Rabu 11 November
6
sesuai dengan mekanisme yang ada. Strategi yang dimaksud yaitu bagaimana bapemperda mampu menjalankan mekanisme pembentukan peraturan daerah secara tepat, dan melakukan kiat-kiat khusus agar dari proses hingga penetapan ranperda menjadi perda dapat lebih cepat tanpa harus menyalahi aturan yang berlaku. Hal tersebut dikarenakan properda memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan hukum di daerah agar berjalan selaras dengan sistem hukum nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), otonomi daerah dan tugas pembantuan yang diemban oleh pemerintah daerah. Selain itu Properda juga bermanfaat untuk mempercepat proses pembentukan peraturan daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan rancangan peraturan daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan. Proses pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Bondowoso, mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya ketentuan pasal 41, pasal 63 dan pasal 94, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Produk Hukum daerah, dan Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Properda yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Tahun 2012 yang telah melalui proses sinkronisasi dengan dua produk hukum diatas (UU dan Permendagri) yang intinya tahapan pembentukan peraturan daerah yaitu pertama adalah penyusunan Properda, penyusunan properda dilakukan bersama oleh Bapemperda dan Pemerintah Daerah. Kemudian yang kedua adalah Pembahasan Ranperda, ranperda dibahas terlebih dahulu di Badan Musyawarah, untuk menentukan pembahasannya dilakukan di Komisi atau Pansus. Jika dibahas di Pansus, berapa jumlah Pansus dan komposisi anggota Pansus yang harus
7
diusulkan oleh masing-masing fraksi kemudian menentukan jadwal yang dimulai dari paripurna penetapan Pansus, dan jadwal pembahasan Ranperda baik tingkat I maupun tingkat II. Dan yang ketiga adalah ketika terdapat Ranperda yang sifatnya mendesak dan sebelumnya tidak tercantum dalam Properda, maka bisa dilakukan proses pengajuan setelah disetujui bersama antara Bapemperda dan Bagian Hukum. Untuk di Bondowoso, jumlah ranperda yang ditetapkan dalam Properda tahun 2014 adalah sebanyak 11 ranperda. Dari 11 Ranperda tersebut terdapat 4 ranperda yang berasal dari inisiatif DPRD dan 7 raperda berasal dari eksekutif. Selain secara kualitas, Jumlah ranperda yang ditetapkan menjadi perda merupakan salah satu indikator kinerja DPRD Bondowoso khususnya Bapemperda (Bapemperda), dalam hal ini penulis akan menyajikan data terkait dengan dinamika jumlah ranperda selama 5 tahun sebelumnya. Grafik 1. Dinamika jumlah ranperda selama 5 tahun
Jumlah Ranperda 20
20
15
2010 12
10
10
11 9
2011 2012 2013
5
2014 0 2010
2011
2012
2013
2014
8
Perda 16 14 12 2010
10
2011
8
2012
6
2013
4
2014
2
0 2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Sekretariat DPRD Kabupaten Bondowoso Tahun 2014 diolah Dari grafik diatas maka dapat digambarkan jumlah ranperda yang ditetapkan pada properda di tiap tahun anggaran mulai dari tahun 2010 hingga 2014. Untuk Tahun 2010 terdapat 20 ranperda yang ditetapkan dalam properda dan hasil perda yang dapat disahkan 14 ranperda, tahun 2011 dari 12 ranperda dapat disahkan 7 perda, tahun 2012 dari 10 ranperda dapat disahkan 7 perda, tahun 2013 dari 9 ranperda dapat disahkan 5 perda, dan tahun 2014 11 ranperda. Dari 11 perda yang ditetapkan tersebut merupakan hasil dari strategi yang dilaksanakan oleh Bapemperda baik dari strategi umum maupun strategi khusus. Perlu diketahui bahwa prioritas perda yang akan dibuat yaitu peraturan yang terkait dengan desa, hal ini dikarenakan pada pertengahan tahum 2015 Kabupaten Bondowoso akan melaksanakan pemilihan kepala desa (pilkades) secara serentak, sehingga diperlukan dasar hukum yang jelas mengenai kebutuhan peraturan di Bondowoso. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dijelaskan tentang strategi yang telah dilaksanakan melalui data yang didapatkan dari observasi, wawancara
9
maupun dokumentasi dilapangan, dalam penelitian ini yaitu Kantor DPRD Kabupaten Bondowoso. Jadi yang ingin dijelaskan dalam penelitian ini yaitu pertama tentang Strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014, pada bagian ini diharapkan diperoleh data mengenai hasil kinerja legislasi Bapemperda yang antara lain dalam hal jumlah Perda yang dibentuk, kelengkapan naskah akademik didalam Perda dan jenis Perda yang dibentuk dalam pelaksanaan fungsi legislasi sehingga peneliti akan mendapatkan gambaran mengenai strategi yang digunakan. Dan kedua tentang permasalahan yang dihadapi oleh Bapemperda terkait dengan pelaksanaan fungsi pembentukan perdaturan daerah, bagian ini menggali permasalahan yang dihadapi oleh Bapemperda dalam melaksanakan kewajiban terkait dengan Perda. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Strategi Bapemperda dalam Merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014? 2. Apa saja faktor penghambat yang dihadapi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014? C. TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan perumusan masalah penelitian ini, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Strategi Bapemperda DPRD dalam Merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014. D. MANFAAT PENELITIAN
10
1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pemerintahan khususnya dalam rangka mengembangkan teori – teori tentang mekanisme pembentukan produk hukum daerah yang kemudian bersinergi dengan peraturan yang lebih tinggi dan hasil penelitian ini dapat menjadi satu acuan bagi penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan Properda serta memperkaya kajian-kajian ilmu yang berkaitan dengan mata kuliah yang ditempuh yaitu proses legislatif. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan bagi Bapemperda DPRD serta stakeholder terkait di Kabupaten Bondowoso dalam upaya merealisasikan properda tahun 2014 dan periode berikutnya serta bagi masyarakat untuk lebih memahami mekanisme serta peraturan daerah yang ada di Kabupaten Bondowoso sehingga mampu lebih kritis dalam menanggapi masalah yang terkait dengan Properda. E. DEFINISI KONSEP DAN OPERASIONAL 1. Definisi Konsep a) Strategi Kata strategi berasal dari kata Strategos dalam bahasa Yunani merupakan gabungan dari Stratos atau tentara dan ego atau pemimpin. Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Jadi pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.
11
Secara Umum Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujun jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Menurut Siagian, mengatakan bahwa strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncuk dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalamrangkaian tujuan organisasi tersebut. Sedangkan menurut Craig & Grant, mengatakan bahwa strategi merupakan penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang sebuah perusahaan dan arah tindakan serta alokasi sumber daya diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan.6 Strategi menurut Glueck dan Jauch adalah rencana yang disatukan, luas dan berintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategis perusahaan dengan tantangan lingkungan, yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama dari perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi.7 Strategi adalah suatu rencana yang sifatnya serba komprehensif, bagaimana suatu organisasi dapat mencapai misi dan objeknya serta mengusahakan sekecil mungkin hambatan.8 Menurut Marrus (2002:31) strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka
6
Siagian (2004), mengatakan bahwa strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangkaian tujuan organisasi tersebut. Sedangkan Craig & Grant (1996),mengatakan bahwa strategi merupakan penetapan sasaran dan tujuan jangka panjang sebuah perusahaan dan arah tindakan serta alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan http://ryanhadiwijayaa.wordpress.com/2012/09/30/definisi-strategi-menurutpara-ahli/ diakses pada tanggal 17 November 2015. 7 Glueck, William F, dalam tulisan Efendi Arianto, Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, Jakarta, Erlangga,1989, Hlm.12 8 Ermaya Suradinata, Organisasi Manajemen Pemerintahan, Ramadan, Bandung, 1996, hlm.148
12
panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penyusunan strategi harus memperhatikan tujuan dan sasaran yang akan dicapai di waktu yang akan datang, selain itu suatu organisasi harus senantiasa berinteraksi dengan lingkungan dimana strategi tersebut akan dilaksanakan, sehingga strategi tersebut tidak bertentangan melainkan searah dan sesuai dengan kondisi lingkungan dan melihat kemampuan internal dan eksternal yang meliputi kekuatan dan kelemahan organisasinya. Oleh karena itu, strategi merupakan perluasan misi guna menjembatani organisasi dengan lingkungannya. Strategi itu sendiri biasanya dikembangkan untuk mengatasi isu strategis, dimana strategi menjelaskan respon organisasi terhadap pilihan kebijakan pokok. Strategi secara umum akan gagal, pada saat organisasi tidak memiliki konsisten antara apa yang dikatakan, apa yang di usahakan dan apa yang dilakukan. b) Legislasi Kata legislasi berasal dari Bahasa Inggris “Legislation” yang berarti (1) perundang-undangan dan (2) pembuatan undang-undang. Sementara itu kata “Legislation” berasal dari kata kerja “to Legislate” yang berarti mengatur atau membuat Undang-Undang.9 Dengan demikian fungsi legislasi adalah fungsi membuat undang-undang. Jimly Asshiddiqie dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara” menyatakan bahwa fungsi legislasi menyangkut empat bentuk kegiatan, yaitu, pertama, prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation); kedua, pembahasan rancangan undang-undang (law making process); 9
John M. Echols dan Hassan Shadily, 1997, Kamus Inggris-Indonesia, Cetakan ke-XXIV, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 353.
13
ketiga, persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (lawenactment approval); dan empat, pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnya.10 c) Program Pembentukan Peraturan Daerah. Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan dimana melalui hal tersebut bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek yang harus dijalankan agar tujuan program itu sendiri bisa tercapai.11 Program merupakan kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil dan mencapai sasaran tertentu. Program dilengkapi dengan target, sasaran dan output yang jelas dalam kurun waktu tertentu. Program merupakan seperangkat aktivitas atau langkah-langkah yang tersusun secara sistematis sebagai penjabaran dari strategi yang telah ditetapkan. Jadi, Properda (Properda) adalah instrumen perencanaan pembentukan peraturan daerah yang terencana, terpadu dan sistematis dan diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.12 Pola pikir penyusunan Properda (Properda) arahnya menuju kepada pembangunan sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu serta terencana, yang meliputi empat aspek pokok yaitu pembangunan materi hukum, aparat hukum, sarana dan prasarana hukum, serat budaya hukum masyarakat dengan dilandasi
10 Jimly Asshiddiqie,2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta,hlm. 34. 11 Jones,Charles, 1994, Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta; PT.Raja Grafindo 12 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Tahun 2012
14
oleh cita-cita proklamasi dan konstitusi serta prinsip negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum dan menjadikan hukum sebagai landasan operasional dalam menjalankan sistem penyelenggaraan kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat.13 Pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan Daerah, maka Program Legislasi Daerah berganti nomenklatur menjadi Properda dan Badan legislasi berganti nomenklatur menjadi Bapemperda. Semua ketentuan mengenai Program Legislasi dan badan legislasi yang sudah ada sebelum UU Nomor 23 Tahun 2014 berlaku harus dibaca dan dimaknai sebagai Program Pembentukan Perda dan Bapemperda.14 2. Definisi Operasional 1. Strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014. 1) Strategi Umum a. Pelaksanaan Mekanisme Penyusunan Properda dan pelaksanaan mekanisme pembahasan hingga penetapan perda. Dalam menyusun sebuah ranperda, DPRD Kabupaten Bondowoso memiliki 3 bagian, yakni dalam hal perda inisiatif DPRD dan Perda usul dari eksekutif, serta perda yang diusulkan oleh eksekutif dan legislatif secara bersamaan. Mekanisme tersebut diatur dalam Tata Tertib DPRD. 2) Strategi Khusus 13
Yani, Ahmad. Pasang Surut Kinerja Legislasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. cetakan ke-1. Hlm. 62 14 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 pasal 403.
15
a. Struktur Tepat Waktu dalam Memenuhi Time Schedule. b. Optimalisasi kunjungan kerja atau pun study banding c. Peningkatan SDM Dewan melalui bimtek. d. Penetapan Anggota Pansus Berdasarkan Kapasitas Yang Berkaitan Dengan Bidang Yang Akan Diatur dalam Peraturan Daerah. e. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam penyusunan Naskah Akademik. 2. Kendala yang dihadapi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014. a. Kurangnya staf ahli yang kompeten. b. Kualitas SDM Dewan yang rendah. F. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Penelitian tentang strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso tahun 2014 dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini , peneliti akan menjelaskan mengenai strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014. Selain itu peneliti akan menjelaskan faktor yang menjadi kendala dalam upaya Bapemperda untuk merealisasikan Propreda Kabupaten Bondowoso Tahun 2014. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam peneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.15 Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai 15
Nazir, moh. 2003 metodologi penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm 54.
16
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara penomena yang di selidiki. Penelitian deskriptif mempelajari masalah dalam masyarakat, termasuk di dalam tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, antara lain tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta prosesproses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. 2. Sumber Data a.
Data primer Data primer adalah data yang diperoleh sebagai hasil pengumpulan
sendiri, untuk kemudian disiarkan langsung.16 Data tersebut dapat berupa data (catatan) penelitian dari hasil observasi dan data hasil wawancara dengan subyek penelitian. Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dari observasi dan wawancara secara langsung dengan informan di lingkungan kerja DPRD Kabupaten Bondowoso serta catatan lapang peneliti selama penelitian. b.
Data sekunder Data Sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan, datau laporan historis
yang telah tersusun dalam arsip, baik yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data Sekunder merupakan data pendukung dari data primer17, yang dapat berupa Perda Kabupaten Bondowoso, Perbup, SK Bupati, SK Pimpinan Dewan, buku, laporan, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Dalam hal ini data sekunder yang peneliti dapatkan dari DPRD Kabupaten Bondowoso antara lain yaitu Tatib DPRD Kabupaten Bondowoso, Himpunan Perda Kabupaten Bondowoso, SK DPRD dan masih banyak lagi. 16 17
Kartini Kartono,1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial, Penerbit Mandar Maju, Bandung. Ibid
17
3. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Sebagai metode ilmiah obsevasi dapat diartikan sebagai pengamatan, meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra.18 Jadi dalam penelitian ini observasi langsung dilakukan di DPRD Kabupaten Bondowoso. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara langsung kepada peneliti tentang perihal yang akan diteliti sehingga peneliti mengetahui secara mendalam tentang bentuk strategi dari Bapemperda serta kendala yang dihadapi dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso tahun 2014. b. Dokumentasi Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.19 Studi Dokumentasi dilakukan untuk memperkuat bukti dan data yang diperolehdilapangan dan mendapat gambaran dari sudut pandang subyek melalui suatu media tertulis dan dokemen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh yang bersangkutan. c. Wawancara Wawancara merupakan suatu cara pengumpulan data dengan sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti lansung kepada informan atau pihak yang
18
Suharsimiarikunto,2002. prosedur penelitian suatu pendekatan prakter, rineka cipt, Jakarta. Hlm. 133 19 Ibid Hlm:128
18
berkompeten dalam suatu permasalahan.20 Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara secara langsung kepada subyek penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan terkait dengan penelitian ini. 4. Subyek Penelitian Peneliti menetapkan para narasumber yang diharapkan bisa memberikan informasi seluar-luasnya terutama yang berhubungan dengan strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso tahun 2014. Oleh karena itu maka peneliti menetapkan subyek penelitian adalah sebagai berikut: 1. Ketua Bapemperda DPRD Kabupaten Bondowoso, 2. Anggota Bapemperda DPRD Kabupaten Bondowoso, 3. Pimpinan DPRD Kabupaten Bondowoso. 4. Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Bondowoso 4. Bagian Hukum Sekretariat DPRD Kabupaten Bondowoso. 5. Lokasi penelitian Dalam
penelitian
yang
berjudul
Strategi
Bapemperda
dalam
merealisasikan Properda Tahun 2014 ini, peneliti akan melaksanakan penelitian di Kantor DPRD Kabupaten Bondowoso di Jalan Raya Situbondo No. 100 Bondowoso. 6. Analisa Data Analisa data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak awal sampai sepajang proses penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini digunakan analisis
20
Ibid hlm: 130
19
data yang telah dikembangkan oleh miles dan huberman.21 Adapun analisis data meliputi:
Gambar 1. Analisis Data Model Interaktif Miles dan Huberman Pengumpulan Data Penyajian Data
Reduksi Data KesimpulanKesimpulan: Penarikan/Verivikasi
Sumber : Emzi (2010) Pengumpulan data, Pengumpulan Data yaitu mengumpulkan data dilokasi studi dengan melakukan observasi wawancara mendalam dan mencatat dokumen dengan menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya. Peneliti melakukan observasi dan wawancara secara langsung pada Bapemperda untuk mendapatkan data yang diinginkan dalam penelitian tentang Strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2015.
21
Emzi.2010. metode penelitian kualitatif. Analisis data. Rajawali pers. PT. grafindo persada. Jakarta. Hlm 129-136
20
Reduksi data, Reduksi
data
merupakan
proses
seleksi,
pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data kasar dalam field note. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, bahkan dimulai sebelum proses pengumpulan data dilaksanakan. Data yang diperoleh dari DPRD Kabupaten Bondowoso akan dipilah-pilah sesuai dengan rumusan masalah penelitian sehingga akan memberikan gambaran yang lebih jelas dalammemfokuskan pada hal-hal penting yang relevan, sehingga akan mempermudah dalam penyajian data. Sajian data (data display), Sajian data (data display) adalah suatu rakitan organisasi, informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Dalam proses ini antara lain dilakukan pembuatan matrik, gambar/skema, jaringan kerja keterkaitan kegiatan maupun tabel. Kesemuannya itu dirancang untuk merakit informasi secara teratur agar mudah dilihat serta dimengerti secara kompak. Penyajian data digunakan untuk lebih meningkatkan pemahaman peneliti dan menjawab mengenai bagaimana strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso tahun 2015. Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertulis. Proses penyajian data dilakukan dengan cara menampilkan data, membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian.
21
Penarikan kesimpulan (conclution drawing). Penarikan kesimpulan merupakan hasil penelitian untuk menjawab fokus penelitian berdasarkan hasil analisis data. Sehingga setelah data yang diperoleh tentang Strategi Bapemperda dalam merealisasikan Properda Kabupaten Bondowoso Tahun 2015 disajikan dalam bentuk uraian untuk menjawab rumusan masalah, maka selanjutnya akan disimpulkan. Melalui penarikan kesimpulan, temuan baru dalam penelitian yang berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya tidak jelas akan menjadi jelas setelah diteliti. Berdasarkan analisis interactive model, kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan proses siklus dan intereaktif. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang, dan terus menerus. Dengan demikian reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling menyusul.
22
23