1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara yang selama pembangunan nasional menjadi salah satu andalan negara, dari tahun ke tahun pemerintah telah berusaha meningkatkan sektor penerimaan dengan melakukan perubahan pada bidang Perpajakan. Hal ini ditandai dengan beberapa kali UU Perpajakan No.6 Tahun 1983. Sesuai dengan UU Perpajakan No.16 Tahun 2000 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
Perubahan
perundangan-undangan
tersebut
dibuat
untuk
menyelaraskan agar peraturan pajak sejalan dengan perkembangan sosial, ekonomi, politik, hankam dan kebijakan pemerintah. Dalam rangka reinventing government yaitu penataan kembali fungsi Dirjen Pajak, dan empowering people (pengingkatan partisipasi masyarakat) pemerintah berkewajiban penuh dalam penerapan asal-usul perpajakan oleh karena itu sejak tahun 1984 diberlakukan sistem self assessment (sistem pajak modern) menggantikan sistem official assessment. Sistem yang baru memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, memotong, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dilaporkan dan dibayar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
1
2
Tujuan
utama
dari
penyempurnaan
UU
Perpajakan
adalah
untuk
mengantisipasi target penerimaan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun, agar partisipasi wajib pajak dalam membayar pajak selalu selalu dipantau dengan cara mengukur dari tingkat kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan surat pembaritahuan, khusus Pajak Pertambahan Nilai dapat diukur dengan kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT masa PPN, apabila tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak tinggi maka penerimaan Pajak Pertambahan Nilai negara akan menjadi besar, begitu juga sebaliknya. Dalam rangka pengamanan penerimaan pajak khususnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai, pihak fiskus harus senantiasa teliti dalam melakukan pemeriksaan untuk kesemua rangkaian atau perangkat yang ada dalam Pajak Pertambahan Nilai pada seluruh Kantor Pelayanan Pajak. Meskipun pemerintah sudah memaksimalkan kebijakan fiskalnya tetapi tetap saja banyak individu, organisasi, institusi, dan perusahaan yang belum taat pada kebijakan yang telah dikeluarkan ataupun akan dikeluarkan oleh pemerintah baik berupa perundang-undangan, peraturan pemerintah maupun keputusan Menteri Keuangan hal tersebut belum memaksimalkan penerimaan pajak. Seharusnya dengan adanya peraturan tersebut masyarakat sudah harus taat dan patuh pada peraturan yang berlaku, sesuai dengan definisi kepatuhan wajib pajak. Menurut Gunadi (2005:4),
3
pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) diartikan bahwa Wajib Pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, seksama, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi. Kriteria Wajib Pajak patuh berdasarkan pada Peraturan Perpajakan UU No.6 Tahun 1983 yang telah diubah menjadi UU No.16 Tahun 2000 tentang ketentuan umum perpajakan adalah sebagai berikut : a. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT), b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, c. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindakan pidana di bidang perpajakan, d. Dalam hal laporan keuangan, diaudit akuntan publik, e. Dalam hal laporan keuangan yang tidak diaudit oleh akuntan publik, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wjib Pajak patuh sepanjang memenuhi peraturan yang berlaku. Kepatuhan Wajib Pajak ternyata banyak indikasinya yang mempengaruhi Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Selain dari kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan dan membayarkan pajaknya adapula yang mempengaruhi besar kecilnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yaitu Restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun otoritas pajak (fiskus) sudah mengantisipasi adanya pengembalian (restitusi) namun masih banyak kasus yang terjadi dalam penanganan pengembalian lebih bayar (restitusi). Fenomena ini memiliki perbedaan dalam setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ada di setiap daerah.
4
Salah satu pelayanan Kantor Palayanan Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak adalah menyelesaikan pengajuan restitusi Pajak Pertambahan Nilai yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), Oleh Karen itu Kantor Pelayanan Pajak selalu berkewajiban
memberikan
pelayanan
permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran pajak yang diajukan oleh wajib pajak sampai pengajuan terselesaikan. Kelebihan pembayaran pajak dapat terjadi karena Pajak Masukan (PM) yang dikeluarkan lebih besar dari Pajak Keluaran (PK) dalam suatu masa pajak (UU No.18 Tahun 2000). Kelebihan pembayaran pajak merupakan suatu hak yang dimiliki Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dapat diminta kembali (restitusi) atau diperhitungkan (kompensasi) dengan hutang pajak dengan masa pajak berikutnya, sedangkan dari pihak fiskus pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini merupakan kewajiban yang harus diselesaikan secepat dan sebaik mungkin tanpa mengesampingkan faktor pengamanan penerimaan negara. Dalam rangka pengamanan penerimaan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai, maka pihak fiskus senantiasa teliti dalam melakukan pemeriksaan untuk pengembalian kelebihan pajak atau restitusi pada Kantor Pelayanan Pajak. Apabila permohonan restitusi ini dikabulkan oleh fiskus, maka akan mengakibatkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai akan berkurang dari jumlah penerimaan Pajak Pertambahan Nilai yang diterima. Dan begitu juga tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan dan membayarkan kewajibannya pada negara akan mempengaruhi besar atau kecilnya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
5
Berdasarkan atas apa yang penulis jelaskan diatas bahwa faktor-faktor kepatuhan mempengaruhi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai, namun belum diketahui secara pasti bahwa seberapa besar pengaruh yang dimaksud, maka penulis mencoba menelitinya dalam bentuk skipsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak dan Restitusi PPN Terhadap Penerimaan PPN” (studi kasus pada KPP Tanah Abang Satu).”
6
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut : 1. Apakah Kepatuhan Wajib Pajak dalam ketepatan waktu berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan PPN pada KPP Tanah Abang Satu. 2. Apakah Restitusi PPN berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan PPN pada KPP Tanah Abang Satu. 3. Apakah Kepatuhan Wajib Pajak dan Restitusi PPN berpengaruh secara signifikan terhadap Penerimaan PNN pada KPP Tanah Abang Satu.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui apakah Kepatuhan wajib pajak dalam hal ketepatan waktu berpengaruh terhadap Penerimaan PPN pada KPP Tanah Abang Satu. b. Untuk
mengetahui
apakah
Restitusi
PPN
berpengaruh
terhadap
Penerimaan PPN pada KPP Tanah Abang Satu. c. Untuk mengetahui apakah Kepatuhan wajib pajak dan Restitusi PPN berpengaruh terhadap Penerimaan PPN pada KPP Tanah Abang Satu.
2. Manfaat Penelitian
7
a. Bagi PKP, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dalam proses pengajuan Restitusi PPN kepada pihak KPP yang berkaitan. b. Bagi KPP, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menetapkan keputusan pemberian restitusi PPN dalam rangka pengamanan penerimaan PPN. c. Bagi Penulis, untuk memperdalam pengetahuan penulis terutama tentang pengaruh pada restitusi dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan PPN pada KPP Tanah Abang Satu. d. Bagi ilmu pengetahuan, sebagai tambahan ilmu pengetahuan di bidang Akuntansi Perpajakan khususnya PPN.