BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beragama (Religius) yang mempercayai ajaran agama, sebagaimana tertulis dalam dasar Negara Indonesia sila yang pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Masyarakat
sangat menjunjung
tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam lingkungan masyarakat semakin meningkatnya kesemarakan dan kehikmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual maupun bentuk kegiatan sosial agama. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah berkembang sejak masa silam, sebagai aliran kepercayaan yang membawa dampak bagi kehidupan manusia. Setiap masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih, mempraktikkan kepercayaannya, dan menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya, Hal ini tertuang dalam UUD 1945. Meskipun setiap masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya namun pemerintah hanya mengakui secara resmi enam agama yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khongucu. Agama ditemui dalam setiap masyarakat bahkan dalam setiap individu yang dijadikan sebagai pedoman hidup di dunia. Masyarakat yang beragama (Religius) adalah masyarakat yang mempercayai Tuhan Yang Esa sebagai pencipta langit dan bumi, mempunyai kitab sebagai pedoman dalam melaksanakan perintah, dan larangannya untuk menjadi manusia seutuhnya.
Dalam jurnal Muhadi (2009)
menyatakan berdasarkan hasil konsensus dan konvensi bahwa secara filosofis, sosiopolitipatis, dan historis agama di Indonesia sudah berakar dalam kehidupan bangsa, agama juga sudah menjadi bagian dari sistem kenegaraan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjadi manusia seutuhnya, mulai dari sejak ia lahir hingga akhir hidupnya tidak pernah lepas dari proses belajar. Proses belajar menjadi manusia seutuhnya tentu merupakan suatu proses yang tidak akan kunjung selesai. Seseorang harus mempelajari dirinya sendiri yang memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan memiliki sifat-sifat yang unik yang membedakan dengan orang lain, mempelajari kehidupan masyarakat sesuai dengan sistem nilai, dan norma yang berlaku, mempelajari lingkungan secara luas sehingga dapat berperilaku secara tepat, dan mempelajari kaidah-kaidah agama yang membimbing hubungannya dengan Tuhan. Meskipun Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang religius yang mempercayai ajaran agama namun, ada kebiasaan masyarakat indonesia sampai sekarang masih tetap berlangsung. Kebiasaan tersebut bertentangan dengan ajaran agama yaitu masih tetap percaya pada hal- hal yang bersifat mistis. Mempercayai hal yang bersifat mistis yaitu mempercayai suatu tempat yang mereka anggap bahwa tempat tersebut adalah tempat yang sakral atau suci. Tempat keramat ini dikatakan sakral atau suci karena dapat membantu kehidupan mereka dalam hal penyembuhan penyakit, sumber kekuatan dan keselamatan mereka. Masyarakat yang masih mempercayai hal demikian adalah masyarakat yang masih memegang kuat nilai-nilai agama terdahulu berupa kepercayan pada animisme dan dinamisme. Kepercayan animisme dan dinamisme adalah kepercayaan tradisional sebelum masuknya agama modern yang diakui pemerintah dalam kehidupan masyarakat saat ini. Menurut Geoffrey Parrinder dalam Daradjat, dkk (1996: 43) pada kenyataannya, orang-orang akan menolak kalau dikatakan mereka memuja orang-orang yang telah mati. Lebih tepat kalau dikatakan, mereka menggunakan arwah orang-orang yang telah mati itu sebagai perantara (wasilah) untuk menyampaikan doa atau keinginan mereka kepada Tuhan. Arwah itu pun bukan sembarang arwah, melainkan arwah dari orang-orang
Universitas Sumatera Utara
yang semasa hidupnya dianggap sebagai tokoh, misalnya orang sakti. Masyarakat percaya bahwa tokoh-tokoh itu mempunyai keistimewaan spiritual tertentu. Ketika sudah meninggal, keistimewaan itu dipercaya masih ada dan bisa diperoleh dari tempat keramat tersebut. Oleh karena itu, masyarakat mempercayai tempat keramat sebagai tempat untuk mencari berkah. Mempercayai tempat keramat, berkaitan erat dengan unsur kepercayaan. Tempat keramat dalam banyak kebudayaan dan kepercayaan di seluruh dunia, menempati ruang spiritual yang istimewa, bahkan menjadi pusat kehidupan kepercayaan di seluruh dunia. Tempat keramat sebagai tempat beristirahat jasad orang yang sudah meninggal, tempat bersemayamnya roh-roh orang yang meninggal. Mengunjungi tempat keramat merupakan cara untuk berhubungan kembali secara spiritual dengan roh-roh tersebut. Mengunjungi tempat keramat berkaitan dengan kehidupan sosial. Jika ingin melakukan sesuatu atau untuk kebutuhan tertentu, seperti membuka lahan pertanian, melangsungkan perkawinan, merantau, mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Seseorang/kelompok merasa selalu ada kekurangan kalau belum meminta restu pada roh-roh nenek moyang. Roh-roh itu dipercaya dapat melindungi mereka, mengabulkan permohonan mereka, bahkan dapat pula menghukum jika mereka melakukan pelanggaran. Menurut Parrinder dalam Daradjat (1996: 43) pemujaan terhadap orang-orang yang telah meninggal atau telah mati terdapat di semua masyarakat. Karena itu kepercayaan terhadap hidup setelah mati ini bersifat universal dan merupakan salah satu bentuk kuno dalam kepercayaan di kalangan suku-suku primitif. Di Cina, pemujaan dan penyembahan terhadap para leluhur adalah pemujaan yang sangat kuno dan merupakan salah satu unsur yang paling diutamakan dalam agama Cina. Di Yunani, terdapat kepercayaan bahwa arwah leluhur tinggal di makam-makam dan
Universitas Sumatera Utara
memiliki kekuasaan atas baik dan buruk, sakit, dan mati. Begitu pula di Jepang, Mesir, Babylonia, Eropa, termasuk suku-suku di Indonesia. Kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut merupakan salah satu bentuk nilai yang dianggap masyarakat sangat berharga dalam kehidupan sosial mereka. Kehidupan sosial masyarakat memiliki sistem nilai dan norma yang disebut sebagai nilai dan norma sosial. Nilai yang ada dimasyarakat dianut dan diyakini berdasarkan perasaannya sendiri dan setiap masyarakat akan menjunjung tinggi nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai dan norma merupakan bagian dari masyarakat yang melekat dalam kehidupan masyarakat secara turun temurun, serta dianggap sebagai kebaikan dan kebenaran itu sendiri. Antara nilai dan norma tersebut terwujud dalam kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu sendiri. Manusia selalu mencari sesuatu yang bernilai, nilai ini menjadi dorongan dan landasan seseorang atau kelompok untuk berperilaku. Nilai-nilai yang ideal yang menjadi keyakinan seperti yang dianggap paling berharga, paling benar, paling baik yang menjadi acuan atau pedoman berperilaku. Meskipun nilai ada dalam setiap masyarakat dan nilai tersebut berharga dan baik bagi masyarakat namun, nilai- nilai yang ada dalam masyarakat yang satu dengan masyarakat lain tentu sangat berbeda- beda. Sesuatu yang dianggap ar, dan baik menurut masyarakat yang satu belum tentu berharga, benar, dan baik menurut massyarakat yang lain. Salah satu bentuk nilai yang ada di dalam masyarakat adalah kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat. Masyarakat saat ini khususnya di Indonesia masih ada yang percaya pada tempat keramat yang mereka anggap bahwa tempat itu adalah sakral atau suci. Padahal masyarakat Indonesia sudah beragama, mempercayai Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber penyelamat hidup. Umumnya unsur kepercayaan atau keagamaan berhubungan erat dengan tradisi ini. Menurut
Universitas Sumatera Utara
Parsudi Suparlan dalam Jalaluddin (1996: 180) tradisi merupakan unsur sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama. Dalam web Samanto (hhtp : // ahmad samanto.wordpres.com / 2010 / 03 / kebudayaan-dan
nasionalisme-indonesia)
menyatakan
bahwa
Indonesia
yang
memiliki ragam budaya dan kebiasaan akan berkembang dinamis dan statis. Namun hal ini tergantung pada masyarakatnya. Begitu juga dengan mundurnya suatu kebudayaan atau kebiasaan tergantung pada komunitasnya dalam menjawab tantangan yang dihadapkan padanya. Apabila aspek nilai dan norma yang ada dalam masyarakat mengalami disintegrasi maka kebudayaan akan mengalami kemerosotan. Karena itu, sering dikatakan bahwa suatu kebudayaan itu didasarkan atas sistem nilai tertentu. Sistem ini ditransformasikan dalam norma-norma sosial, etika, etos, atau prinsipprinsip moral. Dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat, seseorang atau kelompok harus memahami sistem kehidupan masyarakat dimana ia menetap. Memahami adat istiadat, sistem nilai, sistem norma, dan kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat tersebut. Dalam masyarakat tentu ada beberapa hal yang berhubungan dengan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, yang baik atau yang tidak baik, yang tepat atau tidak tepat untuk dilakukan sehingga seseorang atau kelompok dapat menempatkan dirinya sesuai dengan kehidupan sosial masyarakat. Menurut Mutahhari (2007:103) menyatakan bahwa hal-hal yang mendorong manusia untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang bersifat keagamaan diantaranya adalah adanya emosi dan getaran jiwa yang sangat mendalam yang disebabkan rasa takut, terpesona pada pada sesuatu yang gaib dan keramat. Disamping itu juga adanya harapan-harapan yang mengiringi perjalanan hidupnya. Sejalan dengan Mutahhari,
Universitas Sumatera Utara
Vegeer (1993:157) menyatakan bahwa Perasaan-perasaan itu terpencar dari daya misterius yang merupakan prinsip kemenyatuan dengan alam semesta. Pada masyarakat primitif, orang mengaitkan perasaan-perasaan itu dengan sejenis binatang atau tumbuhan yang dimaksudkan tersebut. Pada masa sekarang pun kepercayaan tersebut masih ada dan masih bisa dijumpai di beberapa kepercayaan. Hal ini dapat kita jumpai pada masyarakat yang masih memiliki kepercayaan pada hal - hal yang bersifat tradisional seperti yang terjadi pada Masyarakat Lombok, Penelitian yang dilakukan Azis dalam jurnal “Kekeramatan Makam-Makam Kuno” (2004) di Lombok memperlihatkan bahwa Masyarakat Lombok masih percaya pada tempat keramat makam-makam kuno. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena ziarah makam merupakan tradisi turuntemurun dan sudah berakar kuat dikalangan umat Islam. Meskipun kritik yang mencurigai praktek semacam itu dapat menodai tauhid, tetapi dalam faktanya kegiatan mengunjungi makam-makam tidak pernah pudar sama sekali bahkan cenderung makin ramai terutama setelah terbukti makin keramatnya makam yang diziarahi. Meskipun demikian, kepercayaan tersebut tidaklah tunggal karena sangat tergantung pada pola pikir, pemahaman keagaamaan, dan tradisi yang melingkupinya. Penelitian ini juga pernah dilakukan Muhadi dalam jurnal “Kepercayaan masayarakat terhadap sumur tua” (2009) di Kelurahan Tunggorono Kecamatan Binjai Timur memperlihatkan kepercayaan masyarakat terhadap Sumur Tua. Hasil penelitian ini bahwa kepercayaan ini pernah dimiliki nenek moyang masyarakat jawa yang dekat dengan potensi kultural yaitu untuk mempertahankan nilai-nilai luhur budaya jawa. Kepercayaan ini mendapatkan persepsi negatif (pelabelan) dari masyarakat tentang komunitas mereka. Fenomena ini telah dimulai sejak nenek moyang ada dan
Universitas Sumatera Utara
ternyata masih berlanjut hingga saat ini, tidak terkecuali di kelurahan Tunggorono Kecamatan Binjai Timur. Kluckhohn (1961 : 23) membuat suatu kerangka orientasi sistem nilai budaya, yaitu sebagai konsep yang menerangkan dasar-dasar sistem nilai budaya tentang masalah pokok dari kehidupan manusia yang sifatnya universal. Secara umum Kluckhohn menggambarkan bahwa dari masalah dasar sistem nilai budaya itu sekurangnya mencirikan tiga bentuk masyarakat, (1) masyarakat tradisional, (2) masyarakat transisional, dan (3) masyarakat modern. Pada masa sebelum terjadinya berbagai krisis yang menimpa masyarakat Indonesia, tidak sedikit orang Indonesia yang menyatakan bahwa secara umum masyarakatnya telah modern, hal ini terlihat dengan banyaknya intelektual dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa pendidikan tringgi bukan lagi barang asing untuk masyarakat Indonesia, sarana dan prasarana yang memadai untuk kehidupan orang modern, juga tingkat hidup yang mencirikan orang modern menurut Inkeles dalam (Weiner :189). Daerah yang sudah keluar dari ketertinggalan dapat disebut sebagai manusia yang modern. Masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat lama karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman dewasa ini. Perubahan-Perubahan itu terjadi sebagai akibat masuknya pengaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam mencapai kemajuan itu masyarakat modern berusaha agar mereka mempunyai pendidikan yang cukup tinggi dan berusaha agar mereka selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi seimbang dengan kemajuan di bidang lainnya seperti ekonomi, politik, hukum, dan
Universitas Sumatera Utara
sebagainya (http://shindohjourney.wordpress.com/seputar-kuliah/makalah-masyarakat modern-dan-kebudayannya/). Daerah Tamba salah satu daerah yang masih percaya pada tempat keramat dimana Daerah Tamba terdiri dari 2 desa yaitu Desa Tamba Dolok dan Desa Janjimaria. Daerah Tamba adalah daerah yang berada di Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir yang terletak di 230 30’ - 2045’ LU- 98 0 30’- 45 ‘BT ,904-2.157 meter diatas permukaan laut . Luas wilayah Desa Tamba Dolok 6.74 KM 2 dan luas wilayah Desa janjimaria 5.95 km 2. Jarak kantor kepala Desa Tamba Dolok 12 KM ke ibu kota kecamatan sedangkan jarak kantor kepala Desa Janjimaria 17 KM ke ibu kota kecamatan (Badan Pusat Statistika Kabupaten Samosir ). Masyarakat Daerah Tamba pekerjaannya dominan sebagai petani adapun yang bekerja selain petani adalah pemborong, pedagang kecil, guru PNS (Pegawai Negeri Sipil), dan pegawai tidak tetap. Penghasilan petani pada umumnya adalah sebagai petani kopi dan padi. Dari 66.7 ha luas lahan kopi menghasilkan 158 Ton kopi untuk Desa Tamba Dolok, sedangkan Desa Janjimaria 70.5 Ha menghasilkan 196 ton kopi sedangkan untuk lahan padi luasnya 145 Ha menghasilkan 9 Ton untuk desa Tamba Dolok dan 63 Ha menghasilkan 89.8 ton untuk Desa Janjimaria. Jika dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Daerah Tamba masih sangat kecil yang mengeyam pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dapat kita ketahui dari tingkat pendidikan. Untuk Desa Tamba Dolok yang mengeyam pendidikan tingkat SD sebanyak 286,SMP sebanyak 110 orang,SMA sebanyak 223 orang,Diploma(D3) sebesar 5 orang dan sarjana sebanyak 22 orang, sedangkan untuk Desa Janjimaria yang mengeyam pendidikan tingkat SD sebanyak 237,SMP sebesar 91, SMA sebesar 137 oran, Diploma(D3) sebesar 5 orang dan Sarjana 39 orang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil observasi yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat, kepercayaan masyarakat Daerah Tamba terhadap tempat keramat sudah ada sejak dulu dan sampai sekarang masih tetap berlangsung. Kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat ini tidak hanya 1 tempat keramat saja, tetapi tempat keramat yang mereka sakralkan atau sucikan adalah Gunung Ulu Darat, Gunung Tao Siaporas, Sumur Tamba, dan Sumur Panotari. Daerah Tamba didominasi Suku Batak Toba dan beragama kristen, masyarakat Daerah Tamba sudah mengenal dan memiliki agama meskipun gereja mereka masing-masing berbeda-beda seperti HKBP, GKPI, HKI, Pentakosta, dan Khatolik. Meskipun masyarakat di daerah ini sudah memiliki agama sebagai sumber penyelamat hidup di dunia, namun masyarakat di daerah ini masih tetap percaya pada tempat keramat. Tempat keramat ini adalah tempat yang mereka sakralkan dan sucikan. Masyarakat Daerah Tamba mempercayai bahwa Tempat keramat ini adalah sebagai sumber keselamatan hidup dimana air, pohon, dan segala sesuatu yang ada di sumur dan gunung
tersebut dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan
berbagai
sumber
penyakit,
keberhasilan
pendidikan,
sebagai
tiang
untuk
mengkokohkan keluarga, dan menambah rejeki buat seseorang, membantu untuk menemukan jodoh, dan sebagainya. Namun untuk mendapatkan hal tersebut ada banyak aturan yang harus dilakukan oleh masyarakat Daerah Tamba saat mereka ingin berkunjung ke tempat tersebut.
Aturan yang ada di masyrakat sudah
terinternalisasi oleh masyarakat dari dulu hingga sekarang. Aturan tersebut diwariskan oleh orang tua kepada anak- anak mereka dan anak-anak mereka mematuhi aturan tersebut. Adapun aturan-aturan yang harus dilakukan masyarakat Daerah Tamba adalah setiap orang yang berkunjung ke Gunung Ulu Darat, pengunjung tidak boleh
Universitas Sumatera Utara
menyebut nama sesama teman mereka selama mereka berada di Gunung Ulu darat, sebab barang siapa menyebut nama maka, jalan mereka akan tersesat di Gunung, tidak boleh tertawa kuat-kuat karena mulut mereka bisa sumbing, bagi pendaki gunung yang pertama sekali tiba di puncak gunung dan mendapat Jeruk Purut didalam cawan maka akan mendapat rejeki yang melimpah. Setiap orang yang sudah pernah mendaki gunung tersebut jumlahnya harus terhitung ganjil, tidak boleh genap sebab mereka akan susah mendapat jodoh. Aturan yang harus dilakukan saat mendaki Gunung Ulu Darat hampir sama dengan aturan pada Gunung Tao Siaporas. Perbedaannya adalah pendaki gunung ke Tao Siaporas tidak boleh membahas atau bercerita tentang alat-alat pertanian seperti cangkul, pisau, dan sebagainya karena mereka bisa masuk ke dalam jurang dan akan meninggal, jika danau yang ada di Gunung Tao Siaporas itu kotor maka rejeki mereka tidak bagus, jika mereka melihat ada bebek di danau tersebut maka akan mendapat rejeki yang melimpah dan jika sobuan (kulit padi) ada keluar dari danau tersebut maka nyawa pendaki gunung akan berakhir di gunung tersebut. Selain aturan yang harus dilakukan dikedua gunung tersebut, di Sumur Tamba dan Sumur Panotari juga ada berbagai peraturan yang harus dilakukan oleh pengunjung. Aturan di Sumur Tamba yaitu jika para pengunjung ingin mengambil air dari sumur, maka para pengunjung cukup hanya mengucapkan sepatah dua kata pada sumur sebagai rasa penghormatan bagi para penghuni sumur dan apabila para pengunjung ingin menyembuhkan penyakit dan ingin memperoleh keselamatan hidup maka para pengunjung harus membuat sesajen mereka berupa napuran (daun sirih), lappet dan pisang. Selama mereka ada di sumur tidak boleh mengucapkan kata-kata kotor atau kata-kata tidak berkenan di hati para penghuni sumur. Peraturan ini hampir sama dengan peraturan yang harus dilakukan di Sumur Panotari. Perbedaannya adalah
Universitas Sumatera Utara
ikan-ikan yang ada di sumur yang berada di bawah pohon juga tidak boleh diambil oleh para pengunjung karena ikan tersebut akan membawa kesengsaraan bagi para pengunjung. Aturan ini bila dilanggar ada sanskinya, tetapi sanski tersebut lebih berwujud abstrak dan sulit dibuktikan. Sanski yang berwujud abstrak tersebut adalah setiap orang yang melanggar aturan berlaku maka, mereka akan hidup menderita dan bahkan mereka bisa mati. Melihat kondisi yang seperti ini maka penulis tertarik menjadikan Daerah Tamba sebagai lokasi penelitian skripsi yaitu tentang “Kepercayaan Masyarakat Terhadap Tempat Keramat”. Studi kasus di Daerah Tamba Kecamatan Sitio-tio Kabupaten Samosir. Penelitian tentang kepercayaan terhadap tempat keramat sebenarnya sudah pernah dilakukan di Kecamatan Binjai Timurr. Namun, dalam penelitian ini penulis tidak akan membahas bagaimana kepercayaan mereka terhadap tempat keramat tersebut. Dalam penelitian ini peneliti ingin lebih mendalami makna kepercayaan
masyarakat
terhadap
tempat
keramat
dan
peran
masyarakat
mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latarbelakang diatas maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 1. Apakah makna kepercayaaan masyarakat terhadap tempat keramat sehingga masyarakat mempercayai tempat keramat sampai saat ini ? 2. Bagaimana peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut sehingga sampai saat ini masih bertahan?
Universitas Sumatera Utara
1.3. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun yang menjadi tujuan yang dapat diharapakan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui makna kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat. 2. Untuk
mengetahui
bagaimana
peran
masyarakat
mempertahankan
kepercayaan terhadap tempat keramat tersebut.
1.4. MANFAAT PENELITIAN Setiap penelitian mampu memberikan manfaat, baik itu untuk diri sendiri, orang lain maupun ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1.4.1.
Manfaat teoritis 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan sosiologi agama pada khususnya terutama kajian mengenai kepercayaan terhadap tempat keramat. 2. Sebagai bahan rujukan pada penelitian selanjutnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
1.4.2.
Manfaat praktis 1. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap tempat keramat. 2. Diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat dan dijadikan sebagai bahan informasi bagi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat luas dan masyarakat Daerah Tamba itu sendiri tentang kepercayaan terhadap tempat keramat.
1.5. DEFENISI KONSEP Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah 1. Kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa sukup menegatahui dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. 2. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang berinteraksi satu sama lain menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama kemudian munculah masyarakat yang hidup bersama di Daerah Tamba. 3. Tempat keramat adalah tempat atau sesuatu yang disucikan yang digunakan untuk mengadakan sesuatu yang dianggap dapat menyembuhkan penyakit dan memberi keselamatan. 4. Agama adalah tindakan-tindakan pada suatu sistem sosial dalam diri orangorang yang percaya pada suatu kekuatan tertentu (benda-benda suci) dan berfungsi agar dirinya dan masyarakat mendapat keselamatan. Sistem sosial yang dibuat dan dipraktekkan masyarakat (pendiri atau pengajar utama agama) untuk berbakti dan menyembah Ilahi. 5. Nilai adalah suatu hal yang dianggap baik atau buruk bagi kehidupan. Hal tersebut menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi 6. Norma adalah Suatu perangkat yang mengatur masyarakat agar bertingkah laku dalam suatu komunitas berdasarkan aturan yang berlaku dalam masyarakat. 7. Mitos adalah bentuk pengungkapan intelektual yang primordial dari berbagai sikap dan kepercayaan keagamaan. Mitos telah dianggap sebagai “ filsafat primitif ”, bentuk pengungkapan primitif yang paling sederhana, serangkaian usaha untuk memahami dunia, untuk menjelaskan kehidupan dan kematian, takdir dan hakikat, dewa-dewa dan ibadah ( Irwan :2008). 8. Makna adalah hal-hal yang dipandang penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan hidupnya 9. Menurut Winkel (1991:200) “proses belajar sosial
adalah suatu aktivitas
psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang
menghasilkan
perubahan-perubahan
pengetahuan,
pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap”.
Universitas Sumatera Utara