BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Kemunculan dan perkembangan era media baru atau information age tidak dapat dielakan lagi. Hal itu secara signifikan telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di masyarakat. Dengan mengusung konsep digitality, interactivity, hypertextuality, dispersal, dan virtuality seperti yang dikemukakan oleh Lister 1, internet telah menawarkan berbagai kemudahan. Konsep hypertextuality mengartikan bahwa masyarakat dapat dengan mudah mengakses suatu informasi, karena tersedianya link atau tautan yang menghubungkan informasiinformasi yang saling terkait. Informasi menjadi kebutuhan utama masyarakat
sebagai
khalayak
untuk
memenuhi
kebutuhan
akan
pengetahuan dan ilmu. Berdasarkan konsep interaktivitas (interactivity), internet memiliki berbagai macam kanal sebagai media bertukarnya pesan oleh berbagai khalayak
sebagai
audiens.
Pengguna
dapat
memproduksi
dan
mengkonsumsi informasi yang berada di kanal-kanal didalam internet tanpa adanya batasan. Salah satu kanal yang sedang populer di masyarakat yaitu social media, browsing, blogging, dll. Social media merupakan kanal didalam internet yang sedang mengalami perkembangan baik secara teknologi dan pengguna. Namun, didalam penelitian Chia 2 selain perkembangan yang cukup signifikan pada social media, blogging turut mengalami perkembangan. Menurut data pada tahun 2007, ditemukan bahwa jumlah blog meningkat pesat hingga menuju angka 70 juta
1
Dian Eka Permatasari, Skripsi: “Pengembangan Adverdgame Explorion Pocari Sweat” (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2012), hal. 1. 2 De-Hsin Chia, Master Tesis: “A Study in Female Blog Readers’ Attitudes toward eWOM and Buzz Marketing in Beauty Blogs” (China: National Chengchi University, 2010), hal. 37.
1
diseluruh dunia. Menurut sumber yang sama, 80 persen lebih pengguna internet yang ada di Asia telah membaca blog. Kemudian pada tahun 2004, Collegiate Dictionary Merriam-Webster 3 mengeluarkan data bahwa blog menjadi salah satu kata yang paling dicari secara format media. Artinya,
minat
masyarakat
yang
tinggi
dalam
membaca
blog
mengisyaratkan blog merupakan sebuah wadah atau kanal didalam internet yang sedang bertumbuh dan berkembang, baik dari segi teknologi maupun penggunanya. Beragam konten pada blog ditawarkan, mulai dari resep makanan, berbagi pengalaman hidup, travelling, fashion, hal-hal berisi kreativitas, dan review atau ulasan pada produk-produk tertentu seperti gadget sampai kosmetik. Blog dengan konten kosmetik atau produk kecantikan dewasa ini
mengalami
peningkatan
pengguna
khususnya
di
Indonesia.
Terbentuknya komunitas Indonesian Beauty Blogger (IBB) menunjukan bagaimana animo masyarakat atau pengguna menggunakan blog sebagai media mereka dalam eksistensi dan aktualisasi diri. Tidak hanya itu, populernya beauty blog ditengah masyarakat diperkuat oleh data dari survei 4 yang dilakukan oleh Nielsen. Survei tersebut menyatakan peningkatan konsumsi kosmetik atau produk kecantikan perempuan di wilayah perkotaan di Indonesia semester I tahun 2013 mencapai Rp 606 miliar naik 9,38 persen dibanding semester I tahun lalu Rp 554 miliar. Meningkatnya nilai estetika, baik pada perempuan dan pria mempengaruhi konsumsi mereka pada produk-produk kecantikan. Tidak mengherankan menurut BussinessNext 5 jika dihubungkan dengan internet, pengguna internet terutama perempuan menjadi pengguna yang paling aktif dalam
3
Ibid., hal. 1. Diambil dari:
pada 16 Agustus 2013 5 Ibid., hal. 2. 4
2
mencari blog yang populer baik secara tampilan maupun informasi terutama tentang kecantikan. BusinessNext 6. Beauty blog menjadi medium terjadinya komunikasi electronic Word of Mouth (eWOM) dikarenakan adanya peran opinion leader atau pemilik akun blog yang dapat mempengaruhi pengikutnya atau pembaca blog perempuan dengan berbagai informasi. EWOM sendiri adalah praktik word of mouth yang termediasi di media baru yang merupakan suatu strategi pemasaran yang dapat membangkitkan preferensi dan kesadaran konsumen melalui strategi yang direncakan untuk membujuk mereka membentuk opini yang baik dalam bentuk komentar maupun tindakan. Selama ini telah diketahui bahwa komunikasi eWOM adalah cara efektif dalam mempromosikan suatu barang, jasa, dan brand di media internet. Bahkan untuk komunikasi WOM sebagai bentuk tradisional dari eWOM telah menuai berbagai bukti sebagai alat pemasaran. Menurut data dari Nielsen 7, sebanyak 70 persen konsumen di seluruh dunia mempercayai review online, sementara hanya 47 persen saja yang percaya media-media konvensional seperti televisi, radio, dan media cetak.
Selain itu
pernyataan yang dikemukakan oleh BusinessNext 8 pada tahun 2005, memperkuat fakta bahwa beauty blog tidak hanya diketahui sebagai kanal didalam internet tetapi dilihat pula sebagai alat pemasaran (marketing tool). Hal itu memunculkan fenomena dalam strategi pemasaran yang baru yaitu buzz marketing yang merupakan bentuk strategi pemasaran dengan mengandalkan penciptaan opini yang baik oleh sejumlah orang untuk produk atau brand yang dipasarkan sehingga membuatnya tetap dibicarakan sampai waktu yang ditentukan.
6
BussinessNext merupakan konferensi terkemuka didunia untuk bisnis sosial, pemasaran dan eksekutif teknologi informasi yang disajikan oleh BlogWorld sebagai perusahaan yang mengawali events media baru, bersama dengan New Media Expo (NMX). 7 Diambil dari: pada 18 Agustus 2013. 8 Ibid.
3
Sevanen dan Karila 9 mengemukakan bahwa di beberapa negara, blog yang dijadikan alat pemasaran telah mengalami perkembangan, dan diramalkan bahwa penghasilan seorang blogger yang terkait dengan buzz marketing akan mengalami peningkatan dalam waktu dekat di masa depan. Saat ini telah terdapat sejumlah beauty blog di Indonesia yang mengulas tentang produk kecantikan disponsori oleh pemilik brand atau pemasar. Ketika blogging menjadi alat pemasaran, batasan antara ulasan yang didasari oleh pengalaman pribadi dan dengan pesan komersial atau iklan menimbulkan ambiguitas. Munculnya ambiguitas tersebut ditandai dengan dipublikasikannya berbagai artikel dan riset yang dilakukan sejak tahun 2008 sampai sekarang tentang fakta pemasaran dibalik rekomendasi beauty blogger oleh Chang yang dikutip oleh Chia 10. Beberapa mengecam keras tentang kredibilitas dan isu-isu tentang moral yang dimiliki oleh blogger, sementara yang lainnya terutama dari sudut pandang blogger memberikan pernyataan membela diri dan beberapa lainnya menyediakan artikel yang bersifat netral berisi tentang pemikiran dan referensi dari konsumen. menilik dari berbagai artikel yang dipublikasi oleh berbagai individu tidak dapat terlepas dari peran pembaca blog sebagai komponen yang krusial dalam mengubah fungsi beauty blog. Perempuan sebagai pembaca beauty blog kerap dikaitkan dengan budaya konsumerisme dimana perempuan memegang 80 persen sebagai pembelanja utama. . Data Nielsen Indonesia 11 menunjukkan bahwa mereka yang berbelanja umumnya adalah ibu rumah tangga dan pemberi pengaruh belanja yang paling besar datang dari segmen perempuan muda. Menurut sumber yang sama, Yongky Susilo merupakan Director Retailer Services Nielsen Indonesia menyebutkan bahwa perempuan adalah penentu biaya belanja di keluarga. Merekalah yang memegang peranan 9
Marianne Kulmala, Thesis: “Electronic Word-of-Mouth in Consumer Fashion Blogs : A Netnographic Study” (Finlandia: Universitas Temper, 2011), hal. 10. 10 De-Hsin Chia, Loc. Cit., hal. 2. 11 Terarsip di: .
4
dalam
keputusan
belanja.
Sosiologi
Perancis,
Jean
Baudrillard,
menyebutkan bahwa perempuan hidup dalam alam progres modernitas, ia memiliki gairah konsumsi yang tinggi. Konsumsi merupakan jawaban untuk membentuk personalitas, gaya, citra, gaya hidup, dan cara diferensiasi status sosial.
Didalam beauty blog terjadi pertukaran pesan antara pemilik blog dengan pembaca. Pemaknaan atau resepsi yang dilakukan oleh pembaca blog perempuan merupakan langkah awal proses komunikasi sehingga menghasilkan sebuah makna yang dapat ditunjukan melalui sikap dan perilakunya. Menurut teori resespi yang dikemukakan oleh Stuart Hall yang dikutip oleh McQuail 12, bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara khalayak dalam memaknai pesan didalam suatu media. Faktor tersebut berupa elemen identitas, persepsi dan latarbelakang sosial serta budaya. Secara singkatnya, teori resepsi menempatkan khalayak dalam penelitian ini adalah pembaca blog dalam konteks berbagai macam faktor yang turut mempengaruhi bagaimana memproses pesan didalam benak mereka dan menciptakan makna dari pesan tersebut. Adanya berbagai fokus penelitian tentang buzz marketing di media baru terutama di beauty blog tidak menjanjikan semua pembaca blog perempuan memaknai media tersebut serupa seperti berbagai penelitian dan artikel yang telah dipublikasi oleh berbagai ahli tentang beauty blog sebagai media pemasaran dikarenakan perbedaan secara konstekstual berdasar pada teori resepsi. Berangkat dari pemaparan latar belakang diatas, maka penelitian ini berupaya untuk melihat pembaca blog dalam merepsi pesan dalam bentuk ulasan yang ada di beauty blog berkaitan dengan beauty blog sebagai alat pemasaran.
12
Denis McQuail, Audience Analysis, (London: SAGE Publications, Inc,1997).
5
B. RUMUSAN PENELITIAN Dari latar belakang yang dipaparkan diatas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengguna internet perempuan meresepsi ulasan-ulasan yang ada di beauty blog?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan pembaca blog dalam meresepsi ulasan atau review pada beauty blog. 2. Mendeskripsikan efektivitas beauty blog sebagai media pemasaran oleh berbagai pemasar.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan akan memperlihatkan bagaimana proses resepsi yang dilakukan pembaca beauty blog terkait dengan ulasan didalamnya yang tidak berunsur buzz marketing dan yang terdapat unsur tersebut oleh pemasar atau pemilik brand. Selain itu, penelitian ini diharapkan akan menambah khazanah-khazanah ilmu komunikasi yang ada di Indonesia, terutaman dibidang pemasaran dalam media baru. 2. Manfaat praktis Diharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi produsen produkproduk kecantikan atau pemasar yang sedang melakukan aktivitas promosi pada alat pemasaran baru terutama di blog.
E. KERANGKA PEMIKIRAN 1. Perilaku mencari Informasi dalam Pemenuhan Kebutuhan Perilaku mencari Informasi (Information Seeking Behaviour) merupakan upaya menemukan informasi yang dibutuhkan dengan tujuan
6
tertentu sebagai akibat dari adanya kebutuhan untuk memenuhi tujuan tertentu tersebut. Dalam upaya ini, Wilson 13 mengemukakan bahwa seseorang dapat saja berinteraksi dengan sistem informasi dengan media konvensional (misalnya, surat kabar, majalah, dan perpustakaan), atau yang berbasis komputer. Menurut Wilson dalam upaya penemuan informasi, seseorang bisa saja berinteraksi dengan sistem informasi konvensional (seperti surat kabar atau media cetak lainnya dan perpustakaan) atau dengan sistem berbasis komputer, misalnya World Wide Web (www) atau internet. Didalam model Wilson14 menerangkan bahwa perilaku penemuan
informasi berasal dari kebutuhan akan
informasi oleh pengguna. Respon terhadap kebutuhan tersebut menuntut pada sistem informasi (seperti perpustakaan atau database), dan sumber informasi lainnya (seperti textbook, handout, dosen, dan yang lainnya). Konteks
kebutuhan
informasi
meliputi
kebutuhan
khalayak
dan
lingkungannya. Wilson membedakan perilaku mencari informasi menjadi 4 jenis yaitu Perhatian pasif (passive attention), pencarian pasif (passive search), pencarian aktif (active search), dan pencarian berlanjut (ongoing search). Semua orang ada di dunia ini membutuhkan informasi sebagai bagian dari tuntutan pemenuhan akan ilmu dan pengetahuan serta pemenuhan kebutuhan. Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey dikutip oleh Yusup 15 mengatakan bahwa seseorang termotivasi untuk mecari pengetahuan dan berupaya dalam memecahkan masalah dikarenakan adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Beberapa cara diantaranya adalah mencari pengetahuan melalui membaca berbagai media bahan bacaaan yang sebagian besar berada di perpustakaan. 13
Thomas D. Wilson, “Human Information Behavior”, Special Issues on Information Science Research, 3:2, (2000). 14 Thomas D. Wilson, “On User Studies and Information Needs”, Journal of Documentation, 37:1, (1981), 659. 15 Pawit M. Yusup, Pedoman Praktis Mencari Informasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), hal. 8.
7
Menurut Krikelas 16 mengasumsikan bahwa perilaku mencari informasi adalah kegiatan dalam menentukan dan mengidentifikasikan pesan untuk memuaskan kebutuhan informasi yang dirasakan. Kebutuhan informasi setiap orang berbeda satu sama lain. didalam buku oleh Basuki 17, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: a. Kisaran informasi yang tersedia b. Penggunaan informasi yang akan digunakan c. Latar belakang, motivasi, orientasi profesional, dan karakteristik masing-masing pengguna d. Sistem sosial, ekonomi dan politik tempat pemakai berada e. Konsekuensi penggunaan informasi. Jika pada 10 tahun yang lalu, pencarian informasi yang detail dilakukan dengan cara yang konvensional yaitu dengan cara membaca berbagai teks terkait dengan informasi yang dicari, lain halnya dengan masa sekarang. Pengaruh internet begitu terasa dan memudahkan khalayak atau pengguna. Perilaku mencari informasi dan teori yang ketika itu diperuntukan
pada
media-media
untuk
mencari
informasi
telah
disesuaikan didalam internet. Melalui kacamata kebutuhan dan pemasaran akan suatu produk dan jasa, khalayak sebagai pengguna internet yang dinilai dapat menjadi konsumen pada suatu produk akan menunjukan perilaku mencari informasi. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menjadi bahan pertimbangan. Dalam beberapa situasi konsumen melakukan pencarian informasi sekedarnya saja dan memproses informasi secara sederhana pula. Informasi bisa didapatkan dari berbagai sumber. Dalam memproses informasi, persepsi menjadi hal yang penting karena akan menghasilkan makna yang baik pada pesan yang ada di pesan pada suatu media. Faktor-
16
James Krikelas, “Information-seeking Behavior: Patterns and Concepts”, En: Drexel Library Querterly, 19: 2 (1993). 17 Achmad Basuki, Modeling dan Simulasi, (Surabaya: IPTAQ Mulia Media, 2004), 396.
8
faktor yang menentukan pencarian informasi terkait pemenuhan kebutuhan produk atau jasa, yaitu: a. Keterlibatan konsumen yang tinggi b. Mempunyai tingkat risiko yang tinggi c. Pengetahuan atas produk yang rendah d. Tidak ada tekanan waktu e. Produk dengan harga tinggi f. Terdapat perbedaan produk Sumber informasi bisa didapat dari mana saja,namun hal tersebut dapat dipetakan menjadi dua dimensi yaitu sumber informasi personal dan sumber informasi impersonal. Dari kedua dimensi tersebut dapat dibedakan lagi menjadi sumber informasi yang dikendalikan oleh pemasar dan yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar. Tabel 1.1 Sumber Informasi Konsumen personal
impersonal
Sumber yang bisa
Petugas
dikendalikan
pemasaran jarak jauh
Tata letak di toko
(telepon,
Promosi penjualan
oleh
pemasar
penjualan
internet,
dsb)
Iklan
pengemasan
Pameran dagang Sumber yang tidak
Dari mulut ke mulut
Berita dan editorial
bisa
(WOM)
Sumber
Saran profesional
(majalah, surat, kabar,
Pengalaman
dll)
dikendalikan
oleh pemasar
netral
mengkonsumsi Sumber: diadaptasi dari Henry Assael (1992), Consumer Behaviour and Marketing Action. Halaman 165, PWS-KENT
Perilaku mencari informasi yang ditunjukan pengguna sebagai konsumen merupakan aksi nyata yang mereka lakukan terkait dengan perhatian mereka terhadap produk atau jasa yang menarik niat pembelian
9
mereka. di lain sisi perilaku mencari informasi menjadi lebih kaya akan sumber-sumber informasi karena hadirnya internet. 2. Analisis Resepsi Pengguna Media Baru Sebuah proses komunikasi diawali dengan penyampaian pesan dari komunikator terhadap komunikan. Pesan yang ditangkap oleh komunikan nantinya akan dimaknai olehnya. Sehingga dalam studi komunikasi proses pemaknaan tersebut dikenal dengan istilah resepsi. Analisis resepsi merupakan suatu studi didalam ilmu komunikasi yang mempelajari tentang proses pemaknaan oleh audiens terhadap paparan pesan yang ada di media massa. Menurut Street 18, studi mengenai resepsi melihat khalayak sebagai partisipan aktif dalam membangun dan menginterpretasikan makna atas apa yang mereka baca, dengar, dan lihat sesuai dengan konteks budaya. Hal tersebut diperkuat oleh pengertian analisis resepsi yang dipaparkan oleh Bertrand & Hughes 19, mereka menyatakan resepsi merupakan studi yang mempelajari khalayak aktif, khalayak mampu secara selektif memaknai dan memilih makna dari sebuah teks berdasarkan pada posisi sosial dan budaya yang mereka miliki. Sedangkan menurut Hadi 20 resepsi mencoba memberikan sebuah makna atas pemahaman teks media (cetak, elektronik, dan internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak. Sehingga secara garis besar, analisis resepsi adalah salah satu penelitian tentang media yang menegaskan bahwa khalayak mempunyai kekuatan dalam melakukan decoding terhadap isi pesan yang disajikan media. Croteau & Hoynes 21 memandang analisis resepsi memiliki dua hal krusial yang harus dipahami oleh peneliti. Pertama, teks media 18
John Street, Mass Media, Politics and Society, (New York: Palgrav e, 2001), 95-97 Ina Bertrand & Peter Hughes, Media Research Methods: Audience, institutions, Texts, (New York: Palgrave McMillan, 2005), 39. 20 Ido Prijana Hadi, “Penelitian Khalayak dalam Perspektif Reception Analysis”, 3: 1, (2009), 1-2 21 rd D. Croteau & W. Hoynes, Media Society: Industries, Images and Audiences (3 ed), (Thousand Oaks: Pine Forge Press, 2003), 274. 19
10
mendapatkan makna pada saat peristiwa penerimaan dan khalayak secara aktif
memproduksi
makna
dari
media
dengan
menerima
dan
menginterpretasikan teks sesuai dengan posisi sosial dan budaya khalayak. Kedua, pesan di media secara subjektif dikonstruksikan khalayak secara individual, sekalipun media berada dalam posisi paling dominan. Secara mudahnya, khalayak ditempatkan sebagai mahluk bebas yang memiliki kekuatan dalam pemaknaan atau pemberian makna terhadap pesan. Media massa bukan faktor tunggal yang menentukan bagaimana teks di media diproses dan dimaknai. Pengalaman dan faktor internal dari khalayaklah yang menentukan bagaimana hasil atau makna pesan dari media tersebut setelah diproses oleh khalayak. McQuail 22 mengklasifikasikan penelitian resepsi sebagai studi kultural modern yang berada dalam ranah pendekatan strukturalis behavioris. Selain itu McQuail menjabarkan ketentuan-ketentuan dalam studi tentang analisis resepsi, yaitu: a. Teks media pada dasarnya harus dibaca dan dimaknai melalui persepsi khalayak. Dimana persepsi tersebut tidak dapat diprediksi dan tidak pasti. Khalayak melakukan proses pemaknaan secara bebas dan disesuaikan dengan latar belakang masing-masing khalayak. Sehingga pemaknaan akan teks media akan beragam hasilnya dan bersifat polisemis serta tidak dapat diprediksi. b. Analisis resepsi merupakan studi yang memfokuskan pada proses dalam penggunaan atau pemaknaan media. Proses dalam penggunaan dan pemaknaan media adalah objek inti dalam analisis ini. Bagaimana proses, pembacaan, pemahaman, dan pemaknaan masyarakat sebagai khalayak media terhadap teks akan memperlihatkan berbagai bentuk resepsi masyarakat terhadap teks media yang disajikan
22
Denis McQuail, Audience Analysis, (London: SAGE Publications, Inc,1997), 19-20.
11
c. Penggunaan media (media use) dilihat sebagai bagian dari sistem sosial dalam interpretive communities. Interpretasi atau pemaknaan akan media umumnya digunakan khalayak sebagai masyarakat untuk saling berbagi pemaknaan dengan seksama dan lingkungannya sebagai bagian dari kehidupan sosial mereka. d. Khalayak sebagai masyarakat pemberi makna memiliki andil dalam wacana dan kerangka pemaknaan media. Pemaknaan yang beragam dari masyarakat atau khalayak mengenai teks media yang dibagikan masyarakat dalam kehidupan sosialnya dan berkembang dalam lingkungannya dapat menjadi suatu wacana akan pemaknaan media yang tak jarang diantaranya menjadi suatu topik diskusi penelitian. e. Khalayak tidak bisa dikatakan pasif dan tidak dapat juga dikatakan sama atau sederajat. McQuail menekankan bahwa masyarakat atau khalayak dalam penelitian resepsi adalah aktif memilih dan memilah pengunaan atau pengkonsumsian mereka terhadap media. Mereka juga membaca, memahami, dan melakukan pemaknaan secara bebas sesuai dengan latar belakang sosiokultural masing-masing tanpa menjadi khalayak pasif. f. Penelitian tentang resepsi biasanya dikaji dengan menggunakan metode kualitatif serta mendalam dengan mempertimbangkan isi, perilaku resepsi atau untuk kedua konteks tersebut. Kemudian Hall dikutip oleh McQuail 23 mengemukakan sebuah teori mengenai resepsi bahwa dalam proses riset tentang analisis resepsi setelah khalayak menangkap pesan akan diproses untuk dimaknai atau decoding. Hasil makna tersebut memberikan proposisi pada audiens. Proposisi tersebut dibuat oleh Hall, diawali dari asumsinya tentang
23
Ibid., hal. 101.
12
perbedaan kelas sosial yang mempengaruhi praktik resepsi setiap audienst. Proposisi tersebut dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu: a. Preferred Reading / dominant hegemonic position Preferred reading merupakan makna dominan yang terdapat didalam pesan bisa jadi akan membentuk makna baru yang sesuai dengan faktor internal audiens atau khalayak. b. Negotiated Meaning Tidak semua pesan yang disampaikan oleh produser pesan akan bermakna sama saat diproses oleh audiens, sehingga tidak jarang audiens akan memunculkan makna alternatif yang berbeda dengan preferred reading. c. oppositional decoding makna yang bertolak belakang dengan makna yang dipahami oleh produser pesan. Studi mengenai analisis resepsi pada mulanya ditujukan bagi audiens atau khalayak media televisi. Namun studi analisis resepsi telah memasuki babak baru di ranah media baru. Perubahan pola mengkonsumsi media yang ditujukan oleh audiens sebagai pengguna bagi media baru turut mengubah riset dan perkembangan dari teori awal serta riset-riset awal mengenai audiens. Pada dasarnya semua khalayak diberbagai media telah menunjukan sikap interaktifnya. Pemirsa televisi, pendengar radio, pembaca surat kabar dan lain halnya. Akan tetapi semua media tersebut tidak memberikan kesempatan aktif secara langsung pada media yang mereka konsumsi. Via telpon, surat pembaca dan email merupakan sistem feedback yang diterapkan oleh media-media tersebut. Lain halnya dengan proses komunikasi yang ada di internet, pengguna atau users dapat memberikan responnya pada media secara langsung dan relasinya bersifat interaktif.
13
McQuail 24 mengungkapkan bahwa users dilihat sebagai bagian dari interpretive communicative yang selalu aktif dalam mempersepsi pesan dan memproduksi makna, tidak hanya sekedar menjadi individu pasif yang hanya menerima saja makna yang diproduksi oleh media massa. Studi tentang analisis resepsi berusaha untuk mengetahui bagaimana khalayak memahami, menginterpretasi isi pesan (memproduksi makna) berdasarkan pengalaman (story of life) dan pandangannya selama melakukan interaksi dan mengonsumsi isi media online. Konstruksi pemahaman khalayak atas media yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-harinya merupakan sebuah proses yang terakumulasi menjadi sebuah pengalaman mereka akan proses mencari informasi. Kemudian analisis resepsi menekankan pada penggunaan media sebagai refleksi dari konteks sosial budaya dan sebagai proses dari pemberian makna melalui persepsi khalayak atau pengalaman dan produksi sehingga hasil penelitian ini nantinya merupakan representasi suara khalayak yang mencakup identitas sosial dan posisis subjek. Proposisi yang diterangkan oleh Hall merujuk pada posisi users sebagai khalayak yang aktif memproduksi makna dari berbagai kanal yang diakses. Didalam
internet,
pengguna
adalah
komunikan
sekaligus
komunikator, dimana mereka dapat membuat pesan dan memaparkan ke publik sekaligus menjadi khalayak yang menerima pesan. Sehingga secara garis besar, analisis resepsi yang ada di media baru masih menggunakan ketentuan-ketentuan awal yang telah dibuat oleh periset dan ahli sebelumnya.
3. Buzz Marketing sebagai Strategi Komunikasi Pemasaran Buzz marketing dipahami sebagai sebuah amplifikasi 25 upaya pemasaran awal oleh pihak ketiga melalui pengaruh pasif atau aktif yang
24
Ibid., hal. 19. Amplifikasi adalah pengembangan naskah berupa uraian, penjelasan, atau penggunaan banyak kata oleh penyalin (pembaca), kemudian masuk ke salinan naskah berikutnya (kbbi.web.id)
25
14
diungkapkan oleh Thomas kemudian dikutip oleh Chia 26. Diperkuat dengan definisi yang dikemukakan oleh Hughes 27 bahwa buzz marketing adalah upaya dalam menangkap perhatian konsumen dan media ke titik dimana membicarakan tentang suatu brand atau perusahaan
menjadi
sesuatu yang menghibur, menarik, dan memiliki nilai berita. Walker 28 mendasari kata buzz yang berarti komentar dari mulut ke mulut tentang suatu produk, jasa, brands, dan ide yang menular dari satu orang ke orang yang lain. ditambahkan pandangan dari Rosen 29 yaitu buzz adalah semua hal tentang Word-of-Mouth berupa brand, hal itu adalah keseluruhan tentang semua komunikasi dari orang ke orang tentang produk, jasa atau perusahaan yang dimaksud. Selain itu buzz merupakan segala sesuatu tentang word of mouth yang dilihat sebagai sesuatu yang autentik dan dijalankan oleh konsumen. sehingga, singkatnya buzz marketing merupakan praktik pengumpulan relawan untuk mencoba produk, kemudian membagi pengalaman tersebut ke orang lain melalui berbagai media. Buzz marketing memiliki kesamaan tujuan seperti komunikasi WOM, dimana keduanya lebih banyak digunakan untuk mempersuasi khalayak untuk memperhatikan suatu produk dan jasa dengan cara memberikan komentar terhadap suatu produk atau jasa. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan yaitu pada buzz marketing komunikator yang menyampaikan pesan adalah seseorang yang berada diluar perusahaan atau pemilik brand, mereka cenderung mencari volunteer untuk mecoba produk atau jasa dan memiliki akun jejaring sosial seperti yang dikemukakan oleh Walter dan dikutip oleh Chia 30. Carl 31 dalam
26
De-Hsin Chia, Loc. Cit., hal. 19. Ibid. 28 Ibid., hal. 17. 29 Ibid. 30 Ibid., hal. 19. 31 Walter J. Carl, “What’s All the Buzz About? (everyday Communication and the Relational Basis of Word-of-Mouth and Buzz Marketing Practices”, Jurnal Management Communication Quarterly, 19: 4, (USA, Desember 2009), 4. 27
15
menjabarkan mengenai fenomena yang terjadi seputar buzz marketing, yaitu: a. membayar orang untuk berbicara mengenai sebuah produk atau jasa baik dalam bentuk online maupun offline. b. merekrut berbagai volunteer atau sukarelawan untuk berpartisipasi didalam kampanye dengan cara pertukaraan hadiah (sampel produk secara gratis, diskon, dll). c. menciptakan jaringan untuk individu atau volunteer yang dipilih untuk buzz tentang brand, produk atau jasa tertentu Menurut Thomas seperti dikutip dalam Chia32, buzz di bedakan menjadi 4 tipe, yaitu: a. uncodified buzz yaitu informasi disampaikan oleh inovator kepada jaringan sosialnya. Alat yang digunakan adalah e-mail, blog, website pribadi, dan grup chat. b. Codified buzz yaitu tindakan mempengaruhi yang dilakukan secara penuh
oleh
perusahaan
mempromosikan. Alat
yang
mempunyai
tujuan
untuk
yang digunakan adalah testimonial,
endorsements, dll. c. Pseudo buzz yaitu siasat yang dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan
komunikasi
WOM
maupun
eWOM
untuk
memasarkan brand atau produk dengan cara bekerja sama dengan orang-orang tertentu yang baru saja dipekerjakan. Alat yang digunakan adalah agensi promosi. d. Ultimate buzz yaitu memberikan nilai yang luar biasa pada produk atau jasa maupun brand. Dalam penelitian ini, ulasan yang dipublikasikan melalui beauty blog merupakan tipe pseudo buzz, dimana ulasan yang dibuat oleh beauty blogger merupakan pihak eksternal diluar dari perusahaan yang direkrut 32
De-hsin Chia, Loc. Cit., hal. 17.
16
dan bekerja sama selama periode tertentu. Saat ini telah dikembangkan kode etik oleh www.womma.org yaitu sebuah website yang berisikan tentang asosiasi pemasaran dari mulut ke mulut. Mereka memberikan panduan dan informasi tentang word-of-Mouth marketing. Didalam situs tersebut diterangkan bahwa seseorang atau individu yang melakukan komunikasi dari mulut ke mulut dalam bentuk buzz marketing perlu mencantumkan keterangan disclosure & disclaimer yang berisi tentang deskripsi ulasan atau review tersebut berkaitan dengan cara blogger mendapatkan produk atau jasa tersebut. dilengkapinya suatu ulasan dengan keterangan disclosure & disclaimer pada awal ulasan telah memberikan informasi pada pembaca blog untuk mengartikan ulasan tersebut disponsori atau tidak. Didalam situs WOMMA standar pemasaran dari mulut ke mulut memiliki nilai inti yaitu kepercayaan, integritas, respek, kejujuran, tanggungjawab, dan privasi. Dimana nilai tersebut di tetapkan untuk anggota didalam asosisasi tersebut dan ditetapkan pula pada pelaku pemasaran dari mulut ke mulut, dalam hal ini merupakan ulasan-ulasan yang beauty blogger publikasikan di blog-nya. Ulasan yang ada di beauty blog dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chia 33, yaitu: 1. Ulasan Jujur di Blog Post(Pure Sharing Blog Post) Informasi yang non-komersial dipublikasikan dalam bentuk ulasan oleh blogger secara jujur tentang produk dan jasa yang digunakan sebelumnya berdasarkan pengalaman pribadi. Isi dari ulasan tersebut bisa berisi hal positif dan negatif. 2. Ulasan Uji Coba Produk (Sample Trial Blog Post) Informasi
yang
bersifat
komersial
yang
secara
terbuka
memberitahukan bahwa blogger menulisnya karena mereka menerima produk gratis dari pemasar atau pemilik suatu brand, uji coba pada suatu jasa, undangan unuk suatu acara yang dilakukan oleh perusahan 33
Ibid, hal. 43.
17
dan pemilik brand, dan penggunaan tempat tertentu dilaman blog sebagai tempat iklan. Konten bisa jadi tidak dapat dikontrol oleh pemasar, perusahaan, dan agensi 3. Ulasan Penempatan di Blog Post (Product Placement Blog Post) Informasi yang bersifat komersial yang secara implisit atau tidak secara terbuka dijelaskan, berisi tentang pesan yang komersial. Blogger menerima berbagai produk gratis, dan undangan acara oleh pemasar dan perusahaan suatu brand. Konten bisa jadi tidak dapat dikontrol oleh pemasar, perusahaan, dan agensi.
F. Kerangka konsep Penelitian ini akan dimulai dari observasi yang dilakukan pada pengguna perempuan segmentasi dewasa muda merupakan segmentasi yang pontensial dalam penggunaan produk-produk kecantikan. Beberapa diantara produk kecantikan merupakan produk yang memerlukan berbagai referensi informasi bagi sebagian perempuan, menilik dari segi harga dan resiko penggunaan dari produk kecantikan. Semua perilaku itu dibedakan menjadi 4 jenis yaitu perhatian pasif (passive attention), pencarian pasif (passive search), pencarian aktif (active search), dan pencarian berlanjut (ongoing search). Sedangkan ditilik dari segi pemasaran terdapat kesamaan terhadap jenis perilaku pencarian informasi yang diterangkan oleh Wilson, yaitu pre-purchased search dan ongoing search. Berdasarkan proses pencarian informasi di internet akan membawa mereka pada situs-situs yang tertera di dalam laman situs pencarian. Beauty Blog merupakan salah satu kanal yang ada didalamnya. Sudah diketahui bahwa blog adalah media terjadinya proses komunikasi eWOM yang erat kaitannya dengan buzz marketing. Beragam ulasan yang ditawarkan dapat memberikan makna yang berbeda di benak perempuan sebagai pembaca blog dan konsumen. makna atau resepsi dalam ilmu komunikasi dapat dikaji dengan 3 proposisi dan 3 cara pengguna sebagai khalayak aktif mengartikan pesan yang mereka tangkap. 3 proposisi
18
tersebut adalah Dominant-hegemonic position, Negotiated Position, dan Oppositional Position. Berikut merupakan desain penelitian yang akan dilakukan. Skema Penelitian Pengguna internet atau pembaca blog perempuan
Perilaku mencari informasi -
Perhatian pasif (passive attention) Pencarian pasif (passive search) Pencarian aktif (active search) Pencarian berlanjut (ongoing search)
Pencarian Informasi Konsumen - Pencarian sebelum membeli (pre-purchased search) - Pencarian berlanjut (ongoing search)
Ulasan didalam Beauty blog
Ulasan tanpa buzz marketing
Ulasan dengan buzz marketing
Proposisi resepsi pembaca blog perempuan - Dominant hegemonic position - negotiated position - oppositional position Gambar 1.1 Skema Penelitian
19
G. METODE PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif karena menurut Moleong 34 penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Melalui pendekatan ini diharapkan akan menghasilkan data bagaimana pemaknaan khalayak mengenai makna beauty blog dan ulasannya bagi pengguna atau users internet perempuan serta opini yang akan ditujukan setelah meresepsi beauty blog dan ulasannya. Sementara metode yang digunakan adalah analisis resepsi. Menurut Jensen 35, secara metodologi analisis resepsi merujuk pada sebuah komparasi antara analisis tekstual wacana media dan wacana khalayak yang hasil interpretasinya merujuk pada konteks, seperti cultural setting dan konteks atas isi media lain. Sementara paradigma penelitian ini adalah interpretive konstruktivis, dimana menurut Neuman 36 pendekatan interpretif dalam konteks penelitian sosial digunakan untuk melakukan interpretasi dan memahami alasan-alasan dari para pelaku terhadap tindakan sosial yang mereka lakukan, yaitu cara-cara dari para pelaku untuk mengkonstruksikan kehidupan mereka dan makna yang mereka berikan kepada kehidupan tersebut. 2. Informan Penelitian Menurut Neuman 37 Seorang informan yang ideal harus mempunyai ketentuan-ketentuan yaitu, informan merasa akrab (familiar) dan 34
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 6. 35 Klaus Bruhn Jensen, A Handbook of Media and Communication Research Qualitative and Quantitative Methodologies, (London: Routledge, 2002), hal. 139. 36 Lawrence W. Neuman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches, (Needham Height MA: Allyn & Bacon), hal. 71. 37 Ibid.
20
memahami objek penelitian dengan baik, informan tinggal dilokasi penelitian, informan memiliki waktu yang luang dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti dalam melakukan penelitian. Purposive sampling akan digunakan didalam penelitian ini karena teknik tersebut mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian berdasarkan dari buku Kriyantono 38. Adapun kriteria bagi informan yaitu: (1) mengetahui dan familiar tentang beauty blog, (2) kerap mengakses beauty blog dalam kegiatan sehari-hari (3) berada didalam satu lokasi yang mudah diakses oleh peneliti. Penelitian akan dilakukan di kota Yogyakarta dikarenakan Yogyakarta merupakan kota pendidikan dimana berkumpul berbagai mahasiswa yang sedang mengenyam bangku kuliah dengan beragam perempuan yang datang dari berbagai latar belakang budaya dan sosial yang berbeda. 3. Sumber Data Dalam penelitian ini sumber data dibedakan menjadi dua yaitu, data primer dan data sekunder. a. Data primer Data ini diperoleh langsung dari informasi yang ditunjukan oleh informan. Adapun datanya berupa tindakan dan opini mereka. Tindakan atau respon dalam penelitian ini adalah perilaku informan dalam membeli produk atau tidak setelah membaca ulasan produk kecantikan yang mengandung unsur buzz marketing di beauty blog atau tindakan dan respon lainnya yang ditunjukan oleh informan. Sementara opini sebagai data primer dalam penelitian ini berasal dari pembaca blog pada berbagai jenis ulasan produk kecantikan di beauty blog. b. Data Sekunder 38
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 156.
21
Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari studi pustaka, penelitian, artikel terkait berdasarkan literatur-literatur yang telah ada. Hal itu dilakukan untuk menambah informasi yang dapat memperkaya data pada penelitian ini. 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam rangka menghasilkan data yang mendekati keakuratan maka teknik dalam mengumpulkan data di penelitian ini dijabarkan menjadi dua cara yaitu: a. Wawancara Mendalam (in-depth interview) Wawancara mendalam menurut Berger 39 adalah percakapan antara peneliti sebagai seorang yang menginginkan informasi sesuai dengan subjek penelitian
dan seoang informan sebagai
seorang yang diasumsikan memiliki informasi atau keterkaitan dengan subjek atau hal-hal yang terkait dalam penelitian. Sehingga secara umum, wawancara mendalam adalah adalah teknik pengumpulan data yang mengutamakan pada wawancara secara mendalam dengan informan dalam riset. Keunggulan teknik ini adalah dapat menghasilkan data yang lebih akurat karena informan telah melalui tahap seleksi sesuai dengan ketentuan didalam penelitian ini. Selain itu melalui teknik ini, dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan spesifik terkait dengan opini serta argumentasi yang dipaparkan oleh informan. Kemudian, peneliti dapat membaca perilaku non-verbal melalui gerak-gerik dan bahasa tubuh dari informan terkait dengan subjek pada penelitian ini. a. Observasi Observasi partisipan sebagai peneliti akan digunakan karena dapat menghasilkan data tentang tingkat ukur sikap dari informan dan dapat digunakan untuk merekam berbagai fenomena 39
Arthur Asa Berger, Media and Communication Research Methods: An Introduction to Qualitative and Quantitatives Approaches, (London: SAGE Publications, 2000), hal. 111.
22
yang terjadi seperti situasi dan kondisi. Teknik pengumpulan data ini digunakan karena peneliti ingi mempelajari perilaku manusia terkait penggunaan beauty blog. 5. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, teknik analisis data yang akan digunakan adalah teknik analisis interaktif Miles dan Huberman 40. Tipe analisis ini menjabarkan tentang aktivitas dalam analisis data kualitatif yang dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai jenuh. Punch 41 mengemukakan bahwa teknik ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen: (1) reduksi data (data reduction), (2) penyajian data (data display), dan (3) penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclusions). Pada tahap reduksi data, hal yang dilakukan adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan krusial bagi penelitian ini serta tidak memasukan data yang sekiranya tidak diperlukan. Kemudian tahap kedua adalah penyajian data dimana didalam penelitian kualitatif, data yang disajikan berupa teks naratif. Tahap terakhir adalah penarikan serta pengujian kesimpulan. Dimana pada tahap ini, peneliti akan melihat data yang ada dilapangan dengan kerangka pemikiran yang menghasilkan kesimpulan awal. Jika data yang didapat dengan kesimpulan awal penelitian bersifat konsisten maka kesimpulan tersebut kredibel.
40
Matthew B. Miles & Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metodemetode Baru Cet. 1, terj. Tjetjep R. Rohidi (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1992). 41
Keith F. Punch, Introduction to Social Research: Quantitative and Qualitative Approaches
(Essential Resource Books for Social Research), (London: SAGE Publication Ltd, 2005), hal. 202204.
23