BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Ketika sebuah negara masih mengalami kegagalan dalam melakukan pembangunan ekonominya sesuai yang diharapkan , maka menjadi sangat perlu untuk melakukan benchmarking dengan negara-negara yang semodel atau setidaknya paling memiliki kemungkinan untuk dijadikan prototipe karena memiliki jejak dan konsep yang jelas dalam melakukan strategi pembangunan ekonominya dan dapat dibuktikan secara empiris. Pesatnya angka pertumbuhan pembangunan ekonomi diberbagai kawasan regionalisme di dunia, berdasarkan data yang dikelola Bank Dunia1 dapat dilihat melalui pertumbuhan rata-rata GNP perkapita sejak tahun 1965-1990 dimana regional Asia Timur memiliki angka pertumbuhan tertinggi sebesar 5,5 persen, disusul kelompok Negara OECD 2,5 persen, Asia Selatan 2 persen, Timur tengah dan Mediterania 1,9 persen, Amerika Latin dan Karibia 1,8 persen, Subsahara Afrika 0,3 persen, atas prestasinya tersebut disebut dunia menyebutnya sebagai keajaiban Asia Timur 2 (The East Asia Miracle). Selanjutnya
dari
data
laporan
bank
dunia
tahun
19943
tentang
perbandingan pertumbuhan ekonomi antar regional negara-negara berkembang memberikan fenomena bahwa agregat pertumbuhan pembangunan ekonomi oleh kelompok negara industri baru (Newly Industrializing Countries) atau
1
Ankie Hoogvelt, 1997. Globalization and the Postcolonial World, The New Political Economy of Development. hal.202.The John Hopkins University Press 2 OECD:Organization for Economic Cooperation and Development, organisasi ini beranggotakan 20 negara yang berasal dari kawasan Eropa dan Amerika Utara dengan tujuan membantu pertumbuhan ekonomi para negara anggotanya melalui promosi kerjasama dan teknis analisa mengenai tren ekonomi nasional maupun internasional (Michael P Todaro, 1992. Economic for a Developing World, An Introduction to Principles, Problems and Policies for development. hal. 500. England:Longman London and New York) 3 Anna K Dickson, 1995. Development and International Relations. hal. 55. Cambridge:Polite Press.
1 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
disingkat dengan NICs
4
di kawasan Asia Timur yang terdiri dari Taiwan, Korea
Selatan, Hongkong dan Singapura ternyata sangat fantastis bila dibandingkan dengan regional lainnya,
yaitu pada tahun 1980-1992 telah terjadi angka
pertumbuhan ekonomi pada kelompok NICs di Asia Timur sebesar 6,2 persen disaat yang sama di regional Amerika Latin dan Karibia hanya terjadi pertumbuhan -0,2 persen sedangkan regional Sub-sahara Afrika kondisinya lebih rendah lagi yaitu -0,8 persen. Keberhasilan pembangunan proses industrialisasi yang pesat pada kelompok NICs di Asia Timur telah melahirkan teori baru yaitu negara pembangunan (The Developmental State)5 sebagai antitesis terhadap teori neoliberal ortodok, berdasar paradigma baru tersebut disebutkan bahwa peran negara
sentral
(Jepang)
memainkan
peran
sentral
dalam
kontribusi
pembangunan ekonomi negara pinggiran yang sekarang menjadi kelompok NICs, dengan demikian pembahasan sekitar pembangunan ekonomi Asia Timur berarti juga akan menjadi pembuktian bahwa dengan menggunakan paradigma baru dari teori tersebut akan mampu menjadikan kelompok NICs sebagai prototipe bagi negara berkembang lainnya. Dilihat dari sisi historisnya yaitu dilihat dari proses pembentukan industrialisasi, budaya dan geo-politik kelompok NICs banyak dipengaruhi oleh faktor negara Jepang (negara sentral) yang terlebih dahulu mengalami kemajuan. Untuk proses industrialisasi apabila dilihat dari banyaknya transaksi modal investasi langsung Jepang yang di investasikan6, Korea Selatan sebanyak 581 transaksi, Taiwan sebanyak 426 transaksi, Singapura 121 transaksi dan Hong Kong 97 transaksi. Sedangkan dari jumlah besarnya angka investasi yang diterima Korea Selatan menerima hampir tiga kali lipat dengan yang diterima Taiwan. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi di kelompok NICs banyak juga dipengaruhi oleh kesamaan nilai budaya Confucian yang sebenarnya merupakan nilai-nilai yang bersifat universal yang dapat diterapkan di negara manapun. 4
Helen Hughes,1992. Keberhasilan Industrialisasi di Asia Timur. hal 5. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama . 5 Robert Gilpin, Jean M Gilpin, 2001.Global Political Economy Understanding the International Economic Order. hal.316. New Jersey:Princetoon University Press 6 Kunio Yoshihara, 1978.Japanese Investment in Southeast Asia. hal. 27.Tokyo:The Center for Southeast Asia Studies
2 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Sedangkan secara geo-politik karena posisi geografisnya sebagai negara kepulauan pada akhirnya melahirkan kepentingan strategis bagi Jepang dan Amerika, selaku negara kolonial kelompok NICs dijadikan sebagai kekuatan untuk membendung pengaruh ideologi komunis. Adanya keberhasilan strategi
proses internasionalisasi produk hasil
manufaktur lokal, pemilihan kebijakan industri yang berorientasi ekspor (outwardlooking) merupakan jawaban atas ketebatasan sumberdaya alam pada kelompok NICs seperti Taiwan dan Korea Selatan telah membawa hasil, Korea Selatan setelah 30 tahun membenahi industri strategisnya terbukti berhasil membuat produk hasil manufakturnya menjadi produk global seperti produk LG, Samsung, Hyundai, Kia, begitupun dengan Taiwan yang dinilai sebagai negara pemasok teknologi elektronik berteknologi tinggi yang hampir dipasang di setiap produk global seperti: Produk Microchips, Semiconductors Komputer Acer, Sepeda Giant, Mesin Jahit, industri agro industri, industri perkakas dan permesinan, kondisi tersebut banyak didukung karena faktor strategi dan campur tangan dari aktor negara. Dari data dan fakta tersebut cukup memberikan penjelasan bahwa dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi kawasan, Asia Timur mempunyai catatan keberhasilan yang menarik untuk dipelajari bahkan berkat berbagai peran dan signifikansi dari kekuatan kelompok NICs terhadap kawasan regional Asia Timur dan Asia Tenggara, pada tahun 1990-an, para agensi donor internasional utama dan institusi keuangan multilateral memberikan julukan baru sebagai Sang Naga (The Dragons) / Macan Asia (The Asian Tigers) atau Geng Empat (The Gang of Four) sebagai sebutan lain dari NICs. I.2. Pokok Permasalahan Setelah melakukan analisa secara mendalam terhadap karakter dari ke empat negara di kelompok NICs yaitu Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong dan Singapura, maka dalam tesis ini pokok pembahasan masalahnya hanya dipilih dua negara yaitu Taiwan dan Korea Selatan, dengan demikian akan memiliki ruang lingkup penelitian yang lebih fokus, adapun dasar pertimbangan yang
3 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
digunakan peneliti dalam memilih hanya pada dua negara, semata didasarkan pada perspektif : - Kedua negara paling layak disebut sebagai generasi pertama Macan Asia7 karena memiliki kemiripan dalam proses pembangunan ekonomipolitik internasionalnya yaitu pembangunan yang dimulai dari penataan ekonomi pedesaan hingga pemilihan industri strategis yang mampu mendatangkan devisa sehingga mampu sejajar dengan negara maju seperti sekarang ini. - Kedua negara memiliki keaslian nilai atau konsep dalam melakukan pembangunan ekonomi-politik internasionalnya yang berlaku secara universal sehingga dapat dijadikan prototipe bagi negara lain. - Resistensi terhadap krisis keuangan internasional, tahun 1997 terjadi krisis keuangan yang melanda Asia, dimulai dari kejatuahan nilai tukar mata uang Bath Thailand hingga 49 persen per oktober 1997 hingga runtuhnya keuangan industri keuangan di Asia Timur.8 Namun Taiwan merupakan negara yang paling memiliki resistensi terhadap dampak krisis tersebut, faktornya adalah karena kuatnya ekonomi riil rakyatnya. Korea Selatan walaupun mengalami dampak yang berat dari krisis keuangan tersebut tetapi sukses memobilisasi kekuatan negaranya sehingga secara cepat dapat bangkit kembali. - Signifikansi laju pertumbuhan volume ekspor, akhir dasawarsa 1960-an telah terjadi penurunan porsi kesempatan kerja di sektor pertanian sebagai dampak dari proses industrialisasi yang massif di kawasan. Sadar akan proses transformasi tersebut Taiwan dan Korea Selatan adalah negara yang telah mempersiapkan gran disain terhadap pembangunan industrialisasinya sehingga berhasil menikmati hasil dari pilihan kebijakannya yaitu industri berorientasi ekspor (outward-looking policy) yang telah disepakatinya sebagai jawaban atas tidak dimilikinya faktor sumber daya melimpah (resources endowment factor). Berkat 7
Jan Kniper Black, 1999. Development in Theory and Practice, Paradigm and Paradoxes nd (2 ed). hal.96. United States of America : Westview Press 8 Jan Kniper Black, 1999. op.cit. hal.99.
4 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
kebijakan tersebut, pada tahun 1960-1982 laju pertumbuhan volume ekspor barang manufaktur Taiwan dan Korea Selatan mencapai angka tertinggi9 yaitu 24,4 persen dan 38,3 persen dibandingkan Hong Kong yang hanya 11,7 persen dan Singapura 12,1 sisanya menyebar lebih rendah di negara-negara Asia Tenggara, sedangkan untuk nilai total ekspor Taiwan dan Korea Selatan menguasai nilai tertinggi 17,5 persen dan 26,4 persen dibandingkan Hong Kong 9,8 persen dan Singapura 7,3 persen, sisanya menyebar lebih rendah kepada Negara-negara Asia Tenggara Selanjutnya, agar penelitian ini mempunyai manfaat yang lebih mendalam maka dalam tesis ini dilakukan pembatasan terhadap yang dimaksud dengan negara kawasan Asia Tenggara yaitu dengan mengkhususkan kepada Indonesia, Kawasan Asia Tenggara hanya dijadikan kajian dalam konteks sebagai kawasan regional yang terdekat dan paling memiliki kemiripan dengan Asia Timur. Dengan demikian Indonesia diharapkan dapat mengambil pelajaran dari proses tahapan pembangunan ekonomi dari Taiwan dan Korea Selatan, walaupun demikian penting untuk disepakati bahwa faktor – faktor yang membawa keberhasilan Taiwan dan Korea Selatan sesungguhnya merupakan nilai universal yang tidak diharamkan untuk dijadikan prototipe oleh negara manapun dimuka bumi ini. Tahapan berikutnya adalah melakukan analisa terhadap faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses keberhasilan dari pembangunan ekonomi disertai aspek politik internasional di Taiwan dan Korea Selatan. Pada akhirnya tesis ini memunculkan pertanyaan : Mengapa fenomena keberhasilan negara industri baru (NICs) dapat dijadikan prototipe bagi pembangunan ekonomi di Asia Tenggara ?
9
World Bank, 1984. Worlds Development Report.
5 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
I.3. Signifikansi Penelitian Signifikansi dari penelitian ini adalah : A. Keberhasilan pembangunan ekonomi Taiwan dan Korea Selatan adalah sebuah prototipe sukses. Selayaknya bagi negara-negara Asia Tenggara yang masih belum berhasil mengejar kesetaraannya dengan negara sentral
khususnya
Indonesia
seharusnya
sudah
tidak
perlu
lagi
menghabiskan energi dan waktu dengan terus berdebat mencari konsep pembangunan. Prototipe nya sudah tersedia bahkan bisa belajar dari sisi kegagalannya sekaligus, terlebih lagi khusus Indonesia telah memiliki modal yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya yaitu faktor berkah sumberdaya alam yang melimpah (resources endowment factor) sehingga hasilnya nanti akan dapat dipastikan lebih baik B. Memberikan fakta bahwa selama pembangunan ekonomi suatu bangsa belum mencapai titik kesetaraan dengan negara sentral maka semua kebijakan tidak bisa dilepas kepada aktor non-negara karena mereka memiliki logika kepentingan yang berbeda tetapi harus dikendalikan langsung oleh aktor negara melalui figur kepemimpinan yang kuat, dibarengi
dengan
berkesinambungan.
adanya Taiwan
gran dan
desain Korea
yang
Selatan
terukur telah
dan
berhasil
membuktikan. I.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Dengan memilih landasan teori ilmu hubungan internasional yang lebih ”membumi” akan dapat dijadikan sebagai alat kerangka berpikir, yang sistematis dan tepat dalam menganalisa lurus atau tidaknya suatu proses pembangunan ekonomi-politik internasional suatu bangsa ditengah dinamika pembanguna yang semakin mengglobal khususnya untuk Indonesia.
6 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
2. Memberi inspirasi tentang berbagai faktor yang mampu menghantarkan Taiwan dan Korea Selatan yang notabene sebagai negara yang serba terbatas dengan sumberdaya alam pada akhirnya mampu mengejar kesetaraan dengan negara sentral yang terlebih dahulu maju bahkan melebihinya. I.5. Kerangka Teori Dilihat dari rentang perjalanan proses pembangunan ekonomi-politik internasional yang dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga dalam rangka mengejar kesetaraan dengan negara sentral yang sudah maju terlebih dahulu, menurut Michael P. Todaro dalam bukunya Economic Development in the Third Wold terdapat tiga kategori teori utama yang dapat digunakan dan telah terbukti sukses di berbagai negara di dunia sehingga sukses menjadi negara maju seperti dewasa ini10, yaitu dengan menggunakan teori pertumbuhan ekonomi tahapan linier, teori neo-klasik dan teori internasional dependensi. Didalam tesis ini peneliti hanya memakai dua teori utama yaitu : 1. Teori pertumbuhan ekonomi tahapan linier. Tokoh Sentral dari teori ini adalah, Walth W. Rostow11, dikatakan bahwa terdapat lima tahapan proses pembangunan menuju negara maju : A. Masyarakat tradisional, yang bertumpu pada pertanian sebagai industri utamanya dengan produktivitas yang rendah. B. Pra kondisi tinggal landas, yaitu suatu kondisi yang didorong oleh adanya pertumbuhan ekonomi dan sosial sehingga terjadi adanya transfer teknologi. Pertumbuhan tersebut di pacu oleh adanya konsensus politik oleh kemampuan aktor negara untuk melakukan tata kelola pertumbuhan ekonominya. C. Tinggal Landas, fase ini merupakan kunci dari proses modernisasi dan angka pertumbuhan ekonomi telah stabil, ditandai dengan 10
Michael P.Todaro, 1985. Economic Development in the Third World (3rd Ed) . hal.62. New York: Longman New York & London. 11 Anna K Dickson, 1995. op.cit. hal.35.
7 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
naiknya angka capital investment, masuk dalam kategori Newly Industrializing Countries (NICs), melakukan modernisasi sehingga menghasilkan industri pertanian yang semakin kompetitif. D. Modernisasi ekonomi, tahapan ini ditandai dengan dilakukannya modernisasi di semua faktor ekonomi melalui penggunaan teknologi baru. E. Masyarakat konsumsi tinggi, merupakan fase akhir dimana ditandai dengan dua hal yaitu : Pertama, telah terpenuhinya kebutuhan dasar sehingga beralih kepada terpenuhinya kebutuhan keamanan dan kesejahteraan. Kedua, meningkatnya anggaran belanja sektor militer. Tahapan konsep pembangunan tersebut dikenal sebagai model Rostow (Rostow’s Model). Kerangka ini akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses tahapan-tahapan awal penting dari pembangunan ekonomi di Taiwan yang dimulai dengan konsep Global Village serta reformasi lahan sedangkan di Korea Selatan dimulai dengan konsep Saemaul Undong dan reformasi lahan dapat berjalan serta sejauh apa derajat teori ini dapat diaplikasikan. 2. Teori internasional dependensi Objektif dari teori ini adalah menekankan pada pentingnya interdependensi dengan tatanan dunia internasional dalam perspektif institusi, politik, ketegasan kebijakan ekonomi domestik maupun ekonomi internasional yang pada akhirnya akan dapat mengejar kesetaraan dengan negara sentral
yang sudah maju
terlebih dahulu. Argumen dari teori internasional dependensi12 adalah memberikan penekanan kepada pentingnya pengabaian terhadap faktor keterbatasan yang dimiliki oleh struktur sosial internal pada sebuah negara sehingga akan mampu menyusun pembagian tata kerja internasionalnya (international division of labour) sejajar dengan negara-negara maju. Memburuknya kemampuan pembagian tata kerja internasional pada negara-negara dunia ketiga banyak diakibatkan karena ketidakberdayaan struktur sosial internal yang lebih didominasi oleh kekuatan
12
Ankie Hoogvelt,1997. op.cit. hal.202.
8 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
asing melalui aliansi yang lebih cenderung mematikan domonasi industrialisasi pada industri lokal, situasi ini akhirnya menuntut kemampuan
administratif
pemerintahnya untuk melakukan kebijakan industrialisasi berbasisi substitusi impor melalui kebijakan distorsi harga dan perlunya intervensi pemerintah di sektor ekonomi. Konsentrasi dari teori internasional dependensi adalah kepada akar permasalahan dari negara dunia ketiga itu sendiri (khususnya di regional Amerika Latin), teori ini merupakan kontradiksi dengan teori pertumbuhan yang dikembangkan sistem kapitalis dunia. Ditekankan bahwa negara terbelakang hanyalah dibedakan dari tidak terbangunnya sebuah negara bukan dikarenakan kemauan dari negara moderen seperti yang telah tekankah oleh teori modernisasi. Dengan demikian teori internasional dependensi sejak awal secara tegas memberikan penekanan lebih kepada pendekatan aliansi sistem dunia yang mampu memberikan “ruang” kepada negara pinggiran untuk melakukan kesetaraan dan secara eksplisit menolak konsep negara persatuan sebagai aktor dan negara dengan sistem global sebagai perkumpulan dari negara bangsa. Esensi dasar dari teori internasional dependensi adalah menganggap bahwa dampak dari penetrasi kebijakan oleh negara koloni mengakibatkan adanya penyimpangan struktur ekonomi dan sosial yang sudah tertanam di negara yang dikoloninya, sehingga hanya menghasilkan kembali laju ekonomi yang stagnan dan pemiskinan massa sepanjang waktu13.untuk itu bila kekuatan pemerintah negara pinggiran tidak memiliki strategi yang cerdas untuk melakukan
pola
industrialisasinya
maka
bisa
dipastikan
akan
terjadi
“penghisapan” satu arah yang tidak seimbang. Penyimpangan struktur ekonomi itu sendiri berdampak kepada dua hal yaitu: Pertama, terjadinya subordinasi ekonomi kepada negara maju, termasuk didalamnya penataan kembali pembangunan ekonomi yang hanya memproduksi barang-barang pokok untuk pemenuhan kebutuhan negara industri (negara sentral) dan pencegahan berkembangnya industrialisasi lokal, terlebih lagi
13
Ankie Hoogvelt, 1997. op.cit. hal.39
9 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
adanya pembatasan produksi dan difersivikasi barang yang akan diproduksi. Situasi tersebut tergambar berdasar pada pengamatan yang telah dilakukan lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa14, sejak tahun 1970-an negara yang sedang berkembang 90 persen pendapatan ekspornya diperoleh dari ekspor kebutuhan pokok meliputi : setengah negara memperoleh pendapatan lebih dari 50 persennya dari ekspor satu jenis komoditi utama, sepertiga negara mendapat pendapatan lebih dari 60 persennya dari ekspor tiga jenis komoditi utama. Kedua,
orientasi
eksternal
yaitu
secara
ekstrim
seratus
persen
menggantungkan kepada pasar luar negeri, baik dalam hal pemenuhan kapital, sumber teknologi serta tempat produksi. Sistem ini lebih sering memperburuk kondisi menjadi ketergantungan yang semakin menajam hanya terhadap beberapa negara saja. Sedangkan bila dilihat dari sisi penyimpangan struktur sosial yang ditimbulkannya, maka teori internasional dependensi memberikan dua jenis perspektif yaitu:, Pertama, aliansi kelas antara modal asing dengan komprador (merkantilis dan elitis). Teori internasional dependensi memberi argument bahwa struktur industrialisasi yang berorientasi ekspor
didominasi oleh pengusah kecil dan
menengah sehingga kepentingan ekonomi saling terjalin antara negara maju kapitalis dengan kepentingan kultur sosial lokal yang memiliki kepentingan yang sama. Kedua, terjadinya evolusi pola yang ekstrim terhadap kesenjangan sosial, yaitu kembali kepada pola pembatasan dan penyimpangan pasar domestik. Dalam pola internasional dependensi mendorong agar lahirnya struktur internal negara mampu melahirkan aktor negara yang mampu merubah struktur hubungan ekonomi internasional, pola ini terutama terjadi pada negara jajahan (negara pinggiran) dengan negara bekas penjajah (negara sentral) bahkan terus berlanjut setelah mengalami kemerdekaan penuh.
14
Ibid
10 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Salah satu tokoh dari teori ini adalah Theotonio Dos Santos15, menurutnya terdapat tiga ketidaksetaraan
antara negara
maju (sentral) dengan negara-
negara dunia ketiga (negara koloni) yaitu: A. Ketergantungan kolonial, terjadinya pemindahan kekayaan dari negara terjajah (negara pinggiran) ke negara penjajah (sentral). Kerangka ini akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana Jepang sebagai negara koloni melakukan eksploitasi sumberdaya alam dan pembangunan industri dasar dari negara Taiwan seperti hasil industri pertanian dan Korea Selatan, terlepas dari fenomena bahwa Jepang sendiri telah berhasil menciptakan dominasi investasi dan industrialisasi. B. Ketergantungan kapital dan sosial-politik, konsep pembagian tata kerja internasional (international division of labour). Kerangka ini pula akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana pada tahapan awal Taiwan dan Korea Selatan dimanfaatkan oleh Jepang selaku negara sentral untuk mampu memenuhi kebutuhan produk pertanian, tekstil, mesin industri serta material dasar elektronik dengan terlebih dahulu melakukan dua pola kebijakan yaitu : pertama, melakukan pembenahan kepada panduan administratif berupa perbaikan pola birokrasi pemerintah, menegakkan supremasi hukum, standarisasi sistem moneter,
perbaikan
kesehatan
dan
sistem
pendidikan,
serta
pembangunan sarana fisik lembaga kepelatihan menuju tenaga terampil. Kedua, melakukan pembenahan kepada panduan industrialisasinya. Kemudian setelah keduanya terbentuk dilakukan kebijakan kombinasi dengan kapitalisasi besar-sesaran melalui konsep pola (FDI:Foreign Direct Investment) yaitu investasi berupa penanaman modal langsung ke Taiwan dan Korea Selatan. Selain itu hadirnya nilai Confucian yang dibawa Jepang berhasil membentuk pola masyarakat industri yang disiplin, bekerja keras dan tangguh.
15
Michael P. Todaro, 1985.op.cit. hal.79.
11 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
C. Ketergantungan teknologi industri. Kerangka ini akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana proses transformasi dari agro industri menjadi negara yang menguasai berbagi teknologi padat modal, yang bermula dari teknologi tekstil, bahan kimia, industri besi dan baja hingga industri permesinan telah menjadikan Taiwan dan Korea Selatan sebagai negara pemasok bagi kebutuhan industrialisasi Jepang sebagai negara sentral, sedangkan Jepang sendiri sudah sampai pada tahapan pemilihan industri yang fokus kepada teknologi lebih moderen. Kedua negara telah dijadikan negara industri dengan kekhususan sebagai negara pemasok terhadap industri hulu produk elektronik dan komputer buatan Jepang. Tokoh lainnya dari teori internasional dependensi adalah Immanuel Wallerstein16, yang kemudian dalam perjalanannya melakukan modernisasi menjadi teori yang disebut dengan teori sistem dunia (world-system theory) yang menekankan
bahwa
perkembangan
ekonomi
internasional
semakin
membutuhkan lintas batas geografis negara, tatanan ekonomi dunia baru telah memunculkan paradigma baru tentang perlunya hidup bersama diantara keberagaman yurisdiksi politik yang ditandai dengan munculnya pembagian tata kerja internasional baru (the new international division of labour) antara negara pusat (sentral), negara semi pinggiran (semi-periphery) hingga negara pinggiran (periphery) dengan pengelompokan tersebut akan lebih memudahkan tahapan pembangunan ekonomi pada sebuah negara. Menurut Immanuel Wallerstein, negara pinggiran yang hendak menjadi semi pinggiran membutuhkan kebijakan substitusi impor dan kebijakan yang mampu menarik investor asing, sedangkan bila negara dari posisi semi pinggiran hendak menjadi negara sentral maka mutlak memerlukan kebijakan yang mengharuskan masyarakatnya menggunakan produk - produk hasil dari produksi dalam negeri.
16
Martin Griffiths, 1999. Fifty Key Thinkers In International Relations. hal.252 .London: Routledge.
12 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Menurut terminologi yang dibuat Wallerstein17, The World System adalah sebuah tata kerja tunggal, yang terdiri dari sistem multi kultur,multi entitas politik, bahkan berbagai pola etnik yang berbeda. Ketika perpaduan dari The worldsystem berjalan maka akan menjadi sebuah “world-empire” tetapi bila tidak berjalan maka akan menjadi “world-economy”, karena esensi dasar dari kapitalis ekonomi
dunia
adalah
hasil
produksi
yang
dijual
ke
pasar
dengan
memaksimalkan keuntungan sebesar-besarnya. Kerangka ini akan digunakan untuk melihat bagaimana Taiwan dan Korea Selatan melakukan strategi pemilihan industrialisasinya semenjak melakukan pola substitusi impor hingga secara alamiah melakukan tranformasi industri yang berbasis tujuan ekspor (outward looking) sehingga mampu merubah status dirinya menjadi negara maju. Pandangan diatas diharapkan akan dapat dijadikan sebagi “kaca pembesar” untuk dapat menjelaskan kebijakan-kebijakan apa saja yang dilakukan Taiwan dan Korea Selatan secara lebih komprehensif sehingga bisa dijadikan prototipe bagi negara-negara di Asia Tenggara khususnya Indonesia. I.6. Asumsi dan Hipotesa Dalam pembahasannya tesis ini menggunakan asumsi – asumsi : 1. Keberhasilan
pembangunan
ekonomi
pada
negara
industri
baru
merupakan modal utama terciptanya stabilitas politik dalam negeri yang secara otomatis memperkuat posisi geo-politik internasional. 2. Dominasi penguasaan ekonomi internasional mampu memperkuat entitas Taiwan layaknya sebuah negara merdeka seperti negara merdeka lainnya, asumsi ini diperkuat oleh tindakan negara-negara sentral yang selalu
memperlakukan
Taiwan
dalam
posisi
hubungan
saling
membutuhkan 3. Kunci sukses dari proses industrialisasi di Taiwan dan Korea Selatan karena diawali dengan kebijakan yang terlebih dahulu memperkuat industri basis ekonomi riil yaitu agro industri (industri kelautan 17
Ankie Hoogvelt, 1997. op.cit. hal.59
13 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
didalamnya) sebelum pada akhirnya melakukan modernisasi industrinya dengan proses dan tahapan yang alamiah Hipotesa dari penelitian ini adalah : Keberhasilan pembangunan ekonomi di Taiwan dan Korea Selatan ditinjau dari proses hingga pencapaiannya telah menjadikan patron dua negara industri baru lainnya dan layak dijadikan sebagai prototipe bagi pembangunan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara khususnya Indonesia I.7. Model Analisa Guna mendapatkan analisa yang komprehensif maka dalam uraian tesis ini terlebih dahulu menentukan variabel independen / penyebab dan variabel dependen / akibat, yaitu sebagai berikut :
14 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor–faktor keberhasilan pembangunan di Taiwan • Figur kepemimpinan • Konsep Land Reform • Konsep Global Village • Paham Confucian • Aliansi internasional
Fenomena keberhasilan NICs
prototipe
Pembangunan ekonomi di Asia Tenggara khususnya Indonesia
Faktor - faktor keberhasilan pembangunan di Korea Selatan • Figur kepemimpinan • Konsep Land Reform • Konsep Saemaul Undong • Paham Confucian • Aliansi internasional I.8. Operasionalisasi Konsep Untuk menjawab pertanyaan penelitian dari tesis ini, berikut ini adalah operasionalisasi dari model analisa dari setiap negara sehingga mampu mewakili sebagai sebuah fenomena keberhasilan negara-negara industri baru (NICs) di Asia Timur, hingga pada akhirnya layak untuk dijadikan prototipe pembangunan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara khususnya Indonesia :
15 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
KONSEP
INDIKATOR
VARIABEL
• • Prototipe
Keberhasilan pembangunan ekonomi Taiwan
• • •
keberhasilan pembangunan
Figur kepemimpinan Konsep Land Reform Konsep Global Village Paham Confucian Aliansi Internasional
ekonomi
• Keberhasilan pembangunan ekonomi Korea Selatan
• • • •
Figur kepemimpinan Konsep Land Reform Konsep Saemaul Undong Paham Confucian Aliansi Internasional
• Hadirnya figur sentral kepemimpinan yang kuat sebagai patron yang mampu membuat konsensus dalam bentuk gran desain antara tiga kepentingan berbeda : Borjuasi lokal, korporasi internasional dan aktor pemerintahan demi untuk kepentingan Negara. Akan diuraikan siapa dan bagaimana peran figur sentral pemimpin berperan dengan tahapan – tahapan pembangunannya sehingga mampu bertindak sebagai inspirator untuk kemajuan pembangunan ekonomi-politik internasional menjadi sejajar dengan negara sentral. • Konsep reformasi lahan (Land Reform) untuk pemerataan dan penyebaran distribusi pendapatan. Akan dibahas bagaiman reformasi lahan (Land Reform) dilihat sebagai upaya awal negara pinggiran dalam melakukan penataan
16 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
kapital,
sosio-politik
selaras
dengan
objektif
dari
perspektif
Internasional dependensi. •
Gerakan “Global Village” di Taiwan dan ”Saemaul Undong” di Korea Selatan. Akan dilihat dari perspektif teori pertumbuhan ekonomi tahapan linier model Rostow serta akan dilakukan analisa terhadap strategi dan proses tahapan pemilihan kebijakan sehingga mampu memberikan dampak kepada pertumbuhan ekonomi secara signifikan seperti kebijakan tata kelola faktor keterbatasan sumber daya alam, kebijakan industri berorientasi ekspor (outward-looking) dan tahapan pemilihan proses transformasi industrialisasinya serta korelasinya dengan teori internasional dependensi
• Aliansi internasional untuk mencapai kesetaraan dengan negara sentral Akan diuraikan kebijakan apa saja yang dilakukan Taiwan dan Korea Selatan sebagai negara pinggiran mampu mengejar kesetaraan ekonomi dengan negara sentral dengan menggunakan perspektif internasional dependensi • Confucian melahirkan otoritas pemerintahan kuat sehingga melahirkan konsep yang kuat, sistem birokrasi yang sentralistik yang didominasi penguatan aktor negara terhadap kepentingan ekonomi domestik serta menjadikan ekonomi internasional sebagai lahan ekspansif. Akan dibahas tentang peranan paham / nilai Confucian yang mampu melahirkan berjalannya pemerintahan yang “otoritarian positif” dan mampu membentuk paradigma kepentingan negara diatas segalanya, serta adanya kesamaan pola hubungan antara negara kolonial dengan negara yang dikoloninya.
17 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
I.9. Metoda Penelitian I.9.1. Jenis Penelitian Metoda penelitian yang akan digunakan adalah penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif adalah penelitian yang dibangun atas dasar penelitian deskriptif dan eksplanasi yang bertujuan mengidentifikasikan alasan yang menyebabkan suatu peristiwa terjadi18, yaitu berusaha menjelaskan mengapa keberhasilan pembangunan ekonomi-politik internasional di Taiwan dan Korea Selatan layak dijadikan sebagai fenomena atas keberhasilan negara-negara industri baru sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembangunan ekonomipolitik internasional negara-negara di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. I.9.2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai studi literatur yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh : Kantor perwakilan Taipei Economic and Trade Office di Jakarta, Kedutaan Besar Korea Selatan di Jakarta baik dalam bentuk buku, artikel, jurnal, majalah terbitan pemerintah Taiwan dan Korea Selatan, Perpustakaan Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Hubungan Internasional Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia maupun program S-1 reguler, serta melalui penelusuran berbagai situs internet, majalah, makalah serta surat kabar. Dari data-data yang diperoleh peneliti memaparkannya kedalam kerangka teori yang ada dalam bentuk deduktif. 1.10. Sistematika Penelitian Untuk
mempermudah pemahaman
atas
tesis
ini
maka
dilakukan
sistematika penelitian ke dalam lima bab, yaitu :
18
W. Lawrence Neuman, 2000. Social Research Methods. hal.22. United States of America : Allyn Bacon
18 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Bab 1. Pendahuluan. Berisi uraian tentang,: Latar Belakang Masalah, Pokok Permasalahan, Signifikansi Penelitian, Tujuan Penelitian, Kerangka Teori, Asumsi dan Hipotesis, Model Analisa, Operasionalisasi Konsep, Metoda Penelitian, Sistematika Penelitian. Bab 2. Proses Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Taiwan. Berisi uraian tentang keberhasialn pembangunan yang menitikberatan kepada pembangunan ekonomi disertai aspek terkait lainnya seperti sosial serta
politik
internasionalnya,
dimulai
dari
sejarah
pembangunan
ekonominya serta secara runut melakukan pembahasa terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan di Taiwan dilihat dari perspektif ekonomi politik internasional. Bab 3. Proses Keberhasilan Pembangunan Ekonomi Korea Selatan Berisi uraian tentang keberhasilan pembangunan yang menitikberatan kepada pembangunan ekonomi disertai aspek terkait lainnya seperti sosial serta
politik
internasionalnya,
dimulai
dari
sejarah
pembangunan
ekonominya serta secara runut melakukan pembahasa terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan pembangunan di Korea Selatan dilihat dari perspektif ekonomi politik internasional. Bab 4. Analisa Deskriptif Keberhasilan Negara Industri Baru Bagi Pembangunan Ekonomi di Asia Tenggara.
19 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008
Berisi uraian tentang analisa peneliti terhadap keberhasilan pembangunan di Taiwan dan Korea Selatan dengan menggunakan kerangka teori seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya guna dapat ditarik ”benang merah” nya sehingga memenuhi aspek-aspek yang dibutuhkan untuk layak dijadikan prototipe pembangunan ekonomi di negara-negara Asia Tenggara khususnya
Indonesia,
serta
permasalahan
dan
tantangan
yang
dihadapinya. Bab 5. Kesimpulan. Berisi uraian tentang kesimpulan umum dan juga khusus yang terdiri dari koreksi terhadap teori yang digunakan, hipotesa penelitian serta masukan berupa rekomendasi kebijakan yang dapat bermanfaat untuk terwujudnya pembangunan ekonomi yang diharapkan.
20 Fenomena keberhasilan..., Ucup Supriyadi, FISIP UI, 2008