1
BAB I PENDAHULUAN A. Pengembangan Hukum Mu’amalah Islam Kontemporer Joseph Schacht telah membuat satu pengamatan bahwa hukum Islam adalah ikhtisar pemikiran Islam, manifestasi paling tipikal dari cara hidup muslim, serta merupakan inti dari saripati Islam itu sendiri.1 Memang harus diakui bahwa penekanan-penekanan teologis dalam sumber-sumber al-Qur’an dan hadist tentang keharusan mematuhi hukum membuat umat Islam menempatkan hukum pada posisi yang dipentingkan dalam kebudayaannya. Oleh karena itu, dari sudut historis dapat dikatakan bahwa hukum Islam adalah salah satu warisan kultural umat Islam yang penting. Pada saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan-persoalan ekonomi kontemporer, akibat dari perkembangan peradaban manusia dan kemajuan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Dalam kehidupan kontemporer sekarang, khususnya tiga dasawarsa terakhir, hukum Islam terutama di bidang keperdataan (mu’amalah) semakin mempunyai arti penting, terutama dengan lahirnya apa yang disebut ekonomi, perbankan, dan asuransi, yang sangat erat kaitannya dengan hukum mu'amalat. Perkembangan institusi-institusi baru tersebut secara nyata mendorong pengembangan fiqh muamalah sebagai landasan yang memberikan kerangka acuan terhadap lembaga-lembaga tersebut dari sudut syar’i. Permasalahannya adalah bagaimana hukum Islam, sebagai misal dalam
masalah
asuransi
dapat
dikembangkan
sehingga
mampu
Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Oxford University Press, 1971), hlm. 1. 1
2
memberikan
jawaban
atas
kenyataan aktual
persoalan
ekonomi.
Belakangan, para ahli fiqih kontemporer memandang bahwa aspek yang perlu digali dari hukum muamalat itu adalah asas-asas hukumnya, bukan aturan-aturan detail. Akan tetapi justru di sini timbul permasalahan, oleh karena ulama-ulama fiqh di zaman lampau ketika mengkaji hukum Islam langsung masuk ke dalam aturan-atran detail. Mereka tidak mendahului kajian mereka dengan diskusi tentang asas-asas umum hukum. Misalnya dalam hukum perjanjian, mereka langsung masuk ke dalam aneka perjanjain khusus dan membicarakan doktrin-doktrin umum hukum yang mengatur dan menyemangati
aneka perjanjaian khusus itu. Namun
demikain, tidak berarti bahwa asas-asas umum itu tidak mereka kenal sama sekali; asas-asas tersebut terselip di berbagai tempat dalam pembahasan di aneka perjanjian khusus. Asas-asas umum yang terserak di berbagai tempat itu perlu diangkat dan digali kemudian disatukan menjadi asas-asas umum hukum perjanjian dalam Islam.2 Paparan di atas ingin menjelaskan bahwa pendekatan para ahli hukum Islam klasik adalah menggunakan pendekatan atomistik. Sebenarnya pendekatan atomistik merupakan ciri umum pendekatan ulama-ulama Islam masa lampau dalam lingkungn sistem pengetahuan linguistik (an-nizam al-ma’rifi al-bayani). Sistem tersebut meliputi hukum, kalam dan bahasa. Memang sudah ada upaya untuk, dalam bidang pemikran hukum,
membawa teori hukum Islam ke dalam suatu
pendekatan integralistik, seperti dikemukakan asy-Syatibi (w.790/1388) dalam karyanya al-Muwafaqat yang menekankan pentingnya kajian 2 Guna melihat model penelitian seperti ini, dapat dibaca pada Syamsul Anwar, Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam (Suatu Kajian Asas Hukum), Laporan Penelitian Individual, Proyek Perguruan Tinggi Agama IAIN Sunan Kalihaga Yogyakarta 1999/2000.
3
tentang tujuan umum hukum (maqasid asy-syari’ah).3 Namun karya dan pemkiran asy-Syatibi ini tidak pernah populer di kalangan teoritisi hukum Islam sampai ketika Muhammad Abduh menganjurkan Khudari Bik menelaah kitab itu untuk diajarkan kepada para mahasiswanya4 dan ketika Muhammad Rasyid Rida menertbitkannya. Mengingat kelemahan pendekatan masa lalu, maka pendekatan baru hukum Islam harus di lakukan. Pertama, dengan pendekatan integralistik yang bertolak dari pemikiram asy-Syatibi seperti telah disinggung di atas. Melalui pendekatan ini kajian hukum Islam tidak terutama
ditujukan
kepada
penemuan
asas-asas
umum
hukum.
Sesungguhnya pendekatan ini telah mulai dipraktekkan oleh ahli-ahli hukum Islam modern sehingga menghasilkan apa yang sekarang mulai populer dengan nama an-nazariyyah al-fiqhiyyah (asas-asas umum hukum Islam). Kedua, kajian hukum Islam harus dilakukan dalam perspektif hukum lain yang dominan pada suatu negeri (misalnya hukum Indonesia). Dengan perspektif perbandingan atau dalam kerangka hukum lain (Indonesia, misalnya) kita dapat membaca dan menunjukkan relevansi asas-asas hukum Islam yang diwarisi dari zaman lampau dan dapat memberikan sumbangan kepada pemikiran hukum di dalam konteks sekarang. Tanpa cara demikian, kita tidak dapat memiliki perspektif untuk melakukan reinterpretasi dan menunjukkan relevansinya dengan kehidupan modern. Buku ini melakukan penggalian asas-asas hukum dengan menfokuskan pada permasalahan asuransi, terutama berkait dengan prinsip-prinsip hukum asuransi (legal principles of insurance), untuk dilihat bagaimana menurut hukum Islam. Dalam asuransi konvensional 3 4
Asy-Syatibi, al-Muwafaqat fi ushul al-Ahkam, (Ttp: Dar al-Fikr, 1341 H). Khudari Bik, Ushul al-Fiqh (Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hlm. 11.
4
dikemukakan ada lima prinsip hukum asuransi yang meliputi (1) Principle of insurable interest; (2) Principles of utmost good faith; (3) Principle of indemnity; (4) Priciple of subrogation,5 dan (5) Principle of contribution. Menurut Mehr dan Cammack bahwa prinsip-prinsp hukum asuransi konvensional di atas memiliki peranan penting terhadap keabsahan
perjanjian
asuransi.
Pelanggaran
terhadapnya
akan
menimbulkan ketidakadilan dan menyebabkan ketidakabsahan kontrak. Atas dasar ini maka pokok persolan yang menjadi fokus pembahasan buku ini adalah adakah pelanggaran prinsipil atas prinsip-prinsip hukum-hukum asuransi tersebut terhadap prinsip-prinsip hukum Islam? Jika tidak ada, apakah prinsip-prinsip yang ada tetap bisa dipertahankan? Jika ada, alternatif apakah yang bisa dikembangkan guna mendapatkan bentuk yang lebih Islami? Guna mencari jawaban atas pokoh masalah yang diajukan, maka perlu elaborasi komprehensif antara teks normatif, baik berupa ayat alQur’an, hadits, maupun pendapat para ahli berkait dengan pokok masalah, dengan kenyataan praktik prinsip-prinsip hukum asuransi. Tujuan penulisa buku ini adalah untuk mengetahui keabsahan prinsip-prinsip hukum asuransi konvensional di atas, apakah prinsipprinsip tersebut dapat diterima oleh dasar-dasar syari’at Islam atau tidak, kalau tidak alternatif apa yang harus dibangun sehingga keberadaan
Dalam beberapa literature bahwa prinsip-prinsip hukum asuransi tidak hanya berjumlah empat, namun lebih dari itu. Pembatasan ini dilakukan sebab hanya empat prinsip ini yang memiliki kaitan dengan hokum Islam. Diantara prinsip yang tidak dibahas dalam persoalan ini adalah prinsip keagenan, jaminan, representasi, penyembunyian, dan Proxima Cause. Lihat Mehr dan Cammack, Manajemen Asuransi, penyadur A. Hasymi, (Jakarta: Balai Aksara, 1981), hlm. 39; AM. Hasan, Asuransi dalam Prspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 77-83. 5
5
asuransi dapat diterima oleh umat Islam, karena secara prinsipil keberadaannya sangat bermanfaat bagi umat. Manfaat dari pengkajian ini adalah dapat memberi kontribusi positif terhadap pemikiran dalam khazanah ilmu hukum Islam, terutama tentang asas hukum asuransi dalam Islam. Secara praktis dapat ikut memberi andil dalam memperbaiki praktek asuransi yang telah ada, sehingga praktik-praktik yang ada, tidak hanya sesuai dengan hukum konvensional tetapi juga berdasar pada kenyataan hukum Islam dimana hukum tersebut merupakan kekayaan umat Islam dan dijalankannya setiap hari. Bagi praktisi perasuransian, baik konvensional maupun Asuransi Syari’ah dalam melaksanakan tugasnya supaya menjadi lebih bijaksana. B. Problematika dan Perkembangan Pemikiran Asuransi Islam Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan
asuransi
(muammin)
untuk
memberikan
kepada
nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji, atau ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya. Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain: (1)
6
Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda. (2) Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan. Asuransi masih menjadi perdebatan ulama bila dilihat dalam Sudut pandang hukum Islam. Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang hukum Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya." "Dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)" (Q. S. An-Naml: 64) "Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya." (Q. S. Al-Hijr: 20) Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah
7
menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya. Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk menghadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai
masalah
ijtihadi,
yaitu
masalah
yang
mungkin
masih
diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari. Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh muamalah. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu: 1. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah alQalqii (mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil alMuthi (mufti Mesir"). Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah: a. Asuransi sama dengan judi; b. Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti; c. Asuransi mengandung unsur riba/renten; d. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di kurangi; e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktekpraktek riba; f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai;
8
g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah. 2. Asuransi konvensional diperbolehkan Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam pada fakultas Syariah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan: a. Tidak ada nash (al-Quran dan Sunnah) yang melarang asuransi; b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak; c.
Saling menguntungkan kedua belah pihak;
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premipremi yang terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan; e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil); f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Taawuniyah); g. Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen. 3. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah
(guru
besar
Hukum
Islam
pada
Universitas
Cairo).
Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh). Alasan
9
golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum yang benar. Untuk mendukung penelaahan yang lebih komprehensif, seperti telah dikemukakan dalam pendahuluan, maka penulis berusaha untuk melakukan kajian awal terhadap pustaka atau karya-karya yang mempunyai relevansi terhadap topik. Dalam tinjauan pustaka ini dapat dogolongkan menjadi dua, yaitu karya yang berbahasa Indonesia atau sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia maupun karya berbahasa Arab maupun Inggris. Karya para penulis luar dapat disebutkan beberapa diantaranya Ma'shum Billah, Principles and Practices of Takaful and Insurance Compared,6 Muhammad bin Ahmad ash-shalih, at-Takaful alIjtima'I fi asy- Syari'ah al-Islamiyyah wa Dauruhu fi Himayah al-Maal al'Aam wa al-Khas,7 Muhammad Syauqi al-Banjari, Al-Islam wa at-Ta'min,8 Husin hamid Hasan, Huk asy-Syari'ah al-Islamiyyah fi al-Uqud at-Ta'min,9
Ma'shum Billah, Principles and Practices of Takaful and Insurance Compared, (Kuala Lumpur: IIUM Press, 2001) 7 Muhammad bin Ahmad ash-shalih, at-Takaful al-Ijtima'I fi asy- Syari'ah alIslamiyyah wa Dauruhu fi Himayah al-Maal al-'Aam wa al-Khas, (Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, 1407) 8 Muhammad Syauqi al-Banjari, Al-Islam wa at-Ta'min,8 (Akadz: Riyadz Saudi Arabiyyah, 1984) 9 Husin Hamid Hasan, Huk asy-Syari'ah al-Islamiyyah fi al-Uqud at-Ta'min, (Dar alI'tisham, Arab Saudi, t.t), 6
10
(Dar al-I'tisham, Arab Saudi, t.t), Isa Abduh, at-Ta'min baina al-Hilli wa atTahrim10, Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa 'Adilautuhu.11 Kajian awal terhadap masalah Asuransi Syari’ah, yang di Indonesia dikenal dengan Asuransi Takaful, telah dilakukan. Sebagai contoh karya K.H. Ahmad Azhar Basyir yang berjudul “Takaful Sebagai Alternatif Asuransi Dalam Islam” dalam Jurnal Ulumul Qur’an. Di dalam tulisan tersebut dikemukakan dasar-dasar asuransi secara Islam, yang berlandaskan asas tabarru’ (kebijakan). Diuraikan juga system asuransi yang menekankan pada prinsip tolong menolong (ta’awun) dan kerja sama antara penenggung dan tertanggung.12 Asas-asas Perbankan dan Lembaga-Lembaga (BMUI dan Takaful di Indonesia) karya Warkum Sumitro. Dalam buku ini dikemukakan perbedaan pandangan para ulama fiqh terhadap praktek perasuransian. Sebagian ulama beranggapan bahwa asuransi mengandug unsur riba, maisir, garar dan eksploitasi. Kemudian Asuransi Konvensional yang ada dibandingkan dengan Asuransi Takaful, yaitu satu bentuk asuransi yang berusaha menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan oleh syari'at Islam.13 Doktrin Ekonomi Islam karya Afzalurrahman yang diterjemahkan oleh Soeroyo dan Nastangin. Dalam buku tersebut dikupas tuntas secara mendalam perihal asuransi dari sudut pandang Islam. Ia berpendapat bahwa praktek Asuransi komersial tidak diperbolehkan oleh islam. Selain Isa Abduh, at-Ta'min baina al-Hilli wa at-Tahrim, (Maktabah al-Iqtishad alIslamiyyah, t.t.) 11 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa 'Adilautuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 1409) 12 Ahmad Azhar Basyir, “Takaful Sebagai Alternatif Asuransi Islam”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 2. Vol. VII, 1996. 13 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait (BMUI dan Takaful di Indonesia), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996) 10
11
itu
ia juga berpendapat bahwa Asuransi Jiwa yang menjadikan jiwa
sebagai obyek asuransi, maka asuransi itu tidak sesuai dengan syariat Islam. Di samping Asuransi Konvensional itu berdasar pada praktek asuransi di Eropa, ia juga mengandung unsur-unsur yang diharamkan syara’.14 Murtadha Muthahari dalam bukunya Pandangan Islam Terhadap Asuransi dan Riba menekankan pembahasannya pada aspek akad asuransi. Yang mana akad asuransi adalah suatu akad yang berdiri sendiri. Dalam pengertian akad asuransi ini tidak termasuk dalam akad ad-Daman, yang berupa
akad
pertanggungan
dengan
penekanan
utang
piutang.
Karenanya dengan beberapa alasan ia membolehkan asuransi. Muhammad Muslehuddin juga mengemukakan pendapatnnya tentang asuransi dalam bukunya Menggugat Asuransi Modern yang merupakan Disertasinya. Ia mengemukakan studi tentang asuransi dalam perspektif hukum Islam. Berbagai gagasan dasar tentang asuransi dan prinsip-prinsip hukum Islam yang fundamental dikaji secara kritis. Sengketa pendapat para ulama Islam seputar subyek ini-yang diwakili dua pihak utama, modernis dan ortodoks-juga diliput secara detail, lengkap dengan argumentasinya masing-masing.15 Asuransi di dalam Islam karya M. Nejatullah ash-Shiddiqie menjelaskan tentang resiko, hakikat asuransi serta hal-hal buruk yang berkait dengan asuransi. Selain itu ia juga membahas asuransi dalam
14 Afzalurrahman, Doktrin Ekoomi Islam, alih bahasa Suroyo dan M. Nastangin cet. 1. (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996). 15 Muhammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, (Yogyakarta: Penerbit Lentera, 1999)
12
sistem kapitalis, sosialis dan juga Islam, serta rancangan asuransi yang diusulkan untuk masa mendatang.16 M. Syakir Sula, Asuransi Syari'ah; Konsep dan Sistem Operasional. Dalam buku ini diuraikan beberapa hal sebagai berikut; sistem operasional asuransi jiwa (life insurance) dalam mengeliminaasi aspek judi dan riba dalam system asuransi. System operasional asuransi umum (general insurance) dalam mengeliminir riba dan kontrak bathil. Perbedaan asuransi syari'ah dan asuransi konvensional. Konsep dan implementasi mudharabah dan akad tijarah pada asuransi syari'ah. System investasi pada asuransi syari'ah. Sistem akutansi dan investasi pada asuransi syari'ah.17 M. Hasan Ali dalam karyanya yang berjudul Asuransi dalam Prspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. Dala buku ini diuraikan tentang asuransi syari'ah secara lengkap dari berbagai aspek. Dengan menfokuskan bahasannya pada konsep dasar hukum Islam dan hubungannya dengan realita kekinian; asuransi dalam perspektif ekonomi konvensional-sejarah, konsep dan praktiknya; landasan, pendapat ulama, dan akad yang membentuk asuransi syari'ah; serta landasan operasional, pangsa pasar produk asuransi syari'ah di Indonesia.18 Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa studi ini lebih diarahkan sebagai pengembangan (Developing) teori asuransi Islam yang
M. Nejatullah ash-Siddiqie, Asuransi di dalam Islam, alih bahasa Ta’lim Musafir, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1987) 17 M. Syakir Sula, Asuransi syari'ah; Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004) . 18 AM. Hasan Al Asuransi dalam Prspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis. 16
13
telah ada. Penulis akan menguraikan secara rinci mengenai hukumhukum asuransi dari sudut pandah hukum Islam. C. Kerangka Pembahasan dan Pendekatan Penenelitian terhadap prinsip-prinsip hukum asuransi dilakukan pertama kali dalam kerangka asas-asas hukum Islam. Kemudian dilakukan dalam kerangka ideal suatu praktek bisnis yang sesuai dengan etika bisnis Islam. Pembahasan prinsip-prinsip hukum asuransi diuraikan dalam kerangka prisnip-prinsip hukum Islam, yang diantaranya mengandung
prinsip
keesaan
Tuhan,
kekhalifahan,
kebolehan,
kemanfaatan, keadilan, kebebasan, kejujuran, tolong-menolong, toleransi, musyawarah, jalan tengah, dan meniadakan pembebanan.19 Guna kepentingan dalam kerangka citra ideal suatu praktek asuransi yang beretika, maka praktek itu harus terhindar dari praktikpraktik terlarang dalam bisnis Islam, yaitu seperti adanya unsur riba, gharar, tadlis, judi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan langkah yang meliptuti; pertama, penelitian pada esensi prinsipprinsip dasar asuransi. Kedua, penelitian pada dataran praktek asuransi yang berkait dengan prinsip-prinsip etika bisnis Islam. Arti pemetaan ini adalah apabila ternyata prinsip-prinsip dasar asuransi dapat dibenarkan oleh hukum Islam, dan pada dataran praktek terjadi penyimpangan prinsip, dan juga ketentuan syari'ah, maka berkaitan dengan itu terdapat
19 Ismail Muhammad Syah, Tujuan dan Ciri Hukum Islam, dalam Zaini dahlan et.al., Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 113 dst. Lihat juga Ahmad Ahzar Basyir, Pokok-pokok Persoalan tentang Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: FH.UII, 1984), hlm. 2.lihat juga Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 157 dst. Bandingkan pula uraian Muhammad dalam bukunya, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: UPP UMP YKPN, t.t.), hlm. 6-7.
14
peluang untuk diperbaiki dan direkonstruksi agar sesuai dengan syariat Islam. Oleh karenanya, mendiskusikan konsep prinsip-prinsip hukum asuransi dan pemikiran alternatif untuk mengarahkan dan meng-Islamkannya adalah satu keniscayaan. Dalam kerangka citra ideal asas-asas hukum Islam, maka prinsipprinsip hukum asuransi yang berupa (1) Principle of insurable interest; (2) Principles of utmost good faith; (3) Principle of indemnity; (4) Priciple of subrogation,20 dan (5) Principle of contribution, ditinjau dari sudut pandang hukum Islam. Dari uraian ini akan didapatkan apakah prinsip-prisnip yang ada dalam asuransi konvensional tersebut dapat diterima oleh Islam. Apabila tidak adakah alternatif lain yang bisa diajukan sebagai pengganti prinsipprinsip yang telah ada. Sebagaimana keterangan yang telah diuraikan para pakar asuransi bahwa adanya prinsip-prinsip tersebut untuk mengeliminasi adanya unsur judi, ketidakpastian dan juga hal lain yang dapat merugikan salah satu pihak,21 dimana semua itu bermuara pada ayat al-Qur'an yang berbunyi; منكم تزاض عن تجاراة تكون ان اال بالباطل بينكم اموالكم تاكلوا ال امنوا ين ياايهاالذ22 Dalam prakteknya, maka asuransi juga harus terlepas dari unsur yang dilarang oleh syari'ah Islam. Di antara hal-hal yang dilarang oleh
Dalam beberapa literature bahwa prinsip-prinsip hukum asuransi tidak hanya berjumlah empat, namun lebih dari itu. Pembatasan ini dilakukan sebab hanya empat prinsip ini yang memiliki kaitan dengan hokum Islam. Diantara prinsip yang tidak dibahas dalam persoalan ini adalah prinsip keagenan, jaminan, representasi, penyembunyian, dan Proxima Cause. Lihat Mehr dan Cammack, Manajemen Asuransi, penyadur A. Hasymi, (Jakarta: Balai Aksara, 1981), hlm. 39; AM. Hasan, Asuransi dalam Prspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 77-83. 21 Mehr dan Cammack. Manajemen Asuransi.., hlm. 23. 22 an-Nisa' (4): 29. 20
15
Islam adalah riba, gharar, judi, al-ghabn, dan tadlis.23 Dari uraian ini akan ditemukam kaitan erat antara asas-asas hukum Islam, etika bisnis Islam, dan juga prinsip-prinsip hukum asuransi. Pembahasan ini termasuk dalam disiplin ilmu penelitian hukum Islam (fiqh mu’amalah). Lazimnya penelitian hukum dibedakan menjadi dua tipe utama, yaitu penelitian hukum normatif, yang dalam kepustakaan Anglo-American disebut legal reseach, dan penelitian hukum sosiologis, yang disebut socio-legal reseach. Penelitian hukum normatif dibedakan lagi menjadi penelitian berupa inventarisasi hukum positif, penelitian doktrinal (penelitian asas-asas hukum), dan penelitian hukum klinis.24 Penelitian ini termasuk penelitian doktrinal yang berusaha menemukan asas-asas hukum, dalam hal ini asas-asas hukum Islam tentang asuransi. Hukum Islam dari segi pemeringkatan normanya dapat dibedakan menjadi tiga jenjang norma; (1) norma-norma dasar atau nilai-nilai filosofis (al-qiyam al-asasiyyah), (2) doktrin-doktrin (asas-asas) umum hukum Islam, dan secara kongkritnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu kaidah-kaidah hukum Islam (al-qawaid al-fiqhiyyah) dan asas-asas hukum Islam (an-nadzariyyah al-fiqhiyyah). (3) peraturan-peraturan hukum
Lihat Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP UMP YKPN, t.t.), hlm. 236. Penjelasan rinci mengenai bentuk-bentuk penelitian ini dapat dilihat pada Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 9 dst. Menurut Atho' Mudzar, hokum Islam sebagai obyek penelitian, dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu penelitian hokum Islam sebagai asas, sebagai norma, sdan sebagai gejala soial. Lihat makalah pidato pengukuhan Guru Besar Madya Ilmu Sosiologi Hukum Islam, tanggal 15 September 1999, hlm. 13-14.bandingkan juga Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 45; Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 67-68. 23 24
16
kongkrit (al-ahkam al-far’iyyah).25 Norma dasar ini merupakan prinsip dasar mengenai hukum Islam, seperti bahwa Tuhan mengirim rasul-Nya dengan membawa syari’ah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Dari sini kemudian dirumuskan tujuan hukum berupa maslahat. Norma dasar ini merupakan obyek kajian filsafat hukum Islam. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian asasasas hukum asuransi ini adalah sui generis-cum empiris.26 Maksud Sui generis-kum empiris sebagai pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian yang tidak hanya melihat dan terfokus pada teks-teks, baik alQur’an, Hadits, maupun pendapat ulama yang relevan dengan pokok pembahasan tentang asuransi semata, tetapi juga dipadukan dengan kajian terhadap praktik prinsip-prinsip hukum asuransi yang berlaku di masyarakat, khususnya Indonesia. Hal ini dilakukan guna menggali doktrin-doktrin (asas-asas) hukum tentang asuransi. Teks-teks normatif syari’ah dan kenyataan praktik asuransi yang berlaku di masyarakat dibuat dalam bingkai hubungan dialektis, di satu sisi teks-teks normatif tersebut diposisikan sebagai sumber acuan, namun
Syamsul Anwar “Pengembangan metode penelitian hukum Islam” dalam Ainurrofiq (ed), Mazhab Jogja, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2002), hlm. 159. 26 Teori ini dikembangkan dari pemikiran hukum Islam (syari’ah) al-Ghazali. Dalam kaitan ini al-Ghazali memandang bahwa ilmu hukum Islam pada hakikatnya menyelidiki tingkah laku manusia. Pandangan al-Ghazali ini berbeda dengan pengertian yang lazim dalam hukum Islam yang memandang bahwa ilmu hukum Islam mengkaji hukum-hukum syari’ah yang disimpulkan dari teks-teks al-Qur’an dan hadits, serta dalil-dalil subsider lainnya (bersifat sui generis). Berdasar pada teks tersebut, maka penelitian normatif hukum Islam dapat dikembangkan tidak hanya melalui teks-teks saja (bersifat cum empiris), tetapi juga dikombinasikan dengan pengalaman dan tingkah laku riil manusia sehingga menjadi penelitian sui generis-cum empiris, dalam arti norma-norma hukum tidak hanya dicari di dalam tes-teks syari’ah semata tetapi juga dalam kehidupan manusia itu sendiri. Ibid,…hlm. 152 dst; Louay Safi, The Foundation of knowledge: A Comparative Study In Islamic an Western Methods of Inguiry, alih bahasa Imam Khoiri (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001), hlm. 203-230. 25
17
demikian di sisi lain, kenyataan praktik asuransi yang berlaku dalam masyarakat juga memberi gambaran bagaimana teks-teks normatif sepert ini dipahami, ditafsirkan kemudian dipraktikkan dalam kenyataa. Apabila kenyataan yang terjadi maupun praktik yang yang berlaku dalam praktek asuransi bereda dengan ketentuan-ketentuan dalil teks, maka praktik asuransi tersebut direkontruksi dan diarahkan kepada yang ideal dengan pendekatan hubungan dialektis agar sesuai dengan prinsipprinsip dasar syari’at. Sumber data ini adalah sumber-sumber kepustakaan, sehingga penelitian ini disebut dengan Library Reseach. Maksud penulis adalah data-data yang diperlukan adalah buku-buku berkaitan dengan masalah asuransi. Namun demikian bahasan dalam thesis ini adalah dalam perspektif hukum Islam. Data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaiu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu leteratur yang berkenaan dengan bahasan asuransi. Sedangkan data sekunder dibagi menjadi dua, yaitu; pertama, buku-buku maupun artikel yang berkait erat dengan masalah asuransi, mapun hal-hal berkaitan dengan hukum Islam. Dari data ini akan
dibentuk
satu
kerangka
yang
menggambarkan
struktur
permasalahan asuransi perspektif asas-asas hukum Islam. Data sekunder kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan rujukan yang mendukung pembahasan ini di antaranya kitab-kitab, baik al-Qur’an beserta tafsirnya maupun kitab-kitab hadits, fiqh, ushul fiqh, maupun qawaidul fiqhiyyah yang berkaitan dengan bahasan. Sumber-sumber ini berguna untuk membangun kerangka
18
paradigmatik yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengkaji prinsipprinsip hukum asuransi konvensional perspektif hukum Islam.