2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997–1998 yang melanda banyak negara di Asia karena kurangnya perhatian perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam penerapan governansi. Bank Dunia melaporkan pada tahun 1999 mengenai krisis ekonomi yang terjadi di Asia Timur termasuk Indonesia karena perusahaan tidak mengetahui atau gagal menerapkan prinsip governansi yang berupa kegagalan sistematik. Kegagalan sistematik yang terjadi tersebut adalah sistem hukum yang lemah, standar akuntansi yang tidak konsisten. Krisis ekonomi di tahun 1999 inilah yang telah mendorong perhatian akan pentingnya meningkatkan penerapan governansi. Pada tahun 2000 skandal korporasi perusahaan besar, Enron kembali menjadikan isu tentang prinsip governansi perusahaan menjadi topik dan perdebatan yang hangat. Enron merupakan perusahaan energi yang berada di Houston, Texas, dan menjadi sorotan atas skandal korporasi perusahaan melalui penipuan dan korupsi yang dilakukan secara sengaja. Skandal-skandal korporasi yang terjadi juga menunjukkan bahwa organ-organ perusahaan belum dapat melaksanakan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya secara baik (Warsono dkk, 2009). Kasus Enron kemudian memacu berbagai inisiatif untuk memperkuat ekonomi nasional dan kerjasama regional dalam memperbaiki governansi perusahaan. Akar permasalahan krisis lainnya di Indonesia timbul karena krisis kepercayaan masyarakat terhadap governansi perusahaan dimana banyak pelanggaran yang dilakukan
3
terhadap best practices. Pelanggaran mengenai best practices itu sendiri ada tiga faktor yaitu: “Pertama, dominasi kekuasaan yang berpusat pada satu individu akibat dari perangkapan jabatan di Board of Directors (BoD) dan di Chief Executive Officers (CEO). Kedua, terdapat konflik kepentingan yang melibatkan anggota-anggota komite audit internal. Ketiga, terdapat banyak pelanggaran etika yang terkuak setelah kasus Enron.”1 Hasil survey dan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kualitas governansi perusahaan masih rendah. Beberapa penelitian tersebut adalah Penelitian oleh McKinsey & Company yang melakukan penelitian dengan melibatkan Investor di Asia, Eropa, dan Amerika terhadap Negara di Asia. McKinsey & Company menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua paling terakhir dalam praktik terkorup di Asia dalam hasil penelitannya. Praktik korupsi merupakan pelanggaran praktik governansi dan merupakan dampak dari proses pengelolaan perusahaan yang gagal menerapkan prinsip-prinsip governansi yang baik yaitu: transparancy, accountability, fairness, dan responsibility. Hasil dari penelitian dan survey oleh McKinsey & Company untuk Indonesia sangat tidak menguntungkan dalam pemeringkatan karena pertumbuhan perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi pada kepercayaan investor untuk berinvestasi terhadap keputusan berinvestasi. Reaksi negatif akan muncul ketika Investor menilai bahwa pelanggaran praktik governansi masih tinggi seperti praktik korupsi yang terjadi di Indonesia (lihat Gambar 1.1 Grafik Peringkat Korupsi di Asia).
Sonny Warsono dkk, “Corporate Governance Concept and Model,” Preserving True Organization Welfare, 2009 1
4
Gambar 1.1 Grafik Peringkat Korupsi di Asia Keterangan: Makin tinggi skala, makin buruk tingkat korupsi (dari skala 0-10: 0 terbaik dan 10 terkorup). Sumber: PERC, 2014 Praktik korupsi merupakan salah satu dampak dari mekanisme atau praktek governansi yang gagal. Skala tingkat korupsi Indonesia adalah 8,85 (delapan koma delapan puluh lima) mendekati angka 10 (sepuluh) sebagai tanda bahwa tingkat korupsi Indonesia masih tergolong tinggi. McKinsey menyimpulkan melalui survey Political Economic Risk Consultancy (PERC) bahwa terdapat tiga faktor yang dapat menimbulkan korupsi meningkat yaitu: 1) Korupsi telah dipolitisasi dibanyak negara, 2) Perang melawan korupsi menjadi masalah serius dibeberapa negara dan badan-badan resmi diperintahkan untuk menyelesaikan masalah korupsi terutama korupsi internal, 3) Maraknya politisi senior yang hanya menjanjikan untuk menindak tegas korupsi hanya untuk menjatuhkan pesaing.
5
McKinsey & Company melalui survei PERC2 melaporkan mengenai pelaksanaan governansi tahun 2014. Indonesia menempati posisi dua terbawah negara di Asia dalam menerapkan governansi. Skor 8,85 (delapan koma delapan puluh lima) adalah skor yang sama dengan angka skala praktik korupsi dimana skor ini mendekati angka 10 (sepuluh), artinya pengelolaan perusahaan di Indonesia lebih buruk jika dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. (lihat Tabel 1.1) Tabel 1.1 Skor Peringkat Governansi di Asia Tahun 2014 Pemeringkatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Negara SINGAPURA JEPANG AUSTRALIA HONGKONG USA MACAO MALAYSIA TAIWAN KOREA SELATAN CINA FILIPINA KAMBOJA THAILAND VIETNAM INDONESIA INDIA
Skor 1.6 2.08 2.55 2.95 3.5 3.65 5.25 5.31 7.05 7.1 7.85 8 8.25 8.73 8.85 9.15
Keterangan: Makin tinggi skor, makin buruk governansi (dari skala 0-10: 0 terbaik dan 10 terburuk). Sumber: PERC, 2014
2
Political Economic Risk Consultancy (PERC) merupakan badan pemeringkat kondusivitas birokrasi publik terhadap dunia bisnis yang bermarkas di Hongkong. Setiap tahun lembaga ini menerbitkan hasil penelitiannya
6
Governansi perusahaan ini di definisikan oleh Tjager (2003) adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.Governansi masih belum dipahami secara luas prinsip-prinsip dan praktiknya oleh organisasi dan publik, sehingga peranan penting governansi yaitu untuk memastikan suatu organisasi dikelola
berdasarkan
prinsip-prinsip
Transparancy,
Akuntability,
Responsibility,
Independency, Fairness (TARIF) masih menjadi tantangan terkini dan membutuhkan dukungan penuh dari anggota organisasi untuk konsisten dalam berkomitmen. Pemerintah mendorong dan menegaskan penerapan governansi yang baik dengan membentuk: Komite Nasional mengenai Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) untuk memantau perbaikan dibidang governansi perusahaan di Indonesia; Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dari sektor swasta yakni asosiasi bisnis dan profesi; dan Center For Good Corporate Governance Universitas Gadjah Mada (CGCG UGM). Governansi perusahaan dalam lembaga pelayanaan publik menjadi bagian penting untuk mendorong perbaikan dalam penerapan good governance. Perbaikan dalam penerapan good governance memiliki beberapa alasan yaitu: 1) Jika berhasil memperbaiki akan berpengaruh pada kinerja pelayanan publik dan kualitas pelayanan publik, 2) Manfaat yang didapatkan dari pelayanan publik akan dirasakan secara langsung, 3) Nilai-nilai yang dicapai dalam praktik good governance merupakan gambaran keberhasilan pelaksanaan praktik governansi yang baik, 4) Kredibilitas, reputasi, dan tuntutan sebagai tanggung jawab dalam pelayanan publik karena
7
menyangkut kepercayaan masyarakat. Prabowo (2013:31) menyatakan bahwa “Good Corporate Governance merupakan sebuah proses yang tidak ada ujungnya.” Pernyataan penegasan Prabowo (2013) yang dimuat di majalah “Warta Jams” merupakan komitmen untuk membenahi dan memperbaiki sistem, proses bisnis, dan seluruh elemen dalam pelayanan publik agar sesuai standar sehingga, lingkup dan tanggung jawab yang semakin besar dapat dilaksanakan dengan baik. Governansi perusahaan sangat luas sehingga memungkinkan anggota yang ada didalam suatu organisasi atau perusahaan memiliki pemahaman yang belum merata dalam implementasinya dan dalam disiplin untuk menjalankannya dapat menjadi suatu kendala. Dengan diterbitkannya: 1) Peraturan Direksi PERDIR/01/042014, 2) Peraturan Dewan Pengawas PER/01/DEWAS/052014, 3) Pedoman governansi yang baik melalui KEP/232/072014, 4) Pedoman pengendalian Informasi melalui KEP/234/072014, 5) Pedoman sistem pengendalian intern melalui KEP/213/072014 yang bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan dunia Internasional. Governansi telah menjadi syarat dalam mendorong organisasi ataupun perusahaan terutama lembaga atau organisasi pelayanan publik di Indonesia, secara bertahap melakukan transformasi yang memberikan peluang untuk menjadi lebih kompetitif di tingkat regional dan tingkat internasional. Menetapkan standar internasional dan praktik terbaik agar diteladani di dunia merupakan penerapan praktik-praktik yang ada didalam aturan atau surat keputusan. Kesimpulannya, bahwa di Indonesia banyak pihak yang terlibat dalam penerapan praktik governansi perusahaan akan tetapi kualitasnya masih rendah (Sonny Warsono dkk, 2009) sehingga harus lebih serius mendorong praktek governansi yang baik pada
8
setiap sektor perekonomian. Pada prosesnya mengoptimalkan governansi organisasi yang baik khususnya pelayanan publik akan mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat dan dunia Internasional sebagai syarat kelangsungan hidup suatu organisasi. Urgensi dalam reformasi governansi pada pelayanan publik semakin berkembang, dilihat dari upaya implementasi governansi perusahaan yang konsisten. Suatu badan pelayanan publik dalam kasus ini adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) telah mendisain roadmap mengenai governansi yang baik sebagai konsistensi implementasi governansi dan menjadikan prinsip-prinsip governansi sebagai landasan operasional. Urgensi dari governansi yang dimaksud adalah bertujuan untuk meningkatkan kualitas penerapan governansi perusahaan yang baik, baik secara administratif maupun substantif. (lihat Gambar 1.2 Roadmap Governansi di BPJS TK).
2013
2014-2015
e-governance Infrastruktur Governansi BPJS: Pedoman Akuntabilitas Keuangan Fraud Control System Kebijakan umum governansi BPJS Kebijakan struktur governansi BPJS
Penyusunan Infrastruktur Governansi BPJS: Board Manual Code of Conduct Pengendalian Gratifikasi Kepatuhan LHKPN Sistem pengendalian intern Implementasi Governansi BPJS: Sosialisasi Penandatanganan/Pernyataan pakta Integritas Implementasi struktur dan infrastruktur governansi
Gambar 1.2 Roadmap Governansi di BPJS Ketenagakerjaan Sumber: Annual report BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2013
9
Roadmap pada Gambar 1.2 menyesuaikan perkembangan regulasi UU No.40 tahun 2004 dan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan. Roadmap tersebut merupakan tindak lanjut regulasi untuk menciptakan kesadaran dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat maka BPJS Ketenagakerjaan harus melakukan pengukuran mengenai implementasi governansi. Pengukuran governansi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas secara berkelanjutan. Governansi diukur dengan menggunakan penilaian (assessment). BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya merupakan BUMN memiliki pedoman
dalam
menilai
dan
mengevaluasi
penerapan
governansi
mengenai
Indikator/Parameter penilaian dan evaluasi atas penerapan governansi perusahaan yang baik pada BUMN. BPJS Ketenagakerjaan dalam perkembangan governansinya mendapat dukungan penuh secara nasional yakni didukung dengan UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Gubernur DKI Jakarta, dan Surat Edaran Walikota. Governansi menjadi bagian penting sebagai ukuran dan penilaian suatu perusahaan atau badan sehingga beberapa lembaga pemeringkatan perusahaan publik salah satunya adalah The Indonesia Institute for Corporate Governance (IICG) melakukan pemeringkatan Corporate Governance Perception Index (CGPI) sejak tahun 2001 berdasarkan skor yang berkisar dari 0-100,3 dan contoh lain dalam pemeringkatan dapat menggunakan model pemeringkatan Center for Good Corporate Governance Universitas Gadjah Mada (CGCG UGM) yakni pengukuran yang menggunakan pertanyaan dengan jawaban berupa jenjang dari buruk sampai sangat baik, dimana setiap pertanyaan memiliki bobot yang berbeda. Model pemeringkatan CGCG UGM bersifat universal IICG meluncurkan Penghargaan “Most Trusted Companies” pada tahun 2001. Penghargaan ini fokus pada perusahaan terbuka, BUMN dan swasta, Skor tertinggi dari 0-100 adalah 100 3
10
untuk mendukung konvergensi model governansi secara internasional yang menggunakan dua perspektif. Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau disingkat BPJS Ketenagakerjaan4 yang ada di Indonesia dan merupakan badan yang menerapkan governansi yang baik secara konsisten. Prinsip-prinsip governansi merupakan salah satu pedoman bagi organisasi dalam melaksanakan kegiatan usahanya. BPJS Ketenagakerjaan merupakan badan pelayanan publik yang berbasis kepercayaan masyarakat menjadikan prinsip-prinsip governansi sebagai landasan organisasinya. Dalam rangka meningkatkan kepercayaan dalam mengelola dana masyarakat (publik) untuk kembali mensejahterakan masyarakat maka, roadmap pada BPJS Ketenagakerjaan mengupayakan peningkatan nilai badan melalui penilaian atau pengukuran governansi secara mandiri (self assessment) dan penilaian eksternal (independent assessment). Penilaian atau pengukuran governansi secara mandiri yaitu melalui Internal Governance Awards (IGA) dengan melakukan pemeringkatan dalam unit kerja kantor pusat (11 kantor wilayah dan 121 cabang). IGA merupakan program yang bertujuan untuk mengukur tingkat implementasi governansi di semua tingkatan operasi. Penilaian eksternal governansi BPJS Ketenagakerjaan yaitu dilakukan oleh Mitra Bhadra. Mitra Bhadra merupakan perusahaan konsultan strategi bisnis berbasis corporate governance yang didirikan oleh Mas Achmad Daniri (Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance) dan rekannya. Dasar pelaksanaan dari penilaian atau pengukuran governansi BPJS Ketenagakerjaan oleh Mitra Bhadra adalah mengacu pada KEP/70/022015 tentang indikator dan parameter penilaian Good Governance BPJS Ketenagakerjaan. Proses tahapan penilaian yang
4
Sebelumnya merupakan BUMN yang bertanggung jawab terhadap menteri kemudian berubah menjadi Lembaga yang memiliki pertangungjawaban langsung terhadap Presiden.
11
dilakukan oleh mitra bhadra yaitu: 1) penetapan kriteria yang diukur, 2) penilaian governansi. Mitra Bhadra menilai beberapa kriteria yaitu: komitmen berkelanjutan penerapan governansi, dewan pengawas, direksi, transparansi dan keterbukaan informasi (transparency and disclosure), dan beberapa aspek lain (manajemen resiko dan pengendalian internal, pelaporan keuangan, tanggung jawab sosial dan lingkungan). Tabel 1.2 Kriteria Penilaian NO 1. 2. 3.a. 4. 5. 6.
KRITERIA Komitmen Penerapan governansi Dewan Pengawas Direksi Manajemen Resiko dan Pengendalian Internal Pengungkapan Informasi dan Transparansi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Total
BOBOT 10% 25% 25% 15% 15% 10% 100%
Sumber: Good Governance Assessment BPJS Ketenagakerjaan Report (2014)
Mitra Bhadra telah melakukan penilaian dan memberikan hasil penilaian tahun 2014 lalu melalui Surat Penugasan No. 003/PRO/BPJS-MBC/V/2015 kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan hasil skor 95,26% (kualifikasi sangat baik). Mitra Bhadra menunjukkan capaian hasil penerapan governansi untuk masing-masing aspek pengujian dengan memperoleh suatu analisa kesenjangan (gap analysis) antara aktivitas dan inisiatif yang dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam standar penerapan terbaik (best practices) dan memberikan rekomendasi perbaikan untuk manajemen badan. Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu lembaga penegak governansi perusahaan di Indonesia dimana konsep dan model pemeringkatan Center for Good Corporate Governance Universitas Gadjah Mada (CGCG UGM) yang menjadi pilihan peneliti untuk menilai penerapan governansi dengan mengukur penerapan governansi perusahaan dalam periode tertentu. Konsep, model, dan metodenya berdasarkan empat
12
konstruk dasar yaitu: 1) kewajaran, 2) transparansi, 3) pertanggungjelasan, 4) pertanggungjawaban sebagai syarat governansi korporasi perusahaan di beberapa negara. CGCG UGM mendesain governansi korporasi dengan mempertimbangkan institusiinstitusi sumber governansi korporasi, riset-riset akademik, dan praktik yang telah berjalan di beberapa negara. CGCG UGM mererangkakan model governansi perusahaan secara komprehensif dan kemampupercayaan yang tinggi. Model CGCG UGM didesain dalam dua arti, yakni dalam “arti secara sempit” dan “arti secara luas.” “Arti secara sempit,” CGCG UGM merancang hubungan keterkaitan antara pemilik modal (investor), dewan komisaris dan Direksi. Hubungan dalam “arti sempit” tidak lain adalah hubungan keagenan yang dicetuskan oleh Jensen and Meckling (1976) yang kemudian diperluas dengan kehadiran masyarakat (society), berintikan bahwa masyarakat sebagai stakeholder berekspektasi untuk mendapatkan distribusi kesejahteraan dari hubungan inti keagenan tersebut. “Arti secara luas” dengan menambahkan hukum, regulasi, praktik peraturan yang dilaksanakan oleh perusahaan dan praktik bisnis perusahaan yang secara sukarela menerapkan hukum dan regulasi. CGCG UGM menawarkan model seperti yang ada pada Gambar 1.3.
13
Gambar 1.3 Model CGCG UGM Dalam melaksanakan praktik hukum dan regulasi, proses kesadaran untuk mempraktikan dengan tanpa paksaan menjadi tolok ukur praktik governansi korporasi perusahaan. Model CGCG mendefinisikan, menalar dan mengendalikan konstrukkonstruk governansi perusahaan yang mengacu ke dalam metoda penelitian survey yang berurutan yakni: 1) konstruk, 2) dimensi, 3) pertanyaan-pertanyaan. CGCG UGM mengurai konstruk tersebut sampai dengan empat tingkatan konstruk, dimensi, subdimensi, dan pertanyaan-pertanyaan. Konstruk mengacu pada OECD (2011), dan beberapa riset yang di antaranya adalah Bushman and Smith (2001), dan Sloan (2001). Konstruk CGCG UGM mendefinisikan empat konstruk dasar yaitu: Fairness, Transparency, Accountability, dan Responsibility yang selanjutnya membentuk dimensi untuk setiap masing–masing konstruk, kemudian dirinci dengan pembentukan sub-sub dimensi untuk lebih memperjelas relevansi masing-masing dimensi sebagai alat ukur governansi korporasi.
14
Untuk dapat menggambarkan perkembangan penerapan governansi pada BPJS Ketenagakerjaan, maka penulis tertarik untuk meneliti perbandingan hasil antara penilaian dari Mitra Bhadra dengan hasil penilaian model CGCG UGM pada BPJS Ketenagakerjaan hal ini dikarenakan: 1) Peran penting BPJS Ketenagakerjaan dalam mempertahankan nilai-nilai yang mencirikan praktik governansi untuk publik dan kekonsistenan BPJS Ketenagakerjaan menerapkan governansi. Praktik governansi yang efisien, non-diskriminatif, berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan parameternya (Daniri, 2007), 2) BPJS Ketenagakerjaan sebagai pelaksana yang ditunjuk oleh Negara untuk melaksanakan tanggungjawab negara untuk mengelola jaminan sosial yang memiliki kredibilitas, dan reputasi dalam governansi yang baik, 3) Kontribusi BPJS memajukan perekonomian dari program dan manfaat kepada peserta dan lingkungan serta memprakarsai terbentuknya komunitas pengusaha anti suap BUMN, 4) Perkembangan lingkungan bisnis pada BPJS Ketenagakerjaan. Penting dan urgensinya governansi sampai saat ini sebagai isu kontemporer untuk dikaji dan diteliti mengenai kualitas sumberdaya manusia dan implementasinya, maka berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa perlu adanya penelitian terkait governansi.Oleh karena itu, penulis mengambil judul penelitian “Evaluasi Implementasi dan Pemeringkatan Governansi di BPJS Ketenagakerjaan dengan menggunakan Model Center for Good Corporate Governance.”
15
1.2 Rumusan Permasalahan Studi Kasus Tujuan governansi perusahaan yang baik adalah memaksimalkan nilai perusahaan dan akuntabilitas. Dalam prakteknya mengukur dan menetukan governansi yang efektif itu sendiri sulit untuk ditentukan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) menganalisis,
menelaah,
mengevaluasi,
dan
memeringkat
governansi
BPJS
Ketenagakerjaan, 2) membandingkan hasil penilaian atau pengukuran governansi yang dilakukan dengan model pemeringkatan dari CGCG UGM dengan penilaian governansi yang dilakukan oleh Mitra Bhadra pada BPJS Ketenagakerjaan periode tahun 2014.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1) Apakah penerapan governansi di BPJS Ketenagakerjaan telah optimal sesuai dengan CGCG UGM pada tahun 2014? 2) Bagaimana hasil penilaian atau pengukuran governansi menggunakan model CGCG UGM di BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014? 3) Bagaimana analisis dan evaluasi hasil penilaian serta pengukuran governansi menggunakan model penilaian CGCG UGM jika dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh Mitra Bhadra pada BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014?
1.4 Tujuan Penelitian 1) Membandingkan dimensi-dimensi, dan elemen yang digunakan untuk penilaian governansi di BPJS Ketenagakerjaan baik dari Mitra Bhadra maupun dari model CGCG UGM pada tahun 2014.
16
2) Menghitung skor total setiap elemen governansi dan melakukan pemeringkatan dari CGCG UGM di BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014. 3) Menganalisis, menelaah, dan mengevaluasi hasil pemeringkatan dari CGCG UGM di BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014. 4) Membandingkan dan menganalisis informasi hasil penilaian atau pengukuran dalam penilaian governansi baik dari Mitra Bhadra maupun dari model CGCG UGM di BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014.
1.5 Motivasi Penelitian Pentingnya melakukan penelitian ini dan motivasi penulis mengapa penelitian ini ingin dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Pengalaman masa lalu ketika krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai tahun 1999 dan 2000, banyak perusahaan yang kurang memahami atau bahkan gagal dalam mengimplementasikan governansi yang dikenal dengan kegagalan sistematik dan hal itu kemudian mendorong perhatian untuk memperbaiki dan mengembangkan penerapan governansi. 2) Penelitian dan hasil survey dari Mc Kinsey & Company melalui survey PERC tahun 2014 mengenai pelaksanaan governansi telah menempatkan Indonesia berada di urutan posisi kedua terbawah di Asia termasuk masalah korupsi meskipun, telah ada badan resmi yang ditugaskan untuk menyelesaikan masalah korupsi. Artinya bahwa pelanggaran praktik governansi masih menjadi masalah yang serius di Indonesia.
17
3) Penting dan urgensinya governansi sampai saat ini sebagai isu kontemporer untuk dikaji dan diteliti, maka berdasarkan uraian di atas sangat jelas bahwa perlu adanya penelitian terkait governansi. 4) Penelitian yang menggunakan model CGCG UGM lebih banyak dilakukan pada bank dan beberapa BUMN oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian baru dengan menggunakan model CGCG UGM di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang termasuk dalam kategori Badan Hukum Publik tetapi pengelolaannya menggunakan korporasi (nomenklatur). 5) Kelebihan dari model CGCG UGM dalam menilai tata kelola: a. Menambahkan prinsip responsiveness dan kuisioner berbasis riset yang memfokuskan pada stakeholder approach (Komponen lingkungan luar badan), b. Model dapat dilakukan oleh pihak ketiga (third party assessment) agar menghasilkan hasil yang objektif menjadi alasan penulis untuk menggunakan model ini.
1.6 Kontribusi Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1) Instansi Pemerintah dapat menggunakan hasil ini untuk: a. Referensi dalam mempertimbangkan pengaruh suatu perubahan sistem governansi dan regulasi terkait dampak positif dan negatif bagi masyarakat maupun organisasi/perusahaan, b. Bahan
pertimbangan
dalam
menentukan
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi potensi, efektivitas, dan monitoring governansi badan hukum publik berbasis nirlaba,
18
c. Mengidentifikasi apa yang harus diperhatikan dan dikembangkan untuk menunjang perkembangan governansi organisasi berbasis nirlaba demi tercapainya kesejahteraan yang menjangkau seluruh rakyat.
2) Bagi Manajemen Perusahaan: a. Memberikan referensi untuk dijadikan pembanding ataupun pengembangan dimensi pengukuran penilaian governansi yang dilakukan Mitra Bhadra dalam mengevaluasi perkembangan governansi badan. b. Memberikan acuan untuk kedepannya dapat menjalin kerjasama antara kedua belah pihak (BPJS Ketenagakerjaan dan pihak akademisi) mengenai penilaian (assessment) praktek bisnis badan. c. Menghubungkan hasil penilaian KNKG mengenai praktek bisnis melalui Mitra Bhadra ke dunia kampus secara akademik hasil penilaian dari governansi BPJS Ketenagakerjaan. d. Sebagai tambahan referensi untuk mengevaluasi perkembangan governansi badan serta mendorong urgensi pada governansi badan melalui pemeringkatan.
3) Bagi Masyarakat a. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat umum khususnya para pengguna layanan BPJS Ketenagakerjaan bahwa asumsi tentang BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan BPJS Kesehatan melalui UU BPJS No. 24 Tahun 2011 dan UU No. 40 Tahun 2004.
19
b. Memberikan
bukti
informasi
dan
dokumentasi
mengenai
kapabilitas
perusahaan dalam menjalankan pratik governansi organisasi pelayanan publik yang
berdasarkan
nilai-nilai,
khususnya
bagian
Corporate
Social
Responsibility (CSR) sebagai bagian tanggungjawab badan ke dunia kampus. c. Memberikan gambaran informasi perkembangan praktik governansi sebagai bentuk kredibilitas, reputasi, dan tanggung jawab badan dalam peningkatan dan pengembangan proses serta jaringan pelayanan berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun yang luas dan dipercaya karena berkekuatan hukum.
4) Akademisi a. Memberikan referensi untuk dijadikan pembanding dimensi pengukuran dalam mengevaluasi perkembangan governansi mengenai praktek bisnis yang ada di badan hukum publik khususnya BPJS Ketenagakerjaan. b. Memberikan acuan untuk kedepannya dapat menjalin kerjasama antara kedua belah pihak (BPJS Ketenagakerjaan dan pihak akademisi) mengenai penilaian (assessment) praktek bisnis badan. c. Memberikan pembelajaran dan referensi yang diharapkan dapat sebagai pembanding (masukan) untuk perkembangan model CGCG UGM (maupun di BPJS Ketenagakerjaan) serta dapat digunakan sebagai penelitian selanjutnya.
20
1.7 Proses Penelitian Secara garis besar, proses penelitian tentang: “Evaluasi dan Pemeringkatan Governansi dengan menggunakan Model Center for Good Corporate Governance UGM” di BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut: 1) Tahap Pra-penelitian yaitu: a. Penyusunan rancangan awal penelitian b. Pengurusan ijin penelitian c. Penyempurnaan rancangan penelitian d. Interaksi awal dengan narasumber yang membantu di perusahaan. Pengamatan awal dan berbekal telaah pustaka, penulis mengajukan usulan penelitian tentang pemeringkatan governansi di BPJS dengan model CGCG UGM sebagai
alat
ukurnya.
Proposal
penelitian
yang
diajukan
kemudian
diseminarkan dengan tim Penguji dari pihak UGM beserta teman–teman sejawat. 2) Tahap Penelitian yaitu: a. Membuat daftar responden yang akan mengisi kuisioner berdasarkan model CGCG UGM b. Membuat beberapa revisi atau perubahan kuisioner terkait regulasi yang berlaku sebagai penyesuaian kuisioner ke badan, c. Melakukan konfirmasi izin penyebaran kuisioner untuk mendapatkan data d. Mengkonfirmasi perubahan isi kuisioner ke badan dan ke dosen pembimbing yang juga merupakan tim pengelola model CGCG UGM terkait regulasi yang berlaku di BPJS Ketenagakerjaan
21
e. Melakukan penyebaran kuisioner untuk memperoleh data dalam melakukan penilaian atau pengukuran f. Mengkonfirmasi izin melakukan wawancara narasumber dari unit sekertaris badan dan keuangan yang diwakilkan sesuai kualifikasi responden sebagai bukti konfirmasi kuisioner dan bukti validitas g. Melakukan wawancara dengan narasumber. 3) Tahap setelah penelitian, yaitu: a. Melakukan penginputan dan perhitungan hasil kuisioner ke dalam model pemeringkatan CGCG UGM b. Menganalisis hasil penilaian atau pengukuran beserta temuan-temuan dilapangan c. Pembahasan dan penarikan kesimpulan d. Penelitian yang dibuat kemudian diseminarkan kembali dengan Penguji dari pihak UGM.