BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Terjadinya gejolak sosial pada tahun 1999 memunculkan lahirnya kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Gejolak sosial tersebut didahului dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 yang kemudian mencapai puncaknya pada tahun 1997, mendorong pemerintah pusat untuk mendelegasikan sebagian wewenang pengelolaan keuangan kepada daerah (Azhar, 2008). Pelaksanaan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah baik itu kabupaten maupun kota, untuk mengurus rumah tangganya sendiri baik dalam bidang pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. Pemerintah daerah memiliki keleluasaan pengambilan keputusan serta mempunyai kewenangan luas dalam upaya mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki dengan tujuan menyejahterakan masyarakat (Mercy, 2013). Konteks desentralisasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, akan mempengaruhi tanggung jawab dan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Hubungan keuangan antar pemerintah merujuk pada hubungan keuangan antara berbagai tingkatan pemerintah pada suatu negara dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan negara dan pola pengeluarannya termasuk kekuasaan. Mulai dari tingkat
1
pemerintahan yang lebih tinggi terhadap tingkat pemerintahan yang lebih rendah (Bahrul, 2010). Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh pemerintah. Dewasa ini, praktik akuntansi sektor publik yang dilakukan oleh lembaga– lembaga
pemerintah
banyak
mendapat
perhatian
dibanding masa–masa
sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilaksanakannya transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga–lembaga sektor publik (Mardiasmo, 2009:1). Era reformasi membawa dampak terhadap tuntutan adanya akuntabilitas publik (public accountability) dan keterbukaan (transparency) dalam
proses
pembangunan
manajemen
pemerintahan
di
Indonesia. Akuntabilitas publik dan keterbukaan merupakan dua sisi koin yang tidak terpisahkan sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance). Dalam rangka melakukan upaya konkrit mewujudkan good governance, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang berupa laporan keuangan. Bentuk laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah selama satu tahun anggaran adalah dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD),
2
yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan (Tantriani, 2011). Penyusunan laporan keuangan pemerintah harus mengikuti SAP yang berlaku, kemudian disampaikan kepada DPR/DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.
Sistem
pengukuran kinerja sektor publik bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward dan punishment system. Menurut Mardiasmo (2009:121) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Kedua, untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan. Kinerja keuangan pemerintah daerah di Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah karakteristik daerah (Sumarjo, 2010). Hasil penelitian dari Sumarjo (2010) yang menjelaskan bahwa kinerja keuangan
pemerintah
daerah kabupaten/kota di Indonesia secara simultan dipengaruhi oleh karakteristik pemerintah daerah. Variabel yang digunakan sebagai proksi dari karakteristik pemerintah daerah yaitu ukuran (size) pemerintah daerah, tingkat kemakmuran (wealth), ukuran legislatif, leverage dan intergovernmental revenue. Penelitian
3
mengenai karakteristik daerah juga telah dilakukan oleh Patrick (2007) yang diterapkan pada pemerintah daerah Pennsylvania. Karakteristik tersebut terdiri dari (a) budaya organisasi; (b) struktur organisasi, yang diproksikan dengan spesialisasi
pekerjaan,
administrative
intensity,
diferensiasi
fungsional,
ketersediaan slack resources, ukuran (size) organisasi; dan (c) lingkungan eksternal, yang diproksikan dengan leverage dan intergovernmental revenue. Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh Sumarjo (2010) dengan beberapa perbedaan. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan hanya ukuran (size) pemerintah daerah, kemakmuran (wealth) dan intergovernmental revenue. Hal ini dikarenakan variabel ukuran organisasi sering digunakan untuk menjelaskan karakteristik dari organisasi sektor privat. Variabel kemakmuran digunakan dalam penelitian ini karena terjadi perbedaan hasil penelitian. Penelitian Sumarjo (2010) tentang kemakmuran pemerintah daerah yang diukur dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menunjukkan bahwa kemakmuran pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Namun di dalam penelitian Surepno (2013), kemakmuran pemerintah daerah memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah baik dari rasio efisiensi maupun rasio efektivitas. Menurut Kelly (1999) pada negara berkembang ketergantungan pemerintah daerah terhadap alokasi dana yang diberikan oleh pemerintah pusat masih besar. Besarnya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dapat terlihat dengan adanya fakta bahwa pemerintah daerah masih mengharapkan dana perimbangan dari pemerintah pusat atau intergovernmental revenue. Demikian
4
halnya dengan Pemerintah Provinsi Bali yang meminta pemerintah pusat untuk mengucurkan dana perimbangan lebih banyak ke daerah untuk pembangunan, khususnya sektor pariwisata (Republika, 2014). Berdasarkan artikel berita tersebut, maka variabel intergovernmental revenue digunakan dalam penelitian ini, selain juga karena ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Sumarjo (2010) menjelaskan bahwa intergovernmental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Sedangkan penelitian Indrawan (2013) menyimpulkan bahwa intergovernmental revenue tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Sulawesi Selatan. Informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan harus memenuhi karakteristik kualitatif sehingga dapat digunakan dalam pengambilan keputusan (Silky, 2012). Untuk memenuhi karakteristik kualitatif maka informasi dalam laporan keuangan harus disajikan secara wajar berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan atas laporan keuangan yang dimaksudkan untuk menilai kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor independen dibutuhkan untuk menilai kualitas laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah daerah. Auditor independen yang menilai kualitas LKPD di dalam sistem pemerintahan di Indonesia adalah BPK. Berdasarkan UndangUndang No. 15 Tahun 2006 pasal 2 tentang BPK dijelaskan bahwa BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
5
Hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK berupa opini audit, temuan audit, kesimpulan audit, maupun rekomendasi yang dituangkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS). Dalam IHPS BPK, tentang Jenis Opini, opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa antara lain Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas (WTPDPP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Pada Semester I Tahun 2014, BPK RI telah memeriksa 456 LKPD Tahun 2013. Atas 456 LKPD Tahun 2013, sebanyak 54 LKPD mengalami peningkatan opini dari WDP menjadi WTP. Salah satu LKPD yang mengalami peningkatan opini menjadi WTP adalah LKPD Provinsi Bali. Perkembangan opini LKPD Provinsi, Kabupaten/Kota Se-Bali selama enam tahun terakhir disajikan pada tabel berikut : Tabel 1.1 Perkembangan Opini Audit LKPD Provinsi, Kabupaten/Kota di Bali 2008-2013 Entitas Pemerintah Daerah Provinsi Bali LKPD 1 Prov. Bali 2 Kab. Badung 3 Kab. Bangli 4 Kab. Buleleng 5 Kab. Gianyar 6 Kab. Jembrana 7 Kab. Karangasem 8 Kab. Klungkung 9 Kab. Tabanan 10 Kota Denpasar
Opini Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
2013
TMP TMP WDP WDP WDP TMP WDP WDP WDP WDP
WDP WDP WDP WDP WDP TW WDP WDP WDP WDP
WDP WDP WDP TMP WDP TW TMP WDP WDP WDP
WDP WTP-DPP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WDP
WDP WTP WDP WDP WDP WDP WDP WDP TMP WTP
WTP TW TMP WDP WDP WDP WDP WDP WDP WTP
Sumber : IHPS BPK RI, 2013-2014
6
Pemerintah Provinsi Bali akhirnya meraih opini WTP atas pemeriksaan LKPD Tahun Anggaran 2013. Bali berhasil “naik kelas” setelah selama empat tahun berturut-turut bertahan dengan opini WDP. WTP merupakan opini terbaik atas penilaian LKPD oleh BPK RI (Pos Bali, 2014). Sementara itu, perkembangan opini audit atas LKPD Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya di Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1. Hasil pemeriksaan BPK atas LKPD memuat sejumlah temuan. Setiap temuan dapat terdiri atas satu atau lebih permasalahan terkait kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan/atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Penelitian mengenai hasil audit BPK telah dilakukan oleh Mustikarini (2012) yang menggunakan nilai temuan audit BPK dalam menjelaskan
hasil
audit.
Penelitian
Virgasari
(dalam
Nandhya,
2013)
menggunakan opini audit dalam menjelaskan hasil audit BPK. Berdasarkan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan variabel temuan audit dan opini audit BPK dalam memproksikan hasil audit BPK. Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Kemakmuran, Intergovernmental Revenue, Temuan dan Opini Audit Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota SeBali”
7
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi inti permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1)
Apakah ukuran pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali?
2)
Apakah
kemakmuran
berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah kabupaten/kota se-Bali? 3) Apakah intergovernmental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali? 4)
Apakah temuan audit BPK berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali?
5)
Apakah opini audit BPK berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali?
1.3 Tujuan Penelitiaan Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui pengaruh ukuran pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali 2) Untuk mengetahui pengaruh kemakmuran terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali 3) Untuk mengetahui pengaruh intergovernmental revenue terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali
8
4) Untuk mengetahui pengaruh temuan audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali 5) Untuk mengetahui pengaruh opini audit BPK terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota se-Bali
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai bidang Akuntansi Sektor Publik yang berkaitan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah serta dapat menjadi tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2) Kegunaan Praktis a) Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan mengenai kinerja keuangan daerah sehingga pemerintah daerah dapat meningkatkan kinerja keuangannya. b) Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi masyarakat untuk mengetahui tingkat kinerja keuangan pemerintah daerah sehingga dapat digunakan sebagai alat pengawasan kinerja pemerintah daerah.
9
1.5 Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran mengenai penelitian ini, maka penyajiannya akan disusun menjadi beberapa bab secara sistematis sehingga antara satu bab dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut : Bab I
Pendahuluan Merupakan bab yang menjelaskan mengenai latar belakang masalah kemudian diikuti dengan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan dari penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu teori keagenan, laporan keuangan pemerintah
daerah,
ukuran
pemerintah
daerah,
kemakmuran,
intergovernmental revenue, audit sektor publik yang mencakup temuan dan opini audit, kinerja keuangan pemerintah daerah serta hipotesis penelitian. Bab III
Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan tentang desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.
10
Bab IV
Data dan Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini diuraikan tentang deskripsi data hasil penelitian, serta pembahasan hasil penelitian.
Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini merupakan bab penutup yang memuat simpulan dari hasil pembahasan yang sesuai dengan tujuan penelitian dan saran-saran yang sesuai dengan simpulan atau hasil pembahasan.
11