BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Tahun 1997 negara-negara di Kawasan Asia mengalami krisis ekonomi, seperti Korea Selatan, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, Indonesia. Penyebaran krisis di kawasan Asia disebabkan karena globalisasi, yang menyebabkan penyebaraan arus informasi menjadi cepat karena didukung perkembangan teknologi serta membuat semakin terbukanya perdagangan dunia. Krisis ekonomi di kawasan Asia dapat terlihat dari fluktuasi mata uang negara-negara di kawasaan Asia. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan nilai mata uang Asia, seperti yang tertera dalam tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1 Penurunan Nilai Mata Uang Asia, 2 Januari 1997 – Februari 1998 Mata Uang Indonesia ( Rupiah): AS$1 = Rp. 9.000 AS$1 = Rp.10.000 Thailand ( Bath) Malaysia (Ringgit) Filipina (Peso) Singapura (dollar) Sumber: Subiantoro (1998) Penurunan
nilai
Tingkat Penurunan (%) 281 323 114 79 67 26 tukar
mata
uang
khususnya
Rupiah,
mempengaruhi pasar modal (bursa efek) dalam negeri (BEJ) yang
mengakibatkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menurun. Juli 1997, IHSG tertinggi pada posisi 724,556 point sedangkan pada awal Desember 1997 IHSG menurun menjadi 389.682 point. IHSG rata-rata tahun 1996 adalah 637.432 point mengalami penurunan sebesar 36.98 % menjadi 401, 712 pada tahun 1997. Pasar modal negara-negara di kawasan Asia merupakan pasar modal kelompok emerging market. Istilah yang dipergunakan oleh fund manager
untuk mengkategorikan pasar baru dan berpotensi dalam
memberikan keuntungan yang tinggi. Indonesia sebagai salah satu emerging market menjadi salah satu alternatif pilihan bagi investor asing untuk menginvestasikan modal mereka di Bursa Efek Jakarta (Safitri, 1998). Terbukanya BEJ bagi investor asing memberikan peluang untuk membeli sekuritas-sekuritas yang diperdagangkan di BEJ, meskipun disertai dengan batasan-batasan tertentu. Bagi pemodal asing, kesempataan untuk
membeli
memungkinkan
sekuritas-sekuritas mereka
melakukan
di
bursa
negara-negara
divesifikasi
investasi
lain secara
internasional tanpa harus melakukan direct investment (Husnan, 1994). Investor asing melakukan divesifikasi investasi internasional dengan tujuan untuk mengurangi risiko investasi. Pemerintah berusaha untuk memajukan BEJ, antara lain dengan mengeluarkan berbagai kebijakan pasar modal (bursa efek) Indonesia serta Keputusan MenKeu No. 455/KMK.01/1997 mengenai dicabutnya
ketentuan batas pembelian saham bagi investor asing di BEJ (sejak tahun 1989 pembelian saham bagi investor asing dibatasi maksimum 49% dari semua saham yang tercatat di BEJ). Melalui keputusan tersebut investor asing diijinkan membeli saham tanpa batas kecuali saham perbankan yang hanya boleh dimiliki sebesar 49% (sesuai dengan Undang-Undang Perbankan tahun 1992). Hal ini merupakan tanda bahwa BEJ terbuka bagi investor dan pencari dana, tanpa ada batas negara. Semakin terbukanya BEJ memungkinkan BEJ menjadi terintegrasi dengan pasar modal (bursa efek) negara lain (Murtini dan Ekawati, 2003). Dikeluarkannya kebijakan dan keputusaan MenKeu diharapkan mempertebal kepercayaan investor asing terhadap pasar modal (bursa efek) Indonesia. Dari hasil penelitian diversifikasi internasional: pengamatan terhadap beberapa bursa di Asia Pasifik terbukti bahwa bursa efek Tokyo, Hong Kong dan Singapura telah terintegrasi dengan pasar modal (bursa efek) dunia. Bursa Efek Kuala Lumpur dan New Zealand berada dalam bentuk antara dan Bursa Efek Seoul, Taipe, Bangkok, Jakarta (BEJ), Manila dan Sydney tersegmentasi terhadap pasar modal (bursa efek) dunia (Husnan dan Pudjiastuti, 1994). Salah satu saran yang dikemukakan dalam penelitian tersebut adalah pelonggaran hambatan bagi pemodal asing, yang akan mengarah pada terbentuknya fully integrated markets. Penelitian integrasi bursa efek di beberapa Negara Asia Pasifik, dengan menggunakan indeks pasar sebagai indikator pricing sekuritas di bursa-bursa tersebut, dengan periode pengamataan Juli 1993 sampai
dengan Agustus 1995, membuktikan bahwa pasar modal Indonesia (BEJ) melalui tingkat signifikansi sebagai indikator tingkat integrasi pasar modal menunjukkan
peningkatan
pada
setiap
periodenya
(Husnan
dan
Pudjiastuti, 1995). Penelitian integrasi Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek di ASEAN (setelah penghapusan batas pembelian bagi investor asing), membuktikan bahwa pasar modal Indonesia (BEJ) terintegrasi dan memiliki hubungan dinamis dengan pasar modal di negara-negara ASEAN lainnya (Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura) (Murtini dan Ekawati, 2003). Penelitian krisis keuangan Asia: Analisis pasar ekuitas di Asia sebelum dan sesudah krisis, membuktikan bahwa pasar modal Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand terintegrasi pada saat krisis keuangan di Asia. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pada masa sesudah krisis hubungan index return Hong Kong, Korea Selatan dan Singapura semakin baik dan pasar modal di kawasan Asia semakin terintegrasi (Chatterjee, 2003). Dengan melihat hasil-hasil penelitian terdahulu, maka penulis tertarik untuk meneliti integrasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan pasar modal (bursa efek) negara-negara Asia periode sebelum krisis dan pada saat krisis ekonomi di kawasan Asia, dengan judul Integrasi Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek Negara-negara Asia.
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah sebelum krisis ekonomi, BEJ terintegrasi dengan bursa efek negara-negara Asia? 2. Apakah pada saat krisis ekonomi, BEJ terintegrasi dengan bursa efek negara-negara Asia?
C.
Batasan Masalah Penelitian ini akan mengamati integrasi Bursa Efek Jakarta dengan beberapa Bursa Efek di kawasan Asia, yaitu bursa efek Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong dan Taiwan. Karena negara-negara tersebut mengalami krisis ekonomi pada kurun waktu yang berdekatan yaitu sekitar pertengahan 1997 sampai akhir tahun 1999. Penelitian ini memakai indeks harga saham Thailand (SETI), Philipina (PSE), Malaysia (KLSE), Singapura (SSI), Indonesia (IHSG), Jepang (Nikkei-225), Korea Selatan (KOSPI), Hong Kong (HIS) dan Taiwan (TWSE). Periode pengamatan penelitian ini dibagi menjadi dua periode yaitu: 2 Januari 1992-30 Juni 1997 untuk periode sebelum krisis ekonomi dan 1 Juli 1997-31 Desember 1999 untuk periode krisis ekonomi.
D.
Tujuan Penelitian Penulis melakukan penelitian ini bertujuan untuk membuktikan integrasi BEJ terhadap Bursa Efek negara-negara Asia pada periode sebelum dan pada saat krisis ekonomi.
E.
Telaah Literatur dan Kerangka Pemikiran Penelitian mengenai divesifikasi internasional: pengamatan terhadap beberapa bursa di Asia Pasifik, membuktikan bahwa Bursa Efek Jakarta (BEJ) tersegmentasi terhadap pasar modal (bursa efek) dunia. Salah satu saran yang dikemukakan dalam penelitian tersebut adalah pelonggaran hambatan bagi pemodal asing, yang akan mengarah pada terbentuknya fully integrated markets (Husnan dan Pudjiastuti, 1994). Penelitian mengenai integrasi bursa efek di beberapa Negara Asia Pasifik, dengan menggunakan indeks pasar sebagai indikator pricing sekuritas di bursa-bursa tersebut, periode pengamataan Juli 1993 sampai dengan Agustus 1995, membuktikan bahwa pasar modal Indonesia (BEJ) melalui tingkat signifikansi sebagai indikator tingkat integrasi pasar modal menunjukkan
peningkatan
pada
setiap
periodenya
(Husnan
dan
Pudjiastuti, 1995). Penelitian mengenai integrasi Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek di ASEAN (setelah penghapusan batas pembelian bagi investor asing), disimpulkan bahwa pasar modal Indonesia (BEJ) terintegrasi dan memiliki hubungan dinamis dengan pasar modal di negara-negara ASEAN
lainnya (Malaysia, Filipina, Thailand dan Singapura) (Murtini dan Ekawati, 2003). Penelitian krisis keuangan Asia: Analisis pasar ekuitas di Asia sebelum dan sesudah krisis, membuktikan bahwa pasar modal Hong Kong, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand terintegrasi pada saat krisis keuangan di Asia. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pada masa sesudah krisis hubungan index return Hong Kong, Korea Selatan dan Singapura semakin baik dan pasar modal di kawasan Asia semakin terintegrasi (Chatterjee, 2003). Penelitian mengenai tingkat pengurangan risiko bagi investor Amerika
Serikat, membuktikan bahwa apabila mereka melakukan
diversifikasi dengan memasukkan saham-saham negara Asia dalam portofolionya, maka investor akan dapat menurunkan risiko sebesar 30% sampai 50%. Keuntungan dari diversifikasi internasional yang diperoleh oleh investor di pasar ekuitas Asia akan tergantung pada terintegrasinya pasar modal Asia (Bailey dan Stulz, 1990)
F.
Hipotesis Berdasarkan telaah literatur yang dikutip, maka hipotesis awal dari penulis adalah: 1. Hipotesis periode sebelum krisis ekonomi
Ho : Tidak ada integrasi antara Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek negara-negara Asia pada periode sebelum krisis ekonomi. H1 : Ada integrasi antara Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek negara-negara Asia pada periode sebelum krisis ekonomi. 2. Hipotesis periode pada saat krisis ekonomi Ho : Tidak ada integrasi antara Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek negara-negara Asia pada periode krisis ekonomi. H1 : Ada integrasi antara Bursa Efek Jakarta dengan Bursa Efek negara-negara Asia pada periode krisis ekonomi.
G.
Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini akan bermanfaat bagi: 1. Investor dan akademis, memberikan bukti empiris bahwa pasar modal (bursa efek) Indonesia terintegrasi dengan pasar modal negara-negara Asia. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang dinamis dan adanya gerak yang bersama-sama (comovement) antara IHSG dengan indeks saham negara-negara Asia. Dengan demikian para investor dapat memperkirakan perubahan IHSG berdasarkan indeks pasar di negara-negara Asia lainnya. Hal ini akan membantu para investor dalam membuat keputusan investasinya.
2. Perusahaan, dengan adanya integrasi pasar modal (bursa efek) di kawasan Asia menyebabkan terjadinya penyesuaian harga saham (indeks saham). Penyesuaian harga saham (indeks saham) yang terjadi menarik investor untuk melakukan transaksi saham. 3. Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkaan dapat memberikan gambaran dan bahan pertimbangan kepada pemerintah terhadap keputusan atau kebijakan mengenai perkembangan dan kemajuan pasar modal (bursa efek) Indonesia.
H.
Metodologi Penelitian I.H.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data-data sekunder yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah indeks harga saham yaitu: indeks harga saham Thailand (SETI), Philipina (PSE), Malaysia (KLSE), Singapura (SSI), Indonesia (IHSG), Jepang (Nikkei-225), Korea Selatan (KOSPI), Hong Kong (HIS) dan Taiwan (TWSE). Data-data tersebut diperoleh dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar modal) yang disusun oleh Biro Pengawasan Investasi dan Riset.
I.H.2 Metode Analisis Data a. Kointegrasi
Konsep kointegrasi digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan keseimbangan antara dua atau lebih variabel runtun waktu (Engle dan Granger, 1997). Uji kointegrasi bertujuan untuk mengamati indeks saham yang memiliki order of integrated process yang sama apakah memiliki hubungan keseimbangan yang bergerak bersama-sama (comovement). Model
yang
digunakan
untuk
mengetahui
hubungan
keseimbangan antara indeks harga saham Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Philipina, Korea Selatan, Hong Kong, Jepang, Taiwan adalah: IHSGt =β0+β1SETIt+ β2PSEt+ β3KLSEt+ β4SSIt+β5Nikkei-225t+ β6 KOSPIt + β7HISt+ β8 TWSEt+ εt ………. … (1.1) εt
= IHSGt – β0 - β1SETIt – β3PSEt – β4SSIt – β5Nikkei-225t – β6 KOSPIt - β7HISt- β8 TWSEt ………….……...(1.2) Keterangan: IHSG :
Indeks Harga Saham Gabungan
SETI :
Indeks Pasar Thailand
PSE :
Indeks Pasar Philipina
KLSE :
Indeks Pasar Malaysia
SSI :
Indeks Pasar Singapura
Nikkei-225 : Indeks Pasar Jepang KOSPI :
Indeks Pasar Korea Selatan
HIS :
Indeks Pasar Hong Kong
TWSE:
Indeks Pasar Taiwan
εt :
error term
t:
waktu
β:
nilai
koefisien
dari
variabel
IHSG,
SETI, PSE, KLSE, SSI, Nikkei-225, KOSPI, HIS, TWSE. b. Error Correction Model (ECM) Error correction model digunakan untuk mengetahui adanya koreksi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam satu periode dengan periode berikutnya. Error correction (EC) akan muncul bila γ ≠ 0. Dalam keadaan tersebut ∆Xt akan merespon penyimpangan (deviation) yang ada dari periode sebelumnya. Oleh karena itu estimasi xt dengan menggunakan VAR (Vektor Auto Regression) dengan diferensi pertama tidak cukup, sebab xt memiliki error-correction. p
p
p
p1 =
p1 =
p1 =
∆IHSGt=α0+γdt-1+ ∑α1∆IHSGt-i+ ∑α2∆SETIt-i+ ∑α3∆PSEt-i p
p
p
p1 =
p=1
p=1
+ ∑α4∆KLSEt- i+ ∑ α5∆SSI+ ∑ α6∆Nikkei-225t-i+ p
p
p
p=1
p=1
p=1
∑α7∆KOSPIt-i+ ∑α8∆HISt-i+ ∑α9∆TWSEt-i+еt .(1.3)
Keterangan: ∆IHSGt : IHSGt-IHSGt-1, begitu juga dengan SETI, PSE, KLSE, SSI, Nikkei-225, KOSPI, HIS, TWSE. α0 :
Intersep
γ:
Parameter kecepatan penyesuaian (speed of adjustment parameters)
dt-1 :
Ketidakseimbangan
(disequilibrium)
dari
periode sebelumnya еt :
error term
α1, α2, α3, α4, α5, α6, α7, α8, α9 : Koefisien IHSG dan lain-lain
Bila, γdt-1≠ 0, nilai γdt-1 dapat diperoleh dari persamaan: p
p
p
p1 =
p1 =
p1 =
γdt-1=∆IHSGt–α0+ ∑α1∆IHSGt-i+ ∑α2∆SETIt-i+ ∑α3∆PSEtp
p
p
p1 =
p=1
p=1
i+ ∑α4∆KLSEt- i+ ∑ α5∆SSI+ ∑ α6∆Nikkei-225t-i+
p
p
p
p=1
p=1
p=1
∑α7∆KOSPIt-i+ ∑α8∆HISt-i+ ∑α9∆TWSEt-i+еt.........(1.4)