BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertengahan
tahun
1997
Indonesia
mengalami
krisis
ekonomi
yang
mempengaruhi hampir seluruh sektor perekonomian. Akibat dari ketidakstabilan tersebut banyak perusahaan yang rugi dan akhirnya menutup perusahaan mereka. Dampak krisis moneter dirasakan oleh perusahaan manufaktur yang go public. Perusahaan yang go public di Indonesia merupakan perusahaan yang relatif besar, baik dari sisi permodalan maupun skala ekonomi produksi. Perusahaan yang go public di Indonesia hampir seluruhnya mempunyai utang luar negeri (Machfoedz, 1999). Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan nilai perusahaan (Weston dan Copeland, 1992). Tujuan perusahaan dapat tercapai, apabila pihak manajemen dapat mengelolanya dengan baik. Semakin bagus kinerja perusahaan maka tujuan perusahaan semakin cepat tercapai. Di saat banyak perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan, menderita kerugian dan tidak sehat, masih ada perusahaan yang berkinerja keuangan cukup bagus sehingga memungkinkan perusahaan tersebut go public. Walau demikian, krisis ekonomi tentunya menyebabkan kinerja perusahaan akan menurun (Afni dan Ihalauw, 2002). Sebagian perusahaan manufaktur di Indonesia selama krisis ekonomi mengalami kesulitan keuangan yang terutama disebabkan oleh depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika menjadi naik sehingga banyak perusahaan tidak mampu
1
memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Hal ini mengakibatkan menurunnya profitabilitas sebagian besar perusahaan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sehingga jumlah perusahaan yang kesulitan keuangan akan lebih banyak dibanding yang sehat. Profitabiltas perusahaan merupakan salah satu indikator yang termasuk dalam informasi mengenai kinerja perusahaan, dalam hal ini kinerja pada faktor keuangan melalui analisis laporan keuangan (Mahadwartha, 2002). Pada dasarnya kondisi perusahaan yang rentan terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi makro bisa diindentifikasi sejak dini dengan mendeteksi kinerja keuangan perusahaan (Machfoedz, 1999). Dampak krisis ekonomi pada variabel-variabel ekonomi makro, yaitu inflasi menjadi tinggi, terjadinya depresiasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika yang sangat besar, naiknya IHSG di BEJ mencapai sekitar 700. Semakin turunnya penjualan yang diakibatkan oleh melemahnya daya beli masyarakat hingga permintaan domestik menurun, banyak perusahaan ditutup atau hanya beroperasi pada setengah kapasitas terpasangnya karena tingginya harga bahan baku yang dipacu oleh apresiasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika (Santoso, 1998). Semakin lemahnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika maka pemerintah berusaha mengatasi dengan menaikkan tingkat bunga pada bulan Juli 1998 sebesar 70,81%, dengan demikian juga bunga deposito berjangka menunjukan peningkatan (Rahmad, 2004). Machfoedz (1999), sistem dan struktur bisnis berpengaruh pada kinerja perusahaan. Besarnya biaya secara langsung tidak terkait dengan usaha perusahaan bisa merupakan salah satu faktor penting dari ketidaksehatan keuangan perusahaan. Keharusan menyediakan bahan baku, pemakaian tenaga
2
kerja yang terampil, perizinan karena limbah dan sebagainya merupakan faktor penting yang mempengaruhi kesehatan keuangan bisnis di bidang manufaktur. Oleh karena itu deteksi kinerja keuangan perusahaan manufaktur bisa memberikan gambaran kekuatan keuangan perusahaan untuk bertahan ketika krisis ekonomi. Robertson (1985), bahwa rasio keuangan yang dipakai yaitu rasio likuiditas, rasio leverage, rasio profitabilitas, aktivitas menggambarkan kesehatan perusahaan di masa yang akan datang. Robertson (1985), menyesuaikan informasi laporan keuangan dengan adjustment nilai uang dan menentukan harga inflasi. Oleh karena penelitian ini mengambil rasio keuangan yang pernah diteliti untuk mengukur kesehatan perusahaan dengan rasio tersebut. Rasio dibuat menurut kebutuhan penganalisis, penganalisis menggunakan rasio keuangan pada dasarnya ada cara pembanding ialah dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio industri akan dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan itu dalam aspek keuangan tertentu berada di atas rata-rata industri, berada pada rata-rata industri atau terletak di bawah rata-rata industri. Apabila suatu perusahaan diketahui berada di bawah rata-rata industri haruslah dianalisis faktor-faktor apa yang menyebabkannya. Kemudian diambil kebijaksanaan keuangan untuk meningkatkan rasionya menjadi rata-rata industri atau di atas rata-rata industri. Banyak perusahaan-perusahaan yang sehat mempunyai current rasio kurang dari 200 % (Himawan, 2004). Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik meneliti pengaruh perubahan variabel-variabel ekonomi makro terhadap perubahan kesehatan perusahaan manufaktur yang go public.
3
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah 1. Apakah perubahan kesehatan perusahaan manufaktur yang go public dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel ekonomi makro ? 2. Perubahan variabel ekonomi makro manakah paling berpengaruh pada perubahan kesehatan perusahaan manufaktur ?
C. Batasan Masalah Supaya penelitian ini lebih terfokus, maka penelitian ini dibatasi pada : 1. Variabel-variabel ekonomi makro yang diteliti ialah inflasi, tingkat bunga dan kurs dollar Amerika terhadap rupiah. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel ekonomi makro tersebut diasumsikan bahwa variabelvariabel makro tersebut mengalami fluktuasi sangat tajam. Di masa krisis dan pasca krisis, Indonesia perlu mempertimbangkan variabel-variabel ekonomi makro dalam perubahan kondisi perusahaan untuk menentukan kinerjanya. Buktinya adalah suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi kondisi perusahaan, terutama hutang perusahaan terhadap bank menjadi lebih banyak, akibatnya kinerja perusahaan buruk. Inflasi berubah menjadi tinggi maka kondisi kesehatan perusahaan buruk, dan kurs dollar Amerika naik maka kondisi perusahaan yang buruk. 2. Data penelitian digunakan antara tahun 1997 – 2000. Pemilihan didasarkan asumsi bahwa pada bulan Juli 1997 adalah awalnya terjadinya krisis
4
ekonomi di Indonesia sehingga perubahan variabel-variabel makro yang sebelumnya rendah menjadi tinggi. Untuk periode Januari-Juni 1997 Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi disertai dengan inflasi yang relatif rendah. Pada masa itu, IHSG mencapai level di atas 600. Pada masa krisis ekonomi kemungkinan terjadinya perubahan variabel-variabel ekonomi makro serta hutang perusahaan dalam dollar Amerika menjadi besar. 3. Penelitian ini dalam menilai kondisi keuangan perusahaan memerlukan beberapa tolok ukur. Tolok ukur yang digunakan adalah rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan adalah rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage. Penggunaan rasio keuangan tersebut merupakan indikator di BEJ (Bursa Efek Jakarta) dan rasio keuangan tersebut merupakan analisis data keuangan yang ada terutama bagi perusahaan yang go public yang telah diaudit setahun sekali (Djohanputro, 2002). Menurut Woelfel (1995), rasio keuangan tersebut digunakan untuk memantau kesehatan perusahaan melalui laporan keuangan tahunan. Dalam analisis keuangan diperlukan perbandingan kinerja satu perusahaan dengan perusahaan lain. Rasio keuangan perusahaan sering dibandingkan dengan rata-rata rasio industri untuk mengetahui kinerja perusahaan (kesehatan perusahaan). 4. Perusahaan manufaktur yang selalu menyampaikan laporan keuangan tahunan pada tahun 1997-2000 yaitu 143 perusahaan yang listing di BEJ.
5
5. Rasio keuangan yang digunakan : a. Rasio likuiditas Perbandingan antara aktiva lancar dan utang lancar. Semakin besar nilai ini maka kinerja keuangannya semakin baik. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Rasio yang digunakan : Current Ratio = b.
Current Assets Current Liabilities
Rasio Leverage Perbandingan antara total aktiva dan utang serta perbandingan antara utang dan ekuitas. Semakin kecil nilai ini, berarti kinerja keuangan semakin baik. Semakin besar proporsi hutang, berarti semakin besar pula beban hutang yang ditanggung oleh perusahaan untuk bunga dan pembayaran kembali hutangnya sehingga semakin besar kemungkinan resiko perusahaan tidak solvable. Rasio leverage yang digunakan : Debt to Equity Ratio =
Total Debt Shareholders Equity
Untuk mengukur kemampuan equity perusahaan dalam membayar seluruh kewajiban pada perusahaan dalam satuan persen. Leverage Ratio =
Total Debt Total Assets
6
Rasio yang mengukur persentase total dana yang disediakan para kreditur. Jika rasio hutang terlalu tinggi, maka ada bahaya kurangnya tanggung jawab spekulasi, jika perusahaan berhasil maka akan memberikan hasil pengembalian yang sangat tinggi. Jika perusahaan gagal, pemilik akan mengalami kerugian yang kecil karena investasinya yang sangat rendah. c. Rasio Profitabilitas Perbandingan antara laba perusahaan dan investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba perusahaan tersebut. Semakin besar nilai variabel ini maka kinerja keuangan semakin baik. Rasio yang digunakan :
Gross Profit Margin =
Gross Pr ofit Net Sales
Dalam mengevaluasi dapat dilihat margin per unit produk, bila rendah maka perusahaan tersebut sensitif terhadap pesaingnya. Net Profit Margin =
Net Pr ofit After Taxes Net Sales
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap laba bersih.
Operating Profit Margin =
Operating Pr ofit Net Sales
Return On Investment (ROI) =
Net Pr ofit After Taxes Total Asset
Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa rasio harus dapat memberikan ukuran produktivitas aktiva dalam memberikan pengembalian kepada kedua penanam modal itu.
7
Return on Equity (ROE) =
Net Pr ofit After Taxes Shareholders Equity
Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan. d. Rasio Aktivitas Rasio ini digunakan dalam mengevaluasi siklus operasi perusahaan dan perbandingan aktiva lancarnya. Inventory Turnover =
Cost Goods Sold Inventory
Perputaran persediaan yang terlalu tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tidak menyimpan persediaan memadai untuk memenuhi kebutuhan penjualan. Nilai Inventory Turnover rendah berarti terlalu banyaknya persediaan, lambatnya penjualan, terlalu tinggi biaya penyimpanan persediaan dan kecilnya prospek pemasukan arus kas. Total Assets Turnover =
Net Sales Total Assets
Rasio Total Asset Turnover merupakan ukuran mengenai tingkat efisiensi penggunaan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Semakin tinggi maka rasio ini semakin efektif perusahaan menggunakan aktiva.
8
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan : 1. Memberikan bukti empiris pengaruh perubahan variabel-variabel ekonomi makro terhadap perubahan kesehatan perusahaan. 2. Mengetahui perubahan variabel-variabel ekonomi makro yang paling berpengaruh terhadap perubahan kesehatan perusahaan.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Investor Sebagai bahan masukan untuk pertimbangan dalam melakukan penanaman modal atau investasi di Bursa Efek Jakarta. Setelah investor mengetahui perubahan variabel-variabel ekonomi makro yang manakah berpengaruh terhadap perubahan kinerja perusahaan, investor perlu mencermati variabel-variabel ekonomi makro tersebut dalam menentukan pemilihan saham perusahaan yang ingin dibeli atau dijual pada saat transaksi di pasar modal. 2. Emiten Perusahaan
perlu
waspada
atau
berhati-hati
terhadap
perubahan
variabel-variabel ekonomi makro. Perubahan variabel-variabel ekonomi makro yang mulanya rendah menjadi tinggi, demikian sebaliknya. Misalnya variabel-variabel ekonomi makro tersebut adalah suku bunga, suku bunga yang tinggi akan memberikan dampak bagi perusahaan
9
terutama hutang perusahaan terhadap bank maka secara otomatis menjadi lebih banyak dan membuat kinerja keuangan perusahaan buruk. Oleh karena itu, perusahaan berhati-hati terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi makro dan perlu mempunyai cara dalam menanggulangi perubahaan variabel-variabel ekonomi makro, sehingga dengan cara penanggulangan perusahaan tersebut membuat kinerja perusahaan yang mulanya buruk menjadi lebih baik. 3. Pemerintah Pemerintah berusaha mengendalikan variabel-variabel ekonomi makro (yang bisa dikendalikan), maka dengan pengendalian pemerintah diharapkan
perubahan
variabel
ekonomi
makro
tidak
terlalu
mempengaruhi perubahan kesehatan perusahaan manufaktur yang go public.
F. Hipotesis
Tirapat dan Nittayagasetwat (1999), membuktikan bahwa kesehatan perusahaan sensitif terhadap variabel-variabel ekonomi makro. Variabel-variabel ekonomi makro tersebut yang diteliti adalah indeks harga konsumen (inflasi), suku bunga, indeks produksi manufaktur dan peredaran uang. Penelitian ini menggunakan variabel-variabel ekonomi makro yang digunakan dalam penelitian Tirapat dan Nittayagasetwat (1999), yaitu suku bunga dan inflasi. Dalam penelitian ini menambah variabel-variabel ekonomi makro yang lain yaitu kurs dollar Amerika terhadap rupiah, karena variabel ekonomi makro tersebut diteliti untuk melihat
10
seberapa besar pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Dari uraian penjelasan di atas hipotesis yang pertama diuji dalam penelitian ini adalah H1: Kesehatan perusahaan manufaktur yang go public dipengaruhi oleh perubahan variabel-variabel ekonomi makro. Penelitian Tirapat dan Nittayagasetwat (1999), membuktikan variabel ekonomi makro yang paling mempengaruhi kondisi kesulitan keuangan perusahaan yang pada akhirnya sampai pada kondisi perusahaan menjadi bangkrut adalah indeks harga konsumen (inflasi). Penelitian Tirapat dan Nittayagasetwat (1999), hasil penelitiannya memberikan bukti bahwa semakin tinggi sensitivitas perusahaan terhadap inflasi maka semakin tinggi pula probabilitas perusahaan yang mengalami kondisi kesehatan keuangan. Dari uraian dan penjelasan diatas, hipotesis yang kedua diuji dalam penelitian ini adalah H2 : Variabel ekonomi
makro yang paling
mempengaruhi kesehatan
perusahaan manufaktur adalah inflasi
G. Metodologi Penelitian 1. Obyek penelitian
Perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang go public. Perusahaan manufaktur digunakan dalam penelitian ini diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang go public, bahan baku perusahaan manufaktur mayoritas diimpor dari luar negeri sehingga terjadinya nilai tukar mata uang asing, perusahaan manufaktur juga memiliki hutang luar negeri. Hal ini di masa
11
krisis ekonomi terjadi perubahan pada kondisi perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut berjumlah 143 perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Kesehatan perusahaan mencerminkan kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan diukur melalui rasio keuangan. Dengan mengamati rasio keuangan suatu perusahaan terhadap rata-rata industri dimana rata-rata industri lebih kecil dengan rasio keuangan maka perusahaan tersebut sehat, tetapi hal ini berhubungan dengan perubahan kinerja perusahaan. Perubahan
kinerja
perusahaan
lebih
besar
terhadap
perubahan
variabel-variabel ekonomi makro dikatakan sensitif, demikian sebaliknya. 2. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan dan variabel-variabel makro. Rasio keuangan meliputi rasio leverage, rasio profitabilitas, rasio aktivitas dan rasio likuiditas. Variabel-variabel ekonomi makro yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi, tingkat bunga dan kurs dollar Amerika terhadap rupiah. 3. Metode pengambilan data
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Pemilihan sampel dengan menggunakan metode purposive yaitu perusahaan manufaktur yang go public yang memiliki laporan keuangan lengkap, tahun 1997-2000 yang listing di Bursa Efek Jakarta. Perusahaan manufaktur yang selalu
menyampaikan laporan keuangan tahunan ada 143 perusahaan. Sumber data diperoleh dari Indonesia Capital market Directory (ICMD) untuk
12
rasio keuangan dan variabel-variabel ekonomi makro diambil sebagian dari laporan Bank Indonesia dan internet. 4. Metode Analisis Data
a. Identifikasi variabel 1) Dependent Variabel (variabel terikat ) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perubahan kesehatan perusahaan. 2) Independent Variabel (variabel bebas) Variabel bebas adalah variabel yang diduga secara bebas berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu inflasi, tingkat bunga, dan kurs dollar Amerika terhadap rupiah. Penelitian ini menggunakan analisis data Regresi Linier Berganda. Regresi linier berganda dengan asumsi bahwa Y= a + bX + e, dimana X tidak menggunakan kuadrat. Model analisis ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam regresi berganda, variabel Y hanya dipengaruhi oleh
variabel X, tetapi oleh X1, X2,..…Xn. Model ini tanpa menggunakan konstanta (alfa) diasumsikan tidak ada varians antar perusahaan. Apabila hanya terdapat dua variabel yang independen, misalnya X1 dan X2 maka secara hubungan linier (linier relationship), (Awat, 1995) maka persamaan yang digunakan dalam penelitian ini :
13
Yi = β1X1i + β2X2i + β3X3i + εi Keterangan : Y
= variabel dependen ke – i (perubahan kesehatan perusahaan)
βi
= koefisien regresi
εi
= variabel pengganggu ke – i
X1
= inflasi
X2
= tingkat bunga
X3
= kurs dollar Amerika terhadap rupiah
Hipotesis (perubahan variabel ekonomi makro berpengaruh terhadap perubahan kesehatan perusahaan) ditolak bila t-hitung ≤ t-tabel.
b. Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda Untuk memperoleh estimasi regresi yang tepat dan baik, maka perlu dilakukan penghindaran dari penyimpangan asumsi klasik. Asumsi klasik terdiri
dari
tiga
yaitu
multikolinieritas,
heteroskedastisitas
dan
autokorelasi. 1) Multikolinearitas Multikolinearitas ialah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel
lainnya (Hermanto dan Saptutyningsih, 2002). Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam model regresi yaitu dengan meregresikan variabel independen dengan variabel independen yang lain, kemudian dihitung R2 dengan uji F.
14
Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak berarti ada multikolinearitas Jika F hitung < F tabel maka Ho tidak dapat ditolak berarti tidak ada multikolinearitas. 2) Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel pengganggu tidak mempunyai varians yang sama untuk semua observasi. Dan penyebabya adalah error learning model, perbaikan dalam pengumpulan data dan kesalahan
spesifikasi model. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan uji white yaitu jika terdapat model regresi Yt = α 1 + α 2 X 1 + u1 dan transformasinya menjadi In Y1 = β1 + β 2 In X 1 + u1
sehingga varians menjadi semakin kecil dan ada kemungkinan homoskedastisitas. 3) Autokorelasi Autokorelasi ialah suatu keadaan dimana kesalahan pengganggu dari periode tertentu (R2) berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari periode sebelumnya (R2). Beberapa penyebab terjadinya autokorelasi ini adalah kelambanan, spesifikasi bias, salah menentukan bentuk fungsi, pengaruh time lag. Dengan adanya autokorelasi maka dugaan parameter Ordinary Least Square (OLS) masih unbiased dan consistent, akan tetapi standart error dari dugaan parameter regresi adalah bias, sehingga
menyebabkan uji statistik tidak tepat dan interval kepercayaan yang bias. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi ini digunakan uji DurbinWatson.
15