BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragamanfungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. (Smeltzer&Bare, 2002). Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan preoperasi, intraoperatif, dan pasca operatif. Setiap fase ini dimulai dan berakhir pada waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah. Masing-masing fase akan mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan yang akan terangkum dalam peran perawat itusendiri (Irwanto, 1996). Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika sering kali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami (Kamarullah, 2005). Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan
1
2
untuk mempersiapkan klien baik secara fisik mau pun psikis (Smeltzer & Bare, 2002). Perawat mempunyai peran dalam mempersiapkan kondisi fisik dan psikologis pasien yang akan menjalani pembedahan. Peran ini dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan disetujui oleh pasien dan berakhir ketika pasien dikirim kemeja operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Peran perawat
dalam
mempersiapkan
kondisi
fisik
pasien
dengan
cara
mengumpulkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik (TTV), membantu pasien memahami perlunya pemeriksaan diagnostic (analisis darah, rontgen, endoskopi, biopsy jaringan, dan pemeriksaan feses dan urine), menilai serta mempersiapkan status seluruh system organ tubuh (Ciaramella & Poll, 2001). Disamping itu, persiapan psikologis juga menjadi salah satu objek perawat dalam menjalankan peran preoperasinya dengan cara menentukan status psikologis pasien, mendengarkan keluhan, memberikan peringatan akan nyeri, mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan lain yang berkaitan, dan menanyakan apakah pasien meminta untuk mendatangkan pemuka agama (Ismani, 2001). Peran perawat dalam fase preoperasi untuk mempersiapkan aspek fisik dan psikologis pasien tidak harus dilakukan dalam waktu yang terpisah. Menurut Supartini (2003) aspek fisik dan psikologis seorang pasien bisa diintervensi dalam waktu yang bersamaan oleh seorang perawat. Berdasarkan hasil penelitian Agung (2003) didapatkan 53% perawat sering melakukan pengkajian status psikologis pasien bersamaan dengan pemeriksaan tanda-
3
tanda vital pasien dengan komunikasi terapeutik. Menurut Kamarullah (2005) keberhasilan setiap fase dalam keperawatan perioperatif akan dicapai ketika aspek fisik dan psikologis pasien dipersiapkan dengan maksimal sesuai standar yang ada. Disamping itu, penelitian Suyono (2000) membuktikan 45,5% perawat di RS Hasan Sadikin Bandung tidak melakukan persiapan fisik pasien preoperasi dengan sempurna. Sebanyak 8 - 10% kegagalan pada tahap intraoperasi dikarenakan persiapan fisik pasien yang belum sempurna yang dapat dikategorikan sebagaima malpraktek seorang perawat. Padahal persiapan fisik pasien preoperasi menentukan 75% keberhasilan fase intraoperatif. Namun, berdasarkan beberapa penelitian masih banyak perawat yang belum melakukan persiapan fisik secara sempurna. Salah satu prosedur pasien yang akan masuk rawat inap adalah sudah terdiagnosa dari poliklinik/UGD tentang penyakit yang diderita serta rencana penanganannya. Dengan dasar ini seharusnya perawat sudah mengetahui program setiap pasien yang masuk ke rawat inap, salah satunya yang telah direncanakan untuk dilakukan tindakan operasi. Sehingga prosedur tindakan preoperasi bisa dipersiapkan sejak dari sini agar pelaksanaan tindakan operasi dapat berjalan dengan lancar. Namun kenyataanya perawat kurang memperhatikan hal ini, sehingga pasien yang ada rencana untuk dilakukan tindakan operasi belum ada perlakuan khusus tentang persiapan tindakan operasi yang akan dijalani. Perawat umumnya mempersiapkan preoperasi bila pelaksanaan operasi sudah dekat atau bahkan persiapan preoperasi dilaksakan
4
bila pasien sudah nyata – nyata terdaftar untuk dilakukan operasi. Tentunya waktu ini sangat singkat untuk menjalankan semua persiapan operasi yang seharusnya dilakukan, akibatnya persiapan operasi tidak maksimal. Sehingga dimungkinkan masih terjadi kegagalan dilakukan operasi karena persiapan perawat yang tidak adekuat. Prosedur tindakan preoperasi di beberapa rumah sakit telah dikembangkan sedemikian rupa mengacu pada kebutuhan pasien yang akan dilakukan pembedahan. Prosedur ini diharapkan menjadi pedoman paramedis dalam upaya mempersiapkan pasien preoperasi, sehingga persiapan preoperasi dapat dilakukan dengan baik. Di Indonesia hampir setiap rumah sakit mempunyai prosedur tentang tindakan preoperasi. Di RS PKU Muhammadiyah Gombong juga telah dibuat instruksi kerja yaitu chek list preoperasi yang harus diisi dan dilaksanakan, namun penelitian terkait sejauhmana tindakan keperawatan yang diterima pasien preoperasi belum pernah dilakukan. Disamping itu tindakan preoperasi yang diselenggarakan oleh perawat apakah sudah dilakukan dengan baik dan apakah sudah dilakukan secara holistik juga belum ada data yang jelas. RS PKU Muhamadiyah Gombong merupakan salah satu rumah sakit di Kabupaten Kebumen yang terletak di kecamatan Gombong. Sesuai data berdasarkan studi pendahuluan di Ruang Bedah yang di lakukan oleh peneliti pada bulan Desember tahun 2012 sampai bulan Januari tahun 2013, di RS ini pada tahun 2012 terlaksana 2619 kali operasi, data tindakan operasi dalam satu bulan rata – rata kurang lebih 218 pasien, sedangkan rata – rata per hari
5
adalah 7 - 8 orang. Pada triwulan ke-4, bulan Oktober sampai dengan bulan Desember Tahun 2012 menunjukkan bahwa pasien yang telah menjalani operasi sebanyak 652 pasien, dimana 452 pasien dilakukan operasi diantaranya adalah operasi bedah umum, meliputi: orthopedik, onkologi, mata, debridement, paruparu, THT, dan lainnya. Sedangkan pasien yang dilakukan pembedahan Laparatomi sebanyak 200 pasien. Pada pengambilan acak chek list tindakan preoperasi yang diisi oleh perawat, dari 15 sampel yang diambil lebih dari 13 tidak terisi dengan lengkap, artinya lebih dari 85 % chek list tindakan preoperasi tidak terisi secara lengkap dan dari informasi sejumlah mahasiswa praktikan yang mempunyai pengalaman praktik di Ruang IBS RS PKU Muhammadiyah Gombong penatalaksanaan persiapan preoperasi Laparatomi oleh perawat belum dilaksanakan semua sesuai dengan teori dalam prosedur tindakan yang sudah ditetapkan. Hal ini akan mengurangi risiko kegagalan pada fase intra-operasi dan pasca operasi. Melihat fenomena di atas pada penelitian ini akan dipelajari jenis – jenis tindakan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap klien preoperasi sehingga hasilnya diharapkan dapat menjadi entery point untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas pelayanan preoperasi khususnya di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
6
B. Perumusan Masalah Fase preoperasi dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan disetujui oleh pasien dan berakhir ketika pasien dikirim kemeja operasi. Pada fase ini perawat memiliki peran dalam mempersiapkan persiapan operasi secara holistic. Tetapi peran ini belum dilaksanakan secara seutuhnya sesuai standar keperawatan oleh perawat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan preoperasi pada pasien Laparatomi oleh perawat di RS PKU Muhammadiyah Gombong?”
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terdiri dari : 1. Tujuan umum Mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan preoperasi pada pasien Laparatomi oleh perawat
di RS PKU
Muhammadiyah Gombong. 2. Tujuan Khusus a.
Mengetahui karakteristik (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan indikasi Operasi) pasien preoperasi Laparatomi oleh perawat di RS PKU Muhammadiyah Gombong.
7
b.
Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan fisik yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien preoperasi Laparatomi di RS PKU Muhamamdiyah Gombong.
c.
Mengetahui
gambaran
penatalaksanaan
persiapan
pemeriksaan
penunjang yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien preoperasi Laparatomi di RS PKU Muhamamdiyah Gombong. d.
Mengetahui gambaran penatalaksanaan pemberian informed consent yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien preoperasi Laparatomi di RS PKU Muhamamdiyah Gombong
e.
Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan mental spiritual yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien preoperasi Laparatomi di RS PKU Muhamamdiyah Gombong
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan supaya pasien preoperasi terpenuhi semua kebutuhannya di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. 2. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau entry point dalam upaya meningkatkan pelayanan
8
untuk pasien. Yaitu terkait dengan dikeluarkannya kebijakan untuk memberikan pelayanan terbaik dalam managemen persiapan preoperasi. 3. Bagi Ilmiah Hasil penelitian ini di harapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan ilmiah serta merupakan salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya. 4. Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khasanah pengetahuan tentang persiapan pasien preoperasi Laparotomi bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong dalam bidang penelitian 5. Bagi Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti tentang persiapan pasien preoperasi, menerapkan secara langsung ilmu tentang persiapan pasien preoperasi, sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan metodologi penelitian berikutnya, sebagai gambaran informasi bagi peneliti berikutnya.
E. Keaslian Penelitian 1. Handayani (2009) dengan judul Evaluasi proses preoperasi pada pasien Sectio Caesarea (SC) di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observatif dengan pendekatan cross sectional sampel yang digunakan sebanyak 32
9
responden/pasien. Hasilnya diperoleh data bahwa kelengkapan proses preoperasi 53% secara baik dan 47% cukup, sedangkan kualitas preoperasi diperoleh 57% secara baik 43% cukup. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitiannya. 2. Pratiwi (2008) dengan judul Gambaran Pemenuhan Personal Hygiene pasien di Bangsal Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong. Penelitian ini mengguanakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Responden terdiri dari perawat bangsal Barokah yang berjumlah 15 orang diambil dengan cara total sampling, responden pasien terdiri dari 81 orang diambil dengan purposive sampling. Hasilnya diperoleh perawat bangsal Barokah RS PKU Muhammadiyah Gombong dalam memberikan pemenuhan personal hygiene terhadap pasien dalam kriteria terpenuhi dan termasuk kategori baik. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitiannya. 3. Subiarti (2009) dengan judul Gambaran Pelaksanaan Personal Hygiene pada pasien immobilisasi oleh perawat di RS PKU Muhammadiyah Gombong. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan
10
sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan pendekatan accidental sampling. Sampel sebanyak 32 responden. Responden penelitian ini adalah pasien dengan kondisi immobilisasi yang mempunyai kriteria pola aktivitas dan latihan dengan skor 19-24. Penelitian ini menggunakan uji analisis univariat, dalam bentuk prosentase. Hasilnya : untuk pelaksanaan kebersihan kulit sebagian besar masuk kategori baik, kebersihan rambut masuk kategori kurang sebesar 100%, kebersihan genitalia masuk kategori kurang sebanyak 13 responden (41%), kebersihan mulut masuk kategori kurang sebanyak 27 responden (84%), dan untuk kebersihan jari kuku kaki dan tangan masuk kategori kurang sebanyak 31 responden (97%). Persamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah samasama menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional.
Perbedaan
penelitiannya.
dengan
penelitian
ini
adalah
variabel