BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar rongga mulut.1 Penyebab halitosis diduga dari sisa makanan yang tertinggal di dalam rongga mulut yang diproses oleh flora normal rongga mulut, yaitu hidrolisis protein oleh bakteri gram negatif. Kondisi mulut juga dapat memicu terjadinya bau mulut yaitu kurangnya saliva, berhentinya aliran saliva, meningkatnya bakteri gram negatif anaerob, meningkatnya jumlah protein makanan, pH rongga mulut yang lebih bersifat alkali dan meningkatnya jumlah sel-sel mati dan sel epitel nekrotik di dalam mulut.1 Ditemukannya Volatile Sulfur Compounds (VSCs) yang dianggap merupakan penyebab utama halitosis, telah banyak menarik kalangan peneliti untuk melakukan studi mengenai hal-hal yang terkait dengan hal ini. VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri anaerob dan bereaksi dengan protein-protein yang ada di dalam mulut yang diperoleh dari sisa-sisa makanan yang mengandung protein, sel-sel darah yang telah mati, bakteri-bakteri yang mati ataupun sel-sel epitel yang terkelupas dari mukosa mulut. VSCs merupakan senyawa sulfur yang mudah
menguap, terbentuk oleh reaksi bakteri (terutama bakteri anaerob) dengan protein yang akan dipecah menjadi asam amino. Terdapat tiga asam amino yang menghasilkan VSCs yaitu Cysteine menghasilkan Hidrogen sulfida (H2S), Methionine menghasilkan Methil mercaptan (CH3SH), dan Cystine menghasilkan Dimetil Sulfida (CH3SCH3).1 Suatu penelitian di Jepang menemukan lebih dari 25% dari sebuah populasi mempunyai Volatile Sulphur Compund (VSC) dinafas mereka yang masih bisa diterima batas nilainya secara sosial. Penelitian lainnya di USA, yang menyertakan orang berusia 60 tahun sampai keatas, ditemukan 24% orang yang mempunyai bau mulut tak sedap. Pada rumah sakit umum pusat nasional Cipto Mangunkusumo, prevalensi dari pasien halitosis selama tahun 2001-2002 adalah 3,5%.2 Menurut American Dental Association, 50% populasi telah menderita gangguan bau mulut dan
25%
menunjukkan
masalah
yang
kronis.3
Bagaimanapun,
halitosis
mempengaruhi proporsi besar dari sebuah populasi dan bisa jadi menjadi penghalang dalam kondisi psikolog dan sosial orang yang menderita halitosis.2 Metode terapi halitosis biasanya bertujuan untuk menghilangkan faktor lokal tersebut, dapat berupa mekanis (penyikatan gigi dan lidah), kimiawi (permen karet, obat kumur) dan kontrol diet. Secara kimiawi, penggunaan obat kumur klorheksidin diglukonat juga memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya halitosis. Bahan lain yang juga dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc chloride dan sodium 2
chloride, TCF (triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release device, oxohalogen oxidant (campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) serta minyak esensial.4 Salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang telah lama digunakan sebagai produk pengobatan tradisional adalah kayu manis (Cinnamomum burmannii). Kandungan kimia dari kulit kayu manis diantaranya minyak atsiri yaitu eugenol, safrole dan sinamaldehid. Kandungan tersebut memiliki potensi sebagai antibakteri dan antibiofilm. Mekanisme penghambatan bakteri oleh minyak atsiri melibatkan beberapa aksi dan hal ini dimungkinkan karena sifat hidrofobisitasnya. Kandungan minyak atsiri dapat mempengaruhi lapisan lipid bilayer membran sel dan menjadikannya lebih permeabel, sehingga menyebabkan kebocoran isi sel vital. Penurunan aktivasi enzim bakteri juga merupakan mekanisme aksi penghambatan bakteri oleh minyak atsiri.5 Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti ingin mengetahui efektivitas ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) dalam menurunkan kadar halitosis. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) mempunyai efek terhadap penurunan kadar VSCs pada penderita halitosis?
3
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) mempunyai efek terhadap penurunan kadar VSCs pada penderita halitosis. 1.4 Hipotesis Penelitian Ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) dapat menurunkan kadar VSCs pada penderita halitosis.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan. mengenai efektivitas ekstrak kulit kayu manis (Cinnamomum burmannii) dalam menurunkan kadar VSCs pada penderita halitosis. b. Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya,
4
c. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tanaman kayu manis mempunyai banyak manfaat, terutama dalam mengurangi bau mulut atau nafas tak sedap.
5