BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak (Dep.Kes RI, 2005). Pengkajian pada kasus gawat darurat traumatik dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalahmasalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002). Pengkajian yang dilakukan secara terfokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang dibutuhkan untuk merawat pasien sebaik mungkin. Dalam melakukan pengkajian dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik dan kemampuan menyelesaikan maslah dengan baik dan benar. Perawat harus memastikan bahwa data yang dihasilkan tersebut harus dicatat, dapat dijangkau, dan dikomunikasikan dengan petugas kesehatan yang lain. Pengkajian yang tepat pada pasien akan memberikan dampak kepuasan pada pasien yang dilayani (Kartikawati, 2012). Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat daruratan traumatik untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat traumatik sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan traumatik pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat dari mutu
pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).
1.2 RUMUSAN MASALAH 1.
Menjelaskan latar belakang perlunya pendidikan kegawatdaruratan traumatik?
2.
Menjelaskan tujuan perlunya pendidikan pembelajaran kegawatdaruratan traumatik?
3.
Menjelaskan konsep kegawatdaruratan traumatik ?
1.3 TUJUAN PENULISAN Mahasiswa mampu memahami
tentang
konsep latar belakang dan tujuan
pentingnya pendidikan kegawatdaruratan traumatik dalam keperawatan dan melakukan klasifikasi pada pasien serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan nantinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Traumatologi adalah suatu bagian ilmu kedokteran khususnya tentang trauma fisik yang mempelajari derajat keparahan luka, hubungan luka dengan kekerasan penyebabnya serta kaitannya dengan hukum. Peran ilmu kedokteran forensik didalam membantu penyelesaian proses penyidikan perkara pidana khususnya dalam kasus perlukaan dituangkan dalam bentuk Visum et repertum adalah ditujukan kepada : 1. Menentukan identitas 2. Menentukan jenis luka 3. Menentukan jenis kekerasan 4. Menentukan kualifikasi luka.
Menentukan jenis luka dan jenis kekerasan penyebabnya Berdasarkan pada sifat atau ciri dari luka yang terdapat pada tubuh korban, dapat ditentukan jenis kekerasan yang menyebabkan luka atau alat yang dipakai oleh pelaku kejahatan dimana hal tersebut dapat berguna untuk proses penyidikan. Jenis kekerasan dapat dibagi dalam empat kelompok besar yaitu:
a. Kekerasan mekanik 1. Trauma akibat kekerasan tumpul : luka lecet, memar, luka terbuka tepi tidak rata, patah tulang dan perdarahan serta robekan pada alat-alat dalam 2. Trauma akibat kekerasan tajam : luka tusuk, luka iris, luka luka bacok 3. Trauma akibat senjata api
b. Kekerasan fisik 1. Suhu tinggi 2. Suhu rendah 3. Arus listrik 4. Petir
5. Tekanan udara tinggi 6. Radiasi 7. Akustik
c. Kekerasan kimiawi yaitu trauma akibat korosifitas zat kimia yang bersifat asam atau basa.
Dokter sebagai ahli yang diminta untuk memberikan penilaian dari barang bukti yang diperiksa tidak sama kedudukannya dengan saksi mata yang melihat proses kejadian dari sesuatu peristiwa kejahatan. Sehingga dokter hanya bisa menentukan jenis kekerasan penyebab luka bukan benda penyebab dari luka.
Cedera akibat kekerasan tumpul 1. Memar Suatu kekerasan tumpul yang relatif lunak dapat tidak menyebabkan cedera pada kulit / epidermis. Namun kekerasan tersebut telah dapat mencederai pembuluh darah kapiler dibawahnya sehingga terjadi perdarahan di bawah epidermis ( kulit ari, di bawah dermis ( kulit) ataupun dimjaringan dan otot. Warna memar menunjukkan usia luka. Perubahan warna memar dari merah – biru – hijau – coklat – kuning – hilang. Adanya warna kuning di sekitar warna memar menunjukkan bahwa memar telah berusia lebih dari 18 jam. Marginal hemorrhage adalah memar yang terjadi di tepi daerah yang terkena trauma, terjadi karena tekanan yang besar. Memar jenis ini justru pada daerah yang pucat menggambarkan bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban, jejas pukulan, cambuk/ tongkat dan sebagainya.
Perbedaan luka lebam dan lebam mayat
Terjadinya
Lebam mayat
Luka memar
Hemostatis dan gravitasi
Kontusio
jaringan
–
kerusakan kapiler bawah kulit Lokasi
Daerah terendah
Pada daerah trauma atau di atasnya
Saat
Post mortal
Intravital
Permukaan
Rata
Kadang-kadang edema
Di iris dan disiram air
hilang
Tidak hilang karena telah terserap jaringan
Mikroskopis
Tidak ada reaksi jaringan
Ada, berupa edema dan sebukan sel-sel PMN
Tanpa ekstravasasi
ekstravasasi
2. Luka lecet
Kerusakan jaringan terbatas pada epidermis. Bila kulit terkena trauma tumpul yang relatif ringan maka epidermis akan terluka. Reaksi leukosit sudah dapat diharapkan sejak 2 jam pasca trauma, sedangkan regenerasi epitel mulai 24 jam. Bergantung pada keparahannya, pada umumnya7-14 hari luka telah menyembuh tetapi masih dapat dikenali karena warnanya masih lebih cerah dari kulit sekitarnya. Biasanya menghilang setelah 2-6 minggu.
Jenis luka lecet : 1. Luka lecet geser : epitel berkumpul pada pihak yang berlawanan dengan arah trauma.
2. Luka lecet tekan : epidermis tertekan ke dalam, pada perabaan keras. Dapat menunjukan bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ritsluiting, jejas jerat, jejas cekikan dsb. Luka akibat gigitan manusia dapat berupa luka lecet, memar dan dapat juga
lebih dalam lagi menjadi luka robek. Luka gigitan ini sering sangat khas bentuknya sehingga disebut sebagai jejas gigitan (bite-mark). Dengan menganalisa susunan luka lecet yang terbentuk (ukuran, posisi dan sudut kemiringannya satu dengan yang lain) , dan dengan interpretasi yang sangat berhati-hati, dapatlah diidentifikasikan siapa pelakunya. Harus diingat bahwa jejas ini pada kulit yang elastis dapat berubah bentuk, apalagi pada orang hidup serta jejas pada kulit dengan jaringan ikat jarang dibawahnya dan kulit yang berlipat. Fotografi yang akurat (tanpa sudut kemiringan), pemetaan dan pencetakan jejas harus dibuat segera oleh orang yang ahli untuk kepentingan identifikasi.
3. Luka terbuka tepi tidak rata
Kerusakan jaringan lebih dalam dari epidermis. Terjadi akibat kekerasan tumpul yang lebih berat. Bentuknya biasanya tidak beraturan, kecuali bila benda penyebabnya merupakan sudut berbentuk garis ( tepi meja, besi siku, dll). Tepi luka tidak rata, sering tampak jembatan jaringan, folikel rambut tidak terpotong, bentuk dasar luka juga tidak beraturan sedangkan disekitar luka sering tampak luka lecet.
3. Patah tulang
Patah tulang dapat terjadi pada kekerasan tumpul dengan tenaga yang relatif besar. Patah tulang impresi pada tulang pipih (kepala) dapat memperlihatkan bentuk benda penyebabnya. Patah tulang berbentuk radier terjadi pada kekerasan yang bergerak ke kepala yang relatif diam, sedangkan patah tulang berbentuk linier sering terjadi pada kepala yang bergerak mengenai benda keras yang relatif diam. Bila terjadi dua patah tulang
yang
berturutan pada tempat yang berdekatan, maka garis patah yang terjadi belakangan akan berhenti pada garis patah yang telah terbentuk lebih dahulu.
Cedera akibat kekerasan tajam:
1. Luka tusuk Ciri – ciri luka tusuk : • Tepi luka rata • Bentuk garis ( lengkung / lurus ) • Dasar berupa titik • Tidak ada jembatan jaringan • Folikel rambut terpotong • Sudut : tergantung jenis luka Sudut : tergantung jenis luka • Panjang luka > lebar maksimal pisau yang masuk • Sudut luka lancip = mata / ujung pisau • Sudut luka tumpul = punggung pisau Tajam dan tumpul : perhatikan tepi luka dan sekitar luka
2. Luka iris Kedua sudut lancip, dangkal
3. Luka bacok Kedua sudut lancip, dalam
Cedera akibat senjata api
LUKA TEMBAK MASUK : Pada perkenaan anak peluru ke kulit akan terjadi cekungan kulit akibat dorongan anak peluru. Cekungan ini akan berakhir bila telah melampaui elastisitas kulit sehingga terbentuk lubang yang tepinya dikelilingi luka lecet. Garis tengah antara batas luar kelim lecet ini adalah setara dengan diameter anak peluru. (Diameter sesuai dengan epidermis oleh karena dermis lebih elastis, sehingga terjadi retraksi.) Apabila perkenaan membentuk sudut kurang dari 90 derajat, maka luka lecet pada
daerah arah datangnya anak peluru akan lebih lebar dari pada sisi yang berlawanan, sehingga terbentuk kelim lecet yang bulat lonjong. Dalam hal ini diameter anak peluru adalah setara dengan sumbu pendeknya. Sedangkan perbandingan antara sumbu pendek dengan sumbu panjang adalah sama dengan sinus sudut datang anak peluru terhadap kulit. Gambaran luka tembak masuk adalah akibat komponen-komponen yang keluar dari laras senjata, yaitu : anak peluru, mesiu yang tidak terbakar, jelaga dan udara panas. Menurut gambaran lukanya ini, luka tembak masuk dapat dibagi :
a. Luka tembak masuk jarak jauh : lubang dan kelim lecet. Sellier (1975) mengatakan bahwa kelim kesat yang juga sering tampak adalah semacam hapusan zat-zat yang terbawa anak peluru, seperti minyak pelumas, jelaga dan elemen mesiu :Pb, Sb, Ba. Kelim lemak ini khas untuk luka tembak masuk, sedangkan kelim lecet hanya tampak jelasbila ada pengeringan epidermis, sehingga hanya tampak pada mayat dan sangat jarang tampak pada orang hidup. b. Luka tembak masuk jarak dekat (relatif dekat) : terdiri dari lubang, kelim lecet, kelim tatu (dan kelim kesat). Kelim tatu diakibatkan oleh butir-butir mesiu yang tidak terbakar tertanam ke dalam epidermis atau dermis. c. Luka tembak masuk jarak sangat dekat : lubang, kelim lecet, (kelim kesat), kelim tatu, jelaga dan api/panas. Api atau panas akan mengakibatkan hiperemi atau terbakar (hangus)nya pakaian korban. d. Luka tembak tempel : mesiu, jelaga dan gas panas masuk langsung ke dalam saluran luka, sehingga tampak kehitaman.
Lubang dan kelim lecet (dan kelim kesat) akan tetap terbentuk. Disebelah luar kelim lecet tampak cedera epidermis yang disebut jejas laras. Jejas laras terjadi karena hentakan kembali kulit oleh dorongan balik gas panas ke arah laras yang menempel. Selain menimbulkan jejas laras, hentakan balik ini juga dapat mengakibatkan luka yang berbentuk seperti bintang dan warna hitam diantara kulit dan jaringan dibawahnya. Jejas laras tampak lebih jelas bila terjadi di kepala. Pada saluran luka akan ditemukan CO-Hb dan CO-Mioglobin (juga pada luka tembak masuk jarak sangat dekat). Sudut masuk peluru dan rekonstruksi
Luka tembak keluar biasanya lebih besar dari luka tembak masuk akibat adanya deformitas anak peluru dan penyebaran gaya kesemua arah. Hal ini juga ditemukan pada anak peluru yang menembus tulang pipih - akan terbentuk corong yang membuka kearah keluarnya anak peluru. Luka tembak keluar dapat lebih kecil bila terjadi sesudah luka tembak tempel, atau pada anak peluru yang kehabisan tenaga pada saat akan keluar tubuh. Bentuk luka tembak keluar tidak khas dan sering tidak beraturan.
Pada setiap luka tembak harus ditentukan :
a. Luka tembak masuk/keluar ? Pada luka tembak keluar (LTK) biasanya kelim tidak ada karena arah peluru dari dalam keluar dan arah peluru sudah berubah. LTK biasanya lebih besar dari LTM dan sering berbentuk tidak beraturan. b. Jenis senjata : bermantel/tidak, beralur/tidak, jumlah dan arah alur, serta diameter anak peluru (kaliber). c. Jarak tembak , bila mungkin. d. Posisi senjata dengan korban, bila mungkin. e.
Arah tembakan, paling tidak terhadap tubuh korban.
f. Bila LTM lebih dari satu, cari mana yang menyebabkan mati dan berapa banyak tembakan (LTM) serta berasal dari satu atau lebih dari satu jenis senjata. g. Deskripsi anak peluru (bila ditemukan) anak peluru tidak boleh diambil dengan pinset,tapi harus dengan tangan dan dibungkus kapas. Hal ini untuk menghindari kerusakan garis / alur yang berguna bagi upaya identifikasi. Senjata api sebagai alat pembunuh di Jakarta ditemukan tertinggi pada tahun-tahun 1983 dan 1984 (pembunuhan misterius). Sebagai alat bunuh diri sangat jarang ditemukan. Terhadap korban bunuh diri atau terhadap tersangka pelaku pembunuhan dapat dilakukan pemeriksaan adanya elemen mesiu (Pb, Sb. Ba) di ibu jari dan telunjuk tangannya melalui pemeriksaan spektrofotometri. Cara yang lebih sederhana namun tidak spesifik adalah tes difenilamin (petunjuk adanya nitrit).
Modul traumatik pada pasien dengan gangguan sistem pencernaan BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul. Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juha membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis. Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen: 1. Komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix. 2. Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas. 3. Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria). 4. Organ lain seperti limpa (lien). Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari trauma abdomen ? 2. Apa penyebab trauma abdomen ? 3. Bagaimana patofisiologi pada trauma abdomen ? 4. Apa saja komplikasi dari trauma abdomen ?
5. Apa saja klasifikasi dari trauma abdomen ? 6. Bagaimana tanda dan gejala trauma abdomen ? 7. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada trauma abdomen ? 8. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang bisa mendukung ? 9. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan trauma abdomen ?
C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui pengertian dari trauma abdomen 2. Untuk mengetahui penyebab trauma abdomen ? 3. Untuk mengetahui patofisiologi pada trauma abdomen ? 4. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma abdomen ? 5. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma abdomen ? 6. Untuk mengetahui tanda dan gejala trauma abdomen ? 7. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada trauma abdomen ? 8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang bisa mendukung ? 9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan trauma abdomen ?
BAB II Tinjauan Teori A. Pengertian Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
B.
Etiologi
1.
Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
2.
Luka akibat terkena tembakan
Luka akibat tikaman benda tajam
Luka akibat tusukan
Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
Hancur (tertabrak mobil)
Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)
C.
Patofisiologi Dampak trauma abdomen tergantung pada:
a.
Daerah atau lokasi yang terkena.
b.
Jenis luka
c.
Penanggulangan emergency. Trauma pada abdomen dapat bersifat tumpul dan trauma tembus.Trauma tumpul akan menyebabkan rupture organ-organ dalam abdomen yang akan menyebabkan perdarahan yang dapat pula terjadi syok dan peritonitis. Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adannya deselarasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncompliance organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.
1.
Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsangan peritoneum berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, dan kekuatan dinding perut.
2.
Adanya darah juga dapat ditentukan dengan adanya sfitting dullness (bunyi redup ketok yang berpindah).
3.
Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu teritama sebelah kiri. Pada trauma tumpul seringkali “diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang” karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. Trauma tembus akan menyebabkan isi organ-organ dalam abdomen keluar, disamping itu bisa juga menyebabkan perdarahan, syok, dan peritonitis.
1.
Perdarahan Berdasarkan susunan anatomi organ-organ abdomen, maka perdarahan biasanya mengikuti kerusakan yang terkena trauma. Namun biasanya organ yang terkena yaitu bagian atas hepar dan lien. Hal ini dikarenakan pembuluh darah abdomen mudah mengalami perlukaan atau cedera. Jika hepar dan lien mengalami trauma berat, maka akan timbul gejala syok dan perdarahan yang kerap kali mengakibatkan kematian segera setelah trauma. Kadang-kadang gejala perdarahan dapat mereda selama satu hari atau dua hari, tetapi kemudian akan timbul perdaerahan lagi secara tiba-tiba setelah melakukan aktivitas. Pada keadaan demikian, frekuensi nadi dari lambat mejadi cepat. Dapat memberikan petunjuk terjadi perdarahan abdomen. Selain itu, makna nyeri di puncak bahu dapat menunjukan adanya perdarahan di daeral lien, tergantung pada lobus mana yang mengalami perdarahan.
2.
Syok Trauma pada abdomen bagian atas terutama di regio hipogastrium dapat menyebabkan syok. Apabila gejala syok tidak menghilang dalam waktu 6 jam, maka kemungkinan besar terdapat perdarahan atau peritonitis.
3.
Peritonitis Keadaan ini isa terjadi pada organ-organ perut, organ-organ berongga seperti usus, kandung kemih, dan lambung. Jika lambung mengalami luka maaka akan timbul muntah kadang-kadang hematemesis. Namun bila usus yag terkena maka akan diikuti oleh melena dan atau diare. Sedangkan bila vesika urinaria yang terkena, maka akan terjadi hematuri yang ringan serta muntah dan rigiditas otot perut setempa. Keadaan ini dapat menimbulkan kematin bila tidak segera ditangani. Hal ini disebabkan gerakan peristaltic usus berhenti tibatiba. Trauma abdomen terjadi karena trauma, infeksi, iritasi dan obstruksi. Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah dan akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda –tanda perforasi, tandatanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidajat, 1997). Luka tusuk ataupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen. Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis jikamengenai organ berongga intra peritonial.Rangsangan peritonial timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut.
a.
Gaster yang bersifat kimia reaksinya paling cepat. Dimana akan terjadi peradangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis yang hebat.
b.
Kolon yang berisi feses reaksinya paling lambat. Dimana mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.
Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi.
D. Komplikasi 1.
Segera : hemoraggi, syok, dan cedera.
2.
Lambat : infeksi
3.
Trombosis Vena
4.
Emboli Pulmonar
5.
Stress Ulserasi dan perdarahan
6.
Pneumonia
7.
Tekanan ulserasi
8.
Atelektasis
9.
Sepsis
E.
Klasifikasi
1.
Trauma pada dinding abdomen Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:
a.
Kontusio Trauma dinding abdomen yang disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera abdomen, tetapi trauma tumpul pada abdomen dapat terjadi karena kecelakaan motor, jatuh, atau pukulan yang dapat menyebabkan terjepitnya organ diantara benturan dengan tulang belakang terutama pada trauma di garis tengah akibat pukulan tersebut. Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya disertai dengan traum pada bagian tubuh lainnya. Di negara-negara yang mengharuskan penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan, dikenal “seat-delt syndrome”. Gejala pada trauma tumpul perut merupakan akibat kehilangan darah, memar atau kerusakan pada organ-organ, atau iritasi cairan usus.
b.
Laserasi Laserasi merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka tembakan atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan pembedahan. Jika terdapat luka
pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). 2.
Trauma abdomen pada isi abdomen Trauma abdomen pada isi abdomen menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
a.
Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
b.
Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
c.
Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
F.
Manifestasi Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Pada trauma nonpenetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen dan terjadi perdarahan intra abdominal Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a.
Terdapat luka robekan pada abdomen
b.
Luka tusuk sampai menembus abdomen
c.
Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan
d.
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.
G. Penatalaksanaan Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera
ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. 1.
Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2.
Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3.
Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a.
Stop makanan dan minuman
b.
Imobilisasi
c.
Kirim kerumah sakit
d.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain:
a.
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b.
Trauma pada bagian bawah dari dada
c.
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d.
Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
e.
Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang)
f.
Patah tulang pelvis Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB.
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi. Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain: a.
Hamil
b.
Pernah operasi abdominal
c.
Operator tidak berpengalaman
d.
Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)
a.
Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
b.
Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c.
Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d.
Imobilisasi pasien
e.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan
g.
Kirim ke rumah sakit
H. Pemeriksaan Diagnostik 1.
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar, kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung, dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2.
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
5.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).
Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Abdomen A. Pengkajian Keluhan Utama: Nyeri pada bagian abdomen, mual, muntah. Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi : 1. a.
Trauma Tembus abdomen Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan; kekuatan tumpul (pukulan).
b.
Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior abdomen, punggung,panggul, dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan adanya pendarahan, maka perawat harus menggunakan petunjuk cullen’s sign yaitu perdarahan pada umbilicus bila terjadi truma panggul dan Turner’s sign yaitu perdarahan retroperitoneal bila terjadi perdarahan pada dinding abdomen.
c.
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
d.
Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani yang berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang mengindikasikan adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup, maka perawat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus besar dan lambung.
e.
Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi akumulasi cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan mengalami distensi.
f.
Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
g.
Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
h.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2.
Trauma tumpul abdomen Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
a.
Metode cedera.
b.
Waktu awitan gejala.
c.
Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d.
Waktu makan atau minum terakhir.
e.
Kecenderungan perdarahan.
f.
Penyakit dan medikasi terbaru.
g.
Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h.
Alergi. Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
2.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
C.
Intervensi Keperawatan
1.
Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan. Tujuan
: Nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : a. Nyeri berkurang atau hilang b. Klien tampak tenang.
Intervensi 1.
Rasional
Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga 1.
Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
2.
Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
2.
Tingkat
intensitas
nyeri
dan
frekwensi
menunjukkan skala nyeri 3.
Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
3.
Memberikan
penjelasan
akan
menambah
pengetahuan klien tentang nyeri 4.
Observasi tanda-tanda vital.
4.
5.
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam 5. pemberian analgesik
2.
Untuk mengetahui perkembangan klien Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit. Tujuan
: Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : a.
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi 1.
Pantau tanda-tanda vital.
Rasional 1.
Mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
2.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. 2.
Mengendalikan
penyebaran
mikroorganisme
patogen. 3.
Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif 3.
Untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
seperti infus, kateter, drainase luka, dll. 4.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk 4. pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
Penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
5.
Antibiotik
mencegah
mikroorganisme patogen.
perkembangan
3.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk. Tujuan
: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : a.
Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi Intervensi 1.
Rasional
Kaji
kulit
dan
identifikasi
pada
tahap 1.
perkembangan luka.
Mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
2.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan 2. tipe cairan luka.
3.
Mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
3.
Suhu
tubuh
yang
meningkat
dapat
diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan. 4. 4.
aseptik
membantu
mempercepat
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan 5. plester kertas.
5.
Tehnik
Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan 6. lanjutan, misalnya debridement.
Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
6.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai 7.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
kebutuhan.
7.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Tujuan
: Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : •
Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
•
Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
•
Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
1.
2.
3.
Intervensi 1.
Rasional
Rencanakan periode istirahat yang cukup.
1.
Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
2.
Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
2.
Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
3. 3.
Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai pasien pulih kembali. kebutuhan.
4.
Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan
4.
Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
5.
Menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. Tujuan
: Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : •
penampilan yang seimbang.
•
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
•
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas
Intervensi
Rasional
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan 1. kebutuhan akan peralatan.
2.
Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah aktivitas.
ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan 3. alat bantu.
4.
Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan
4.
5.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM ketahanan otot. aktif dan pasif. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
5.
Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan / meningkatkan mobilitas pasien.
D. Evaluasi 1.
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2.
Infeksi tidak terjadi/terkontrol.
3.
Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4.
Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Modul askep trauma pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan
Modul sistem pernafasan BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Respirasi merupakan proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan (penafasan dalam) dan yang terjadi di dalam paru-paru (pernafasan luar). Dengan bernafas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang bersenyawa dengan karbon dan hidrogen dari jaringan, memungkinkan setiap sel sendiri-sendiri melangsungkan proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan hasil buangan dalam bentuk karbon dioksida dan air dihilangkan (Pearce, 2008). System respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang merupakan parameter kesehatan manusia. Jika salah satu system respirasi terganggu maka secara system lain yang bekerja dalam tubuh akan terganggu. Hal ini dapat menimbulkan terganggunya proses homeostasis tubuh dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
2. Tujuan a. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah proses pembelajaran ini diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system respirasi secara benar. b. Tujuaan Pembelajaran Khusus 1)
Memahami pengakajian pada klien dengan gangguan sistem respirasi.
2)
Memahami diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem respirasi.
3) Memahami intervensi dan implementasi pada klien dengan gangguan sistem respirasi. 4)
Memahami evaluasi pada klien dengan gangguan sistem respirasi.
A. PENYAJIAN MATERI 1.
Sistem Pernafasan Secara garis besar pernapasan dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a.
Pernapasan dalam (internal) Pertukaran gas antara organel sel (mitokondria) dan medium cairnya. Hal tersebut menggambarkan proses metabolism intraseluler yang meliputi konsumsi O2 (digunakan
untuk oksidasi bahan nutrisi) dan pengeluaran CO2 (terdapat dalam sitoplasma) sampai menghasilkan energy. b.
Pernapasan luar (eksternal) Absorpsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan ke lingkungan luar. Urutan proses pernapasan eksternal adalah:
1)
Pertukaran udara luar ke dalam alveoli melalui aksi mekanik pernapasan yaitu melalui proses ventilasi.
2)
Pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di antara alveolus dan darah pada pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi.
3)
Pengangkutan O2 dan CO2 oleh system peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan sebaliknya yang disebut proses transportasi.
4)
Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh darah kapilerjaringan dengan sel-sel jaringan melalui proses difusi. Saluran pernapasan digolongkan menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu :
a.
Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini memiliki fungsi utama yaitu :
1) Air conduction (penyalur udara) sebagai saluran yang meneruskan udara menuju saluran napas bagian bawah untuk pertukaran gas. 2)
Protection (perlindungan) sebagai pelindung saluran napas bagian bawah agar terhindar dari masuknya benda asing.
3) Warming, filtrasi,dan humidifikasi sebagai bagian yang menghangatkan, manyaring, dan member kelembapan udara yang dihirup. b.
Saluran nafas bagian bawah Secara umum terbagi menjadi dua komponen ditinjau dari fungsinya yaitu:
1) Saluran udara konduktif, yang biasa disebut sebagai percabangan trakheobronkhialis yang terdiri atas trakea, bronkus, dan bronkiolus. 2)
Saluran respiratorius terminal, yang biasa disebut dengan acini yang berfungsi sebagai penyalur (konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius terminal yang merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.
2.
Mekanisme Pernafasan Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada:
a.
Tekanan intrapleural Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalamkeadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karenaada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intrapleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intra pleural dan intra alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar.
1)
Compliance Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai compliance. Ada dua bentuk compliance yaitu:
a)
Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas (airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O
b)
Effective Compliance: (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal ±50 ml/cm H2O Penurunan compliance akan mengakibatkan meningkatnya usaha nafas. Compliance dapat menurun disebabkan oleh:
a)
Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru
b)
Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak
c)
Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen
2)
Airway resistance (tahanan saluran nafas) Resistensi saluran napas adalah oposisi terhadap mengalir disebabkan oleh kekuatan gesekan. Hal ini didefinisikan sebagai rasio dari tekanan mengemudi dengan laju aliran udara. Perlawanan mengalir di saluran udara tergantung pada apakah aliran adalah laminar atau turbulen, pada dimensi jalan napas, dan pada viskositas gas. Untuk aliran laminar, resistensi cukup rendah. Artinya, tekanan mengemudi relatif kecil dibutuhkan untuk menghasilkan laju aliran tertentu. Perlawanan selama arus laminer dapat dihitung melalui penataan ulang Hukum Poiseuille ini: Variabel yang paling penting di sini adalah jari-jari, yang, berdasarkan elevasi dengan kekuatan keempat, memiliki dampak luar biasa pada perlawanan.Jadi, jika diameter tabung adalah dua kali lipat, ketahanan akan turun dengan faktor enam belas. Untuk aliran turbulen, resistensi relatif besar. Artinya, dibandingkan dengan aliran laminar, tekanan mengemudi jauh lebih besar akan diperlukan untuk menghasilkan laju alir yang
sama. Karena hubungan tekanan-aliran berhenti menjadi linier selama aliran turbulen, tidak ada persamaan untuk menghitung rapi ada hambatannya.
3.
Proses Keperawatan Proses keperawatan adalah suatu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan (Potter & Perry, 2005). Bandman dan Bandman (1995) menguraikan seluruh proses keperawatan sebagai suatu rangkai hubungan cara-hasil (means-ends). Cara adalah keakuratan perawat dalam mengkaji, mendiagnosis, menangani klien, dan hasil adalah peningkatan fungsi dan kesejahteraan klien. Dalam proses keperawatan terdapat 5 tahapan yaitu:
a.
Pengkajian Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari klien.Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997) Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain:
1)
Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, social kultural, dan spiritual yang bisa mempengaruhi status kesehatannya.
2)
Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1994)
3)
Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
4)
Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan catatan kesehatan klien. Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan (Bandman dan Bandman, 1995). Metode pengumpulan data meliputi berikut ini :
1)
Melakukan wawancara.
2)
Riwayat kesehatan/keperawatan.
3)
Pemeriksaan fisik.
4)
Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan kesehatan (rekam medik). Secara umum pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan gangguan pernafasan dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1)
Biodata Pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan). Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2)
Riwayat Kesehatan Meliputi :
a)
Keluhan Utama Keluhan Utama meliputi keluhan saat masuk rumah sakit dan keluhan saat pengkajian. Keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Pain, Quality, Regio, Skala, dan Time)
b)
Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat penyakit sekarang perlu diketahui untuk menegakan diagnose.
c)
Riwayat Penyakit Terdahulu Yang sering ditanyakan disini antara lain adalah apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan khusus untuk gangguan pernafasan dapat ditanyakan kebiasaan merokok pasien.
d)
Riwayat Penyakit Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru ada tiga hal yaitu:
a)
Penyakit infeksi Khususnya tuberkulosis paru ditularkan melalui satu orang ke orang lain. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya. b)
Kelainan alergi Contohnya: Asma Bronkial
c) 3)
Pasien Bronkitis Kronis Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
Pengkajian bio-psiko-sosial-spiritual meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien yang secara signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratori timbul akibat stres. Penyakit pernapasan kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran
keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat mengkaji reaksi pasien terhadap masalah stres bio-psiko-sosial-spiritual dan mencari jalan keluar. Yang umum dikaji adalah empat belas kebutuhan menurut Virginia Handerson, yaitu Bernafas, Makan dan Minum, Eliminasi, Gerak dan Aktifitas, Istirahat Tidur, Kebersihan Diri,Pengaturan Suhu Tubuh, Rasa Aman, Rasa Nyaman, Pengetahuan, Prestasi dan Produktifitas, Rekreasi, Sosialisasi dan Komunikasi, dan Spiritual. 4)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara Inspeksi, Palpasi< Perkusi, dan Auskultasi.
a)
Inspeksi Prosedur inspeksi yang dilakukan oleh perawat adalah: 1. Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan duduk. 2. Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya. 3. Tindakan dilakukan dari atas sampai ke bawah. 4. Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi dan massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis dan lordosis). 5. Catat jumlah (frekuensi napas), irama (reguler/irreguler), kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan dada. 6. Observasi tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau pernapasan diafragma serta penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi intercostae. 7. Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya adalah 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada pasien dengan Chronic Airflow Limititation (CAL) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). 8. Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar antara 1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi cairan tubuh pasien.
Kelainan pada bentuk dada adalah: 1.
Barrel chest Timbul akibat terjadinya over inflation paru-paru. Terdapat peningkatan diameter AP:T (1:1), sering terjadi pada pasien emfisemia.
2.
Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja. 3.
Pigeon chest (pectus carinatum) Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan terjadi peningkatan diameter AP. Terjadi pada pasien dengan kifoskoliosis berat.
4.
Kyphoscoliosis (kifoskoliosis) Terlihat dengan adanya elevasi scapula yang akan mengganggu pergerakan paru-paru. Kelainan ini dapat timbul pada pasien dengan osteoporosis dan kelainan musculoskeletal lain yang mempengaruhi toraks. Kifosis adalah meningkatnya kelengkungan normal columna vertebrae thoracalis menyebabkan pasien tampak bongkok. Sedangkan skoliosis adalah melengkungnya vertebrae thoracalis ke samping, disertai rotasi vertebrae. 5. Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru-paru atau pleura.
6. Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan napas. b)
Palpasi Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi). Palpasi toraks berguna untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti massa, lesi, dan bengak. Perlu dikaji juga kelembutan kulit terutama jika pasien mengeluh nyeri.Perhatikan adanya getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara (vocal premitus).
c)
Perkusi Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
a. Suara perkusi normal 1. Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dan normalnya bergaung dan bersuara rendah. 2.
Dullness: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru
3. Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical.
b. Suara perkusi abnormal
1. Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi udara. 2.
Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringa
d)
Auskultasi Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencangkup mendengar suara napas normal dan suara tambahan (abnormal).Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.
Jenis suara napas normal adalah: 1. Bronchial: sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua fase tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea atau daerah lekuk suprasternal. 2.
Bronkovesikular: merupakan gabungan dari suara napas bronkhial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dengan intensitas sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi (E = I). Suara ini terdengar di daerah dada dimana bronkus tertutupoleh dinding dada.
3. Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E < I).
Jenis suara napas tambahan adalah: 1. Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring, musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran udara melalui jalan napas yang menyempit. 2. Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi sputum. 3.
Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien mengalami nyeri saat bernapas dalam.
4. a.
Crackles, dibagi menjadi dua jenis yaitu: Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
b.
Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar. Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.
5)
Data Penunjang Data Penunjang merupakan data tambahan yang di dapat dari hasil pemeriksaan penunjang seperti:
1. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri serta pemeriksaan darah lengkap. 2.
Tes struktur sistem pernafasan : sinar-x dada , bronkoskopi , scan paru
3. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernafasan: kultur kerongkongan, sputum , uji kulit, torakentesis.
b.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain. Setelah
merumuskan
diagnosa
keperawatan
spesifik,
perawat
menggunakan
keterampilan berpikir kritis untuk menetapkan prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentingannya.Prioritas ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah atau perubahan multiple (Carpenito, 1995). Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
a)
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang bersih. Tanda-tandanya :
1)
Bunyi napas yang abnormal
2)
Batuk produktif atau non produktif
3)
Cianosis
4)
Dispnea
5)
Perubahan kecepatan dan kedalaman pernapasan Kemungkinan faktor penyebab :
1)
Sekresi yang kental atau benda asing yang menyebabkan obstruksi
2)
Kecelakaan atau trauma (trakheostomi)
3)
Nyeri abdomen atau nyeri dada yang mengurangi pergerakan dada
4)
Obat-obat yang menekan refleks batuk dan pusat pernapasan
5)
Hilangnya kesadaran akibat anasthesi
6)
Hidrasi yang tidak adekuat, pembentukan sekresi yang kental dan sulit untuk di expektoran
7)
Immobilisasi
8)
Penyakit paru menahun yang memudahkan penumpukan sekresi
b)
Ketidakefektifan Pola Nafas Ketidakefektifan pola nafas merupakan kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang adekuat, actual atau potensial, karena perubahan pola nafas. Tanda-tandanya :
1)
Dispnea
2)
Peningkatan kecepatan pernapasan
3)
Napas dangkal atau lambat
4)
Retraksi dada
5)
Pembesaran jari (clubbing finger)
6)
Pernapasan melalui mulut
7)
Penambahan diameter antero-posterior
8)
Cianosis, flail chest, ortopnea
9)
Vomitus
10) Ekspansi paru tidak simetris
Kemungkinan faktor penyebab : 1)
Tidak adekuatnya pengembangan paru akibat immobilisasi, obesitas, nyeri
2)
Gangguan neuromuskuler seperti : tetraplegia, trauma kepala, keracunan obat anasthesi
3)
Gangguan muskuloskeletal seperti : fraktur dada, trauma yang menyebabkan kolaps paru
4)
CPPO seperti : empisema, obstruksi bronchial, distensi alveoli
5)
Hipoventilasi akibat kecemasan yang tinggi
6)
Obstruksi jalan napas seperti : infeksi akut atau alergi yang menyebabkan spasme bronchial atau oedema
7)
Penimbunan CO2 akibat penyakit paru
c)
Gangguan Pertukaran Gas Tanda-tandanya :
1)
Dispnea,
2)
Abnormal gas darah arteri
3)
Hipoksia
4)
Gelisah
5)
Takikardia
6)
Sianosis
7)
Hipoksemia
8)
Tingkat kedalaman irama pernafasan abnormal
Kemungkinan penyebab : 1)
Penumpukan cairan dalam paru
2)
Gangguan pasokan oksigen
3)
Obstruksi saluran pernapasan
4)
Bronkhospasme
5)
Edema paru
6)
Pembedahan paru
c.
Intervensi N
Diagnosa
Tujuan/
o
Keperawatan yang hasil
Kriteria Intervensi
Rasional
mungkin muncul 1
Kebersihan
jalan Setelah
diberikan Intervensi NIC
napas
tidak asuhan keperawatan 1).Pemantauan
efektif berhubungan ……………x24 jam pernapasan dengan ditandai
pasien
…….. diharapkan bersihan mengumpulkan dengan jalan
napas
klien menganalisis
1).Untuk , memastikan
dan kepatenan data jalan
napas
………….
efektif
dengan pasien ( tanda vital )
kriteria hasil :
2).Manajemen
-Menunjukan
napas
pembersihan
jalan gas
2).Memfasilitas
napas yang efektif , udara/oksigen
pencegahan aspirasi,;
yang
adekuat
jalan 3).Berikan
yang dibuktikan oleh 4).Pengaturan
dan pertukaran
i
kepatenan
posisi, jalan napas
mengubah posisi pasien 3)Membantu status
pernapasan
jalan napas
:
kepatenan
4).Untuk
jalan
memfasilitasi
napas,; dan status
kesejahteraan
pernapasan: ventilasi 5).Lakukan dan bantu fisiologis tidak terganggu.
dalam terapi nebulizer
-Menunjukan
status
pernapasan
:
kepatenan napas
psikososial, serta memudahkan
jalan 6).Instrusikan ,
dan
kepada mengeluarkan
yang pasien tentang batuk skeret
dibuktikan
oleh dan teknik nafas dalam
indicator:
7).Pengisapan
-Kemudahan
napas ( suction )
bernapas
5).Mengencerk
jalan an
secret
,
mempermudah pernapasan
-Frekuensi dan irama 8).Kolaborasi pernapasan baik -Pergerakan keluar
pemberian obat
sputum
dari
jalan
napas
n
pengeluaran
sekret 7).Untuk
-Pergerakan sumbatan keluar
6).Memudahka
dari jalan
menghilangkan secret
napas 8).Untuk perawatan paru 2
Pola efektif
napas
tidak Setelah
diberikan Intervensi NIC
asuhan keperawatan
1).memfasilitasi
berhubungan
……………x24 jam 1).Manajemen jalan napas
dengan ………….. diharapkan ditandai ……….
pola
napas
dengan napas klien efektif 2).Pemantauan tanda vital dengan kriteria hasil :
kepatenan jalan
2).Untuk menentukan
3).Pantau pola pernapasan , dan mencegah
Hasil NOC
auskultasi suara napas
komplikasi 3).Mengetahui
-Menunjukan
pola
tindakan
pernapasan efektif ,
selanjutnya
yang dibuktikan oleh 4).Ajarkan teknik relaksasi
yang
status pernapasan ;
dilakukan serta
status
pentilasi 5).Ajarkan teknik batuk mengetahui
pernapasan
tidak efektif
terganggu
napas,
adanya
, 6).Berikan
kepatenan
jalan nebulizer
tidak
dari
ultrasonik 4).Untuk
ada dan udara atau oksigen
pola pernapasan
( fowler) status 8).Kolaborasi
pernapasan
: pemberian obat
ventilasi
tidak
terganggu
yang
dibuktikan oleh : a.
memperbaiki
rentang 7).Atur posisi pasien 5).Mengeluarka
normal. -Perubahan
suara
terapi tambahan
penyimpangan tanda vital
akan
n sekret 6).Untuk membantu pola pernapasan
7).Mengoptimal
kedalaman
kan pernapasan
dan
8).Mengoptimal
inspirasi kemudahan nafas
b. ekspansi dada simetris -Menunjukan
tidak
ada gangguan status pernapasan ; a.penggunaan otot
kan pernapasan
pola
aksesorius b.
suara
napas
tambahan c. pendek napas 3
Gangguan pertukaran
Setelah
dilakukan Intervensi NIC
gas tindakan
1.
Kaji
berhubungan
keperawatan selama pernapasan
dengan……
….x 24 jam
ditandai dengan ….
Gangguan
pasien tindakan
Monitor TTV.
yang
akan dilakukan selanjutnya
pertukaran pasien
pola 1.Mengetahui
2.Posisikan
pasien 2.Memaksimalk
teratasi untuk memaksimalkan
dengan
an ventilasi
Ventilasi
kriteria hasi:
3.Mengoptimal kan pernapasan
NOC:
3.Keluarkan
sekret
-Mendemonstrasikan dengan batuk atau
4.Melakukan
peningkatan
tindakan
ventilasi
Suction dan
selanjutnya
oksigenasi
4.Auskultasi
suara 5.Mengoptimal
yang adekuat
nafas, catat adanya
kan jalan napas
suara tambahan
6.Mengetahui
-Memelihara
adanya
kebersihan paru paru
5.Monitor respirasi dan keabnormalan
dan bebas dari tanda
status O2
pada
tanda distress
pernapasan
pernafasan
6.Catat
pergerakan untuk
dada,amati -Mendemonstrasikan kesimetrisan, batuk
efektif
suara
nafas
bersih,
tidak
dan penggunaan yang tambahan, ada retraksi otot .
mengoptimalka n tindakan otot 7.
tindakan selanjutnya
sianosis dan dyspneu (mampu
Melakukan
7.Monitor suara nafas, 8.
mengeluarkan sputum,
seperti
dengkur, Mendengarkan
mampu Monitor pola nafas
bernafas dengan mudah,
tidak
pernapasan ada 8.Auskultasi
pursedlips)
suara
nafas, catat area penurunan
-Tanda tanda vital dalam
bunyi
/
9. tidak Mengoptimalka
adanya ventilasi dan
rentang suara tambahan
n
pengobatan
yang diberikan
normal 9.Kolaborasi -AGD dalam batas
pemberian obat
Normal
-Status neurologis dalam batas normal
d.
Implementasi Dilaksanakan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
e.
Evaluasi Evaluasi dilakukan berdasarkan tujian dan outcome
Modul askep traumatik pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang Sitstem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme dalam tubuh. Tumor merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat terjadi pada organ sistem perkemihan, misalnya tumor ginjal dan tumor vessika urinaria. b. Tujuan Tujuan Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika urinaria (kandung kemih), dan uretra.
Ginjal Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia. Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting homeostasis. Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana keseimbangan
air.
mempertahankan
keseimbangan
asam-basa
cairan
tubuh,
dan
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam darah. Bentuk ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan. Ontogenitis, berasal dari mesoderm, terletak dalam rongga perut pada daerah retroperitoneal, di sebelah kanan dan kiri dari kolumna vertebralis dan melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri, hal ini karena adanya hati di sebelah kanan dan menekan ke bawah. Bila ginjal dibelah dua, secara longitudinal (memanjang), dapat terlihat. bagian luar yang bercak-bercak disebut korteks, serta bagian dalam yang bergarisgaris disebut medula. Medula terdiri dari bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang disebut renah piramid. Puncak kerucut tadi menghadap ke ;=.aliks yang terdiri dari iubang-lubang kecil (papila renalis). tiara pyramid dipisahkan sate dengan lainnya oleh kolumna renalis. Garis yang terlihat pada piramid disebut tubulus. Pada pemeriksaan secara mikroskopis, terlihat ginjal berbentuk seperti corong dengan batang yang panjang dan berkelok-kelok. Bagian corong tersebut dinamakan kapsula Bowman yang terdiri atas dua lapis sel-sel gepeng. Ruangan kapsula Bowman dan glomerolus disebut karpusguli renalis (korpuskulam malfigi). Proses pembentukan urine diawali dengan masuknya darah melalui vas aferen ke dalam glomerolus clan keluar melalui vas eferent. Bagian yang mer,yerupai bentuk batang yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal. tubulus koligentes. Pada Bagian-Bagian batang ini terjadi proses: filtrasi, reabsopsi, dan sekresi.
Proses filtrasi terjadi pada glomerolus karena permukaan aferen lebih began daripada permukaan eferen. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penyaringan darah. Pada proses ini yang tersaring adalah Bagian cair dari darah kecuali protein. Selanjutnya, cairan tersebut, yaitu air, glukosa, natrium, klorida, sulfat, dan bikarbonat. Ditampung oleh simpai Bowman yang selanjutnya diteruskan ke tubulus-tubulus ginjal. Proses reabsorbsi terjadi pada tubulus-tubulus ginjal. Di sini terjadi penyerapan kembali dari sebagian air, glokosa, atrium, klorida, sulfat, bikarbonat dan beberapa ion bikarbonat. Pada tubulus ginjal bagian atas, terjadi proses pasif (reabsorpsi obligatori). Sedangkan pada tubulus ginjal bawah terjadi proses aktif (fakultatif reabsorpsi) yang menyerap kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Sisa hasil reabsorpsi akan dialirkan ke papilla renalis. Pelvis renalis (piala ginjal) merupakan bagian dari ginjal dengan duktus papillaris Bellini bermuara pada renalis yang menyebabkan terbentuknya area kribiformis pada papilla ginjal. Papilla renalis terlihat, menonjol ke dalam satu kaliks minor, bersatu menjadi kaliks mayor, inipun menjadi pelvis renalis. Pelvis renalis ini berlanjut menjadi ureter.
Ureter Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih) melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang punggung) yang menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih. , Panjang ureter kurang lebih 30 cm dan berdiameter 0,5 cm. Uretra sebagian terletak dalam rongga perut (pars abdominalis) dan selanjutnya berjalan di dalam rongga panggul (pars pelvira). Otogenitis ureter termasuk berasal dari mesoderm, karena itu, ureter juga terletak pada retroperitonialis. Dinding utera terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan mukosa, otot polos, dan jaringan fibrosa.
Vesika urinaria Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul. Bila terisi penuh, kandung kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.
Kandung kemih berbentuk seperti kerucut. Bagian-bagiannya ialah verteks, fundus, dan korpus. Bagian verteks adalah bagian yang meruncing ke arah depan dan berhubungan dengan ligamentum vesiko umbilikale medius. Bagian fundus merupakan bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah. Bagian korpus berada di antara verteks dan fundus. Bagian fundus terpisah dari rektum oleh spasium rektovesikula yang terisi oleh jaringan ikat, duktus deferens, vesikula seminalis. Dinding kandung kemih terdiri dari tiga lapisan otot polos dan selapis mukosa yang berlipat-lipat. pada diding belakang lapisan mukosa, terlihat bagian yang tidak berlipat, daerah ini disebut trigonum liestaudi.
Uretra Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-laki, uretra berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis, selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu pars proetalika, pars membranosa, dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah dunia luar disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara uretra pada perempuan terletak di sebelah atas vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra perempuan berfungsi sebagai saluran ekskretori.
PENGKAJIAN SISTEM PERKEMIHAN Tanda dan gejala gangguan/penyakit pada sistem perkemihan dapat dilihat atau ditanyakan langsung pada pasien, yang meliputi: Frekwensi buang berkemih (miksi):
Poliuri (sering miksi)
Oliguri (jumlah urine yang keluar kurang dari normal, minimal urine keluar kurang lebih 400 cc)
Stranguri (miksi sering tetapi sedikit-sedikit, lambat dan sakit).
Urgensi (pasien berkeinginan untuk miksi, tetapi tidak terkontrol untuk keluar).
Nokturi (pasien terbangun tengah malam untuk miksi).
Pasien mengalami keraguan/kesukaran saat memulai untuk miksi. Intermiten (pasien mengalami tempo berhenti arcs urinenya selama miksi).
Urine keluar secara menetes atau tidak memancar).
lnkontinen urine (urine keluar dengan sendirinya tanpa disadari).
Kelainan miksi:
Disuri (adanya rasa sakit sewaktu miksi)
Adanya rasa papas sewaktu miksi
Hematuri (adanya darah yang keluar bercampur dengan urine).
Piuri (adanya nanah dalam urine, keadaan ini diketahui melalui pemeriksaan mikroskopis, disebabkan tidak semua urine menjadi keruh karena mengandung nanah.
Lituri (urine keluar bersama bate kecil sewaktu miksi)
Selain hal-hal di atas, dalam pengkajian pasien harus termasuk : 1) identitas pasien; 2) riwayat kesehatan umum meliputi berbagai gangguan/penyakit yang
lalu,
yang
berhubungan atau yang dapat mempengaruhi penyakit perkemihan, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat kesehatan pasien; 3) riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan/gangguan yang berhubung an dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini. Fungsi- fungsi utama dari ginjal adalah : 1. Ultra filtrasi : Menyaring darah dan bahan-bahan yang terlarut serta membuang cairan yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh. 2. Pengendalian cairan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Keseimbangan asam basa : Mempertahankan derajat asam dan basa dengan mensekresi ion H dan pembentukan Bicarbonat sebagai Buffer. 4. Mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi urine. 5. Mengatur metabolisme dengan mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal. 6. Memproduksi eritrosit : eritropoetin yang disekresikan oleh ginjal dan merangsang sumsum tulang agar membuat sel-sel eritrosit. 7. Ekskresi produk sisa : Membuang langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrasi glomerulus.
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
Penyakit ginjal polikistik Penyakit ginjal polikistik merupakan suatu keadaan ginjal dipenuhi oleh banyak kista. Penyebab kelainan ini adalah heriditas. Bila penyakit ini mengenai anak-anak, akan bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian. Bila mengenai orang dewasa, gejala akan timbul setelah pasien berusia 30 tahun. Patofisiologi. Ginjal dipenuhi oleh kista yang demikian membesar, mendesak jaringan ginjal dan sekitarnya yang berangsur-angsur menghancurkan jaringan ginjal, yang.pada akhirnya pasien menderita kegagalan ginjal. Gejala dan tanda. Nyeri menusuk di daerah pinggang disertai pem besaran ginjal yang dapat diraba dari luar. Sebagian besar pasien menderita hipertensi. Terjadi hematuri dan demam. Pemeriksaan diagnostik. Untuk memastikan adanya kelainan ini perlu dilakukan pemeriksaan IVP (intravenous pyeiography). Penggambaran dengan kontras dari piala ginjal dan saluran-salurannya. Tindakan ini untuk melihat fungsi sekresi dan ekskresi dari kedua ginjal, melihat apakah ada bate radiopaque dan radio luccut, dan melihat apakah ada kelainan pada ginjal Tindakan pengobaton Penatalaksanaan pasien dengan penyakit ginjal polikistik meliputi :
Diet rendah protein yang memperlambat terjadinya kegagalan ginjal.
Pasien harus istirahat di tempat tidur.
Pembedahan dengan operasi Rovsings, suatu tindakan untuk melubangi kista, ini dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Persiapan untuk tindakan ini sama seperti persiapan pasien untuk operasi pada umumnya.
Dialisis renal dan transplantasi ginjal bila pasien mengalami gagal ginjal. Bila ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, pasien mengalami gagal ginjal.
Prognosis. Gangguan ini pada anak-anak dapat menyebabkan kematian. Pada orang dewasa bila tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan kegagalan ginjal.
Persiapan untuk tindakan IVP
Buat perjanj an dengan bagian radiologi
Hasil pemeriksaan ureum dan kreatinin harus dalam Batas normal
Sehari sebelumnya pasien makan bubur kasar
Pukul 18:00 pasien makan terakhir
Pukul 20:000 pasien diberikan 30 gram garam Inggris atau tablet laksansia
Pukul 22:00 dipuasakan'sampa selesai pemeriksaan
Pagi hart diberikan lagi obat tablet, diberikarnsupositoria per awal
Pasien dilarang merokok dan dianjurkan untuk tidak'banyak bicara
GANGGUAN PADA URETER Kelainan bawaan pada ureter jarang ditemukan. Meskipun demikian, di bawah ini dikemukakan tentang beberapa kelainan ureter dapat ditemukan.
UreterKembarAtauUreterBifida Ureter kembar ialah terdapatnya dua ureter pada satu ginjal, sedangkan ureter yang bercabang pada suatu tempat sehingga berbentuk huruf Y. Kelainan ini berasal clan dua buah ureter, biasanya disertai piala ginjal kembar atau dapat pula terjadi sebuah piala yang besar dengan piala ginjal yang bercabang.
PembuluhDarahGinjalAferens Kelainan ini dapat terjadi pada vena maupun arteri yang berasal dari arteri renalis maupun aorta. Pembuluh darah ginjal aferens dapat mengakibatkan ureter terjepit dan menimbulkan gejala-gejala sumbatan.
Kelainan Lumen Ureter Kelainan ini terjadi akibat penyempitan yang dapat menimbulkan gejala obstruksi pada ureter dapat diperkirakan dari melilit atau tertekuk di ureter.
Kelainan Muara Ureter Kelainan muara ureter yaitu berpindahnya muara ureter dan melekat pada organ yang lain. Pada laki-laki, muara ini melekat pada uretra pays prostalika, duktus ejakulatorius,
vesikula seminalis, dapat pula pada vas deferens. Sedangkan pada perempuan, muara ini dapat melekat pada uterus, uretra, vagina.
GANGGUAN PADA KANDUNG KEMIH Kelainan bawaan pada kandung kemih dapat berupa tidak adanya kandung kemih don ekstrofi kandung kemih.
Gangguan pada uretra Kelainan pada uretra antara lain hipospadia pada pria, yaitu suatu keadaan di mana uretra pada bagian distal penis, tidak berkembang dengan sempuma. Tindakan yang dapat dilakukan ialah operasi bedah plastik untuk menyambung defek tersebut. Operasi dilakukan bila usia anak sudah mencapai kurang lebih empat tahun.
Gangguan berkemih Retensi Urine Retensi urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronik. Pada keadaan akut, berkemih berhenti secara mendadak di mana pasien tiba-tiba tidak bisa berkemih. Dalam keadaan kronik, retensi urine terjadi akibat adanya obstruksi yang terusmenerus pada uretra.
Penyebab gangguan ini adalah:
pada lumen uretra, misalnya karena adanya kalkulus.
pada dinding uretra, yaitu karena adanya striktur.
pada dinding uretra yang tertekan, misalnya karena hipertrofi prostat, fimosis.
Patofisiologi Obstruksi pada uretra menyebabkan kesulitan miksi serta menimbulkan hipertrofi otot kandung kemih. Hal ini akan menimbulkan urine yang jumlahnya makin meningkat selanjutnya terjadi dilatasi permanen pada kandung kemih.
Gejala don tanda. Diawali dengan aliran urine yang makin lambat, kemudian terjadi poliuria yang makin lama makin parch disebabkan oleh pengosongan kandung kemih yang tidak efisien. Selanjutaya, akan terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih. Prognosis. Bila penatalaksanaan pada keadaan akut kurang baik dapat menyebabkan retensi kronik. Penatalaksanaan. Untuk gangguan ini dilakukan kateterisasi uretra, dilatasi uretra dengan bougi, don drainase supra pubik.
Katetertsasi Katetecisasi urine adalah memasukkan kateter e dalam kandung; kemih mePalcti uretra.
MengetuarKan air tcemtn
Mengosol gkan kandung kemih untuk, suatu pemeriksan dan persiapan operas!.
Menampung air kemih.
indikasi:.
Pasiein yang mengalami retensi.i urine.
Pasien yang perlu pemeriksaan urine stern.
Pasien yang.akan dilakukan foto daerah kandung kemih.
Persiapan pasien
Pasien diberitahu engenai.tindakan yang akan dilakuk n
Menjaga privasi clan rasa aman pasien
Atur posisi tidur pasien dengan coca menekuk kedu fu ut.
Inkontinensi Urine Inkontinensia urine adalah suatu keadaan urine bocor secara terus menerus. Penyebab gangguan ini adalah trauma sfingter, gangguan neurogenik dari saluran urinaria bagian bawah, adanya fistula karena operasi, kongenital fistula, ektopik uretral orifisium.
INFEKSI SALURAN KEMIH Pielonefritis Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terns naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai baik parenkirn maupun pelvis ginjal. Gangguan ini dapat disebabkan oleh bakteri E.coli, karena resisten terhadap obat antibiotik, atau obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis. Patofisiologi. Gangguan akut terjadi bila infeksi bakteri naik dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Sedangkan gangguan kronik terjadi bila infeksi dapat terjadi karena adanya bakteri tetapi dapat juga karena faktor lain, seperti obstruksi saluran kemih. Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara parmanen dan dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik. Pielonefritis akut Bering juga ditemukan pada perempuan hamil biasanya diawali dengan hidroureter dan hidronefritis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar. Tanda dan gejala pielonefritis akut adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada daerah ginjal, pangs tinggi dan terjadi respons sistemik yang umum, sering miksi dan terasa nyeri, dan dalam urine ditemukan adanya leukosit dan bakteri. Penatalaksanaan gangguan ini dengan memberi pasien banyak minum dan tempi antibiotika. Pielonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala gangguan ini ditunjukkan dengan adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang darn kesehatan pasien semakin menurun pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal. Pemeriksaan diagnostik untuk infeksi saluran kemih adalah dengan IVP, sistoskopi, kultur urine, atau biopsi ginjal. Prognosis baik bila dilakukan pengobatan tepat, tetapi bila infeksi berlangsung terns, dapat terjadi atrofi pielonefritis. Komplikasi penyakit ini meliputi hipertensi, pembentukan batu dan kegagalan ginjal. Sehingga perlu dilakukan pencegahan, dengan deteksi dini dan perawatan serta pengobatan yang adekuat terhadap infeksi saluran kemih bagian bawah (ureteritis, sistitis. uretritis).
Kultur urine Kultur urine adalah menyiapkan urine steril untuk pemeriksaan kultur dengan cara pengambilan urine tengah (mid-stream). Tujuan pemeriksaan iniuntuk mengathui infeksi saluran kemih. Persiapan pasien.
Pasien diberi tahu mengenai keadaan yang akan dilakukan
Sediakan `botol pemeriksaan steril dan tutupnya (disteril secara kering).
Bersihkan area kelamin dengan menggunakan larutan sabun.
Urine yang pertama keluar tidak ditampung, pasien diminta untuk menahan urinenya.
Selanjutnya urine ditampungg dalam botol stern secara hati-hati.
Biopsi Ginjal Biopps! ginjal adalah mengambil sedikit jaringah—ginjal Tujuan tindakan ini untuk nengetahui patologi-anatomi (PA) dari: jaringan ginjal. Indikasi tindakan inik untuk pasien dengan penyakit ginjal seperti sindrom nefrotik atau karsinoma ginjal. Persiapan pasien:
Dilakukan pemeriksaan laboratorium Betas lengkap terutama fungsi ginjal, yaitu VCT, urine lengkap, masa protrombin (masa pembekuan dan masa perdarahan) dan dash lengkap dan BNO/lVP
Tiga hari sebelum dilakukan biopsi pasien diberi vitamin K tablet atau suntikan vitamin K selama 3 hari,berturut-turut.
Ureteritis Ureteritis adalah peradangan pada ureter. Gangguan ini terjadi karena adanya infeksi baik pada ginjal maupun kandung kemih. Patofisiologi. Infeksi di ginjal (pielonefritis) menjadi ureteritis selanjutnya menjadi sistitis (akibat infeksi desendens) atau sebaliknya. Aliran urine dari ginjal ke buli-buli dapat terganggu karena timbulnya fibrosis pada dinding ureter, menyebabkan striktur dan hidronefrosis, selanjutnya ginjal menjadi rusak, juga mengganggu peristaltik ureter.
Sistitis Sistitis adalah peradangan pada vesika urinaria dan sering ditemui. Infeksi ini terjadi karena E. coli (banyak ditemukan pada perempuan), infeksi ginjal, dan hipertrofi prostat karena adanya urine sisa. Sistitis primer adalah radang buli-buli yang terjadi karena adanya penyakit atau gangguan antara lain batu buli-buli, divertikal buli-buli, hipertrofi prostat, atau striktura uretra. Sistitis sekunder adalah gejala sistitis timbul sebagai akibat dari penyakit pada sistem lain. Sistitis akut menunjukkan tanda dan gejala peningkatan frekuensi miksi, baik diurnal maupun noktural. Disuri karena epitelium yang meradang tertekan, rasa nyeri pada daerah suprapubis atau perineal. Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan spesimen (bahan) urine porsi tengah (midstream) diperiksa dan dibenihkan. Infeksi pada buli-buli mempunyai kemungkinan untuk dapat sembuh dengan sendirinya bila tidak terjadi komplikasi. Tindakan pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotika, antiepamodik, tranquilizer, robordatia dan banyak minum untuk melarutkan bakteri. Sistitis kronik disebabkan oleh infeksi kronik dari traktus urinarius bagian atas, adanya sisa urine, stenosis dari traktus urinarius bagian bawah, pengobatan sistitis akut yang tidak sempurna, adanya faktor predisposisi. Tanda dan gejala sama dengan sistitis akut tetapi berlangsung lama dan sering tidak begitu menonjol. Pemeriksaan diagnostik pada pasien perlu dilakukan NP dan sistoskopi. Tindakan penanggulangan dengan banyak minum untuk melarutkan bakteri, pemberian antibiotika, irigasi kandung kemih dengan larutan antiseptik ringan. Pencegahan sistitis khususnya untuk perempuan, dengan menggunakan celana dalam yang selalu berada dalam keadaan kering, bilas alat genital dari arah depan ke belakang.
Irigasi kandung kemih Irigasi;kandung kemih adalah.#indakan mencuci kandungg kemih dengan cairan yang mengalir. Tindakan ini dilakukan untuk memberi pengobatan, memanaskan mukosa kandung kemih, membersihkan kandung kemih. Persiapan pasien sama seperti pers apan pada pelaksanaan tindakan kateterisasi.
Indikasi tindakan: Radang kandung kemih Peradangan saluran kemih bagian atas Peradangan kandung kemih Pasien menggunakan kateter. Rendam duduk
Rendam duduk adalah merendam daerah anus dan sekitarnya serta daerahh genetalia. Tujuan tindakan ini ialah memberikan perawatan/penanggulangan untuk membersihkan luka dan untuk mengurang rasa sakit. Tindakan ini dilakukan untuk pasien dengan peradangan, luka terbuka-yang kotor pada daerah anus dan genetalia,
Persiapan alat dan bahan:
Zeil bak rendam duduk spiritus bakar dalam tempatnya
Korek api
Termometer air
Peniti
Handuk
Plester
taunting .
Bak steril bertutup berisi kain kasa dan pinset
Cairan obat yang diperlukan (mis. kalium permanagat 4%)
Selimut mandi
Tirai
Cara mengaiar:
Pasien diberi tahu tentang tindakan yang akan dikerjakan.
Alat-alat disiapkan dan diletakkan dekat pasien.
Tirai dipasang.
Perawat mencuci tangan.
Zeil rendam duduk di flambir, kemudian diisi cairan obat sebanyak sepertiga bagian,, ukur suhu cairan dengan menggunakan termometer air, dengan suhu 40-43°C
Pasang Selimut mandi sampai menutupi seluruh bokong pasien, pakaian bawah pasien dilepaskan. Pakaian pasien bagian atas dilipat dan diberi peniti agar tidak terendam air. Pasien diminta untuk duduk di atas zeil selama 10-15 menit.
Bila sudah selesai, bokong pasien dikeringkan dengan handuk. Tutup luka dengan menggunakan kasa steril dan pinset, kemudian luka diplester. Pakaian bawah pasien dipakaikan kembali, selimut diangkat. Pasien dianjurkan untuk istirahat kembali di tempat tidur. Alat-alat dibereskan dan dibersihkan.
URETRITIS Uretritis adalah peradangan pada uretra. Infeksi ini disebabkan oleh kuman gonorroe atau kuman lain, kadang-kadang uretritis terjadi tanpa adanya bakteri. Uretritis akut biasanya terjadi karena naiknya infeksi atau sebaliknya, oleh karena prostat mengalami infeksi. Keadaan ini lebih sering diderita oleh kaum lake-lake. Tanda dan gejala uretritis meliputi mukosa merah edema, terdapat cairan eksudat yang purulen, ada ulserasi pada uretra, ada rasa ' gatal yang menggelitik, gejala khas pada uretritis GO, yaitu "good morning sign". Pada lake-lake, pembuluh darah kapiler melebar, kelenjar uretra tersumbat oleh kelompok nanah. Pada perempuan, jarang ditemukan ureteritis akut, kecuali bila pasien menderita GO. Pemeriksaan diagnostik untuk uretritis akut dilakukan pemeriksaan terhadap sekret uretra untuk mengetahui kuman penyebab. Tindakan pengobatan dengan memberi antibiotika. Bila terjadi striktur dilakukan dilatasi uretra dengan menggunakan boligit. Bila komplikasi berikan antibiotika. Uretritis kronik. Infeksi ini disebabkan oleh pengobatan yang tidak sempurna pada masa akut, prostates kronik, atau striktura uretra. Tanda dan gejala infeksi ini berupa mukosa terlihat granuler dan merah dan getah uretra positif terlihat pada page hari sebelum miksi pertama. Bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar ke kandung kemih, ureter, ginjal. Tindakan pengobatan dilakukan dengan pemberian kemoterapi dan antibiotika atau banyak minum untuk melarutkan bakteri (kurang lebih 3000 cc/ hari). Komplikasi gangguan ini berupa radang yang dapat menjalar ke prostat.
Batu saluran kemih Batu saluran kemih adalah adanya bate pada saluran kemih yang bersifat idiopatik dan dapat menimbulkan stasis dan infeksi. Penyebab gangguan ini masih belum dapat dipastikan, kemungkinan karena adanya faktor infeksi (infeksi tersering disebabkan oleh E. coli), defisiensi vitamin A, diet yang salah, kekurangan minum atau dihidrasi, hiperparatiroidisme (penyakit metabolik bawaan, faktor lingkungan dari sumber air minum. Penatalaksanaan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Perkemihan Dikenal dua jenis bate, yaitu batu anorganik (misalnya, tripel fosfat, kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan batu yang mengandung magnesium) dan batu organik (misalnya, asam urat, sistin, xantin). Secara radiologis, batubatu ini dikenal berupa batu radiopaque, (umumnya bate ini adalah batu anorganik) dan bate radiolucent (umumnya dari batu-batu organik). Patofisiologi. Di dalam air seni terdapat pembentuk bate, yaitu asam urat dan oksalat. Kelarutan bahan-bahan tersebut di dalam saluran urine tergantung pada pH urine. Selain dari bahan-bahan tersebut, di dalam urine terdapat juga bahan koloid, yaitu musin, asam musin, kontraitin. Bila salah satu dari ketiga bahan tersebut tidak ada, akan terjadi kristalisasi dari bahanbahan yang lain. Selanjutnya, kristalisasi berlangsung terns mengendap pada organ saluran kemih dan menjadi batu saluran kemih. Pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan analisis urine (volume urine, berat jenis urine, protein, reduksi, sedimen) dan kultur urine (terhadap mikroorganisme, tes sensitivitas). Juga dilakukan foto ronsen dengan BNO (bulk nier oueazicht) atau foto abdomen. Dare pemeriksaan ini dapat diketahui batu dalam saluran kemih, contoh di ginjal. Sedangkan IVP dilakukan untuk mengetahui struktur sistem kalis ginjal, ureter dan kandung kemih.
Pemeriksaan BN0 Pemeriksaan BNO adalah penggambaran dari ginjal dan kandung kemih kemih. Tujuan tindakan inii untuk menilai kontur, letak dan besar batu ginjal dan untuk melekat kolunma vertebralis. Persiapan pasien: Sehari sebelum pemeriksaan, pasien barns makan bubur kecap. Pukul 19.00 pasien makan malam terakhir selanjutnya pasien
puasa, dilarang merokok dan mengurangi bicara. Pukul 20.00 pasien minum garam Inggris sebanyak 30 gram. Pukul 04.00 pasien dilakukan klisma. Pukul 08.00 pasien diantar ke bagian radiologi.
Tipe batu pada sistem perkemihan Tipe bate dapat dibedakan menurut tempatnya, yaitu batu ginjal, ureter, kandung kemih (vesikolitiasis), dan batu uretra.
BATU GINJAL Batu yang terbentuk di ginjal dapat menetap pada beberapa tempat di ginjal seperti di kaliks minor atas, kaliks minor bawah, kaliks mayor, di daerah pielum, dan batu di atas up junction. Batu di kaliks minor atas. Batu ini merupakan silent stones. Tanda dan gejalanya meliputi rasa pegal di daerah pinggang, sakit terus-menerus dan menekan pada daerah pinggang, kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan, rasa nyeri di daerah pinggang, menjalar ke perut tengah-bawah, selanjutnya ke arah penis dan vulva. Dapat disertai anoreksia, muntah dan perut kembung. Hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan urine tidak mengandung batu, leukosit banyak hematuri. Bila terjadi kolik, diberi analgesik dan pasien harus banyak minum. Bila merupakan silent stones, tanpa ada tanda-tanda kolik, tidak ada infeksi dan perdarahan, pada batu ini tidak dilakukan tindakan medis. Bila menimbulkan pielonefritis berulang, dilakukan nefrektomi partial. Hal ini dikarenakan bila hanya dilakukan pengangkatan batu saja, dapat bersifat residif. Batu di kaliks minor bawah. Batu yang terdapat pada bagian ini biasanya merupakan bate koral (staghorn stone) dan berbentuk seperti arsitektur dari kaliks. Batu ini makin lama makin bertambah besar dan mendesak parenkm ginjal, sehingga parenkim ginjal makin menipis. Jadi batu ini berpotensi bahaya bagi ginjal. Untuk bate unilateral bila faal ginjal lainnya masih balk, tindakan yang dilakukan adalah nefrektomi total pada ginjal yang sakit. Bila menimbulkan nefrotiasis dan perdarahan, dilakukan nefrolitotomi, satu per satu. Untuk batu bilateral pada orang muda dengan faal ginjal masih baik (kadar ureum dan kreatinin baik) dilakukan tindakan nefrotomi satu per sate. Pada orang tua, tidak dilakukan operasi, pengobatan bersifat konservatif yaitu dengan pemberian diuretika dan antibiotika.
Batu di kalix mayor. Jenis batunya adalah batu koral (steghorn stone) tetapi tidak menyumbat. Batu pada daerah ini, sering tidak menimbulkan gejala yang mencolok/akut, tetapi sering ditemukan terjadinya pielonefritis karena infeksi yang berulang-ulang. Batu inipun makin lama makin membesar dan mendesak parenkim ginjal sehingga parenkim makin menipis. Batu inipun berbahaya bagi ginjal. Untuk batu unilateral. bila faal ginjal lainnya masih baik, tindakan yang dilakukan adalah nefrektomi total, dengan alasan batu ini bersifat residif. Sesudah operasi sering berakibat menurunnya fungsi ginjai karena ginjal mengalami fibrosis. Dapat terjadi perdarahan sesudah operasi yang akhirnya memerlukan tindakan nefrektomi. Pendapat lain mengatakan bahwa tindakan awal yang perlu dilakukan adalah neftolitotomi, dan bila terjadi pendarahan, dilakukan tindakan nefrektomi. Batu di pielum ginjal. Batu-batu ini kadang-kadang dapat menyumbat dan dapat menimbulkan infeksi sehingga dapat menyebabkan nyeri kolik dan gejala lain. Sebaiknya batu pada daerah ini dilakukan pengangkatan batu, karena batu dapat tumbuh terus ke dalam kaliks mayor sehingga tindakan operasi akan lebih sulit untuk dilaksanakan. Batu di atas up junction. Daerah up junction merupakan salah satu tempat penyempitan ureter yang fisiologis sehingga besarnya batu diperkirakan tidak dapat melalui daerah tersebut. Tindakan penanggulangan dengan durante operasionum disertai kalibrasi lumen up junction dan batu akan residif kembali. Pemasangan bongie dilakukan sampai dengan ukuran 18F masih dapat lewat dengan mudah. Apabila upaya tersebut tidak dapat dilakukan, tindakan selanjutnya adalah pielum plastik.
Batu ureter Tiba-tiba timbul nyeri kolik mulai dari pinggang hingga testis pada laki-laki atau ovarium pada perempuan. Pada posisi apapun pasien sangat kesakitan kadang-kadang disertai perut kembung, mual, muntah, gross hematuri. Diagnosis gangguan ini ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium dan BNO/ IVP, pada pemeriksaan laboratorium terlihat urine banyak mengandung eritrosit. Tindakan penanggulangan pada gangguan ini kalau perlu dilakukan tindakan operasi. Ada kalanya tidak perlu dilakukan operasi, hal ini bergantung pada besar-kecilnya batu. Untuk batu yang kecil dengan bentuk memanjang kurang dari 1 cm, diperkirakan dapat turun ke kandung kemih, diberikan terapi konservatif yaitu pemberian diuretika, antispasmodik,
antibiotik, pasien dianjurkan untuk banyak minum. Dan observasi dilakukan selama kurang lebih 3-6 bulan.
Batu kandung kemih (vesikolitiasis) Batu kandung kemih diperkirakan dapat terjadi karena kuranguya higiene pada saluran kemih dan kurangnya nilai gizi.
PATOFISIOLOGI
Bata kandung kemih pada anak terutama karena faktor gizi yang kurang baik, sehingga dapat mengakibatkan malnutrisi yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah timbul infeksi. Pada infeksi saluran kemih bakteri dapat mengakibatkan sel-sel epitel terlepas dan menjadi modus, kemudian mengendapkan zat-zat organik dan terbentuk batu.
PEMBAGIAN BATU KANDUNG KEMIH Batu buli-bull Pada anak-anak. Tanda dan gejala berupa rasa nyeri sekali pada waktu miksi, anak menangis keras, mengejan, pada anak laki-laki menarik penisnya sambil berlari ke sana ke maxi karena menahan sakit. Kadang-kadang disertai prolaps ani. Tindakan pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder, pemberian antispasmodik, dilakukan ketok batu dengan jalan mengosongkan kandung kemih, kemudian masukkan bongie ke dalam kandung kemih, bila hasilnya positif berarti ada batu. Tindakan operatif opositif vesiko liotkotomi (sectio alto). Tindak lanjut opeasi batu buli-buli dilakukan 3 bulan untuk mencegah terbentuknya batu kembali. Batu kandung kemih pada orang dewasa. Tanda dan gejala biasa disebut sebagai trias batu kandung kemih (buli-buli), yaitu hematuria, disuria, dan urine keruh (pancaran urine terganggu dan menjadi lancar kembali, bila dilakukan perubahan posisi). Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan foto BNO/IVP dan analisis urine. Tindakan pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotika, antispasmodik, dan analgetik.
Batu uretra Batu uretra biasanya adalah batu yang berasal dari ginjal atau kandung kemih. Pasien yang mengalami gangguan ini menunjukkan gejala sulit miksi. sewaktu miksi terasa sakit, urine keluar sedikit-sedikit (menetes). Kandung kemih penuh berisi urine. Pemeriksaan
diagnostik dengan memasukkan kateter ke dalam uretra, bila terasa ada tekanan kemungkinan uretra ter sumbat batu. Tindakan pengobatan dilakukan dengan pemberian obat-obatan pelarut batu. Lakukan kateterisasi atau pungsi kandung kemih untuk mengeluarkan urine, kalau perlu dilakukan operasi. Akan balk bila dilakukan penanganan Betas cepat dan tepat, ukuran batu masih kecil dan pungsi kandung kemih masih baik. Pasien dianjurkan untuk banyak minum. 2-3 liter per hari. Olahraga terutama kegiatar. melompat-lompat agar bate yang masih kecil dapat ikut keluar bersama urine. Bila batu keluar, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jenis batunya Pasien diberi diet rendah protein, agar tidak terbentuk batu kembali. Penatalaksanaan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Perkemiha
Trauma traktus urinarius Trauma traktus urinarius terjadi karena adanya benturan yang mengenai traktus urinarius. Trauma traktus urinarius dapat mengenai ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Gangguan atau penyakit ginjal meliputi karbunkel ginjal, tuberkulosis ginjal, glomerulonefritis (akut, kronik), nefrotik sindrom, hindronefrosis, gagal ginjal (akut, kronik).
PROSES KEPERAWATAN:
• Pengkajian Geiala subjektif: » Pasien mengeluh sexing miksi dan bertanya tentang penyakitnya Pada waktu miksi terasa sakit • Kadang-kadang urine keluar bercampur darah » Terasa nyeri pada daerah suprapubik dan perineal.
Geiala objektif: Pasien Bering miksi Terdapat hematuri Pasien meringis kesakitan sewaktu miksi (disuria) Hasil pemeriksaan IVP dan sistoskopi menunjukkan adanya kelainan
Diagnosa keperawatan Perubahan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan peradangan dan infeksi kandnug kemih. Perubaban pola eliminasi urinarius yang berhubungan dengan proses peradangan. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya.
Perencanaan dan implementasi INTERVENSI KEPERAWATAN Merecirkan nyeri clan ketidaknyamanan. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berkaitan dengan infeksi saluran perkemihan cepat hilang bila
Keperawatan untuk AKPER Penatalaksanaan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Perkemihan 1. dilakukan terapi antibiotik. Agens antispasmodik mungkin bermanfaat dalam meredakan kepekaan kandung kemih dan nyeri. Aspirin, kompres papas pada perineum, dap rendam duduk pangs membantu menghilangkan ketidaknyamanan dap spasme. 2. Meredakan frekuensi, dorongan, dap hesitansi dalam berkemih. Pasien dianjurkan untuk banyak minum secara bebas (air adalah pilihan terbaik) untuk meningkatkan aliran darah ginjal dap membilas bakteri dari traktus urinarius. Cairan yang dapat mengiritasi kandung
kemih (mis. kopi, teh, cola, alkohol) dihindari. Dianjurkan sexing berkemih (setiap 2-3 jam) untuk mengosonkan kandung kemih secara seksama, karena ini bermanfaat dalam menurunkan jumlah bakteri urine, mengurangi stasis urine, dap mencegah infeksi ulang. 3. Pendidikan pasien. Perempuan yang mengalami infeksi urinarius ber ulang harus mendapat instruksi detil tentang hal-hal berikut: a. Kurangi konsentrasi patogen pada liang vagina dengan tindakan higienik. » Mandi guyur daripada mandi rendam, karena bakteri di bak mandi banyak yang memasuki uretra. » Bersihkan sekitar perineum dap meatus uretra setelah setiap defekasi (dengan gerakan dari depan ke belakang) b. Minum cairan dengan jumlah bebas selama sehari untuk membilas bakteri, mengeluarkan kopi, teh, cola, clan alkohol. c. Berkemih setiap 2 sampai 3 jam selama sehari dap pengosongan kandung kemih komplet. Tindakan ini mencegah distensi kandung kemih dap menurunkan suplai darah ke dinding kandung kemih, yang mempredisposisikan pasien pada ISK. d. Bila hubungan seksual menimbulkan kejadian bakteriuria: Berkemih dengan segera setelah hubungan seksual. Gunakan dosis tunggal agens antimikroba oral setelah hubungan seksual. e. Bila bakteri terus tampak dalam urine, terapi antimikroba jangka panjang mungkin diperlukan untuk mencegah kolonisasi area periuretral dap kambuhan infeksi. Obat harus digunakan setelah pengosongan kandung kemih sebelum pergi tidur untuk menjamin konsentrasi obat adekuat selama periode malam hari. 1. Mengalami peredaan nyeri: a. Melaporkan tidak ada nyeri, dorongan, disuria, atau hesitansi pada saat berkemih. b. Menggunakan analgesik dap agens antimikroba sesuai ketentuan. c. Minum 8 sampai 10 gela cairan setiap hari. d. Berkemih setiap 2 sampai 3 jam. e. Urine jernih dap bebar bau. 2. Meningkatkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan dap peng obatan. 3. Bebas dari komplikasi: a. Melaporkan tidak ada infeksi atau gagal ginjal (mual, muntah, keletihan, pruritus). b. Mempunyai kadar kreatinin serum dap BUN normal, kultur darah dap urine negatif.
c. Menunjukkan tanda vital dap suhu normal; tidak ada tanda sepsis. d. Mempertahankan haluaran urine adekuat (>30 ml/jam).
PROSES KEPERAWATAN: PASIEN GANGGUAN BATU GINJAL
Pengkajian Pasien dengan kecurigaan bate ginjal dikaji untuk nyeri dap ketidaknyamanan. Berat dap lokasi nyeri ditentukan bersamaan dengan penyebaran nyeri. Pasien juga dikaji untuk adanya gejala yang berkaitan, seperti meal, muntah, diare, dap distensi abdomen. Pengkajian keperawatan meliputi mengobservasi tanda infeksi traktus urinarius (menggigil, demam; disuria, Bering berkemih, dap hesitansi) dap obstruksi (Bering berkemih dengan jumlah sedikit, oliguria, atau anuria). Selain itu, urine dilihat terhadap adanya darah dan pecahan batu. Riwayat difokuskan pada faktor-faktor yang mencetuskan pasien pada bate traktus urinarius. Faktor-faktor yang mencetuskan pasien pada pembentukan batu dapat meliputi riwayat keluarga tentang batu, adanya kanker atau gangguan sumsum tulang, atau penggunakan agens kemoterapi, Penyakit inflamasi usus, atau diet tinggi kalsium atau purin. Faktor-faktor
Keperawatan untuk AKPER yang dapat mencetuskan pembentukan batu pada pasien yang telah meng alami batu ginjal meliputi episode dehidrasi, imobilisasi dalam waktu lama, dan infeksi. Pengetahuan pasien tentang batu ginjal dan tindakan pencegahan kejadian atau kekambuhannya juga dikaji.
Diagnosa keperawatan Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan bate ginjal meliputi: Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, obstruksi, dan abrasi traktus urinarius Kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan batu ginjal.
Perencanaan dan implementasi INTERVENSIKEPERAWATAN I . Meredakan nyeri. Peredaan segera pada nyeri hebat karena kolik ureteral atau renal diatasi dengan analgesik narkotik. Pemberian intravena dan intramuskular dapat diresepkan untuk memberikan peredaan cepat. Pasien dianjurkan dan dibantu untuk memilih posisi yang nyaman. Bila aktivitas menimbulkan peredaan nyeri, pasien dibantu untuk ambulasi. Nyeri pasien dipantau dengan ketat, dan peningkatan kehebatannya dilaporkan dengan segera pada dokter sehingga peredaan dapat diberikan dan tindakan tambahan dilakukan. 2. Pendidikan pasien. Karma tidak diketahuai apakah batu urinarius terhadap setelah pertama kali batu tersebut terbentuk, pasien dianjurkan untuk mengikuti program untuk menghindari pembentukan bate lebih lanjut. Salah sate pencegahannya adalah mempertahankan masukan cairan ban yak, karena batu terbentuk dalam urine pekat. Pasien yang cenderung membentuk batu harus minum cairan cukup untuk mengeluarkan 3000 sampai 4000 ml urine setiap 24 jam. harus mentaati diet yang ditentukan, dan harus menghindari peningkatan suhu lingkungan tiba-tiba, yang dapat menyebabkan penurunan volume urine. Pekerjaan dan aktivitas yang menimbulkan berkeringat hebat dapat menimbulkan dehidrasi hebat: karenannya masukan cairan harus ditingkatkan. Cairan yang cukup harus diminum pada sore hari untuk mencegah urine menjadi terlalu pekat pada malam hari. Kultur urine dilakukan setiap 1 sampai 2 bulan pada tahun pertama dan kemudian secara periodik. 1. Mengalami peredaan nyeri 2. Menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang perilaku sehat untuk mencegah kekambuhan. a. Mengkonsumsi masukan cairan tinggi (10-12 gelas cairan per hari) b. Melakukan aktivitas yang tepat. c. Mengkonsumsi diet yang ditentukan untuk mengurangi faktor-faktor diet yang mencetuskan pembentukan batu. d. Mengidentifikasi gejala yang harus dilaporkan pada pemberi pe rawatan kesehatan (demam, menggigil, nyeri panggul, hematuria). e. Pantau pH urinarius sesuai petunjuk. f. Menggunakan obat yang diresepkan sesuai petunjuk untuk me ngurangi pembentukan batu. 3. Tidak ada komplikasi. a. Tidak menunjukkan sepsis dan infeksi. b. Berkemih 200 sampai 400 ml urine jernih tanpa sel darah merah setiap berkemih.
c. Melaporkan tidak ada disuria, sering berkemih, dan hesitansi. d. Tidak menunjukkan suhu tubuh normal.
PROSES KEPERAWATAN: PASIEN GLOMERULONEFRITIS AKUT
Pengkajian Riwayat komprehensif harus dilakukan pada pasien dengan kecurigaan glomerulonefritis tentang adanya infeksi traktus respiratorius atas yang baru dan infeksi kulit, atau riwayat glomerulonefritis. Adanya prosedur invasif juga harus ditanyakan. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan asites, efusi pleural, dan manifestasi gagal jantung kongestif dengan edema pare. Urine harus diperiksa dengan ketat terhadap warna, jumlah, dan adanya substansi abnormal. Tanda vital harus diperiksa dengan ketat, khususnya tekanan darah.
Diagnosa keperawatan Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia dan penurunan kebutuhan metabolik. Penatalaksanaan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Perkemihan
HASIL YANG DIHARAPKAN Keperawatan Medikal Bedah untuk AKPER Penatalaksanaan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Perkemihan Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan haluaran urine. Keletihan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik karena penyakit. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan perubahan respons imun sekunder akibat pengobatan.
Perencanaan dan implementasi
INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Memenuhi kebutuhan nutrisi. Penting sekali melindungi ginjal sementara ginjal tersebut memulihkan fungsinya. Diet ditentukan oleh dokter yang secara umum tinggi kalori dan rendah protein. Diet ini menghindari katabolisme protein dan memungkinkan ginjal
beristirahat karena ginjal berperan lebih sedikit menangani molekul dan metabolit protein. Derajat pembatasan protein bergantung pada jumlah protein yang diekskresikan dalam urine dan kebutuhan pasien. Natrium juga dibatasi bergantung pada jumla edema yang ada. Anoreksia. mual dan muntah dapat mempengaruhi masukan adekuat, yang menuntut intervensi kreatif pada pihak perawat. Ahli diet dapat membantu merencanakan diet klien dalam keadaan pembatasan ini. 2. Mempertahankan keseimbangan cairan. Keseimbangan cairan yang tepat adalah penting. Pemantauan yang tepat terhadap berat badan dan masukan serta haluaran membantu menentukan progresi edema karena memberikan perkiraan fungsi ginjal. Pengukuran harian terhadap fungsi ginjal (mis. kaki dan abdomen) juga memberikan perkiraan fungsi ginjal. Masukan cairan harus dibatasi. Rasa haws dapat diatasi dengan meng hisap permen atau menggunakan batu es daripada segelas air. Bantu pasien untuk merencanakan distribusi cairan selama sehari (mis. bersamaan dengan makan). 3. Memenuhi kebutuhan istirahat. Istirahat adalah penting-baik secara fisik dan emosi. Terdapat hubungan antara aktivitas dan jumlah hematuria dam proteinuria. Latihan juga meningkatkan aktivitas katabolik. Aktivitas yang diizinkan bergantung pada basil pemeriksaan urinalisis. Tirah baring dilakukan sesuai dengan periode aktivitas yang sangat dibatasi, dapat dilanjutkan selama beberapa minggu sampai bulan. Aktivitas pengalih yang tepat dapat membantu pasien menghadapi imobilitas fisik yang lama ini. 4. Memelihara integritas kulit. Edema mempengaruhi nutrisi selular, yang membuat klien lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Gunakan kewaspadaan untuk mencegah komplikasi ini. Intervensi meliputi higiene yang baik, masase, dan perubahan posisi, serta penggunaan tindakan profilaktik seperti alat di tempat tidur. 5. Mencegah infeksi. Glomerulus sangat menurunkan pertahanan tubuh pasien terhadap infeksi, khususnya organisme streptokokal. Karenanya, imunosupresif dan kortikosteroid lebih lanjut menurunkan pertahanan pasien. Meskipun isolasi tidak perlu, diperlukan perlindungan klien dari orang yang mengalami infeksi. Tindakan pendukung umum membantu menguatkan mekanisme pertahankan pasien. Penyuluhan pasien harus mencakup cara yang tepat untuk menghindari infeksi, khususnya infeksi pernapasan dan saluran kemih.
• Evaluasi
HASIL YANG DIHARAPKAN 1. Pasien mempertahankan masukan nutrisi adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya penurunan berat badan, tidak ada keseimbangan nitrogen negatif, dan elektrolit normal. 2. Pasien mempertahankan masukan dan haluaran seimbang, dibuktikan oleh tidak adanya manifestasi edema atau kelebihan beban cairan. 3. Pasien mengalami keseimbangan istirahat dan aktivitas yang adekuat, dibuktikan oleh tidak adanya keluhan keletihan. 4. Pasien tidak mengalami kerusakan kulit, dibuktikan oleh kulit tetap utuh. 5. Pasien tidak mengalami infeksi, dibuktikan oleh suhu normal.
Modul sistem kardio Gangguan Pada Sistem Kardiovaskuler BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit jantung merupakan penyakit yang mematikan. Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Angka harapan hidup yang semakin meningkat ditambah peningkatan golongan usia tua semakin memperbesar jumlah penderita penyakit jantung yang sebagian besar diderita oleh orang tua. (Wikipedia, 2008). Sekitar 83 persen penderita gagal jantung merupakan lansia. Gagal jantung diastolik merupakan masalah utama disfungsi pendarahan pada orang gaek. Dari para lansia berusia di atas 80 tahun yang menderita gagal jantung, 70 persen di antaranya memiliki fungsi sistolik yang normal. Sedangkan para penderita gagal jantung yang berusia di bawah 60 tahun hanya kurang dari 10 persen yang fungsi sistoliknya masih bagus. Artinya, sebagian besar penderita lansia tidak memiliki kelainan pada fungsi sistolik, namun mengalami kelainan diastole. Sementara itu, hampir 75 persen pasien geriatri menderita gagal jantung, hipertensi dan atau penyakit arteri koroner. Sedangkan para lansia penderita gagal jantung diastolik akan mengalami gagal jantung dekompensasi karena biasanya tekanan darahnya relatif tinggi dan tidak terkontrol. Selain itu, sulit membedakan secara klinis antara gagal jantung diastol atau sistol karena keduanya sering bercampur pada orang tua. Gejala yang mendadak merupakan tanda umum gagal jantung akibat kelainan fungsi diastol. Gejala dan tanda gagal jantung akibat penuaan relatif sama pada gagal jantung orang muda, namun biasanya gejala klinis dan keluhan utama pasien tua seringkali berbeda dan sangat tersembunyi. Biasanya pasien tidak sadar dengan penyakitnya, yang dia alami ialah sebuah perasaan yang tidak berharga, tidak berguna, dan relatif menerima keadaan apa adanya seiring dengan bertambahnya usia. Namun biasanya, karena gagal jantung orang tua cenderung berupa kegagalan diastol, maka gejalanya akan timbul tiba – tiba dan membuat orang tua jadi uring – uringan.
1.2 Tujuan Penulisan a.
Agar mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan pada sistem kardiovaskuler.
b.
Agar mahasiswa mampu memahami gangguan-gangguan sistem kardiovaskuler .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pengertian Sistem Kardiovaskuler System kardiovaskuler terdiri dari jantung dan pembuluh darah, mengandung 5,5 L darah laki-laki dengan berat 70 kg. Fungsi utama system kardiovaskuler adalah mendistribusi O2 dan nutrisi ke jaringan, mentransfer metabolit dan CO2 ke organ ekskresi dan paru, serta mentransport hormone dan komponen system imun. System kardiovaskuler juga berperan penting pada termoregulasi. Sebagian besar system kardiovaskuler tersusun peralel, yaitu setiap jaringan mendapat darah langsung dari aorta. Keadaan ini memungkinkan semua jaringan mendapat darah yang teroksigenasi penuh dan aliran bisa dikontrol secara independen pada setiap jaringan melawan tekanan konstan yang diatur dengan mengubah resistensi arteri kecil (yaitu kontriksi atau dilatasi arteriol). Jantung kanan, paru , dan jantung kiri tersusun seri. Sistem porta juga tersusun seri dimana darah digunakan untuk mentranspor zat langsung dari satu jaringan ke jaringan lainnya, seperti pada system porta hepatica di antara organ pencernaan dan hati. Fungsi system kardiovaskuler dimodulasi oleh system saraf otonom.
Fisiologi Sistem kardiovaskuler Darah dipompa sebanyak 5 liter permenit, 100.000 pompaan perjam dan sekitar 35 juta pompaan per tahun. Darah dari seluruh tubuh melalui vena cava superior yang membawa darah dari ekstermitas atas dan vena cava inferior yang membawa darah dari ekstermitas bawah menuju ke atrium dekster kemudian menuju ke ventrikel dekster melalui katup trikuspidalis. Pada saat darah masuk ke dalam ventrikel terjadi kontraksi ventrikel disebut sistol. Dan saat relaksasi di sebut diastole. Saat terjadi kontraksi di ventrikel katup trikuspidalis menutup agar darah tidak masuk ke dalam atrium dekster. Sehingga menyebabkan darah masuk ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Saat tekanan ventrikel itu juga menyebabkan katup pulmonary membuka. Di dalam paru-paru pertukaran gas pada darah terjadi di kapiler yang mengelilingi alveoli pada paru-paru.
Kapiler-kapiler ini bergabung membentuk venula dan darah yang teroksigenasi dibawa kembali melalui vena pulmonalis ke atrium sinister kemudian masuk ke dalam ventrikel sinister melalui katup bikuspidalis. Seperti di ventrikel dekster, ventrikel sinister juga berkontraksai dan berelaksasi bersamaan dengan ventrikel dekster. Saat ventrikel sinister berkontraksi katup bikuspidalis menutup dan katup aorta membuka sehingga darah mengalir melalui aorta dan dihantar keseluruh tubuh.
Anatomi System Kardiovaskuler Anatomi system kardio vaskuler terdiri dari : a. Jantung Jantung merupakan organ pemompa besar yang memelihara peredaran melalui seluruh tubuh. Jantung berbentuk menyerupai jantung pisang yang ukurannya hampir sebesar sekepalan tangan orang dewasa. Bagian atas jantung tumpul disebut basis kordis dan bagian bawahnya runcing disebut apeks kordis. Jantung memiliki 3 lapisan, yaitu : a.
Endokardium
Merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender yang melapisi permukaan rongga jantung. b.
Miokardium
Merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung. c.
Pericardium
Lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus jantung. Jantung terdiri dari 4 ruangan, yaitu : 1.
Atrium dekster
Merupakan ruang jantung sebelah kanan atas. Didalam atrium dekster terdapat: Aurichula dekstra : bangunan pada jantung sebelah kanan yang menyerupai daun telinga. Septum interatrial : dinding yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Vena cava superior : pembuluh darah yang membawa darah dari ekstermitas atas ke jantung. Vena cava inferior : pembuluh darah yang membawa darah dari ekstermitas bawah ke jantung.
2.
Ventriculus dekstrum
Merupakan ruang jantung sebelah kanan bawah. Didalam ventriculus dekster terdapat : Valvula atrioventrikularis dekstrum atau valva trikuspidalis : terdapat pada atrium dekster dan ventrikulus dekster yang terdiri dari 3 katup. Musculi papilares : merupakan otot didalam jantung kanan yang mengatur gerakan katup. Chordaetendineae : serabut otot jantung. Valva trunci pulmonalis : katup pada arteri pulmonalis. Septum interventrikulare : dinding atau sekat yang memisahkan antara ventrikulus dekster dan ventrikulus sisnister. Arteri pulmonalis : pembuluh darah yang membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke pulmo. 3.
Atrium sinister
Merupakan ruang jantung sebelah kiri atas, terdapat : Vena pulminalis : pembuluh darah yang membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra. Auricul sinistra : bangunan pada jantung sebelah kiri yang menyerupai daun telinga. 4.
Ventrikulus sinistra
Merupakan ruangan jantung sebelah kiri bawah Valvula atrioventrikularis sisnistra/ valve bikuspidalis : terdapat pada atrium sinister dan ventrikulus sinister yang terdiri dari 2 katup. Musculi papilares : merupakan otot didalam jantung kiri yang mengatur gerakan katup. Chordaetendineae : serabut otot jantung. Valve aorta Septum interventrikulare : dinding atau sekat yang memisahkan antara ventrikulus dekster dan ventrikulus sisnister 2. Pembuluh darah a.
Arteri
Merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah keseluruh bagian dan alat tubuh. Arteri mempunyai diding berlapis 3, yaitu : Tunika intima/eksterna : lapisan yang paling dalam sekali yang berhubugan dengan darah dan terdiri dari jaringan endotel. Tunika media : lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastic dan termasuk otot polos. Tunika eksterna/ adventisia : lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan ikat gembur yang berguna menguatkan dinding arteri Arteri yang paling besar di dalam tubuh yaitu : Aorta Merupakan pembuluh darah arteri besar yang keluar dari jantung bagian ventrikel sinistra melalui aorta asendens lalu membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma lalu menurun ke bagian perut Ada 3 bagian aorta : Aorta asendens Aorta yang naik ke atasdengan panjangnya ±5 cm, cabangnya arteri koronariamasuk ke jantung. Arkus aorta Bagian aorta yang melengkung arah ke kiri, di depan trakea sedikit ke bawah sampai vena torakalis IV Cabang–cabangnya : arteri brakia sefalika atau arteri Anomia, arteri subklavia sinistra dan arteri koratis komunis sinistra. Aorta Desendens Bagian aorta yang menurun mulai dari vertebra torakalis IV sampai vertebra lumbalis IV. Aorta torakalis : dimulai dari vertebra torakalis IV sampai menembus diafragma. Aorta abdominalis : pada vertebra torakalis XII terbagi 2 : arteri iliaka komunis dekstra dan arteri iliaka komunis sinistra. Truncus pulmonari Arteri pulmonaris dekster merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju ke paru-paru kanan.
Arteri pulmonaris sinister merupakan pembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju ke paru-paru kiri Vena Merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian/ alat-alat tubuh masuk kedalam jantung. Vena yang masuk ke jantung yaitu: Vena cava superior Pembuluh darah yang mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari tubuh bagian atas. Vena cava inferior Pembuluh darah yang mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari tubuh bagian bawah. Vena pulmonalis Pembuluh darah yang membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra
PENYAKIT SISTEM KARDIOVASKULER a. Penyakit Jantung Koroner Definisi Penyakit Jantung Koroner (pjk) adalah keadaaan dimana terjadi ketidak seimbangan antara kebutuhan otot jantung atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah koroner. Ketidakmampuan pembuluh darah koroner untuk menyediakan kebutuhan oksigen biasanya diakibatkan oleh penyumbatan athroma (plak) pada dinding bagian dalam pembuluh darah koroner. (Abdul Majid, 2007). Etiologi Penyebab utama PJK : Merokok
Darah tinggi (Hipertensi) Kencing manis (Diabetes Mellitus) Kolesterol tinggi Keturunan
Patofisiologi Bila terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolesterol, maka kadar kolesterol dalam darah bisa berlebih (disebut hiperkolesterolemia). Kelebihan kadar kolesterol dalam darah akan disimpan di dalam lapisan dinding pembuluh darah arteri, yang disebut sebagai plak atau ateroma (sumber utama plak berasal dari LDL-Kolesterol. Sedangkan HDL membawa kembali kelebihan kolesterol ke dalam hati, sehingga mengurangi penumpukan kolesterol di dalam dinding pembuluh darah). Ateroma berisi bahan lembut seperti keju, mengandung sejumlah bahan lemak, terutama kolesterol, sel-sel otot polos dan sel-sel jaringan ikat. Apabila makin lama plak yang terbentuk makin banyak, akan terjadi suatu penebalan pada dinding pembuluh darah arteri, sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah arteri. Kejadian ini disebut sebagai aterosklerosis (terdapatnya aterom pada dinding arteri, berisi kolesterol dan zat lemak lainnya). Hal ini menyebabkan terjadinya arteriosklerosis (penebalan pada dinding arteri & hilangnya kelenturan dinding arteri). Bila ateroma yang terbentuk semakin tebal, dapat merobek lapisan dinding arteri dan terjadi bekuan darah (trombus) yang dapat menyumbat aliran darah dalam arteri tersebut. Hal ini yang dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah serta suplai zat-zat penting
seperti
oksigen
ke
mengenai arterikoronaria yang
daerah berfungsi
atau
organ
mensuplai
tertentu
seperti
jantung.
Bila
darah
ke otot
jantung(istilah
medisnya miokardium), maka suplai darah jadi berkurang dan menyebabkan kematian di daerah tersebut (disebut sebagai infark miokard). Konsekuensinya adalah terjadinya serangan jantung dan menyebabkan timbulnya gejala berupa nyeri dada yang hebat (dikenal sebagai anginapectoris). Keadaan ini yang disebut sebagai Penyakit Jantung Koroner (PJK). Manifestasi Klinis
Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan. Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi selama atau setelah olah raga Peka terhadap rasa dingin. Perubahan warna kulit. Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri. Keringat dingindan berdebar-debar Dada rasa tertekan seperti ditindih benda berat, leher rasa tercekik. Denyut jantung lebih cepat. Mual dan muntah. kelemahan yang luar biasa
3.1.5 Pemeriksaan Diagnostic ECG Adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang mencerminkan adanya nekrosis. Enzym dan isoenzym pada jantung. CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam. Peningkatan S GOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam. Elektrolit Ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia. Whole blood cell Leukositosis
mungkin
timbul
pada
keesokan
hari
setelah
serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid Mungkin mengalami peningkatan yang mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis. Chest X ray Mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler. Echocardiogram Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung. Exercise stress test Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas
Komplikasi Serangan jantung yang mengancam jiwa menyebabkan infark myocardium(kematian otot jantung) karena persediaan darah tidak cukup Angina pectoris yang tidak stabil,syok dan aritmia Gagal jantung kongestif Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) Diabetes
Penatalaksanaan Dan Pengobatan a.
Terapi Farmakologi Analgetik morfin Antikoagulan Antilipemik: Cholestyramin, lovastatin, simvastatin, asam nikotinik, gemfibrozil, colestipol. Betha bloker adrenergik Calcium channel blocker Therapi aspirin dosis rendah Nitrates
b.
Non Farmakologi Perubahan aktivitas: penurunan BB jika perlu Atherectomy Pembedahan bypass arteri koroner Coronary artery stent placement Perubahan diet: rendah garam, kolesterol, lemak, peningkatan diet serat rendah kalori Mengganti estrogen pd wanita post menopause Pola hidup: berhenti merokok Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTSA)
Hipertensi
Pengertian Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg ataulebih. (Barbara Hearrison 1997)
Etiologi Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi: Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah meningkat. Stress Lingkungan. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran pembuluh darah. Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu: a.
Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, systemrennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. b.
Hipertensi Sekunder
Dapat
diakibatkan
karena
penyakit
parenkim
renal/vakuler
renal.
Penggunaan kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ organ seperti jantung. 3.2.4 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah : Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg Sakit kepala Epistaksis Pusing / migrain Rasa berat ditengkuk Sukar tidur Mata berkunang kunang Lemah dan lelah Muka pucat Suhu tubuh rendah
3.2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laborat
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM.
CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan ginjal.
Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran jantung.
Penatalaksanaan a.
Penatalaksanaan Non Farmakologis DietPembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma. Aktivitas Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.
b.
Penatalaksanaan
Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu: Mempunyai efektivitas yang tinggi. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal. Memungkinkan penggunaan obat secara oral. Tidak menimbulakn intoleransi. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
Memungkinkan penggunaan jangka panjang.Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
Penyakit jantung Vaskular Perifer
Definisi Penyakit Vaskular Peripheral merupakan penyakit pembuluh darah perifer mempengaruhi sirkulasi darah ke bagian tubuh yang ekstrimitas. Penyakit vaskular termasuk segala kondisi yang mempengaruhi sistim peredaran darah anda. Ini mencakup dari penyakitpenyakit arteri-arteri, vena-vena dan pembuluh-pembuluh limfa anda sampai ke kekacauankekacauan darah yang mempengaruhi sirkulasi. (Suzanne C Smeltzer, 2001) Etiologi 1.
Gagal jantung
2.
Infeksi
3.
Perubahan pembuluh darah dan pembuluh limfe
4.
Proses penuaan
Manifestasi Klinis 1.
Nyeri
Nyeri berat seperti kram pada ekstremitas disebabkan oleh ketidakmampuan system arteri mencukupi kebutuan aliran darah kejaringan saat menghadapi peningkatan kebutuhan akan nutrisi. Karena jaringan dipaksa menyelesaikan siklus energy tanpa nutrisi, maka akan dihasilkan metabolit otot dan asam laktat. Nyeri akan dirasakan ketika metabolit mengganggu ujung syaraf jaringan sekitarnya. 2.
Perubahan kulit
Aliran darah yang tidak memadai mengakibatkan ekstremitas yang dingin dan pucat, kekurangan oksigen, sianosis. 3.
Denyut nadi lemah
Penyakit arteri oklusif mengganggu aliran darah dan dapat menurunkan atau menghilangkan denyutan nadi pada ekstremitas. 4.
Edema
Penurunan aliran darah vena mengakibatkan peningkatan tekanan vena, diikuti peningkatan tekanan hidrostatik perifer, filtrasi bersih cairan keluar dari kapiler ke rongga intertisial, dan selanjutnya terjadi edema 5.
Kelemahan
6.
Ganggren
Gangguan akan terjadi setelah iskemia berat yang lama dan menunjukan adanya nekrosis jaringan. 7.
Kesemutan
8.
Disfungsi Ereksi
Patofisiologi Penurunan aliran darah melalui pembuluh darah perifer merupakan tanda pada semua penyakit vaskuler perifer. Efek fisiologis berybahnya aliran darah tergantung pada besarnya kebutuhan jaringan yang melebihi suplai oksigen dan nutrisi yang tersedia. Bila kebutuhan jaringan tinggi, maka bila terjadi sedikit penurunan aliran darah dapat mengganggu pemeliharaan integritas jaringan sehingga jaringan menjadi iskemi (kekurangan suplai darah), malnutrisi dan kematian apabila kekurangan aliran darah tersebut tidak diperbaiki. Gagal jantung, aliran darah perifer yang tidak memadai terjadi bila kerja pemompaan jantung tidak efisien. Gagal jantung kiri menyebabkan penimbunan darah diparu dan penurunan aliran kedepan atau curah jantung. Gagal jantung kanan menyebabkan kengesti vena sistemik dan penurunan aliran darah. Perubahan pembuluh darah dan pembuluh limfa. Pembuluh darah yang utuh, paten dan responsive diperlukan untuk menyalurkan oksigen yang cukup ke jaringan dan mengangkat sampah metabolisme. Arteri dapat mengalami obstruksi akibat plak aterosklerosis, thrombus atau embolus. Arteri dapat rusak atau mengalami obstruksi akibat trauma kimia atau mekanis, infeksi atau proses radang, gangguan vasospastik dan malformasi congenital. Oklusi arteri yang mendadak menyebabkan iskemia berat pada jaringan, sering irreversible dan berakir dengan kematian jaringan. Bila oklusi arteri berlangsung secara
bertahap, resiko kematian jaringan mendadak lebih rendah karena sirkulasi kolateral mempunyai kesempatan untuk berkembang. Aliran darah vena menurun akibat trobus yang menyumbat vena, katup vena yang inkompeten, atau oleh menurunya efktifitas kerja pemompaan otot disekitarnya. Penurunan aliran darah vena mengakibatkan peningkatan tekanan vena, diikuti peningkatan tekanan hidrostatik perifer, filtrasi bersih cairan keluar dari kapiler ke rongga intertisial, dan selanjutnya terjadi edema. Jaringan edema tidak mampu menerima nutrisi yang memadai dari darah dan sebagai konsekuensinya jaringan tersebut lebih peka terhadap kematian dan infeksi. Sumbatan pembuluh limfe juga dapat mengakibatkan edema. Pembuluh limfe dapat mengalami penyumbatan oleh tumor atau kerusakan akibat trauma mekanis atau proses radang. Proses penuaan menghasilkan dinding pembuluh darah yang mempengaruhi transportasi oksigen dan nutrisi kejaringan. Lapisan intima menebal sebagai akibat proliferasi seluler dan fibrosis. Serabut elastic di lapisan media mengalami klaisifikasi, tipis dan terpotong dan kolagen tertimbun di lapisan intima maupun media. Perubahan tersebut mengakibatkan kekakuan pembuluh darah, yang meningkatkan tekanan perifer gangguan aliran dara, dan peningkatan kerja ventrikel kiri. Pemeriksaan Penunjang a.
ECG (Electrocardiogram)
ECG bermanfaat dalam mengidentifikasi iskemia miokardium, apalagi dalam kondisi istirahat. Adanya gambaran depresi S-T atau horizontal 1mm atau lebih diluar titik J, bersifat khas, walaupun tidak patognomonik iskemia kardium. Gambaran lain dari adanya kelainan ECG
mencakup
perubahan
gelombang
ST-T
nonspesifik,
kelambatan
hantaran
atrioventrikularis dan intraventrikel serta aritmia bersifat non spesifik untuk penyakit jantung koroner aterosklerotik.
b.
Laboratorium darah
Lipid darah (lemak) bahwa telah diketahui bahwa hiperlipidemia adalah suatu faktor penting dalam perkembangan aterosklerosis koronaria. Demikian juga peningkatan kadar gula darah
yang diatas rata-rata, hal ini menunjukkan adanaya risk factor lain yang dapat menyebabkan aterosklerosis.
c.
Pemeriksaan dengan Echokardiografi
Pemeriksaan penunjang lain yaitu pemeriksaan echo-kardiografi, dari pemeriksaan ini dapta dilihat lokasi penyumbatan dan berapa besar tingkat aliran darah yang mengaliri koroner dan jantung, dan dilihat juga seberapa besar adanya penyumbatan aliran tersebut. Dari hasil echo yang dapat memotret dari 3 dimensi memungkinkan diagnosa dan tindakan yang akan dilakukan akan tepat sasaran.
d.
Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner dan biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
e.
Pemeriksaan Photo thorak
Hasil, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung didug gagal jantung koroner atau aneurisme ventrikuler. Pemeriksaan ini disamping untuk mengetahui seberapa besar adanya pembesaran jantung, juga untuk mengetahui dan mengidentifikasi gangguan sistem respirasi terutama paru. Dengan adanya photo thorak dapat diketahui secara dini adanya pneumonia atau infeksi lain sehingga faktor penyulit tersebut dapat dicegah dan ditangani dengan cepat.
Kardiomiopati
Pengertian Kardiomiopati adalah setiap penyakit atau cedera pada jantung yang tidak berhubungan dengan penyakit arteri koroner, hepertensi, atau malformasi congenital. Kardiomiopati dapat terjadi setelah suatu infeksi jantung, akibat penyakit otoimun, atau setelah individu terpajan toksin tertentu, termasuk alcohol dan banyak obat anti kanker. Kardiomiopati dapat terjadi secara idiopatik. (Corwin, 2009).
Klasifikasi Menurut Goodwin, berdasarkan kelainan pathofisiologinya, terbagi atas terbagi atas kardiomiopati kongestif/dilatasi, kardiomiopati hipertrofik , dan kardiomiopati restriktif. (Mansjoer, et.al 2000).
Kardiomiopati dilatasi/kongsetif Penyakit miokard yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung dan gagal jantung kongestif akibat berkurangnya fungsi pompa sistolik secara progresif serta meningkatkan volume akhir diastolic dan sistolik.
Kardiomiopati hypertrofi Suatu penyakit dimana terjadi hypertrofi septum interventrikular secara berlebihan aliran darah keluar dari ventrikel kiri terhambat.
Kardiomiopati restriktif Suatu penyakit dimana terjadi kelainan komposisi miokardium sehingga menjadi lebih kaku sehingga pengisian kapiler kiri terganggu, mengurangi curah jantung, dan meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri.
Etiologi Sebagian besar penyebab kardiomiopati tidak diketahui ada beberapa sebab yang diketahui antara lain: infeksi berbagai mikroorganisme toksik seperti etanol: metabolic misalnya pada buruknya gizi dan dapat pula diturunkan. (Muttaqin, 2009). Goodwin dalam Mansjoer, et.al 2000, membagi etiologi berdasarkan klasifikasi kardiomiopati yaitu sebagai berikut: 1.
Kardiomiopati dilatasi/kongsetif: etiologinya sebagian besar tidak diketahui, namun
mungkin berhubungan dengan virus, penggunaan alcohol yang berlebihan,penyakit metabolic,kelainan gen dan sebagainya.
2.
Kardiomiopati hypertrofi : Penyebabnya tidak diketahui namun sebagian diturunkan
secara autosom dominan. 3.
Kardiomiopati
restriktif :
etiologinya
penyakit-penyakit
yang menginfiltrasi
miokardium, seperti amiloidosis hemokromatisis, sarkoidosis, dan sebagainya.
Patofisiologi Miopati merupakan penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompok penyakit yang mempengaruhi struktur dan fungsi miokardium. Kardiomiopati digolongkan berdasar patologi, fisiologi dan tanda klinisnya. Penyakit ini dikelompokkan menjadi: 1.
kardiomiopati dilasi atau kardiomiopati kongestif
2.
kardiomiopati hipertrofik
3.
kardiomiopati restriktif. Tanpa memperhatikan kategori dan penyebabnya, penyakit ini dapat mengakibatkan
gagal jantung berat dan bahkan kematian. Kardiomiopati dilasi atau kongistif adalah bentuk kardiomiopati yang paling sering terjadi. Ditandai dengan adanya dilasi atau pembesaran rongga ventrikel dalam ventrikel. Pada pemeriksaan mikroskopis otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen kontraktil serat otot. Komsumsi alkohol yang berlebihan sering berakibat berakibat kardiomiopati jenis ini. Kardiomiopati hipertrofi jarang terjadi. Pada kardiomiopati hipertrofi, massa otot jantung bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi peningkatan ukuran septum yang dapat menghambat aliran darah dari atrium ke ventrikel; selanjutnya, kategori ini dibagi menjadi obstruktif dan nonobstruktif. Kardiomiopati restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering terjadi. Bentuk ini ditandai dengan gangguan regangan ventrikel dan tentu saja volumenya. Kardiomiopati restriktif dapat dihubungkan dengan amiloidosis (dimana amiloid, suatu protein, tertimbun dalam sel) dan penyakit infiltrasi lain. Tanpa memperhatikan perbedaannya masing-masing, fisiologi kardiomiopati merupakan urutan kejadian yang progresif yang diakhiri dengan terjadinya gangguan pemompaan ventrikel kiri. Karena volume sekuncup makin lama makin berkurang, maka terjadi stimulasi saraf simpatis, mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Seperti patofisiologi pada gagal jantung dengan berbagai penyebab,
ventrikel kiri akan membesar untuk mengakomodasi kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami kegagalan. Kegagalan ventrikel kanan biasanya juga menyertai proses ini. Manifestasi Klinis Kardiomiopati dapat terjadi pada setiap usia dan menyerang pria maupun wanita. Kebanyakan orang dengan kardiomiopati pertama kali datang dengan gejala dan tanda gagal jantung. Dispnu saat beraktifitas, parosikmal nokturnal dispnu (PND), batuk, dan mudah lelah adalah gejala yang pertama kali timbul.Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan kongesti vena sistemik,distensi vena jugularis, pitting edema pada bagian tubuh bawah, pembesaran hepar, dan takikardi.
Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostic yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut: Foto toraks, pada kardiomiopati dilatatif akan didapatkan kardiomegali dan edema paru. EKG akan tampak left ventrikel hypertropi pada jenis kardiomiopati hipertrofi. Ekokardiografi: dapat dilihat adanya dilatasi, penebalan pada jantung
Penatalaksanaan. 1. Pembatasan garam dan pemberian diuretic dilatasi untuk mengurangi volume diastolic akhir. Terapi yang lain untuk gagal jantung mungkin diperlukan. 2. Diberikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan embolus. Sebagai contoh, warfarin, heparin, dan obat baru, ximelagatran. Temuan terbaru memperlihatkan bahwa ximelagatran memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan obat lain dan pemantauan mungkin tidak diperlukan sebagai obat keras. Ximelagataran sedikit diketahui berinteraksi dengan makanan atau obat lain. 3. Penyekat beta diberikan untuk kardiomiopati hipertrofik dengan tujuan menurunkan kecepatan denyut jantung, sehingga waktu pengisian diastolic meningkat. Obat – obat ini juga mengurangi kekakuan ventrikel. 4. Dapat diusahakan reseksi bedah pada bagian miokardium yang mengalami hepertrofi. 5. Penyekat saluran kalsium tidak digunakan karena dapat semakin menurunkan konraktilitas jantung.
KOMPLIKASI 1.
Dapat terjadi infark miokard apabila kebutuhan oksigen ventrikel yang menebal tidak
dapat dipenuhi. 2.
Dapat terjadi gagal jantung pada kardiomiopati dilatasi apabila jantung tidak mampu
memompa keluar darah yang masuk.
Aritmia Pengertian Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadipada infark miocardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999). Etiologi Etilogi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh : a. Peradangan jantung, misalnya demam rematik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi). b. Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya. d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia). e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. f.
Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis).
g.
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
h.
Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
i.
Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).
Patofisiologi
Dalam keadaan normal, pacu untuk deyut jantung dimulai di denyut nodus SAdengan irama sinur 70-80 kali per menit, kemudian di nodus AV dengan 50kali per menit, yang kemudian di hantarkan pada berkas HIS lalu ke serabutpurkinje. Sentrum yang tercepat membentuk pacu memberikan pimpinan dan sentrum yang memimppin ini disebut pacemaker. Dlam keadaan tertentu, sentrum yang lebih rendah dapat juga bekerja sebagai pacemaker, yaitu : a.
Bila sentrum SA membentuk pacu lebih kecil, atau bila sentrum AV membentuk pacu
lebih besar. b.
Bila pacu di SA tidak sampai ke sentrum AV, dan tidak diteruskan k BIndel HIS akibat
adanya kerusakan pada system hantaran atau penekanan oleh obt. Aritmia terjasi karena ganguan pembentukan impuls (otomatisitas abnormal atau gngguan konduksi). Gangguan dalam pembentukan pcu antara lain: 1.
Gangguan dari irama sinus, seperti takikardi sinus, bradikardi sinus dan aritmia sinus.
2.
Debar ektopik dan irama ektopik: Takikardi sinus fisiologis, yaitu pekerjaan fisik, emosi, waktu makana sedang dicerna. Takikrdi pada waktu istirahat yang merupakan gejala penyakit, seperti demam, hipertiroidisme, anemia, lemah miokard, miokarditis, dan neurosis jantung.
Manifestasi Klinis a.
Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi), nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi, bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit pucat, sianosis, berkeringat, edema; haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat. b.
Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c.
Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat anti angina, gelisah.
d.
Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis. e.
Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siferfisial);
kehilangan tonus otot/ kekuatan.
Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja). Juga untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/ efek obat antidisritmia. c. Foto Dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup. d. Scan Pencitraan Miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. e. Tes Stress Latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan disritmia. f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan disritmia. g. Pemeriksaan Obat : Dapat menyebabkan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin. h. Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan meningkatnya disritmia. i. Laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut.Contoh, endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. j. GDA/Nadi Oksimetri : Hipokalsemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
Penatalaksanaan Medis Terapi Medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu : 1.
Antiaritmia Kelas 1 : Sodium Channel Blocker
Kelas 1 A Quinidin : adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flukter. Procainamide : untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai anestesi.
Dyspiramide : untuk SVT akut dan berulang. Kelas 1 B Lignocain : untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia. Mexiletine : untuk aritmia ventrikel dan VT.
Kelas 1 C Flecainide : untuk ventrikel ektopik dan takikardi. 2.
Antiaritmia Kelas 2 (Beta Adrenergik Blokade) Atenol, Metroprolol, Propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris dan hipertensi.
3.
Antiaritmia Kelas 3 (Prolong Repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
4.
Antiaritmia Kelas 4 (Calsium Channel Blocker) Verapamil, indikasi Supraventrikular aritmia.
Terapi Mekanis 1.
Kardioversi : Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang
memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif. 2.
Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pda keadaan gawat darurat.
3.
Defibrilator Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri
episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel. 4.
Terapi Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke
otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
Penyakit Katup Jantung Pengertian Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan maksimal oleh jantung.Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah yang seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan yang cukup kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya orang tersebut tidak bisa melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu. Kelainan katup jantung yang parah membuat penderitanya tidak dapat beraktifitas dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung tidak lagu memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah.Kelainan katup jantung biasanya terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan terjadi sejak masih dalam kandungan. Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi karena kecelakaan ataupun cedera yang mengenai jantung. Operasi jantung juga dapat menyebabkan kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau terjadi kesalahan teknis maupun prosedur dalam melakukan oeprasi pada jantung.
Penyakit katup jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup jantung. Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan fungsional: (1) regurgitasi-daun katup tidak dapat menutup rapat sehngga darah dapat mengalir
balik
(sinonim
dengan isufisiensi
katup dan inkompetensi
katup)
;
dan
(2) stenosis katup-lubang katup mengalami penyempitan shingga aliran darah mengalami hambatan. Isufisiensi dapat dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup, dikenal sebagai ”lesi campuran” atau terjadi sendiri yang disebut sebagai lesi murni.” Berikut tipetipe gangguan katub.
Tipe-Tipe Gangguan/Kelainan Katup Jantung 1. Sindrom Prolaps Katup Mitral Katup Mitral (juga disebut sebagai katup bicuspid / katup atrioventrikuler kiri) merupakan katup yang ada di dalam jantung yang terdiri dari dua daun katup. Katup mitral
merupakan katup jantung yang memisahkan anatara serambi kiri dan bilik kiri). Katup mitral dan katup trikuspid merupakan katup atrioventricular karena terletak diantara serambi dan bilik jantung, dan keduanya mengendalikan laju aliran darah. Sindrom prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah – bilah katup mitral yang tidak dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgutasi katup, sehingga darah merembes dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Sindrom ini kadang tidak menimbulkan gejala atau dapat juga atau dapat juga berkembang cepat dan menyebabkan kematian mendadak. Stenosis Mitral.
2. Stenosis Mitral Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan bilah – bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan progresif aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari. Pada kasus stenosis berat menjadi penyempitan lumen sampai selebar pensil. Ventrikel kiri tidak terpengaruh, namun antrium kiri mengalami kesulitan dalam menggosongkan darah melalui lumen yang sempit ke ventrikel kiri. Akibatnya antrium akan melebar dan mengalami hipertrofi karena tidak ada katup yang melindungi vena pulmonal terhadap aliran balik dari antrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan berlebihan yang berakhir gagal jantung.
3. Insufisiensi Mitral (Regurgitasi) Insufisiensi mitral terjadi bila katup mitral tidak dapat saling menutup selama systole. Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak dapat menutup dengan sempurna, akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Pemendekan atau sobekan salah satu atau kedua bilah katup mitral mengakibtakan penutupan lumen mitral tidak sempurna saat ventrikel kiri dengan kuat mendorong darah ke aorta, sehingga setiap denyut, ventrikel kiri akan mendorong sebagaian darah kembali ke antrium kiri. Aliran balik darah ini ditambah dengan darah yang masuk dari paru, menyebabkan antrium kiri mengalami pelebaran dan hipertrofi. Aliran darah balik dari ventrikel akan menyebabkan darah yang mengalir dari paru ke antrium kiri menjadi berkurang. Akibatnya paru mengalami kongesti, yang pada giliranya menambah beban ke ventrikel kanan. Maka meskipun kebocoran mitral hanya kecil namun selalu berakibat terhadap kedua paru dan ventrikel kanan.
4. Stenosis Katup Aorta Stenosis katup aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan aorta. Pada orang dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat sebagai akibat dari endokarditisrematik atau kalsifikasi kuspis dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyempitan terjadi secara progresif selama beberapa tahun atau beberapa puluh tahun. Bilah – bilah katup aorta saling menempel dan menutup sebagaian lumen diantara jantung dan aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan sirkulasi ini dengan berkontraksi lebih lambat tapi dengan energi yang lebih besar dari normal, mendorong darah melalui lumen yang sangat sempit. Mekanisme kompesansi jantung mulai gagal dan munculah tanda – tanda klinis. Obstruksi kalur aliran aorta tersebut menambahkan beban tekanan ke ventrikel kiri, yang mengakibatkan penebalann dinding otot. Otot jantung menebal (hipertrofi) sebagai respons terhadap besarnya obstruksi ; terjadilah gagal jantung bila obsruksinya terlalu berat. Insufiensi Aorta (Regurgitasi) Insufisiensi aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta,sehingga masing – masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapt selama diastole dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Defek katup ini bisa disebabkan oleh endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta asendens. Karena kebocoran katup aorta saat diastole , maka sebagaian darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi keduanya yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri ke ventrikel melalui lumen ventrikel, maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompesansi melalui refleks dilatasi pembul;uh darah arteri perifer melemas sehingga tahanan perifer turun dan tekanan diastolic turun drastis.
Etiologi Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir selalu disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan penyakit katup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai adalah penyakit katup degeneratif
yang berkaitan dengan meningkatnya masa hidup rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri dibandingkan dengan yang hidup di negara berkembang. Meskipun terjadi penurunan insidensi penyakit demam rematik , namun penyakit rematik masih merupakan penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah.
a. Stenosis Mitral Berdasarkan etiologinya stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi satu.Penyakit Jantung Rematik. b. Insufisiensi Mitral Berdasarkan etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik dan non reumatik (degenaratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang seperti Indonesia, penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik. c. Stenosis Aorta Berdasarkan etiologinya stenosis katup aorta merupakan penyakit utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya baru muncul setelah usia 70-80 tahun.Stenosis katup aorta juga bisa disebabkan oleh demam rematik pada masa kanak-kanak. Pada keadaan ini biasanya disertai dengan kelainan pada katupmitral baik berupa stenosis, regurgitasi maupun keduanya. Pada orang yang lebih muda, penyebab yang paling sering adalah kelainan bawaan. Pada masa bayi, katup aorta yang menyempit mungkin tidak menyebabkan masalah, masalah baru muncul pada masa pertumbuhan anak. Ukuran katup tidak berubah, sementara jantung melebar dan mencoba untuk memompa sejumlah besar darah melalui katup yang kecil. Katup mungkin hanya memiliki dua daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal
seperti corong. Lama-lama, lubang/pembukaan katup tersebut, sering menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan kalsium. d. Isufisiensi Aorta Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan katub dan kanker aorta juga bias menimbulkan isufisiensi aorta. Pada isufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun katub, dengan atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari demam reumatik.
Patofisiologi Demam reumatik – inflamasi akut dimediasi – imun yang menyerang katup jantung akibat reaksi silang antara antigen streptokokus hemolitik-α grup A dan protein jantung. Penyakit dapat menyebabkan penyempitan pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup sempurna (inkompetensi atau regurgitasi) atau keduanya. Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium . Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan kemampuan pemompa jantung. a. Stenosis Mitral Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusikomisura katub mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katub mitral pada waktu diastolic lebih kecil dari normal.Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan berkurangnya daya alir katub mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan diruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan
kapiler paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstitial kemudian mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan hemoptysis. Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan meningakat, kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada katub tricuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi hati. Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung adalah takikardi. Tetapi konpensasi ini tidak selamanya menambah curah jantung karna pada tingkat tertentu akan mengurangi masa pengisian diastolic. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan thrombus di atrium kiri.
b. sufisiensi Mitral Insufisiensi mitral akibat reumatik terjadi karena katub tidak biasa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katub meliputi klasifikasi, penebalan dan distorsi daun katub. Hal ini mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan kordatendinea mengakibatkan katub tertarik ke ventrikel terutama bagian posterior, dapat juga terjadi dilatasi annulus atau rupture korda tendinea. Selam fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan gelombang v yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang pada saat diastolik,darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel.darah tersebut selain yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis,jika terdapat darah regurgidan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya.ventrikel kiri cepat distensi,apeks bergerak ke bawah secara mendadak,menarik katup korda dan otot kapilaris,hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga.pada insufisiensi mitral kronik,regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal. b. Stenosis Aorta Ukuran normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta. Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik ventrikel kiri.
Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke miokard yang hipertrofi. Area katup aorta normal berkisar 2-4cm2, Gradien ventrikel kiri dengan aorta mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup mitral <1cm2, maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta) akan merangsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme lainnya agar miokard mengalami hipertrofi. Penambahan massa otot ventrikel kiri ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan rumus Laplace: Stress (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila tahanan aorta bertambah,maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan diastolic, penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada akhirnya performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular menurun, tekanan arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak nafas. Gejala yang mencolok adalah sinkope, iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). Angina timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta. c. Insufisiensi Aorta Insufisien kronik mengakibatkan peningkatan secara bertahap dari volume akhir diastolik ventrikel kiri. akibat beban volume ini, jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri.curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Konpensasi yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang biasa menormalkan tekanan dinding sistolik.pada tahap kronik,faktor miokard primer atau klesi sekunder seperti penyakit coroner diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.selanjutnya dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal. Perubahan hemodinamid keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan kronik.kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi sebelumnya.ventrikel kiri tidak punya
cukup waktu untuk beradaptasi terhadap insufisiensi aorta.peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir ventriker kiri biasa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.
Tanda dan Gejala Jika stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner). Penderita yang mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya, sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak juga akan timbul dalam keadaan istirahat. Sebagian penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau berat ke dalam paru-paru. Pembesaran
atrium
kiri
bisa
mengakibatkan
fibrilasi
atrium,
dimana
denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur. d. Stenosis Mitral Sangat capai, lemah, dyspnea, capek bila ada kegiatan fisik, nocturnal dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema paru-paru, hemoptysis/batuk darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung. Auskultasi: teraba getaran apex S1 memberondong, peningkatan bunyi. Murmur:lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada apex. a.
Isufisiensi Mitral
Sangat capek, lemah, kehabisan tenaga, berat badan turun, napas sesak bila terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma noktural dipsneu rales . b. Tingkat lanjut: edema paru-paru, kegagalan jantung sebelah kanan. c. Auskultasi: terasa getaran pada raba apex, S1 tidak ada, lemah, murmur. d. Murmur: bernada tinggi, menghembus, berdesis, selam systoll(pada apex) S3 nada rendah.
e. Stenosis Aorta Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada kegiatan ortopneu, paroxysmal nokturial, edema paru-paru, rales. f. Tingkat lanjut: kegagalan sebelah kanan jantung g. Murmur: nada rendah, kasar seperti kerutan, systoll(pada basis atau carctis) gemetar systoll pada basis jantung. h. Isufisiensi Aorta Palpitasi, sinus tacikardi, sesak napas bila beraktifitas ortopnew, paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis hebat, angina. i. Tingkat lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri dan kanan. j. Murmur: nada tinggi, menghembus diastole (sela iga ke-3) murmur desakan systoll pada basis.