1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam
Negara
Republik
Indonesia
yang
kehidupan
rakyat
dan
perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Bumi dan Bangunan memberikan keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai sesuatu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya.
1
Tanah sebagai bagian dari bumi, merupakan karunia Tuhan Yang M aha Esa, selain memenuhi kebutuhan dasar untuk papan dan lahan usaha, juga merupakan alat investasi yang sangat menguntungkan, sehingga sebagian masyarakat menganggap bahwa membeli tanah adalah investasi yang bagus, bahkan lebih menguntungkan daripada menabung uang, disamping itu bangunan juga memberi manfaat ekonomi bagi pemiliknya.
2
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
1
M uhammad Rusjdi, 2008, PBB, BPHTB dan Bea M aterei, PT. M acanan Jaya Cemerlang, Jakarta, hlm.i 2 Early Suandy, 2008, Hukum Pajak, PT. Salemba Empat, Jakarta, hlm. 359
2
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat pembuat akta tanah yang selanjutnya disebut PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk me mbuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau ha k milik atas satuan rumah susun. Perjanjian yang menyangkut peralihan hak atas tanah 3
seharusnya dilakukan di hadapan PPAT. Tugas pokok PPAT diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data p endaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.
4
Dalam melakukan perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan dikenakan pajak yang disebut bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan, sedangkan yang menjadi objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Hak atas tanah tersebut
3
Kian Goenawan, 2008, Panduan M engurus Izin Tanah Dan Properti, Pustaka Grahatama, Jakarta, hlm. 77. 4 M ustofa, 2010, Tuntunan Pembuatan Akta-Akta PPAT, Karya Media, Yogyakarta, hlm.2.
3
meliputi hak m ilik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun dan hak pengelolaan.
5
Seiring dengan euforia otonomi daerah melalui pola desentralisasi fiskal maka BPHTB yang sebelumnya merupakan salah satu dari jenis pajak pusat, yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak, 6
ditetapkan menjadi pajak daerah (local tax). Pengalihan wewenang pemungutan BPHTB dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota adalah sesuai dengan amanat Undang-Undang N omor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dengan demikian sejak tanggal 1 Januari 2011 Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) sudah tidak lagi melayani pengelolaan pelayanan BPHTB, sehingga saat ini wajib pajak yang akan membayarkan dan mendaftarkan penelitian surat setoran pajak daerah (SSPD BPHTB) akan langsung ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota setempat.
7
Penelitian SSPD BPHTB disini maksudnya adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh DPPKAD untuk menilai kelengkapan pengisian SSPD BPHTB dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
8
Sistem pemungutan untuk BPHTB adalah self assesment yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk mengitung, memperhitungkan, 5
Diana Anastasia dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi dan Penuntun Praktis, CV.Andi Offset, Yogyakarta, hlm.677. 6
Sunarto, 2005, Pajak dan Retribusi Daerah, Amus dan Citra Pustaka, Yogyakarta, hlm.
15. 7
W ahyudi Eddy,“M ulai 1 Januari 2011 BPHTB Telah Resmi M enjadi Pajak Daerah”,www.kompasiana.com/ekonomi/M ulai.1januari2011.BPHTB.TelahResmi.M enjadiPajak Daerah.htm, di akses tanggal 30 September 2014, pukul 13.00 W IB 8 tanya pajak,“definisi verifikasi,pemeriksaan dan penelitian”,http://chirpstory.com/li/26373, diakses pada tanggal 20 M ei 2015, pukul 01.33 W IB
4
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, karena itu setiap wajib pajak BPHTB wajib menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri BPHTB yang terutang dengan menggunakan surat setoran pajak daerah 9
BPHTB. M elalui Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut setiap daerah diberikan hak untuk memungut pajak BPHTB di daerahnya masing-masing, dengan syarat harus berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai pemungutan BPHTB. Suatu daerah yang tidak memiliki peraturan daerah tidak dapat memungut BPHTB.
10
Pemerintah daerah harus memiliki payung hukum untuk melakukan pemungutan BPHTB berupa peraturan daerah, selain itu pemerintah daerah harus menyiapkan sumber daya manusia dan prosedur pemungutan BPHTB dan penelitian SSPD BPHTB. Penelitian SSPD BPHTB disini maksudnya adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh DPPKA D untuk menilai kelengkapan pengisian SSPD BPHTB dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
11
Terkait hal tersebut di atas Kabupaten Bantul sebagai salah satu dari lima (5) Kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan dan pelayanan BPHTB.
9
12
Pemerintah Kabupaten Bantul telah
M arihot Pahala Siahaan, 2013, Edisi Revisi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 597 10 Diana Anastasia dan Lilis Setiawati, op.cit, hlm.677. 11 Tanya pajak, “definisi penelitian”, http://chirpstory.com /li/26373, diakses pada tanggal 20 M ei 2015, pukul 01.33 W IB 12 Kantor Pengolahan Data Telematika Pemerintah Kabupaten Bantul, “ Profil Sekilas Kabupaten Bantul”, www.bantulkab.go.id.htm , di akses pada tanggal 30 September 2014, pukul pukul 13.30 W IB
5
mengeluarkan beberapa peraturan terkait BPHTB, salah satunya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, kemudian Peraturan Bupati Bantul Nomor 59 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul N omor 9 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Peraturan daerah dan Peraturan Bupati tersebut serta peraturan – peraturan lainnya yang terkait akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan, pengenaan dan pemungutan BPHTB di Kabupaten Bantul. Demi kepentingan pendaftaran di kantor pertanahan maka BPHTB tersebut harus dilakukan penelitian SSPD BPHTB terlebih dahulu, dalam hal ini yang berwenang untuk melakukan penelitian SSPD BPHTB adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bantul sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset di Kabupaten Bantul. Pada prakteknya sering terjadi permasalahan antara DPPKAD Kabupaten Bantul dengan pembeli selaku wajib pajak BPHTB yaitu sering terjadi perbedaan harga yang ditetapkan oleh DPPKAD berdasarkan hasil penelitian SSPD BPHTB dengan harga transaksi yang disepakati oleh para pihak yaitu penjual
dan
pembeli.
Sering
ditemukan
dimana
DPPKAD
cenderung
menggunakan harga pasar sebagai patokan harga tanah yan g objek penelitian SSPD BPHTB dan kemudian menetapkan bahwa wajib pajak kurang bayar BPHTB karena harga jual beli atas tanah yang disepakati oleh pa ra penjual dan
6
pembeli di bawah harga pasar, padahal di dalam Pasal 7 ayat (1) dan (2) huruf a Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Pasal 2 ayat (1) dan (2) huruf a Peraturan Bupati Bantul Nomor 59 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nom or 9 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan telah mengatur secara jelas bahwa “dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)”, lebih lanjut lagi, pada ayat (2) huruf a menyebutkan “Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jual beli adalah harga transaksi”, kemudian pada ayat 3 menyebutkan “jika NPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari nilai jual beli objek pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan”, selain itu pela ksanaan klarifikasi hasil penelitian SSPD BPHTB atas penetapan kurang bayar BPHTB kepada wajib pajak belum diatur secara rinci, di dalam Peraturan Bupati Bantul Nomor 59 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabup aten Bantul Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Pasal 15 ayat (4)
menyebutkan bahwa wajib pajak atau kuasanya dapat
melakukan klarifikasi ketidaksesuaian data, harga transaksi dan nilai pasar , namun tidak diatur secara jelas mengenai prosedur k larifikasi, sehingga membuat tidak adanya kejelasan dalam pelaksanaan klarifikasi tersebut.
7
Lamanya waktu penelitian SSPD BPHTB juga menjadi masalah yang merugikan bagi PPAT di Kabupaten Bantul. Sering terjadi dimana waktu penelitian SSPD BPHTB lebih dari waktu yang tentukan 7 (tujuh hari) sejak berkas SSPD diterima, padahal seharusnya sesuai dengan yang diatur didalam Pasal 15 ayat (4) Peraturan Bupati Bantul N omor 59 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan menyebutkan bahwa “penelitian lapangan dapat diketahui hasilnya dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas SSPD diterima”. Waktu penelitian SSPD BPHTB oleh DPPKAD Kabupaten Bantul yang melebihi waktu 7 hari kerja sejak berkas SSPD BPHTB beserta kelengkapannya diterima dan wajib pajak memperoleh bukti penerimaan surat, membuat kinerja PPAT di w ilayah Kabupaten Bantul dalam melakukan pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bantul menjadi terlambat dan berdampak pada pelayanan dan tertib administrasi PPA T karena menurut Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan
“selambat-lambatnya
7
(tujuh)
hari
kerja
sejak
tanggal
ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada kantor pertanahan untuk didaftar”. Atas dasar latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk menulis
dengan mengambil
tema. “
TINJA UAN
YURID IS PENELITIAN DA N KLARIFIKASI BEA PEROLEHAN HAK
8
ATAS DAN BANGUNAN UNTUK JU AL BELI TANAH DI KABUPATEN BANTUL”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti telah merumuskan permasalahan sebagai acuan penelitian ini. Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan penelitian SSPD BPHTB dan klarifikasi terhadap hasil penelitian SSPD B PHTB untuk jual beli tanah di Kabupaten Bantul? 2. Apa dampak dari diwajibkannya dilakukan penelitian SSPD BPHTB terhadap kinerja PPAT di Kabupaten Bantul? C. Keaslian Penelitian M enurut pengamatan dan penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan, belum pernah ada penelitian dengan judul “ Tinjauan Y urudis Penelitian dan Klarifikasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan untuk Jual Beli Tanah di Kabupaten Bantul”, namun demikian terdapat beberapa penelitian
sebelumnya
yang memiliki
kemiripan dengan
penelitian
ini,
diantaranya penelitian yang dilakukan oleh: 1. Henry Kusuma Brata.
13
Judul Penelitian: “Penyimpangan Pajak Terhadap Pengenaan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/A tau Bangunan Dalam
13
Henry Kusuma Brata, 2012, Penyimpangan Pajak Terhadap Pengenaan Pajak Penghasilan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Dalam Transaksi Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Di Kabupaten Ba ntul, Tesis, Program M agister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah M ada Yogyakarta.
9
Transaksi Hak A tas Tanah Dan/A tau Banguna n D i Kabupaten Bantul” dengan rumusan masalah: a. Bagaimana proses administrasi pembayaran pajak peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan di Kabupaten Bantul? b. Apakah ada peluang penyimpangan pajak peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam transaksi hak atas tanah dan/atau bangunan di Kabupaten Bantul? Berdasarkan permasalahan tersebut, Henry Kusuma Brata membuat keseimpulan: a. Peraturan yang berkaitan dengan pajak peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sering
berubah
serta
besarnya
pajak
maupun
proses
administrasinya dirasa membebani masyarakat b. Terjadi selisih antara harga transaksi dengan Nilai jual beli objek pajak sehingga menimbulkan peluang bagi wajib pajak maupun PPA T untuk melakukan
penyimpangan
pajak
dengan
cara
menurunkan
harga
transaksi dari yang sebenarnya. 2. Widhi Kurniawan.
14
Judul Penelitian: “Penentuan Dasar Pengenaan Pajak Obyek Pajak Bea Perolehan Hak A tas Tanah dan Bangunan Dalam Praktek Jual Beli Hak A tas Tanah Di Kabupaten Sleman”. Dengan rumusan masalah:
14
W idhi Kurniawan, 2012, Penentuan Dasar Pengenaan Pajak Obyek Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Dalam Praktek Jual Beli Hak Atas Tanah Di Ka bupaten Sleman, Tesis, Program M agister Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Gadjah M ada Yogyakarta.
10
a. Bagaimana penentuan dasar pen genaan Pajak Obyek Pajak BPHTB dalam praktek jual beli tanah dan bangunan di Kabupaten Sleman? b. Bagaimana pengawasan dalam pemungutan BPHTB dalam praktek jual beli tanah dan bangunan di Kabupaten Sleman. Berdasarkan
permasalahan
tersebut
Widhi
Kurniawan
membuat
kesimpulan yang pada intinya menyebutkan: a. Pengenaan tarif pajak BPHTB di Kabupaten Sleman berdasarkan hasil penelitian ada
yang mendasarkan sesuai dengan harga
transaksi
sebenarnya atau harga pasar, ada pula yang mendasarkan pada harga transaksi yang bukan sebenarnya. b. Pengawasan dalam pemungutan BPH TB dalam praktek jual beli tanah dan bangunan di Kabupaten Sleman dilakukan dengan cara memberikan wewenang kepada pihak DPKK D Sleman untuk menerjunkan tim peneliti atau pemeriksa ke lapangan atas nilai tan ah yang diduga oleh pihak
DPK KD
Sleman
tidak
berdasarkan
dengan
harga
tanah
sebenarnya. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Henry K usuma Brata dan Widhi Kurniawan tersebut, terdapat beberapa persamaan namun ada juga yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan penulis. 1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Henry Kusuma Brata, hasil analisisnya menyebutkan bahwa adanya selisih antara harga transaksi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) menimbulkan peluang bagi wajib pajak maupun PPAT untuk melakukan penyim pangan pajak dengan cara menurunkan harga
11
transaksi dari yang sebenarnya, sedangkan hasil penelitian yang dilakukan penulis menganalisis bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaan penelitian SSPD BPHTB dengan Peraturan Bupati Bantul Nom or 59 Tahun 2014 tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas dan detail terkait prosedur klarifikasi hasil penelitian SSPD BPHTB , serta dampak dari penelitian SSPD BPHTB tersebut terhadap kinerja PPAT di Kabupaten Bantul. 2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Widhi Kurniawan, hasil analisisnya menyebutkan bahwa adanya upaya untuk bekerjasama antar a wajib pajak dan PPAT di Kabupaten Sleman, baik itu dari inisiatif wajib pajak ataupun dari PPAT untuk mengurangi beban pajak dengan cara membuat harga transaksi sedikit di atas NJOP namun dibawah harga transaksi yang sebenanarnya,
sedangkan
hasil
penelitian
yang
dilakukan
penulis
menganalisis bahwa terdapat ketidaksesuaian dalam pelaksanaan penelitian SSPD BPHTB dengan Peraturan Bupati Bantul Nomor 59 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 9 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur secara jelas dan detail terkait prosedur klarifikasi hasil penelitian SSPD BPHTB, serta dampak dari penelitian SSPD BPHTB tersebut terhadap kinerja PPAT di Kabupaten Bantul.
12
D. Manfaat Penelitian M anfaat yang hendak di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. M anfaat teoritis M anfaat penelitian ini bagi ilmu pengetahuan adalah diharapkan secara teoritis hasil dari penelitian ini akan dapat memberikan su atu kontribusi dan masukan dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum, pajak,
hukum
perjanjian
dan
hukum
perikatan
serta
hukum
dalam
dunia
kenotariatan. 2. M anfaat praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan baik teoritis maupun praktis, menyangkut masalah yang timbul dalam penelitian surat setoran pajak daerah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan klarifikasinya di Kabupaten Bantul pada umumnya, dan bagi PPAT, DPPKAD Kabupaten Bantul dan masyarakat Ka bupaten Bantul selaku wajib pajak BPHTB pada khususnya. E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini dan berkaitan pula dengan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis pelaksanaan penelitian SSPD BPHTB dan klarifikasi terhadap hasil penelitian SSPD BPHTB untuk jual beli tanah di Kabupaten Bantul. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji dampak dari diwajibkannya dilakukan penelitian SSPD BPHTB terhadap kinerja PPAT di Kabu paten Bantul.