BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ekonomi Islam ditegakkan oleh semangat hubbi wal ihsan (cinta mencintai dan berbuat kebajikan), yaitu setiap orang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Ekonomi Islam berjiwa infaq walbirru (berani berkorban dan membuat kebajikan) kepada seluruh umat manusia yang dalam keadaan fakir dan miskin. Dan ekonomi Islam juga memegang teguh sistem ta’awun wa syikah (hidup kolektif dalam pencaharian dipihak yang mampu dan rasa putus asa bagi pengangguran dipihak yang tidak mempunyai).1 Oleh sebab itu, yang kaya harus menyisihkan sebagian kekayaan atau pendapatannya kepada yang berhak terutama kaum miskin dan untuk membiayai mereka yang berjuang dijalan Allah. Zakat adalah salah satu cara untuk mencapai hal tersebut di atas. Zakat adalah ibadah maliyah ijtima’iyah (ibadah yang berkaitan dengan ekonomi keuangan dan kemasyarakatan) dan merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang mempunyai status dan fungsi yang penting demi syariat Islam2 yang wajib dilaksanakan oleh kaum muslimin, karena sebagian dari harta itu adalah hak fakir miskin dan merupakan titipan Allah pada diri orang kaya. Dalam hal ini, Islam mengajarkan bahwa”Di dalam harta orang kaya terdapat hak bagi orang miskin”. Sebagaimana dalam firman Allah : 3
(٧٧:َﻭَﺃﻗِﻴﻤُﻭﺍ ﺍﻟﺼﱠﻼ ﹶﺓ ﻭَﺃﺘﹸﻭﺍ ﺍﻟ ﱠﺯﻜﹶﺎ ﹶﺓ )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ
Artinya:“Dirikanlah shalat dan bayarkanlah zakat hartamu”. (QS. An-Nisa’: 77). 1
Abdullah Zaky al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, Bandung : CV. Penerbit Diponegoro, 2000, hlm. 71 2 Yusuf al-Qardhawi, Fiqh az-Zakah, Juz I, Beirut : Dar al-Fikr, 1989, hlm.7 3 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung : CV. Diponegoro, 2000, hlm. 71
1
2
Dan dipertegas oleh surat al-Baqarah ayat : 277 yang berbunyi :
ﻋ ِﻤﻠﹸﻭﺍ ﺍﻟﺼﱠﺎﻟِﺤَﺎﺕِ َﻭَﺃﻗﹶﺎ ُﻤﻭﺍ ﺍﻟﺼﱠﻼ ﹶﺓ ﻭَﺃﺘﹶﻭُﺍ ﺍﻟ ﱠﺯﻜﹶﺎ ﹶﺓ ﹶﻟ ُﻬ ْﻡ َ ﻥ ﺃ َﻤﻨﹸﻭﺍ َﻭ َ ﻥ ﺍﱠﻟﺫِﻴ ِﺇ ﱠ 4 (٢٧٧:ﻥ )ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ َ ﺤ َﺯﻨﹸﻭ ْ ﻋﹶﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻡ ﻭَﻻ ُﻫ ْﻡ َﻴ َ ﻑ ﻋ ﹾﻨ َﺩ َﺭ ﱢﺒ ِﻬ ْﻡ ﻭَﻻ ﺨﹶ ْﻭ ﹲ ِ ﺠ ُﺭ ُﻫ ْﻡ ْ َﺃ Artinya:“Sesungguhnya orang-orang beriman mengerjakan amal shaleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi tuhannya tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah : 277). Zakat diibaratkan dengan benteng yang melindungi harta dari penyakit dengki dan iri hati dan zakat juga bisa diibaratkan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan harta untuk berkembang dan tumbuh.5 Maka, hubungan dengan Allah dapat terjalin dengan ibadat shalat dan hubungan dengan sesama manusia dapat terikat dengan infaq dan zakat. Sebagai manusia harus menjaga dengan baik antara hubungan vertikal dan horizontal. Dalam al-Qur’an Allah berfirman :
ﻥ ﻋﹶﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻡ ِﺇ ﱠ َ ل ﺼﱢ َ ﻁﻬﱢ ُﺭ ُﻫ ْﻡ َﻭ ﹸﺘ َﺯﻜﱢﻴ ِﻬ ْﻡ ِﺒﻬَﺎ َﻭ ﻥ َﺃ ْﻤﻭَﺍِﻟ ِﻬ ْﻡ ﺼَﺩَ ﹶﻗﺔﹰ ﹸﺘ ﹶ ْ ﺨ ﹾﺫ ِﻤ ﹸ 6 (١٠٣:ﻥ ﹶﻟ ُﻬ ْﻡ ﻭَﺍﻟﻠﱠ ُﻪ ﺴَﻤِﻴ ٌﻊ ﻋَﻠِﻴ ٌﻡ )ﺍﻟﺘﻭﺒﺔ ٌ ﺼَﻼ ﹶﺘﻙَ ﺴَﻜﹶ Artinya:“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’akan untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah : 103). Di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi telah ditetapkan orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq). Mereka terdiri dari delapan golongan yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 4
Ibid., hlm. 35 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 2 6 Depag RI, op.cit., hlm. 162 5
3 1. Individu-individu yang terdiri dari 6 (enam) golongan : a. Golongan fakir (fuqara) yang terlantar b. Golongan miskin (masakin) yang tidak mempunyai apa-apa c. Golongan para pegawai (‘amilin ‘alaiha) yang bekerja untuk mengatur pemungutan dan pembiayaan zakat d. Golongan orang-orang yang perlu dihibur hatinya (mu’alafati qulubuhum) e. Golongan orang-orang yang terikat oleh hutang (gharimin) f. Golongan orang-orang yang terlantar dalam perjalanan (ibnu sabil) 2. Kepentingan Umum dari masyarakat dan Negara, terdiri dari 2 (dua) golongan : a. Fir Riqaab (suatu golongan yang dibebaskan dan dimerdekakan) b. Fisabilillah (suatu golongan yang membela masyarakat ataupun negara) Adapun macam-macam harta benda yang harus ditarik zakatnya, yang telah disepakati oleh para mujtahidin bahwa zakat diwajibkan atas 4 macam harta, yaitu : Binatang ternak, harga (emas dan perak), mata benda yang diperniagakan dan tumbuh-tumbuhan yang dapat disukat dan disimpan lama.7 Mengingat banyaknya harta kekayaan manusia pada zaman modern karena terus berkembang dan meningkat dalam kemajuan ekonomi, tehnik dan industrialisasi. Pembibitan hewan pada masa sekarang ini, banyak hewan diternakan yang bukan gembala dan dapat memberikan penghasilan yang sangat besar kepada pemiliknya. Misalnya, ulat sutera yang dapat menghasilkan sutera dan harganya pun sangatlah mahal. Demikian juga peternakan lebah yang dapat menghasilkan madu karena madu merupakan pemberian Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang banyak mengandung zat-zat makanan, obat-obatan dan juga sari buah.
7
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Hukum dan Fiqh Islam : Tinjauan antar Mazhab, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 122
4 Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam mensikapi masalah tersebut di atas, sebagian berpendapat bahwa madu wajib dikeluarkan zakatnya dan sebagian lagi berpendapat bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Diantara ulama yang berpendapat bahwa madu tidak wajib dikeluarkan zakatnya adalah Imam Maliki dan Imam Syafi’i dengan alasan karena kewajiban tersebut tidak terdapat dalam hadits yang pasti maupun ijmak dan juga karena madu merupakan cairan yang keluar dari hewan seperti susu, sedangkan susu menurut ijmak tidaklah wajib zakat.8 Sedangkan Abu Hanifah dan Hanbali mewajibkan zakat madu dengan alasan terdapat hadist dan qiyas. Walaupun hadist-hadist tersebut dikatakan lemah akan tetapi saling menguatkan yang berarti bahwa zakat madu mempunyai landasan hukum. Hadist-hadist tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : a. Hadist dari Amr bin Syu’aib :
َﺃ ﹶﻨ ُﻪ: ﻡ.ﻭﻋﻥ ﻋﻤﺭﻭﺒﻥ ﺸﻌﻴﺏ ﻋﻥ ﺃﺒﻴﻪ ﻋﻥ ﺠﺩﻩ ﻋﻥ ﺍﻟﻨﺒﻰ ﺹ 9 ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺒﻥ ﻤﺎﺠﻪ.ل ﺍ ﹾﻟﻌُﺸ َﺭ ِﺴ َ ﻥ ﺍﹾﻟ َﻌ َ ﺨ ﹶﺫ ِﻤ ﺃﹶ “Dan dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya Nabi SAW bersabda :“Sesungguhnya Rasulullah SAW mengambil zakat madu sebesar sepersepuluh.” (HR. Ibnu Majah). b. Hadist Sulaiman bin Musa :
.ﺨﻼﹰ ﻰ ﹶﻨ ﹾ ْ ﻥ ِﻟ ِﺇ ﱠ: ﺕ ﻴﺎ ﺭﺴﻭ ل ﺍﷲ ﹸﻗ ﹾﻠ ﹸ: ﺃﻥ ﺃﺒﺎ ﺴﻴﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﺘﻌﻰ ﻗﺎل .ﺠ َﺒﹶﻠﻬَﺎ َ ﺤ ِﻡ ﻟِﻰ ْ ﻡ ِﺍ. ﻴﺎﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﺹ: ﺕ ﹸﻗ ﹾﻠ ﹸ.َ ﻓﹶﺄ ﱢﺩ ﺍﹾﻟ ُﻌﺸﹸﻭﺭ: ﻗﺎل 10 ()ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺤﻤﺩ ﻭﺍﺒﻥ ﻤﺎﺠﻪ.ﺠ َﺒﹶﻠﻬَﺎ َ ﹶﻓﺤَﻤِﻰَ ﻟِﻰ: ﻗﺎل “Abu Sayarah Muti berkata : “Saya bertanya kepada Rasulullah bahwa saya mempunyai lebah, beliau bersabda ; keluarkanlah sepersepuluh. 8
425
Yusuf al-Qardhawi, Fiqh as-Zakah, juz I, Beirut : Muassasah ar-Risalah, 1969, hlm. 424-
9
Syaukani, Nailul Authar, Juz III, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.th.,hlm. 157 M.Mukhtar Husen, Zawaidu Ibnu Majah ‘ala Kutubil Khamsah, Juz I, Beirut: Dar alKutub al-‘Ilmiyah, t.th.,hlm.261 10
5 Saya meminta kepada Rasulullah SAW agar gunung saya dilindungi. Rasulullah melindungi gunung tersebut untuk saya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). c. Hadist Abu Daud :
ﺏ ِﻗ َﺭ َﺒ ﹲﺔ ٍ ﺸ ِﺭ ِﻗ َﺭ ﻋﹾ َ ﻥ ﹸﻜلﱢ ْ ِﻤ: ﻭﻗﺎل,ﻭﻷﺒﻥ ﺩﺍﻭﺩ ﻓﻰ ﺭﻭﺍﻴﺔ ﺒﻨﺤﻭﻩ 11 .()ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺒﻭ ﺩﺍﻭﺩ “Dan dari Abu Daud dalam riwayat yang sama berkata: “Dari setiap sepuluh geriba madu, zakatnya satu geriba madu.“(HR. Abu Daud). Dari setiap pendapat tersebut, Yusuf al-Qardhawi melihat bahwa pendapat yang mewajibkan adanya kewajiban zakat terhadap madu, merupakan pendapat yang relatif lebih kuat, karena berdasarkan beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah pertama, keumuman nash yang tidak membeda-bedakan satu jenis kekayaan suatu harta dari kekayaan lainnya seperti dalam firman Allah SWT “Keluarkanlah oleh kalian sebagian hasil yang kalian peroleh dari sebagian yang Kami keluarkan untuk kalian dari bumi”. Dalam hal inilah maka Allah telah mewajibkan kepada seluruh umatnya untuk mengeluarkan zakatnya setiap harta benda yang diperoleh.12 Kedua, adalah karena adanya qiyas zakat madu itu dengan hasil tanaman dan buah-buahan, yaitu bahwa penghasilan yang diperoleh dari bumi dinilai sama dengan penghasilan yang diperoleh dari lebah.13 Ketiga,
terdapat
hadist-hadist
yang
walaupun
berbeda-beda
periwayatannya, akan tetapi telah menunjukkan bahwa madu termasuk obyek yang wajib dikeluarkan zakatnya. 14
11
Hafizh al-Mundiry, Mukhtasar Sunan Abi Daud, Terj., Semarang: CV.Asy-syifa’, 1992,
hlm.405
12
Yusuf al-Qardhawi, op.cit., hlm.426 Ibid 14 Ibid 13
6 B. PERMASALAHAN Dari latar belakang permasalahan di atas, maka pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pendapat Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu? 2. Bagaimanakah alasan hukum Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu? C. TUJUAN PENULISAN Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui pendapat Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu. 2. Untuk mengetahui alasan hukum Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu. D. TELAAH PUSTAKA Sesungguhnya sudah banyak kajian-kajian dan penelitian yang berbentuk skripsi yang membahas seputar pendapat Yusuf al-Qardhawi diantaranya : Pertama, penelitian yang berjudul, “Telaah Pemikiran Yusuf alQardhawi tentang Zakat Investasi dalam Kitab Fiqh Zakat Relevansinya dengan Pemberdayaan Ekonomi Umat” oleh Muzayanah (2196153). Dalam penelitiannya menyatakan bahwa karena investasi sebagai salah satu yang memberikan lapangan usaha dan penghasilan yang cukup besar bagi pemiliknya, maka perlu dikenakan zakat atas keuntungannya dan kewajiban zakat atas investasi menurut Yusuf al-Qardhawi sendiri dianalogikan dengan zakat hasil pertanian. Kedua, Penelitian yang berjudul “Analisis Pandangan Yusuf alQardhawi tentang Haul dalam Zakat Pendapatan”oleh Nurhayati (2198052). Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa zakat pendapatan dikeluarkan pada saat itu juga (tanpa menunggu berputarnya masa satu tahun). Karena hadist yang menjelaskan persyaratan haul merupakan hadist yang lemah. Dan masih banyak lagi penelitian yang berbentuk skripsi yang mengkaji dari hasil pemikiran-pemikiran Yusuf al-Qardhawi.
7 Kemudian dalam bentuk buku yang berkaitan dengan zakat adalah karangan M. Ali Hasan yang berjudul “Masail Fiqhiyah” yang mengatakan bahwa zakat itu diwajibkan bagi orang yang mampu dan memenuhi syaratsyaratnya, dan zakat madu itu juga diwajibkan karena diqiyaskan (dianalogikan)
dengan
sapi
perahan
yang
menurutnya
lebih
baik
diperhitungkan susunya sebagai satu usaha.15 Dalam buku yang berjudul “Zakat dalam Perekonomian Modern” karangan Diddin Hafiduddin didalamnya menjelaskan bahwa zakat madu diwajibkan dan analogi tersebutpun dibenarkan, karena didasari dengan dalildalil yang kuat dan pasti, bahwa zakat madu itu dianalogikan dengan zakat pertanian, baik dalam nishabnya, maupun kadarnya atau prosentasenya.16 Disamping dengan buku-buku tersebut di atas, penelitian yang berbentuk skripsi dan berkaitan dengan zakatpun sudah banyak dilakukan, diantaranya : Pertama, “Analisis Hasil Keputusan Munas Alim Ulama NU, 25-28 Juli di Jakarta tentang Zakat Hasil Pendapatan dan Jasa” oleh M. Mahbub. Dalam skripsinya mengungkapkan bahwa Keputusan Bahtsul Masail Munas Alim Ulama NU tidak mewajibkan zakat hasil pendapatan dan jasa dikarenakan tidak terdapat unsur tijarah atau niat tijarah. Kedua, “Pola Ijtihad Ta’lili dalam Fiqh Zakat (Analisis atas Ijtihad Ta’lili Yusuf al-Qardhawi tentang ‘Illat Hukum Zakat Tanaman)”, oleh Abdul Munif. Di dalam skripsinya mengungkapkan bahwa Yusuf al-Qardhawi mewajibkan atas zakat tanaman dengan menggunakan metode ijtihad qiyasi, yang mana dapat diterapkan pada jenis tanaman lain karena tanaman tersebut mempunyai sifat yang sama yaitu dapat berkembang. Ketiga, Studi Analisis terhadap Pendapat Abu Hanifah tentang Kewajiban Zakat Madu”, oleh Mukhlisin (288089). Didalam skrpsinya mengungkapkan bahwa madu wajib dikeluarkan zakatnya jika tanah tersebut 15 16
hlm.115
M. Ali Hasan, op.cit., hlm. 19 Didin Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002,
8 tidak
dikenakan
pajak.
Menurutnya,
peng-qiyasannya
dengan
zakat
perdagangan bukanlah pada zakat pertanian. Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, penulis mencoba menguraikan dan menganalisa pemikiran Yusuf al-Qardhawi tentang zakat madu yang merupakan produk dari pembibitan hewan hukumnyapun wajib dengan menggunakan metode ijtihad qiyasi. Dalam hal ini sepengetahuan penulis belum ada yang membahasnya dalam bentuk karya ilmiyah. E. METODE PENULISAN Dalam rangka menghasilkan karya ilmiyah yang berbobot sesuai dengan kriteria sebuah skripsi, maka penulis akan menyajikannya dengan menggunakan metode penulisan sebagai berikut : 1. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data ini dilakukan dalam rangka untuk memperoleh data atau bahan yang sesuai, tepat dan nyata dengan skripsi ini. Adapun alat yang penulis gunakan adalah library research yakni dengan cara menelaah buku-buku yang sesuai dengan permasalahan di atas. Dalam menggali data-data yang dipergunakan dalam skripsi melalui sumbersumber literatur, baik berupa sumber utama (primer) maupun sumber pelengkap (sekunder). a. Sumber Data Primer Sumber data primer, yaitu data-data yang diperoleh dari data utama. Sumber primer adalah sumber asli yang memuat informasi atau data yang menjadi pokok pembahasan dalam penulisan ini.17 Adapun sumber data primer yang kami peroleh adalah dari kitab “Fiqhuz Zakah” karangan Yusuf al-Qardhawi.
17
Tatang, M. Amrin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : PT Raja Grafindo, Cet. III, 1995, hlm. 132
9 b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari data pelengkap yang memuat informasi dalam pembahasan penulisan.18 Sumber data sekunder yang juga kami peroleh dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : 1) Kitab al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu karangan Wahbah Zuhaily. 2) Kitab Nailul Authar (Himpunan Hadits-hadits Hukum) karangan asy-Syaukani. 3) Kitab Muhalla Karangan Ibnu Hazm. 4) Ekonomi dalam Perspektif Islam karangan Abdullah Zaky al-Kaaf. 5) Masail Fiqhiyah karangan Masjfuk Zuhdi. Selain kitab-kitab dan buku-buku tersebut di atas, masih adalagi kitab-kitab dan buku-buku lain yang membahas tentang zakat madu yang berkaitan dalam pembahasan skripsi ini. 2. Metode Analisis Data Dilihat dari cara menganalisisnya, penelitian yang telah digunakan penulis adalah dengan penelitian yang bersifat kualitatif yaitu dengan jalan memilih dan memilah masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan masalah zakat dari produk pembibitan hewan khususnya madu dari lebah dalam kitab dan buku-buku Islam. Maka, penulis mengolah data-data tersebut dengan menggunakan metode sebagai berikut : a. Metode Deskriptif Metode ini merupakan metode pembahasan dengan cara pemaparan biografi Yusuf al-Qardhawi, hasil karyanya serta pendapat dan pemikirannya yang relevan dengan tema pokok ini. Dalam hal ini, biasanya disebut sebagai studi tokoh karena akan melakukan tindakan
18
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. VIII, 2003, hlm. 126
10 kritis mengenai pemikiran yang berkembang pada zaman lampau dan mengutamakan data primer.19 b. Metode Komparatif Metode ini digunakan untuk memperoleh suatu kesimpulan dengan meneliti
faktor-faktor
tertentu
yang
berhubungan
dengan
situasi/fenomena yang diselidiki dan dibandingkan dengan faktor lain di mana pertentangan atau persamaan dari berbagai pendapat diakomodir menjadi satu konklusi.20 Metode ini akan penulis gunakan, di mana dalam analisis penulis akan mengkomparasikan pendapat Yusuf al-Qardhawi dengan pendapat ulama-ulama lainnya. F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI Untuk mendapatkan gambaran yang jelas serta memperoleh pembahasan secara global dalam skripsi ini, penulis bagi menjadi lima bab di mana kelima bab tersebut akan penulis uraikan menjadi sub-sub bab satu dan yang lainnya saling berkaitan sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab pertama berisi pendahuluan. Dalam bab pendahuluan ini, penulis membahas tentang garis besar penulisan skripsi, yang terdiri dari latar belakang permasalahan, pokok permasalahan, tujuan penulisan, telaah pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi tentang konsep umum zakat. Bab ini membahas tentang definisi dari zakat dalam hukum Islam. Bab ini merupakan landasan teori. Sesuai dengan judul ini, maka pembahasan akan berpusat pada tinjauan umum pengertian dan dasar hukum zakat, tujuan zakat, fungsi zakat dan hikmah disyariatkannya zakat.
19
Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta : Penerbit Ekonisia, 2003, hlm. 103 20 Winarno Surahmat, Metodologi Research, Bandung : Transito, t.th., hlm. 135
11 Bab ketiga berisikan tentang pengenalan tokoh dalam skripsi ini, yaitu Yusuf al-Qardhawi. Adapun uraiannya adalah tentang biografi Yusuf alQardhawi, karya-karya ilmiahnya, perkembangan pemikiran dan pendapat Yusuf al-Qardhawi tentang diwajibkannya zakat madu dan metode istinbath hukum yang digunakan Yusuf al-Qardhawi tentang wajibnya zakat madu. Bab keempat adalah uraian pokok dalam pembahasan skripsi ini, yang mana penulis menganalisis pendapat Yusuf al-Qardhawi yang berpendapat bahwa hukum zakat madu adalah wajib dan analisis terhadap metode istinbath hukum Yusuf al-Qardhawi tentang diwajibkannya zakat pada penghasilan madu dari lebah. Bab kelima merupakan bagian terakhir dalam penulisan ini sekaligus bab penutup. Bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran.