BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Apabila dilihat secara geografis, Indonesia memiliki letak yang strategis karena diapit oleh dua benua, yaitu Benua Asia dan Australia serta dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan India sehingga membuat Indonesia mempunyai kekayaan sumber daya
alam yang berlimpah terutama sumber daya alam lautnya. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka Indonesia perlu melakukan pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan laut secara
baik serta berkelanjutan, karena dengan adanya pengelolaan sumber daya laut secara baik maka pada akhirnya akan memenuhi kepentingan masyarakat luas. Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya laut secara baik disini meliputi perencanaan, pemanfaatan serta pengawasan. Laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, misalnya area perikanan, pertambangan, jalur transportasi, jalur kabel komunikasi dan pipa bawah air, wisata bahari, dan area konservasi. Didalam lautan terkandung sumber pangan yang sangat besar yaitu ikan dan rumput laut. Sumber daya laut lainnya yaitu bahan tambang lepas pantai yang berperan penting untuk menyuplai energi serta masih
1
banyak lagi potensi sumber daya hayati dan non hayati lainnya sehingga peran sumber daya laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil semakin penting untuk memicu pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut memungkinkan adanya beberapa jenis pola pemanfaatan dalam satu ruang yang sama. Konflik pemanfaatan ruang dapat saja terjadi apabila penetapan pola-pola pemanfaatan pada ruang yang sama atau berdekatan saling memberikan dampak yang negatif. Misalnya ketidakselarasan peraturan atau produk hukum dalam pola-pola pemanfaatan laut antar sektor akan rentan untuk menjadi konflik kepentingan. Selain itu, masih sering terjadi penyalahgunaan wewenang pemerintah provinsi yang diberikan wewenang untuk mengelola wilayah lautnya masing-masing, karena laut dianggap milik sendiri dan tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak lain atau pemanfaatan sumber daya laut dilakukan dengan hanya sekedar untuk menambah devisa tanpa melihat dari aspek budaya, ekonomi, politik, hukum, serta nilai nilai kearifan lokal. Berdasarkan ketentuan pasal 1 (ayat) 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia adalah Negara hukum”, yang menganut asas desentralisasi dalam penyelengggaraan pemerintahan, sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 18 (ayat) 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi tersebut dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintah daerah, yang di atur dengan undang-undang”.1 Sebagai Negara yang
Ridwan HR, 2011, “Hukum Adminitrasi Negara Edisi Revisi”, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, h. 17. 1
2
menganut desentralisasi mengandung arti bahwa urusan pemerintahan itu terdiri atas urusan pemerintahan pusat dan urusan pemerintahan daerah.2 Peranan daerah sangatlah penting dalam proses pemberdayaan masyarakat untuk ikut serta aktif dalam proses pembanggunan, termasuk didalamnya pembangunan daerah pesisir dan laut. Peranan pemerintah akan semakin lebih penting lagi mengingat urusan pemerintah secara konkuren terdiri dari urusan pemerintahan wajib dan pilihan. Dalam urusan pemerintahan pilihan sesuai dengan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Meliputi Kewenangan Pemerintah Dalam Mengelola Laut. Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat Bab V (lima) yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah Provinsi di laut dan Daerah Provinsi yang berciri kepulauan. Dalam Bab tersebut daerah provinsi diberi kewenangan untuk mengelola sumber daya alam laut yang berada di wilayahnya. Daerah provinsi yang berciri kepulauan melaksanakan kewenangan pemerintah pusat dibidang kelautan bedasarkan asas tugas perbantuan. Tetapi dalam Bab tersebut tidak memberi kejelasan mengenai kewenangan kabupaten/kota terkait pengelolaan wilayah laut. Dalam lampiran Undang-Undang No 23 Tahun 2014 mengenai pembagian urusan bidang kelautan kabupaten/kota hanya diberikan kewenangan dalam perikanan tangkap, serta dalam hal perikanan budidaya. Tetapi Pasal 18 Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan terhadap daerah dalam pengelolaan laut, begitu juga dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2014 tentang
2
Ibid
3
Kelautan memberikan kewenangan terhadap pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan pengelolaan kelautan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat melalui pemanfaatan dan pengesahaan sumber daya kelautan dengan menggunakan prinsip ekonomi biru. Menurut PP No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terdapat juga pembagian urusan wajib dan urusan pilihan (Pasal 6 ayat 2 PP No 38 Tahun 2007), urusan pilihan yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan yang salah satunya adalah Pasal 7 ayat 4 huruf a mengenai kelautan dan perikanan. Mengenai pemberian kewenangan terkait pengelolaan bidang kelautan dan perikanan terhadap provinsi/kabupaten kota timbul pertanyaan-pertanyaan bahwa bagaimanakah hambatan-hambatan mengenai kewenangan di kabupaten/kota mengingat bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah baru saja diberlakukan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dalam karya tulis yang berjudul IMPLIKASI YURIDIS DENGAN DIUNDANGKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN
2014
TENTANG
PEMERINTAHAN
DAERAH
TERHADAP
KEWENANGAN PENGELOLAAN LAUT, PESISIR, DAN PULAU-PULAU KECIL. 4
1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya di wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil? 2) Bagaimanakah hambatan-hambatan kewenangan pengelolaan wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil terkait dengan disahkannya Undang Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah? 1.3.Ruang Lingkup Masalah Untuk memperoleh pembahasan yang tidak jauh menyimpang dari pokok permasalahan, maka perlu diberikan ruang lingkup pemasalahan yang akan dibahas. Yaitu, dampak diberlakukannya Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah terhadap kewenangan kabupaten/kota dalam pengelolaan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
1.4.Tujuan Peneltian 1.4.1. Tujuan Umum
5
Tujuan umum dibuatnya peneletian ini adalah untuk mengembangkan ilmu hukum sesuai dengan paradigma science is a process (ilmu sebagai proses). Melalui penelitian ini diharapkan bisa memberikan ilmu pengetahuan mengenai hukum administrasi Negara khususnya dalam menafsirkan undangundang. 1.4.2. Tujuan Khusus 1.
Untuk menganalisis bagaimanakah implikasi yuridis dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap kewenangan pemerintahan daerah terhadap pengelolaan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
2.
Untuk mengetahui bagaimana hambatan-hambatan dalam kewenangan pengelolaan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil di kabupaten kota.
1.5.Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu hukum khususnya didalam bidang hukum administrasi Negara. Selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan pandangan atau penilaian terhadap undang-undang agar undang-undang tersebut menjadi lebih sempurna.
1.5.2
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk pembentukan peraturan yang lebih baik terhadap kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil.
6
Agar sumber daya laut bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta berkelanjutan. 1.6.Landasan Teoritis Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan skripsi ini secara lebih mendalam, perlu kiranya dikemukakan teori, konsep atau landasan-landasan terhadap permasalahan tersebut yang didasarkan pada literatur – literatur yang dimungkinkan untuk menunjang pembahasan permasalahan yang ada. Dengan adanya teori-teori yang menunjang, diharapkan dapat memperkuat, memperjelas, dan mendukung untuk menyelesaikan permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini. Adapun teoriteori yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi teori Negara hukum, serta teori kewenangan. 1.6.1
Teori Negara Hukum Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Djokosutomo mengatakan, bahwa negara hukum menurut UUD NRI 1945 adalah berdasarkan pada kedaulatan hukum. 3 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Oleh karena itu, negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan belaka, tetapi harus berdasarkan pada hukum.
3
C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini), cetakan I, PT Rineka Cipta, Jakarta, h. 86.
7
Secara teori, negara hukum (rechstaat) adalah negara bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu, dan agar semua berjalan menurut hukum.4 Seiring dengan perkembangan negara hukum itu sendiri, kini suatu negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum asalkan memenuhi dua belas prinsip, yakni: 1. Supremasi Hukum (supremacy of law); 2. Persamaan dalam Hukum (equality before The Law); 3. Asas legalitas (due process of law); 4. Pembatasan kekuasaan; 5. Organ-organ eksekutif independen; 6. Peradilan bebas dan tidak memihak; 7. Peradilan tata usaha negara; 8. Peradilan tata negara; 9. Perlindungan hak asasi manusia; 10. Bersifat demokratis (democratische rechtstaat); 11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtstaat); 12. Transparansi dan kontrol sosial.5
4
Hans Kelsen, 2006, Teori Tentang Hukum dan Negara, cetakan I, Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, Bandung, h. 382. 5 Jimly Assiddhiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitualisme, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, h.124.
8
Utrecht dan Rachmat Soemitro memberikan dua macam asas yang merupakan ciri negara hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap kebebasan setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya. 6 Philipus M. Hadjon memberikan ciri-ciri negara hukum sebagai berikut: 1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat; 2. Hubungan fungsional yang proposional di antara kekuasaan negara; 3. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, peradilan sarana terakhir; 4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.7 Dari sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaannya di berbagai negara, konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan tidak dapat dipisahkan dari asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas konstitusional.8 Hukum yang hendak ditegakkan dalam negara hukum agar hak-hak asasi warganya benar-benar terlindungi hendaklah hukum yang benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dibuat secara konstitusional tertentu. Dengan demikian, elemen-elemen yang penting dari sebuah negara hukum, yang merupakan ciri khas dan merupakan syarat mutlak adalah: 1. Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia;
6
E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, h. 305. 7 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Surabaya, h. 45. 8 Murtir Jeddawi, 2012, Hukum Administrasi Negara, cetakan I, Penerbit Total Media, Yogyakarta h. 44.
9
2. Asas legalitas; 3. Asas pembagian kekuasaan negara; 4. Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak. 5. Asas kedaulatan rakyat 6. Asas demokrasi, dan 7. Asas konstitusionalitas.9 Teori negara hukum menggambarkan bahwasannya Negara Hukum adalah adanya kegiatan-kegiatan ketatanegaraan yang bertumpu pada keadilan. 1.6.2. Teori Kewenangan Wewenang merupakan hal yang esensial dalam kajian hukum administrasi negara karena berhubungan dengan pertanggungjawaban hukum dan penggunaan wewenang tertentu. Prajudi Atmosudirdjo berpendapat tentang pengertian wewenang dalam kaitannya dengan kewenangannya sebagai berikut: Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberikan oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orangorang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil
9
Ibid.
10
tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik.10 Secara teori kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh dengan tiga cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Dalam hal ini, van Wijk mendefinisikan hal-hal tersebut sebagai berikut: 1. Atribusi; adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan. 2. Delegasi; adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya. 3. Mandat; terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. 11 Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”.12 1.7.Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian normatif. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran adalah penelitian
10
Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 29. M. Hutanuruk, 1978, Asas-Asas Ilmu Negara, Erlangga, Jakarta, h.102. 12 Ni Nyoman Mariadi, “Kewenangan Pemerintah dalam Menetapkan Penguasaan dan Pemilikan Luas Tanah Pertanian”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, 2011, h.27. 11
11
yang bersifat normatif.13 Penelitian ini berawal dari adanya kesenjangan dalam norma peraturan perundang-undangan yang menyebabkan peraturan perundang-undangan tersebut menjadi kabur. Menurut Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu Undang-Undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. 14 Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dilakukan dengan mengkaji suatu perundang-undangan.15 1.7.2. Jenis Pendekatan Pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical and Conseptual Approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini. 16 Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan konsep – konsep hukum yang ada.
13
Johan Nasution dan Bahder, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h.
36. 14
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 101-102. 15 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 60. 16 Ibrahim dan Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302.
12
1.7.3. Sumber Bahan Hukum/Data Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan tiga sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tersier 1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan dari tulisan ini, kerena jenis penelitian yang digunakan adalah normatif. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, yang mana dengan metode ini penulis mencari, mempelajari dan memahami berbagai pendapat, teori dan konsepsi yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang didapatkan dari literatur-literatur yang tersedia serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan peraturan mengenai peranan pemerintah dalam mengelola laut. Bahan hukum yang relevan dikumpulkan dengan sistem kartu (card system), yang kemudian kartu ini disusun berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis dan pada kartu dicatat konsep- konsep yang berkaitan dengan permasalahan atau isu hukum pada tulisan ini.17 1.7.5. Teknik Analisis a. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi, teknik evaluasi, dan teknik argumentasi.
17
Winarno Surachman, 1973, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik, Tarsito, Bandung, h. 257.
13
b. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari kegunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum18. c. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa, tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pendangan, proporsi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder.19 1.7.6. Teknik Argumentasi Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permasalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum.20
18
Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar Bali, 2013, Bali, h. 76
19
ibid
20
ibid, h. 77
14