BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa salah satunya dipengaruhi oleh status kesehatan masyarakat. Kesehatan bagi seseorang merupakan sebuah investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dapat membantu mewujudkan keberhasilan pembangunan bangsa. Seiring perkembangan zaman, kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan semakin meningkat. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 H, pasal 34, dan Undang-Undang (UU) No.23 Tahun 1992, yang kemudian diganti dengan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, serta terjangkau. Mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat, diperlukan adanya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Kesehatan merupakan sebuah kebutuhan mendasar karena kesehatan yang tetap terjaga merupakan modal utama untuk kehidupan masyarakat dimasa mendatang. Setiap orang sangat berpotensi untuk mengalami risiko penyakit berat, menjadi tua, dan pensiun serta tidak mempunyai pendapatan dalam jangka panjang. Masyarakat secara umum biasanya belum memikirkan tentang kepemilikan asuransi terutama jaminan kesehatan, kemungkinan disebabkan
1
2
karena iuran asuransi yang mahal atau memang belum memahami manfaat asuransi kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2014a). Mulai 1 Januari 2014, pemerintah pusat memberlakukan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan jawaban dari permasalahan tersebut, untuk mengatasi berbagai risiko penyakit tanpa adanya hambatan finansial. Pelaksanaan JKN dilandasi oleh UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan
Sosial
(BPJS),
yang
diamanatkan
untuk
menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kepesertaannya dilaksanakan secara bertahap dan diharapkan masyarakat wajib tercakup sebagai peserta tanpa adanya pengecualian (Kementerian Kesehatan, 2014c). Program jaminan sosial ini diselenggarakan oleh BPJS yang terbagi menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Program JKN merupakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat nasional, wajib, nirlaba, gotong royong, dan ekuitas, untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi kesehatan masyarakat yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah (Kementerian Kesehatan, 2014a). Kepesertaan BPJS kesehatan dibagi menjadi 2 yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI. Peserta PBI terdiri dari masyarakat terlantar dan masyarakat tidak mampu, sehingga iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Kepesertaan non PBI meliputi Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota kepolisian, pejabat negara, pegawai
3
pemerintah non PNS, pegawai swasta, dan pekerja lain yang memenuhi kriteria pekerja penerima upah (Kementerian Kesehatan, 2014b). Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, iuran PBI bagi masyarakat yang kurang mampu, dibayarkan oleh pemerintah pusat dalam bentuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp.19.225,00 per orang per bulan dan jumlah peserta yang dibayarkan diseluruh Indonesia adalah 86,4 juta orang. Bagi pekerja penerima upah sebagai peserta mandiri dikenakan iuran Rp.25.500,00 per orang per bulan untuk yang memilih ruang rawat inap kelas III, Rp.42.500,00 per orang per bulan bagi yang memilih ruang rawat inap kelas II, dan Rp.59.500,00 per orang per bulan bagi yang memilih kelas I. Manfaat pelayanan yang dijamin oleh JKN pada pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi promotif, preventif, pemeriksaan, tindakan medis non spesialistik, obat dan bahan habis pakai, transfusi darah dengan indikasi medis, pemeriksaan penunjang tingkat pratama, serta rawat inap pertama sesuai indikasi medis. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan juga mendapatkan pelayanan yang hampir sama seperti di atas, namun pemeriksaan dan tindakan medisnya dilakukan oleh dokter spesialis maupun subspesialis serta ditambah dengan pelayanan alat kesehatan implant, rehabilitasi medis, pelayanan forensik, termasuk pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan. Mulai diberlakukannya JKN, telah dilaksanakan pentahapan kepesertaan diantaranya pengalihan peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Asuransi Kesehatan (Askes) PNS,
4
dan TNI serta Polri ke BPJS kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2014a). Masyarakat peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) juga diharapkan untuk terintegrasi ke dalam program JKN karena menurut UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS menyatakan bahwa sistem jaminan sosial nasional merupakan program yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi setiap lapisan masyarakat. Undang-Undang ini mengamanatkan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadi peserta jaminan kesehatan, sehingga tercapai cakupan universal oleh satu jaminan kesehatan pada tahun 2019 (Kementerian Kesehatan, 2014a). Data dari Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menunjukkan jumlah peserta Jamkesda pada seluruh Provinsi di Indonesia adalah 31.866.390 jiwa (Kementerian Kesehatan, 2014c). Sejak 1 Januari 2010, Provinsi Bali telah melaksanakan jaminan kesehatan daerah yang dinamakan program Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM). Program ini ditujukan bagi penduduk Bali yang belum memiliki jaminan kesehatan. Persyaratan umum menjadi peserta JKBM meliputi penduduk yang telah terdaftar memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Bali bagi yang berumur 17 tahun keatas dan anak di bawah 17 tahun menggunakan Kartu Keluarga (KK). Bayi yang terlahir dari orangtua peserta JKBM sampai bayi tersebut berusia kurang dari 1 tahun, secara langsung telah menjadi peserta baru dengan menyertakan KTP orang tua dan surat keterangan lahir dari tempat pertolongan persalinan, kemudian akan diusulkan untuk perubahan kepesertaan setelah melalui mekanisme pendataan (Pemerintah Provinsi Bali, 2012).
5
Sejak tahun 2010, JKBM terus memperluas cakupan manfaat layanannya dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dengan memberikan kartu elektronik JKBM (e-JKBM). Masyarakat yang telah terdaftar sebagai peserta JKBM dan memperoleh kartu e-JKBM, tidak perlu membawa fotokopi KTP atau KK saat ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Kartu eJKBM ini dapat digunakan jika peserta ingin mendapatkan pelayanan kesehatan di seluruh kabupaten/kota se-Provinsi Bali. Beberapa perluasan layanan kesehatan lainnya juga diberikan oleh program JKBM ini. Berdasarkan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/1525/XII/ UPT JKMB tanggal 27 Desember 2012 menyatakan mulai 1 Januari 2013 telah diberlakukan cuci darah seumur hidup. Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/413/IV/UPT JKMB tanggal 15 April 2013 menyatakan bahwa JKBM menanggung
kasus
kecelakaan
tunggal
dan
kelainan
bawaan
seperti
hydrocephalus serta atresia ani. Berakhirnya program Jaminan Persalinan (Jampersal) oleh Kementerian Kesehatan pada tanggal 31 Desember 2013, JKBM kembali memperluas manfaat pelayanannya mulai 1 Januari 2014, dengan menanggung biaya persalinan sesuai dengan Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/1427/UPT.JKMB tanggal 27 Desember 2013. Laporan rekapan tahunan JKBM dari tahun 2010 sampai 2013 oleh Unit Pelaksana
Teknis Jaminan Kesehatan Masyarakat
Bali (UPT
JKMB),
menunjukkan adanya peningkatan kunjungan setiap tahunnya yaitu dari 1.232.649 orang menjadi 2.325.107 orang. Dana yang terserap setiap tahun juga mengalami
6
peningkatan dari tahun 2010 sampai 2013 yaitu sebesar 66,84% menjadi 122,33% dari dana alokasi pertahunnya. Masyarakat dapat memperoleh layanan kesehatan pada puskesmas dan jejaring di bawahnya, rumah sakit pemerintah serta rumah sakit swasta dengan fasilitas kelas III, juga praktek-praktek swasta yang telah membuat perjanjian kerjasama dengan JKBM. Masyarakat tidak perlu membayar iuran karena iuran telah dibayarkan oleh pemerintah melalui dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan sharing dari kabupaten/kota sebesar Rp 10.000,00 setiap orang (Pemerintah Provinsi Bali, 2012). Masyarakat Provinsi Bali yang telah tercakup dalam JKBM pada tahun 2014 sebanyak 2.733.414 jiwa (65,91%) (Pemerintah Provinsi Bali 2014). Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Denpasar Nomor 188.45/236/HK/2013, jumlah database kepesertaan JKBM Tahun 2013 di Kota Denpasar sebanyak 415.125 jiwa. Data dari BPJS Divisi Regional XI (Bali Nusa Tenggara) menunjukkan jumlah peserta BPJS kesehatan mencapai 1.413.969 jiwa ( 34,09%) dari jumlah penduduk Bali tahun 2014, dengan rincian peserta pekerja penerima upah sebanyak 509.106 jiwa dan PBI sebanyak 904.863 jiwa. Peserta BPJS Kesehatan pada seluruh Puskesmas se-Kota Denpasar sebanyak 144.245 orang dan peserta yang membayar mandiri sebanyak 4.256 orang. Data dari BPJS Kesehatan Kantor Cabang Denpasar menyatakan baru 1,02 % masyarakat dengan KTP Bali di Kota Denpasar yang beralih menjadi peserta JKN mandiri. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mensosialisasikan program JKN ini diantaranya melalui media elektronik, media massa maupun sosialisasi
7
rutin yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Denpasar bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Kantor Cabang Denpasar sejak tahun 2013. Rendahnya tingkat kepesertaan JKN mandiri walaupun telah dilaksanakan intensifikasi sosialisasi, kemungkinan disebabkan oleh masih berlakunya JKBM sampai saat ini. Fenomena yang menarik untuk diketahui adalah penyebab masih adanya sebagian kecil masyarakat dengan KTP Bali yang dapat memanfaatkan program JKBM, memilih untuk beralih menjadi peserta JKN mandiri kelas III dengan membayar iuran setiap bulannya, namun fasilitas kesehatan yang diperoleh relatif sama seperti JKBM yaitu rawat inap kelas III. Beberapa temuan penelitian diberbagai daerah terkait kemauan masyarakat untuk menjadi peserta pada jaminan kesehatan diantaranya pada penelitian di Tanzania yang menyatakan bahwa kemauan masyarakat untuk menjadi peserta dalam jaminan kesehatan dipengaruhi oleh faktor gender dan sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi yang dimaksud seperti pendapatan keluarga, kelompok tertentu (wanita sebagai kepala keluarga), orang tua, dan masyarakat dengan status ekonomi rendah. Orang dengan status ekonomi rendah, tidak bersedia bergabung dalam asuransi kesehatan sehingga dipertimbangkan untuk subsidi silang dan pembebasan iuran (Kuwawenaruwa et al., 2011). Penelitian lain di Vietnam menyatakan bahwa pendapatan seseorang, kebutuhan akan perawatan kesehatan, usia, dan tingkat pendidikan merupakan faktor penentu yang signifikan dapat mempengaruhi rumah tangga untuk bersedia menjadi peserta asuransi kesehatan (Lofgren et al.,2008). Berdasarkan beberapa paparan penelitian di atas, mendorong peneliti melakukan penelitian kualitatif
8
untuk mengetahui secara mendalam fenomena dimasyarakat, terkait proses pengambilan keputusan dari kepala keluarga dengan KTP Bali yang berada di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara untuk memilih JKN mandiri kelas III. Puskesmas dipilih sebagai tempat penelitian karena puskesmas merupakan tempat kontak pertama dari masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Beberapa kasus yang tidak dapat dilayani oleh puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan (Faskes) tingkat I, puskesmas juga dapat memberi rujukan bagi pasien yang membutuhkan pelayanan lanjutan di rumah sakit. Selain peran kuratif dan rehabilitatif, puskesmas juga memiliki peran promotif serta preventif. Pelaksanaan peran ini diwujudkan dengan pemberian sosialisasi berbagai program kesehatan termasuk sosialisasi JKN kepada masyarakat melalui pemberian leaflet, banner maupun kunjungan langsung ke desa di wilayah kerja puskesmas. Peneliti memilih wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara karena menurut laporan program Penyakit Tidak Menular (PTM) di tiga puskesmas pada Kecamatan Denpasar Utara, puskesmas ini memiliki kunjungan kasus PTM paling tinggi yaitu 12,72 % dari total kunjungan puskesmas pada tahun 2014. Adanya kunjungan PTM yang tinggi, memungkinkan masyarakat untuk menjadi peserta jaminan kesehatan terkait dengan kerentanan terhadap penyakit yang diderita. Selain itu, berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2014, Puskesmas I Denpasar Utara ini memiliki pemukiman penduduk cukup padat dan wilayah kerja yang lebih banyak dari 2 puskesmas lainnya di Kecamatan Denpasar Utara. Puskesmas ini mewilayahi 4 desa dengan jumlah total penduduk 57.173 jiwa, yang sebagian besar merupakan penduduk asli dengan identitas KTP
9
Bali. Pemukiman yang padat, memungkinkan adanya karakteristik sosial penduduk yang heterogen sehingga persepsi terhadap jaminan kesehatan juga berbeda–beda. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka masalah penelitiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah pengambilan keputusan oleh kepala keluarga dengan KTP Bali dalam memutuskan untuk menjadi peserta program JKN mandiri kelas III di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui secara mendalam pengambilan keputusan oleh kepala keluarga dengan KTP Bali sehingga memutuskan untuk menjadi peserta program JKN mandiri kelas III dalam memperoleh pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara tahun 2015. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami lebih mendalam dari : 1. Faktor yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dari kepala keluarga untuk menjadi peserta program JKN mandiri kelas III. 2. Peran anggota keluarga dan orang lain dalam proses pengambilan keputusan untuk menjadi peserta JKN mandiri kelas III.
10
3. Peran sosialisasi JKN oleh berbagai lembaga terkait dalam pengambilan keputusan untuk menjadi peserta program JKN mandiri kelas III. 4. Pengetahuan, sikap, dan persepsi terhadap kerentanan penyakit dari kepala keluarga peserta program JKN mandiri kelas III terhadap manfaat kesehatan, sosial dan ekonomi program JKN. 5. Persepsi kepala keluarga peserta program JKN mandiri kelas III terhadap kualitas administrasi kepesertaan dan pelayanan kesehatan program JKN. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademik Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan acuan serta informasi bagi peneliti selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan masukan kepada pemegang
kebijakan
untuk
meningkatkan
sosialisasi
sehingga
dapat
meningkatkan cakupan pengguna JKN mandiri. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang pentingnya jaminan kesehatan sehingga masyarakat bersedia menjadi peserta JKN mandiri.