BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh manusia1. Hak Asasi Manusia pada awalnya lahir dikarenakan adanya pergolakan sosial pada masyarakat Eropa, yang menginginkan berlakunya hukum tidak hanya terbatas pada rakyat namun keluarga kerajaan pula yang melahirkan Piagam Magna Carta pada Tahun 1215. Konsep hak asasi manusia terus berkembang hingga lahirnya The Universal Declaration of Human Rights 1948. Ketentuan dalam piagam PBB lebih ditegaskan kembali bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) akan mendukung dan mendorong penghormatan secara universal dan efektif hak-hak asasi dan kebebasan pokok bagi semua suku tanpa membeda bedakan. Kemajuan dan perkembangan perlindungan terhadap hak asasi manusia pada masa kini dengan cepat berkembang bersama dengan perkembagan dibidang hubungan antar negera baik secara regional maupun multilateral2. Salah satu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa
yang tugasnya
mempromosikan dan mendorong pelaksanaan human rights adalah United Nation
1
. Harry Purwanto, Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Hak asasi Manusia, Mimbar Hukum, Volume 18, nomer 2, Juni 2006, hlm. 189. 2
. Boer Mauna, Hukum Internasional Dalam Peran dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2005, PT.Alumni:Bandung, hlm: 675.
1
Commission on Human Rights3. Dengan adanya badan bentukan PBB diharapkan pelaksanaan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia semakin meningkat. Sebagai salah satu organisasi internasional terbesar di dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai kontribusi penting dalam hal pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dengan di buatnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 19484 dan adanya The United Nations Commission on Human Rights5 yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengawasi, membuat aturan-aturan dan mempelajari mengenai pelaksanaan hak asasi manusia diseluruh dunia. Deklarasi ini terdiri dari 30 Pasal yang menyatakan penghormatan dan penjamin pengakuan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan lain yang terdapat dalam deklarasi ini. Pada awal lahirnya Deklarasi ini diterima oleh 49 negara dan tidak ada yang menentang, deklarasi ini juga berisi hak-hak sipil tradisional serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Deklarasi hak asasi manusia oleh perserikatan bangsa-bangsa di gunakan sebagai tolak ukur untuk menyatakan bahwa suatu Negara telah melaksanakan ataupun menghormati hak asasi manusia di dalam Negara. Deklarasi hak asasi manusia yang telah menjadi tolak ukur atau juga norma dasar dalam penegakan Hak
3
. NN, Basic Facts About The United Nations, 1998, Published by the United Nations Department of Public Information, hlm: 218. 4 . Boer Mauna, Hukum Internasional Dalam Peran dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, 2005, hlm: 679 5 . NN, op. cit., hlm: 224.
2
Asasi Manusia di dunia yang oleh Negara-negara telah dimasukkan dalam aturan hukum nasional masing-masing Dalam hukum internasional salah satu cabang ilmunya adalah Hukum Humaniter. Istilah hukum humaniter pada awal kemunculannya sering digunakan untuk menyebut hukum perang (Law of War) dan hukum konflik bersenjata (Law of Armed Conflict)6. Menurut Mochtar Kusumaadmadja Hukum Humaniter adalah: “sebagian dari Hukum Perang yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang; berlainan dengan hukum perang yang mengatur peperangan itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu, seperti mengenai senjata-senjata yang dilarang”. Mochtar Kusumaadmadja juga mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum atau Konvensi Jenewa identik atau sinonim dengan hukum atau konvensi-konvensi humaniter; sedangkan Hukum Perang atau Konvensi-konvensi Den Haag mengatur tentang cara melakukan peperangan. Selain itu Mochtar Kusumaadmadja
juga
membagi hukum humaniter menjadi 2 macam yaitu : 1. Ius ad bellum yaitu hukum tentang perang, mengatur tentang dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata; 2. Ius in bello yaitu hukum yang berlaku dalam perang, dibagi lagi menjadi : a. Hukum yang mengatur cara dilakukannya perang (the conduct of war). Bagian
ini
biasanya
disebut
The
Hague
Laws.
6
. Ibid; hlm 188
3
b. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang. Ini lazimnya disebut The Geneva Laws7. Hukum Humaniter memang mengatur mengenai peperangan itu sendiri akan tetapi pengaturannya tidak dapat hanya semata-mata mengakomodir asas kepentingan militer dari pihak yang bersengketa saja, melainkan pula harus mempertimbangkan ke dua asas lainnya. Demikian pula sebaliknya, aturan-aturan Hukum Perang tidak mungkin hanya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dari peperangan itu tanpa mempedulikan aspek-aspek operasi militer. Tanpa adanya keseimbangan dari ke tiga asas-asas ini, maka mustahil akan terbentuk aturan-aturan mengenai Hukum Perang. Dalam hukum humaniter juga terdapat asas-asas pokok dalam pelaksanaan yang harus ditaati oleh Negara-negara yang terlibat peperangan ataupun sengketa bersenjata, asas-asas itu antara lain : (a). Asas kepentingan militer (militer necessity) (b). Asas Kemanusiaan (humanity) dan Asas ksatria (chivalry). Tujuan dari adanya asas-asas dalam hukum humaiter ini adalah untuk mengurangi penderitaan dan mengurangi kerugian dan kerusakan yang diakibatkan dari perang ataupun konflik bersenjata antara negara tersebut. Humanitarian Assistance: Aid that seeks, to save lives and alleviate suffering of a crisis-affected population (Humanitarian Assistance atau bantuan kemanusiaan adalah kegiatan
yang dilakukan baik melalui organisasi
7
. Arlina, Definisi Hukum Humaniter Internasional, diakses dari http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/, pada tanggal 9 Oktober 2012 pukul 20.45WIB.
4
maupun individu guna menyelamatkan nyawa mengurangi penderitaan penduduk yang dikarenakan krisis yang terjadi di dalam negarannya)8. Humanitarian Assistance dalam situasi perang atau konflik sangat dibutuhkan karena dapat mengurangi penderiataan warga sipil yang menjadi korban pada saat terjadinya perang ataupun bencana dinegara tersebut. Humanitarian Assistance yang diberikan kepada korban konflik mulai dari distribusi bahan makanan, distribusi obatobatan, pembuatan tempat untuk relokasi para korban hingga menyiapkan bantuan tenaga medis. Pada masa kini sudah banyak organisasi kemanusiaan yang bersifat publik ataupun privat yang ikut mengambil bagian dalam pelaksanaan humanitarian assistance di daerah atau wilayah konflik. Humanitarian Assistance dalam situasi konflik atau perang dalam suatu Negara sangat dibutuhkan terutama bagi warga sipil yang bukan merupakan pihak yang bersengketa dan banyak menjadi korban dalam konflik. Dalam pemeberian humanitarian assistance ada tiga prinsip utama yang harus dimiliki oleh organisasi yang memberikan bantuaannya tiga prindip dasar dalam pemberian Humanitarian Assistance adalah: (a). humanity (b). impartiality (c). neutrality9. Ketiga prinsip ini yang harus dimiliki oleh setiap pemberi bantuan kemanusiaan. Dalam pelaksanaan
8
.Humanitarian Assistance: Aid that seeks, to save lives and alleviate suffering of a crisisaffected population. Humanitarian assistance must be provided in accordance with the basic humanitarian principles of humanity, impartiality and neutrality, as stated in General Assembly Resolution 46/182. In addition, the UN seeks to provide humanitarian assistance with full respect for the sovereignty of States. Assistance may be divided into three categories - direct assistance, indirect assistance and infrastructure support - which have diminishing degrees of contact with the affected population. 9
. Ruth Abril Stoffels, Legal Regulation of Humanitarian Assistance in ArmedConflict: Achievements and Gaps, IRRC journal, Vol. 86, hlm. 539, 2004.
5
tugas dan kerjannya diwilayah konflik para petugas kemanusiaan ini harus memperhatikan tiga prinsip dasar yang harus mereka jalankan terutama prinsip neutrality10. Selain harus memperhatian prinsip dasar dalam setiap aktifitas di wilayah konflik,
tidak jarang para anggota petugas kemanusiaan ini mendapat masalah
dengan pihak-pihak yang sedang bersengketa, masalah yang sering dialami oleh para pemberi bantuan ini antara lain: (a). menjadi sasaran serangan bersenjata dari salah satu pihak (b). resiko penyanderaan dari salah satu pihak yang bersengketa (c). risiko keamanan dan keselamatan bagi para anggota organisasi pemberi bantuan kemanusiaan tersebut. Situasi Konflik yang terjadi di Suriah berawal pada pertengahan bulan Maret 2011 para mahasiwa melakukan demo meminta untuk membebaskan para tahanan politik, saat demonstrasi tentara nasional Suriah menyerang dan melakukan penembakan secara brutal tehadap para demonstran tersebut. Presiden Suriah menolak untuk memenuhi tuntutan untuk melakukan reformasi sesuai dengan tuntutan para demonstran. Penembakan dan pembantaian yang terjadi di Suriah terus meluas dan pada 25-26 Mei terjadi pembantaian di daerah Houla yang menyebabkan tewasnya 100 orang11. Presiden Suriah terus menyangkal untuk bertanggungjawab atas segala peristiwa penembahakan dan pembantaian yang terjadi negaranya. Sejak demonstrasi pertama bulan Maret 2011 kekerasan yang terjadi di Suriah
10
. “First and foremost, the principle of neutrality requires that a distinction must be made between combatants and civilians. Only civilians are entitled to receive humanitarian assistance. It is therefore vital that humanitarian organizations and personnel do their utmost to distinguish between the two.” 11 . www.liputan6.com, Assad membantah terlibat pembantaia Houla, 3 juni 2012, diakses pada 25 september 2012 pukul 20.08 WIB.
6
menyebabkan 5400 orang tewas termasuk 300 orang anak yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh militer Suriah12, dan pemerintah Suriah melalui Presiden Assad menyatakan tidak akan bertanggungjawab atas jatuhnya korban akibat demonstrasi yang terjadi dan juga tidak akan memenuhi keinginan para demonstran untuk melakukan pemilihan umum ulang, pembukaan akses terhadap jalur-jalur media dan kebebasan berpendapat. Ini yang meyebabkan konflik di wilayah Suriah semakin meluas menuju daerah-daerah pemukiman rakyat sipil. Presiden Assad semakin menekan para demonstran dengan cara-cara kekerasan yang tidak dibenarkan misalnya penggunaan kekerasan bersenjata kepada rakyat sipil, pembatasan akses kepada layanan kesehatan dan pemberlakukan jam malam. Dengan keadaan konflik di Suriah yang terjadi hingga saat ini , Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk satu badan13 yang bertujuan untuk mengawasi dan menghentikan kekerasan bersenjata yang terjadi di Suriah dengan bekerjasama dengan Liga Arab. Banyaknya korban akibat konflik bersenjata antara pemerintah dengan kelompok yang menentang pemerintah saat ini di Suriah belum banyak mendapat perhartian terutama banyak korban adalah masyarakat sipil itu sendiri. Masuknya Humanitarian Assistance sangat diperluakan pada saat ini. Namun pemerintah Suriah sampai hari ini belum mau membuka akses terhadap masuknya Humanitarian 12 . www.responsibilitytoprotect.org, humanitarian situation in Syria worsens amid continued violence, diakses pada 5 agustus 2011 pukul 12.00 WIB. 13
. United Nations Supervision Mission in Syria (UNMIS): badan bentukan PBB yang bertujuan menghentikan dan mengawasi kekerasan bersenjata di Syria sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan2043 pada 21 april 2012 pukul 12.30 WIB.
7
Assistance yang di butuhkan oleh para penduduk sipil yang menjadi korban akibat konflik yang terjadi dalam negaranya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk mencapai hasil yang optimal dalam penulisan ini, penulis merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi substansi permasalahan sebagai berikut : 1.
apa sajakah kriteria-kriteria dalam hukum internasional yang dapat digunakan dalam pemberian humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB?
2.
bagaimana dampak dari pemberian humanitarian assistance yang di berikan PBB kepada Syrian Arab Republic?
C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai “pemberian humantarian assistance dalam situasi konflik bersenjata menurut hukum internasional ( studi kasus Syrian Arab Republic )”, sepanjang pengetahuan penulis melalui bacaan pustaka, belum pernah ada sebelumnya. Penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian dan karya-karya ilmiah telah dilakukan, dan telah ditemukan berbagai hasil penelitian maupun Jurnal, baik itu jurnal internasional dan jurnal nasional yang juga membahas permasalahan serupa. Akan tetapi, peneliti juga menemukan bahwa meskipun membahas permasalahan serupa, akan tetapi tidak ditemukan hasil penelitian maupun jurnal yang secara 8
spesifik membahas pemberian humanitarian assistance dalam situasi konflik di Suriah Arab Republic. Dari sekian banyak hasil penelitian dan jurnal internasional serta nasional, peneliti hanya mengangkat beberapa yang dianggap memiliki substansi yang memiliki kemiripan dengan permasalahan yang dirumuskan calon peneliti, yakni sebagai berikut : 1. jurnal internasional “ Legal regulation of humanitarian assistance in armed conflict: achievements and gaps” oleh Ruth Abril Stofels substansi jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan untuk penelitian ini. Masalah yang diangkat dalam jurnal ini lebih pada teknis bagaimana distribusi
dan
implementasi
dari
humanitarian
assistance
yang
dibutuhkan oleh penduduk sipil saat terjadi konflik. dan dalam kesimpulannya menyatakan bahwa analisa dari adanya prinsip-prinsip, status hukum dan pelaksanaan dari bantuan kemanusiaan membantu implementasinya namun kadang hal ini juga terhambat oleh ketidak tersediaan dari mekanisme pelaksanaan yang sama dalam pemberian bantuan kemanusiaan kepada para penduduk sipil yang menjadi korban terjadinya konflik. 2. Jurnal Internasional Humanitarian Knowlegde Management oleh Dennis J. King substansi jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan untuk penelitian ini. Jurnal ini secara komperhensif menyajikan dan membahas mengenai humanitarian assistance yang dapat dilakuakn oleh organisasi maupun individu untuk membantu dalam mengurangi beban dan 9
keselamatan para korban sengketa bersenjata. Dalam jurnal ini juga menyajikan data-data pembanding mengenai apa saja yang boleh ataupun tidak boleh dilakukan dalam hal humanitarian assistance diwilayah yang sedang berkonflik. Dalam jurnal ini juga dijelaskan mengenai bagaimana suatu organisasi atau individu dalam menyalurkan bantuan kemanusiaannya agar dapat diterima oleh penduduk sipil diwilayah tersebut. 3. Jurnal Internasional Humanitarian Intervention oleh Aidan Henir. Substansi dari jurnal ini juga digunakan sebagai rujukan dalam penulisan penelitian ini. Jurnal ini secara komperhensif menyajikan mengenai konsep dalam humanitarian intervention secara umum serta siapa yang berhak memutuskan dalam melakukan humanitarian intervention. Dalam jurnal ini lebih umum diuraikan mengenai macam dari humanitarian intervention. 4. Jurnal Internasional Humanitarian Aid oleh Anna Caprile dan Pekka Halaka, Substansi jurnal ini juga digunakan dalam penulisan jurnal ini. Jurnal
ini
secara
komperhensif
membahas
mengenai
bantuan
kemanusiaan yang diberikan oleh European Union, juga membahas dasar hukum dan siapa yang berhak menyalurkan dan menerima humanitarian assistance dalam keadaan perang dan bencana.
10
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
untuk mengetahui kriteria-kriteria yang dapat digunakan dal;am pemberian humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB
2.
untuk
mengetahui
dampak
yang
ditimbulkan
dari
pemberian
humanitarian assistance di Syrian Arab Republic oleh PBB E. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum, khususnya dalam bidang Hukum Humaniter Internasional dalam mengumpulkan informasi dan data yang selengkap-lengkapnya guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, sehingga informasi tersebut dapat dirumuskan suatu kesimpulan yang tepat sesuai dengan hukum yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan di atas; 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan penulis dalam bidang Hukum Internasional pada umumnya dan dalam bidang Hukum Humaniter Internasional pada khususnya.
11