BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan melalui upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki
kewenangan dan kualifikasi minimum. Tenaga kesehatan1 memiliki peran penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri di dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
1
2
Tenaga
kesehatan
harus
mempunyai
kualifikasi
minimum,
dan
dalam
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki, serta wajib memiliki izin dari pemerintah bagi tenaga kesehatan tertentu. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang ikut memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat yang memiliki posisi penting dan strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa pun yang membutuhkan, kapan dan dimanapun berada. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 Tahun 2010, dalam menjalankan praktik bidan berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu, kesehatan anak, kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Pelayanan kesehatan ibu tersebut meliputi pelayanan konseling masa pra hamil, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pelayanan persalinan normal, pelayanan ibu nifas normal, pelayanan ibu menyusui, dan pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. Sejalan dengan kemajuan teknologi kedokteran dewasa ini, kemampuan untuk mendeteksi atau mendiagnosis masalah pralahir makin meningkat. Perawatan pralahir yang baik, termasuk uji skrining dan diagnostik, merupakan
3
peluang untuk mendapatkan kehamilan yang baik dan melahirkan bayi yang sehat akan lebih besar. Ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan
berkembang sangat
pesat, diantaranya adalah adanya ultrasonografi yang merupakan satu pelayanan radiologi. Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-X, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi radio frekuensi elektromagnetik2. Ultrasonografi (USG) bisa menghasilkan gambar yang disebut sonogram yang memperlihatkan jaringan lunak dengan sangat rinci3. Manfaat USG diantaranya bisa digunakan untuk menentukan umur dan ukuran janin, mengetahui tanggal perkiraan lahir bayi pada pertengahan kehamilan, menunjukkan letak plasenta, mengetahui kelainan pada janin, dan mengetahui jumlah bayi dalam kandungan. Selain itu USG juga bisa digunakan untuk mengetahui jenis kelamin bayi dalam kandungan. Firman4 menyebutkan bahwa salah satu tujuan dalam pengawasan antepartum5 maupun intrapartum (saat persalinan) adalah menentukan keadaan
2
Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 780 Tahun 2008 tentang Pelayanan Radiologi . Meser, 2012, 9 Bulan Penuh Keajaiban Panduan Super Lengkap Bagi Ibu Hamil, Mitra Buku, Yogyakarta, hlm. 129. 4 Firman, 2012, Pemantauan Kesejahteraan Janin Pendekatan Biofisika dan Biokimia, Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin , Bandung, hlm. 2. 5 Ida Ayu Chandranita Manuaba dkk, 2009, Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hlm 23 menjelaskan mengenai antepartum care (antenatal care) adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan ibu, menegakkan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan , menegakkan secara dini komplikasi kehamilan dan menetapkan resiko kehamilan (resiko tinggi, resiko meragukan, resiko rendah). Asuhan antenatal juga untuk menyiapkan persalinan menuju well born baby dan well health mother, 3
4
janin apakah dalam keadaan baik atau sebaliknya. Untuk itu perlu intervensi yang sepadan dan terencana dalam rangka menghindarkan morbiditas6 dan mortalitas7 perinatal. Memantau kesejahteraan janin melalui ibu, walaupun janin terlindung dalam kandungan ibu tetapi dengan kemajuan dunia kedokteran sekarang dokter dapat “berbicara” dengan janin dan banyak informasi yang bisa didapatkan dengan menggunakan alat bantu diagnostik. Sebelum ada USG, dokter harus bekerja dalam kegelapan untuk menentukan letak bayi. USG telah memberikan satu jendela penerang ke dalam rahim, satu cara untuk melihat dan memeriksa bayi yang ada di dalam kandungan ibu8. Beberapa manfaat USG kehamilan, yaitu9 : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Diagnosis dan konfirmasi awal kehamilan; Melihat posisi dan kondisi plasenta; Memeriksa denyut jantung janin; Mengetahui jumlah janin yang dikandung ; Menghitung usia kehamilan dan berat janin; Mendiagnosis kelainan janin; Memeriksa jumlah cairan ketuban; Mengetahui jenis kelamin bayi.
Penentuan diagnosis menggunakan USG sudah seharusnya ditangani oleh tenaga yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang merupakan bukti seseorang telah memenuhi
mempersiapkan perawatan bayi dan laktasi, serta memulihkan kesehatan ibu yang optimal saat akhir kala nifas. 6 Thomas, 2005, Epidemiologi Suatu Pengantar, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hlm. 127 menjelaskan bahwa morbiditas (kesakitan) merupakan derajat sakit, cidera atau gangguan pada suatu populasi. Morbiditas juga merupakan suatu penyimpangan dari status sehat dan sejahtera, atau keberadaan suatu kondisi sakit. 7 Ibid, hlm. 94, mortalitas adalah istilah yang berarti “kematian”, atau menjelaskan kematian dan isu-isu yang terkait. 8 Marshal, 1995, Awal Menjadi Ibu ,Petunjuk Lengkap Calon Ibu, Arcan, Jakarta, hlm. 120. 9 Salma, “ 7 Manfaat USG Kehamilan”, www.majalahkesehatan.com, diakses pada tanggal 29 Oktober 2014.
5
persyaratan pengetahuan, keahlian dan kualifikasi di bidangnya. Sertifikat kompetensi tersebut diperoleh setelah tenaga kesehatan melakukan uji kompetensi yang merupakan proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang kesehatan10. Dewasa ini dapat dilihat beberapa jasa pelatihan USG antenatal care bersertifikat yang tersebar promosinya di dunia maya. Sertifikat yang dikeluarkan oleh penyelenggara pelatihan adalah sertifikat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah mengikuti pelatihan USG Kebidanan, bukan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia11. Landasan yang digunakan penyelenggara pelatihan USG bagi bidan adalah standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang bidan yaitu mampu mengembangkan diri dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, serta menyadari keterbatasan diri berkaitan dengan praktik kebidanan serta menjunjung tinggi komitmen terhadap profesi bidan12. Penggunaan USG sangat dianjurkan bahkan bidan harus melakukan pelatihan, USG terlebih dahulu. USG yang boleh digunakan bidan hingga saat ini baru sampai USG 2 dimensi saja13.
10
Pasal 1 angka 6 Undang-Undnag Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Pasal 1 Angka 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan menyebutkan bahwa Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI adalah lembaga untuk dan atas nama Menteri yang berfungsi menjamin mutu tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terdiri dari unsur kementerian dan organisasi profesi kesehatan. 12 Pelatihan USG, “Legalitas dan Dukungan”, www.pelatihanusg.com, diakses pada tanggal 2 November 2014. 13 Aditya Heriadi “Bidan Pakai USG,Apakah Dibolehkan?” , www.Kesehatan.Kompasiana.com, , diakses pada tanggal 12 Oktober 2014. 11
6
Hasil Kongres Bidan XV Ikatan Bidan Indonesia (IBI)14 pada tanggal 10-16 November 2013 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, memutuskan bahwa bidan boleh menggunakan USG sesuai dengan batas kompetensi kebidanan. Hasil pemeriksaan USG tidak diperbolehkan untuk mendiagnosa, tetapi hanya untuk memastikan posisi janin. Pernyataan IBI tersebut belum diikuti dengan peraturan perundang-undangan
yang memberikan payung hukum bagi bidan dalam
menggunakan USG. Bidan
praktik
mandiri15
tidak
termasuk
subyek
yang
dapat
menyelenggarakan pelayanan radiologi, hal ini berdasarkan pada Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 780 Tahun 2008 tentang Pelayanan Radiologi, bahwa pelayanan radiologi diagnostik hanya dapat diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah swasta yang meliputi : a. Rumah Sakit; b. Pusat Kesehatan Masyarakat (hanya untuk penggunaan USG); c. Pusat Kesehatan Masyarakat dengan perawatan; d. Balai Pengobatan Paru-Paru (BP4) /Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) e. Praktik Perorangan dokter atau praktik perorangan dokter spesialis/praktik dokter berkelompok dokter atau praktik berkelompok dokter spesialis;
Pelatihan USG, “Legalitas dan Dukungan”, www.pelatihanusg.com, , diakses pada tanggal 4 November 2014. 15 Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan menyatakan bahwa bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
7
f. Praktik Perorangan dokter gigi atau praktik perorangan dokter gigi spesialis/praktik dokter berkelompok dokter gigi atau praktik berkelompok dokter gigi spesialis; g. Balai Besar Laboratorium Kesehatan/Balai Laboratorium Kesehatan; h. Sarana Kesehatan Pemeriksaan Calon Tenaga Kerja Indonesia (clinic medical check up) i. Laboratorium Kesehatan Swasta j. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan Menteri
Standar Profesi Bidan sebagai acuan untuk melakukan segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, process dan output., namun standar tersebut tidak mengatur penggunakan USG oleh bidan, baik pengetahuan dan keterampilan dasar maupun pengetahuan dan keterampilan tambahan. Peraturan yang belum jelas mengenai batasan kewenangan bidan dalam menggunakan USG berisiko bidan dapat dituntut dan atau digugat secara pidana, perdata dan administrasi. Masalah kesehatan yang semakin kompleks, tuntutan masyarakat yang semakin meningkat terhadap pelayanan kesehatan, pergeseran sistem pelayanan kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut bidan praktik
mandiri
harus
mempertanggungjawabkan
setiap
tindakan
yang
dilakukannya. Oleh karena itu, diperlukan suatu landasan hukum yang mengatur kewenangan bidan dalam hal penggunaan USG supaya bidan tidak dianggap melanggar salah satu standar profesi kedokteran, sekaligus melindungi
8
masyarakat dan bidan itu sendiri terhadap hubungan yang ditimbulkan atas tanggung jawab profesi antara bidan dengan masyarakat.
B. Rumusan Permasalahan Bertolak dari latar belakang di atas, rumusan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah implikasi hukum penggunaan USG oleh bidan praktik mandiri secara pidana, perdata dan administrasi ? 2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh
Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
Cabang Wonosobo untuk memberikan perlindungan hukum terhadap bidan praktik mandiri dalam penggunakan USG? 3. Bagaimanakah pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo terhadap bidan praktik mandiri dalam penggunakan USG ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui dan menganalisis implikasi hukum penggunaan USG oleh bidan praktik mandiri secara administrasi, pidana, dan perdata. 2. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Wonosobo untuk memberikan perlindungan hukum kepada bidan praktik mandiri dalam penggunakan USG.
9
3. Mengetahui pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo terhadap bidan praktik mandiri dalam penggunakan USG.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dalam merumuskan kebijakan di bidang hukum kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan USG oleh bidan ditinjau dari perspektif hukum pidana, perdata dan administrasi serta sebagai bahan acuan bagi penelitian di bidang hukum kesehatan. 2. Manfaat Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum kepada bidan praktik mandiri dalam menggunakan USG ditinjau dari perspektif hukum pidana, perdata dan administrasi, sehingga diharapkan bidan dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan profesi dan standar operasional prosedur. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi organisasi profesi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dalam memberikan kebijakan terkait kewenangan bidan praktik mandiri dalam menggunaan USG, sehingga diharapkan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh IBI dapat
10
menjadi landasan hukum bagi bidan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi dinas kesehatan
dalam
penyelenggaraan
melaksanakan praktik
pembinaan
kebidanan
sesuai
dan dengan
pengawasan peraturan
perundang-undangan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi bidan dan masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
E. Keaslian Penelitian Penelusuran terhadap penelitian dan karya-karya ilmiah yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini telah dilakukan. Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan penulis, berikut ini disampaikan hasil penelitian yang berhubungan dengan perlindungan tenaga kesehatan. 1. Penelitian oleh Nunik Endang Sunarsih16 dengan judul “ Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Bidan Praktik Swasta (BPS) Yang Melakukan Rujukan Meternal di Kabupaten Bantul “ .
Rumusan masalah
pada
penelitian tersebut adalah bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum bagi BPS yang melakukan rujukan maternal di Kabupaten Bantul? Kesimpulan dari penelitian oleh Nunik Endang Sunarsih tersebut bahwa pelaksanaan rujukan maternal oleh bidan BPS di Kabupaten Bantul 16
Nunik Endang Sunarsih, 2010, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Bidan Praktik Swasta Yang Melakukan Rujukan Maternal di Kabupaten Bantul Tahun 2010”, Tesis, Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11
mengacu pada Pedoman Sistem Rujukan Maternal di Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI Tahun 2006, pembinaan berkala dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Peran Dinas Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Cabang Bantul dalam perlindungan hukum bagi BPS yaitu dengan melakukan otopsi verbal dilanjutkan audit maternal perinatal dan menyelenggarakan pelatihan penanganan kegawatdaruratan obstetri bekerjasama dengan dokter spesialis kebidanan RS Dr.Sardjito. Ketentuan hukum bidang kesehatan yang memberikan perlindungan hukum bagi BPS diperoleh dari : a. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; b. Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan; c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900 Tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan. Persamaan dari penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah membahas mengenai perlindungan hukum terhadap bidan. Adapun perbedaannya, penelitian yang dilakukan oleh Endang Sunarsih tersebut mengenai perlindungan hukum terhadap bidan praktik swasta17 yang melakukan rujukan maternal. Penulis meneliti mengenai penggunaan USG oleh bidan praktik mandiri ditinjau dari perspektif hukum pidana, perdata dan administrasi serta upaya perlindungan hukum yang dilakukan 17
Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan bidan praktik swasta adalah praktik mandiri.
12
oleh Dinas Kesehatan dan IBI kepada bidan praktik mandiri dalam penggunaan USG. 2. Penelitian oleh Indriyani Lindawaty18 dengan judul “ Perlindungan Hukum dan Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Dokter Yang Menjalankan Tugas di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Sebagai Implementasi Pasal 29 ayat (1) butir s dan Pasal 46 Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2008” dengan rumusan masalah bagaimana perlindungan hukum dan tanggung jawab rumah sakit terhadap dokter yang menjalankan tugas di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong sebagai implementasi Pasal 29 ayat (1) butir s dan Pasal 46 Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah dokter yang bekerja di RSUD Sele Bele Solu Kota Sorong belum mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Rumah sakit bertanggung jawab terhadap tuntutan ganti rugi oleh pasien kepada dokter dan diberikan sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh pihak pasien.
Persamaan penelitian Indriyani Lindawaty dengan penulis hanya mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan, perbedaannya adalah penulis meneliti mengenai upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan dan Ikatan Bidan Indonesia dalam perlindungan hukum bidan praktik mandiri yang menggunakan USG sedangkan penelitian Indriyani mengenai tanggung jawab rumah sakit terhadap dokter. Bertolak dari penelitian di atas, penelitian tentang penggunaan 18
Indriyani Lindawaty, 2011, “Perlindungan Hukum Terhadap Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Sele Be Solu Kota Sorong “, Tesis, Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
13
USG oleh bidan praktik mandiri ditinjau dari perspektif hukum pidana, perdata dan administrasi serta perlindungan hukum bagi bidan praktik mandiri dalam menggunakan USG ,dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.