9
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Dengan demi kian setiap orang sebagai bagian dari bangsa Indonesia membutuhkan tanah karena tidak ada aktivitas atau kegiatan orang yang tidak membutuhkan tanah.1 Tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian besar dari kehidupannya tergantung pada tanah. Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia dimuka bumi. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan. Dalam hal ini, tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis. Mengingat besarnya peranan hak-hak atas tanah dengan makin meningkatnya harga tanah, maka dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya, peralihan hak atas tanah itu dipandang
perlu
ditingkatkan
lebih
tinggi
dan
diatur
tersendiri.Dalam
pembangunan nasional peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat baik untuk keperluan pemukiman maupun kegiatan usaha. Sebagai capital asset, tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting,
1
Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah (Medan: Multi Grafik, 2005) hlm. 2.
10
tidak saja sebagai bahan perniagaan tapi juga sebagai obyek spekulasi. Disatu sisi tanah harus dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan disisi lain harus dijaga kelestariannya.2 Dari sisi dimensi ekonomi telah terjadi perkembangan nilai ekonomi tanah sejak lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disahkan pada tanggal 24 September 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043) yang disebut juga dengan UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) sampai sekarang. Pada saat itu tanah hanya dibutuhkan untuk semata-mata pertanian, perkebunan, yang oleh warga. masyarakat petani dijadikan sumber mata pencahariannya yang utama. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan hidup masyarakat, tanah kemudian mengalami kemajuan nilai yang saat ini sering dikenal dengan tanah sebagai komoditas ekonomi, yaitu tanah dijadikan objek transaksi, baik yang lahir karena dijadikan tempat hunian, sebagai lahan akomodasi pariwisata seperti tempat rekreasi, villa, hotel, serta digunakan untuk membangun fasilitas-fasilitas seperti swalayan dan yang lain, yang pada dasarnya menjadi status simbol kemajuan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, secara ekonomis tanah telah dijadikan komoditas ekonomi yang dinilai bukan hanya sebagai tanah pertanian akan tetapi telah berkembang menjadi tanah kawasan perumahan, tanah kawasan industri, tanah kawasan penunjang pariwisata, dan tanah kawasan pariwisata.
2
Achmad Rubaie, Hukum (Malang:Bayumedia, 2007), hlm. 1
Pengadaan
Tanah
Untuk
Kepentingan
Umum,
11
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) pada 13 Februari 2015 lalu dan PT. Sea World Indonesia (Laras Tropika Nusantara), telah menandatangani akta pengalihan dan penyerahan Nomor 36. Gatot Setyowaluyo, Direktur Utama Perseroan dalam keterangan yang dilansir Rabu, menyebutkan akta itu berisi tentang penegasan perjanjian serta pengalihan dan penyerahan tanah, bangunan, faslitas penunjang beserta hak pengelolaan atas Sea World. Seperti diketahui sebelumnya, PT Pembangunan Jaya Ancol pada Oktober tahun lalu menutup resmi semua aktivitas Sea World untuk umum. Hal itu karena sebelumnya PT Sea World Indonesia tidak mau menyerahkan aset wahana kepada Ancol sebelum melakukan perpanjangan kontrak.3 Perselisihan PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Sea World Indonesia bermula dari perbedaan pendapat tentang poin-poin di dalam kontrak perjanjian kedua pihak 20 tahun lalu. Sea World menafsirkan, hak opsi perpanjangan kontrak hingga 2034 ada di tangan mereka. Sementara itu, Ancol menolak kontrak bisa diperpanjang otomatis. Berikut poin-poin dalam kontrak berjudul ‘Perjanjian Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengalihan Hak Atas Undersea World Indonesia di Taman Impian Jaya Ancol’ tertanggal 21 September 1992 yang berakhir pada Juni 2014 lalu itu. Pasal 8 tentang Jangka Waktu Pengelolaan ayat 1: Setelah pekerjaan pembangunan selesai, pengelolaan akan diserahkan kepada Sea World dengan berita acara serah terima. Dalam berita acara harus dilampirkan inventaris 3
Phillipsecuritiesindonesia.wordpress.com/2015/02/18/Jaya Ancol Sea World Teken Perjanjian Pengalihan-aset/ (diakses tanggal 1 Maret 2015)
12
perlengkapan. Apabila dalam pengelolaan terjadi perubahan perlengkapan, harus dibuat berita acara tambahan. Ayat 2: Kedua pihak setuju masa pengelolaan berlaku untuk jangka waktu 20
tahun
terhitung
sejak
Sea
World
beroperasi
secara
komersil.
Ayat 3: Perjanjian akan berakhir dengan sendirinya setelah lewat jangka waktu berlakunya perjanjian, atau apabila kedua pihak sepakat mengakhiri kontrak, atau apabila salah satu pihak mengakhiri karena adanya kelalaian yang dilakukan. Ayat 4: Paling lambat enam bulan sebelum kontrak berakhir, kedua pihak bersama-sama mengopname bangunan dan seluruh perlengkapan yang akan diserahkan pada Jaya Ancol sesuai daftar inventaris yang diberikan di awal. Bila ada perlengkapan yang tidak sesuai inventaris atau rusak, Sea World akan melengkapi
dan
mengganti
kerusakan
itu
dengan
biaya
sendiri.
Ayat 5: Saat perjanjian berakhir, Sea World harus menyerahkan tanah dan bangunan proyek pada Jaya Ancol berikut sarana penunjang dan hak pengelolaannya. Ayat 6: Sea World punya opsi memperpanjang masa pengelolaan selama 20 tahun lagi dengan mengajukan secara tertulis pada Jaya Ancol paling lambat setahun sebelum masa perjanjian selesai. Untuk perpanjangan pengelolaan, akan dibuatkan perjanjian baru sesuai ketentuan dalam perjanjian ini kecuali dalam hal penjualan tiket masuk. Dalam perjanjian pembangunan dan pengelolaan Sea World antara PT PJA dengan PT. SeaWorld, PT PJA mengajukan permohonan kepada majelis arbitrase untuk menghilangkan hak opsi perpanjangan jangka waktu pengelolaan yang
13
dimiliki PT. Sea World Indonesia yang telah disepakati bersama dalam perjanjian pembangunan dan pengelolaan. Namun, imbuhnya, keputusan BANI melebihi permohonan PT. PJA yang cenderung bersifat comdemnatoir (menghukum) dengan menyatakan PT Sea World menyerahkan bangunan Under sea World Indonesia, termasuk peralatan serta fasilitas dan barang inventaris lainnya.4 "Pada perjanjian awal, memang kami mendapatkan hak pengelolaan selama 20 tahun, akan tetapi ada hak opsi yang diberikan PT PJA untuk memperpanjang jangka waktu pengelolaan selama 20 tahun lagi,". Perjanjian baru hanya terkait presentase pembagian imbalan keuntungan pengelolaan, mengenai hak fasilitas, dan pengelolaan itu adalah hak PT Sea World. Atas dasar itu, pihak PT PJA menutup wahana Sea World, sehingga wahana edukatif itu menderita kerugian dan masyarakat tidak bisa menikmatinya. Terlebih, penututan itu tak mempunyai dasar hukum yang kuat, karena dilakukan saat Pengadilan Negeri Jakarta Utara masih menyidangkan perkara ini. "Tidak ada perintah eksekusi dari pengadilan manapun yang memerintahkan penutupan Sea World,". Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah membatalkan putusan BANI, sehingga PT PJA tidak memiliki landasan hukum apapun untuk melakukan penutupan maupun pemagaran Sea World. Ini merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan PT. Sea World selaku investor. Berdasarkan latar belakang di atas maka mengambil judul analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia (Study Putusan BANI No. 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt Utara. 4
http://www.gatra.com/hukum-1/75691-pengadilan-batalkan-putusan-bani-soalseaworld.html (diakses tanggal 10 Maret 2015)
14
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut 1. Bagaimanakah kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan? 2. Bagaimana akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. 3. Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap hak–hak pekerja dalam kepailitan, yakni a. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam Pengalihan Hak Atas Bangunan. b. Untuk mengetahui akibat hukum dalam pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. c. Untuk mengetahui analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia. 2. Manfaat penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang ini antara lain:
15
a. Secara teoritis Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia. b. Secara praktis. Sebagai bahan kajian bagi kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia
D. Keaslian Penelitian Penelusuran kepustakaan, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum dan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara penelitian tentang Analisis yuridis mengenai pengalihan hak atas bangunan Under Sea World Indonesia (Studi Putusan BANI No. 305/Pdt.G/BANI/2014/PN-Jkt Utara, dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional
dan
objektif
serta
terbuka,
keaslian
skripsi
ini
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.
16
E. Tinjauan Pustaka 1. Hukum Tanah Menurut UUPA Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bangsa Indonesia telah mempunyai hukum agraria yang bersifat nasional. Undang-Undang tersebut lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 5 UUPA disebutkan : Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar hukum agama. Berdasarkan pasal tersebut di atas dengan tegas dinyatakan bahwa hukum agraria yang baru didasarkan atas hukum adat yang disesuaikan dengan asas-asas yang ada dalam UUPA, karena dalam UUPA menganut sistem dan asas hukum adat maka perbuatan jual beli tersebut adalah merupakan jual beli yang riil dan tunai. Akan tetapi pelaksanaan dari jual beli itu sendiri sudah tidak lagi dihadapan kepala desa karena setiap peralihan hak atas tanah harus dilakukan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria seperti dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dibuatnya akta jual-beli tanah dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria tersebut, maka jual-beli itu selesai, dan selanjutnya peralihan hak atas tanah itu oleh pembeli didaftarkan ke kantor pertanahan. Pendaftaran peralihan hak atas-tanah tersebut untuk menjamin kepastian hukum.
17
2. Hukum Adat Berlakunya Hukum Tanah Adat bagi golongan pribumi merupakan manifestasi dari aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat, dimana dalam berlakunya tergantung dari lingkungan masyarakat yang mendukungnya, yaitu masyarakat itu sendiri, sehingga dalam kenyataannya berlakunya Hukum Tanah Adat dipengaruhi oleh kekuatan yang terdapat dalam masyarakat tersebut. Hal itu terjadi sama halnya dengan Hukum Tanah Barat, Hukum Tanah Adat juga mengatur mengenai hukumnya, hak-hak atas tanah. Hak tanah-tanah adat antara lain Hak Ulayat, Hak Milik Adat, Hak Gogolan dan Hak Memungut Hasil/ Hak Menikmati. Hukum Tanah Adat berkonsepsi komunalistik yang mewujudkan semangat gotong royong dan berkeluargaan yang diliputi suasana religius. Tanah merupakan tanah bersama kelompok teritorial atau geneologik. Hak-hak perserorangan atas tanah secara langsung atau tidak langsung Hukum Tanah Adat berkonsepsi komunalistik yang mewujudkan semangat gotong royong dan berkeluargaan yang diliputi suasana religius. Tanah merupakan tanah bersama kelompok teritorial atau geneologik. Hak-hak perserorangan atas tanah secara langsung atau tidak langsung bersumber pada hak bersama. Oleh karena itu, biarpun sifatnya pribadi, dalam arti penggunaannya untuk kepentingan pribadi dan keluarganya namun sekaligus terkandung unsur kebersamaan.5
5
206
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, edisi revisi (Jakarta: Djambatan, 2003) hlm.
18
F. Metode Penelitian Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan oprasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan sampel.6 Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundangundangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.7 Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.8 Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.9 Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek 6
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105. Ibid 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9. 9 Ibid., hlm 105. 7
19
penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.10 2. Data penelitian Sumber bahan hukum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu: 1) Bahan hukum primer, yaitu: Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undnag Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) 2) Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. 3) Bahan hukum tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan ensiklopedia.11 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research) studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari, 10 11
Ibid., hlm 225. Ibid., hlm 224.
20
dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.12 4. Analisis data Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.13 Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah, kemudian
dinyatakan
secara
deskriptif
sehingga
menggambarkan
dan
mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini, menguraikan bab demi bab antara lain sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Pada bagian bab ini akan membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan
12 13
Ibid., hlm 225. Ibid.
21
BAB II
KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN Pada bagian bab ini akan membahas tentang, pengalihan hak atas bangunan, para pihak dalam pengalihan hak atas bangunan dan kedudukan para pihak dalam pengalihan hak atas bangunan
BAB III
AKIBAT HUKUM DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA Pada bagian bab ini akan membahas tentang sejarah under sea world Indonesia, dasar hukum pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia dan akibat hukum yang timbul dalam pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia.
BAB IV
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN UNDER SEA WORLD INDONESIA Pada bagian bab ini akan membahas tentang pengalihan hak atas bangunan under sea world Indonesia dan kasus posisi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian
bab-bab
sebelumnya.
Dalam
bab
ini
berisikan
kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian penelitian, kemudian dilengkapi dengan saran yang mungkin bermanfaat di masa yang akan datang untuk penelitian lanjutan.