1
BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Salah satu negara yang dijuluki negara agraris adalah Indonesia, karena Indonesia memiliki hasil alam yang berlimpah, salah satunya di bidang pertanian, Indonesia memiliki 74,52 persen lahan pertanian dan 25,48 persen digunakan sebagai lahan industri, pemukiman dan lainnya (Statistik Indonesia, 2004: 123). Pertanian memiliki peranan besar bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia, maka perlu diperhatikan kebijakan-kebijakan yang ada agar hasil pertanian di Indonesia lebih maju dan meningkat lagi. Perkembangan karet dan industri karet dewasa ini luar biasa. Masyarakat modern sekalipun tidak dapat berjalan tanpa karet. Komoditi ini ditemukan oleh orang Eropa pada abad ke 16. Sejak abad 19 industri karet mulai menggunakan cara manufaktural (lewat pabrik) dan peralatan yang sederhana. Industri karet merupakan salah satu industri yang paling rumit atau canggih dalam abad modern dan merupakan suatu bagian dari masyarakat yang sangat diperlukan. Tanpa karet kapal, pesawat terbang, mobil, truk, dan bis tidak dapat berjalan. Tanpa karet juga, pertambangan, komunikasi dan industri sangat kurang efisien (Spiliane, 1989). Komoditas karet memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan lebih dari 10 juta petani, dan memberikan kontribusi yang sangat berarti pada devisa negara yang mencapai sekitar US$ 2,18 juta pada tahun 2004 (GAPKINDO, 2005). Selain itu, pengembangan perkebunan karet berperan dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di
2
wilayah-wilayah pengembangan, dan berfungsi sebagai pelestarian lingkungan. Andalan perkebunan karet di Indonesia bertumpu pada perkebunan rakyat, yang mencakup areal sekitar 83 persen (2,8 juta ha) dari total area perkebunan karet Indonesia (3,3 juta ha), dan memberikan kontribusi sekitar 76 persen (1,2 juta ha) dari total produksi karet alam nasional (1,63 juta ton) pada tahun 2002 (Ditjenbun, 2005). Secara umum permasalahan utama perkebunan karet adalah masih rendahnya produktifitas perhektar lahan kebun karet (sekitar 610 kg/ha/tahun) bila dibandingkan dengan produktifitas tanaman karet perkebunan yang mencapai sekitar 1100-1200 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 2005). Rendahnya produktifitas tersebut antara lain disebabkan sebagian besar kebun petani (> 60 persen) masih menggunakan bahan tanam non–unggul dan masih luasnya areal karet tua/rusak yang perlu segera diremajakan (Supriadi, 1997). Untuk mendapatkan tanaman karet yang seragam di lapangan, selain diperlukan penerapan kultur teknik yang baik, juga diperlukan bibit okulasi dengan entres berasal dari kebun kayu okulasi yang murni. Kebun entres yang murni merupakan kebun entres yang hanya terdiri dari satu klon dalam satu petak atau blok. Untuk memurnikan kebun entres di perlukan pengetahuan dan pemahaman tentang ciri-ciri klon karet. Pengenalan ciri-ciri klon karet dapat dilakukan dengan mempelajari ciri-ciri mortofologi, anatomi, dan fisiologinya. Pengenalan ciri-ciri klon selain diperlukan untuk pemurnian kebun entres juga penting dalam pengenalan bibit karet yang sekarang banyak diusahakan oleh berbagai pihak. Pengenalan ciri ini sangat penting diketahui oleh petugas lapangan
3
sebagai tindak lanjut dari pelepasan beberapa klon anjuran baru (Balai Penelitian Sembawa, 1994).
1.2 Rumusan Masalah 1. Penilaian properti perkebunan yang menggunakan metode pendekatan pendapatan dan metode pendekatan data pasar akan mendapatkan hasil yang berbeda.
1.3 Keaslian Penelitian Secara umum penelitian mengenai perkebunan karet di Indonesia masih sangat terbatas. Namun demikian terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan properti perkebunan, diantaranya. 1. Irwanda (1999) telah melakukan penelitian tentang pengaruh perluasan perkebunan sawit terhadap produksi karet di provinsi Kalimantan Barat. Data yang digunakan adalah data sekunder dari tahun 1982-1997. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai (-0,384) ditunjukkan oleh koefisien regresi, bermakna bahwa dalam jangka pendek jika luas areal sawit bertambah 1 hektar akan menurunkan produksi karet sebesar 0,384 ton, sedangkan untuk jangka panjang ditunjukkan oleh nilai (-0,075) bermakna bahwa jika perluasan areal sawit meningkat 1 hektar akan menurunkan produksi karet sebesar 0,075 ton. 2. Balukh (2002) telah melakukan penelitian tentang evaluasi proyek pembangunan
perkebunan
di
Kabupaten
Kupang.
Hasil
penelitian
menunjukka bahwa walaupun terjadi perubahan harga dengan asumsi sebesar
4
10 persen, proyek pembanguna perkebunan di Kabupaten Kupang tetap layak, karena tidak sensitif terhadap kemungkinan perubahan yang akan terjadi, dan tidak menyebabkan proyek menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. 3. Ardinal (2006) telah melakukan penelitian tentang penilaian properti perkebunan kelapa sawit Pekanbaru. Hasil menunjukkan bahwa nilai ditetapkan berdasarkan pembobotan hasil estimasi model aliran kas yang didiskontokan sebelum pajak (Before Tax Cash Flows/BTCF), dan hasil estimasi model yang didiskonto setelah dikurangi pajak (After Tax Cash Flows/ATCF). Untuk hasil aliran kas yang didiskonto sebelum pajak diperoleh hasil penilaian sebesar Rp91.869.195.570, sedangkan model aliran kas yang didiskonto setelah dikurangi pajak adalah sebesar Rp86.290.629.464. 4. Tamarlan (2008) telah melakukan penelitian tentang penggunaan pupuk organik utnuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani kopi dikabupaten aceh tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara rata-rata keuntungan
yang diperoleh
petani
yang
menggunakan pupuk organik dengan rata-rata keuntungan yang diperoleh petani yang tidak menggunakan pupuk organik di Kabupaten Aceh Tengah. 5. Pambudhi (2010) telah melakukan penelitian tentang potensi pendapatan asli daerah dari perkebunan kelapa sawit dan hutan bekas tebangan di Kalimantan Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa trend potensi pendapatan asli daerah provinsi Kalimantan timur dari perkebunan kelapa sawit menunjukkan grafik parabola yang cembung dengan persamaan Y= -53524X2 + 2E07X – 4E07 dengan PAD maksimum pada tahun ke-17 yaitu sebesar Rp97.377.324,-
5
setelah itu mulai menurun hingga pada tahun ke-25 mencapai Rp11.657.446,-. Tanaman sawit tidak dapat lagi berproduksi setelah melewati tahun ke-25, sehingga mesti memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemerintah maupun bagi masyarakat, namun perkebunan kelapa sawit kurang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama melakukan penelitian di bidang perkebunan. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada ruang lingkup objek penelitian dan lokasi penelitian serta memfokuskan pada proses penilaian guna melakukan estimasi nilai properti perkebunan karet.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. menentukan nilai perkebunan karet milik PT. Perkebunan Nusantara VII dengan metode pendapatan yaitu metode aliran kas bebas terdiskonto (Discounted Cash Flows/DCF method) dan dengan metode pasar (market approach); 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: 1. memberikan pendapat terhadap nilai perkebunan karet kepada pemilik aset dan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, serta diharapkan dapat memberikan referensi bagi akademisi dalam memperkaya bidang kajian manajemen aset dan penilaian properti.
6
4.1 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terdiri dari 4 (empat ) bab dengan sistematika: Bab I Pengantar, berisi uraian pendahuluan tentang penelitian yang terdiri atas latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan; Bab II Tinjauan pustaka dan alat analisis, bab ini berisikan uraian mengenai tinjauan pustaka yang berkaiatan dengan judul penelitian, landasan teori, dan rencana penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian serta alat analisi yang digunakan; Bab III Analisis data, bab ini berisikan uraian tentang alat yang digunakan untukmelakukan penelitian, jalannya penelitian, pembahasan data berupa analisis data dari penelitian yang dilakukan; Bab IV Kesimpulan, dan saran, bab ini berisi kesimpulan hasil analisis yang didapatkan dari hasil penelitian yang dianggap penting sebagai jawaban atas tujuan penelitian, keterbatasan berupa kendala dan kesulitan dalam penelitian, serta saran yang disampaikan sebagai sumbangan pemikiran.