1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai umat Islam ada beberapa hal yang wajib ditunaikan oleh kaum muslimin yaitu yang terdapat dalam lima pilar rukun Islam salah satunya menunaikan ibadah haji, yang bermakna sengaja atau berkehendak mengunjungi Ka’bah di Makkah dengan maksud menunaikan ibadah yang telah ditentukan. Menunaikan ibadah haji hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mampu berdasarkan dalil Naqly.1 Abdul Aziz dan Kustini mengemukakan, menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban dan harus dilakukan oleh setiap muslim yang mampu (istitho’ah) mengerjakan sekali seumur hidup. Kemampuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan ibadah haji dapat digolongkan dalam dua pengertian diantaranya :2 Pertama; Kemampuan personal (Internal), harus dipenuhi oleh masingmasing individu mencakup antara lain; kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan ekonomi yang cukup baik bagi dirinya maupun keluarga yang ditinggalkan, dan didukung dengan pengetahuan agama, khususnya tentang manasik haji.
1
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal.154. Kepatuhan Akad Dana Talangan Haji banksyariah, http://berdiskusiekonomisyariah333.blogspot.com/2011/11/kepatuhan-akad-dana-talangan-haji-banksyariah.html, diakses pada 13 Februari 2012. 2
1
Universitas Sumatera Utara
2
Kedua; Kemampuan umum (Eksternal), harus dipenuhi oleh lingkungan negara dan pemerintah yang mencakup antara lain; peraturan perundang undangan yang berlaku, keamanan dalam perjalanan, fasilitas transportasi dan hubungan antara pemerintah Indonesia dengan kerajaan Arab Saudi. Dengan terpenuhinya dua kemampuan tersebut, maka perjalanan untuk ibadah haji baru dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Oleh karenanya, tidak semua orang Islam yang diseru untuk menunaikannya, kecuali bagi mereka yang mampu dan sanggup menunaikannya baik secara materi maupun bekal kemantapan haji. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-qur’an, yang berbunyi : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.3 Persoalan mendasar adalah masalah pendanaan atau pembiayaan. Untuk mendapatkan porsi haji calon jamaah harus membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).4 Banyak para calon haji yang ingin melakukan ibadah haji namun
biaya
yang tersedia tidak mencukupi untuk pembayaran BPIH. Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dananya kepada pihak nasabah yang membutuhkan dana. Pembiayaan sangat bermanfaat bagi bank syariah, nasabah dan pemerintah. Pembiayaan memberikan hasil yang paling besar diantara penyaluran dana lainnya yang dilakukan oleh bank syariah. Sebelum 3 4
Al-qur’an Surat Ali Imran :97. Biaya Perjalanan Ibadah Haji, selanjutnya disebut juga BPIH
Universitas Sumatera Utara
3
menyalurkan dana melalui pembiayaan, bank syariah perlu melakukan analisis pembiayaan yang mendalam. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti akan terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk mengembalikan pembiyaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berbeda dengan kredit yang diberikan oleh bank konvensional. Dalam perbankan syariah, return (pengembalian) atas pembiayaan tidak dalam bentuk bunga, akan tetapi dalam bentuk lain sesuai dengan akad-akad yang disediakan di bank syariah. Dalam undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dikatakan : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.5 Didalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank syariah memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional dalam menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan. Bank syariah menyalurkan dananya kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan. Sifat pembiayaan, bukan merupakan 5
Adrian Sutedi, Perbankan Syariah (Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal.19.
Universitas Sumatera Utara
4
utang piutang, tetapi merupakan investasi yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Di dalam perbankan syariah, pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan pada prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum Islam. Pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah berfungsi membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan usahanya. Masyarakat merupakan individu, pengusaha, lembaga, badan usaha, dan lain-lain yang membutuhkan dana. Secara terperinci pembiayaan memiliki fungsi antara lain :6 1. Pembiayaan dapat meningkatkan arus tukar menukar barang dan jasa. Dalam meningkatkan arus tukar barang, hal ini seandainya belum tersedia uang sebagai alat pembayaran, maka pembiayaan akan membantu melancarkan lalu lintas pertukaran barang dan jasa. 2. Pembiayaan merupakan alat yang dipakai untuk memanfaatkan idle fund (dana yang berlebih). Bank dapat mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Pembiayaan merupakan satu cara untuk mengatasi 6
Ismail, Perbankan Syariah, Kencana, Surabaya, 2010, hal.109.
Universitas Sumatera Utara
5
masalah antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang membutuhkan dana. Bank dapat memanfaatkan idle fund (dana yang berlebih) untuk disalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Dana yang berasal dari golongan yang kelebihan dana, apabila disalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana, maka akan efektif, karena dana tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang membutuhkan dana. 3. Pembiayaan sebagai alat pengendali harga. Ekspansi pembiayaan akan mendorong meningkatnya jumlah uang yang beredar, dan peningkatan peredaran uang akan mendorong kenaikan harga. Sebaliknya, pembatasan pembiayaan, akan berpengaruh pada jumlah uang yang beredar, dan keterbatasan uang yang beredar di masyarakat memiliki dampak pada penurunan harga. 4. Pembiayaan dapat mengaktifkan dan meningkatkan manfaat ekonomi yang ada. Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang diberikan oleh bank syariah memiliki dampak pada kenaikan makro-ekonomi. Mitra (pengusaha), setelah mendapatkan pembiayaan dari bank syariah, akan memproduksi barang, mengolah bahan baku menjadi barang jadi, meningkatan volume perdagangan, dan melaksanakan kegiatan ekonomi lainnya.7 Bila kita ingin bicara mengenai Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia (LKS)8, kita harus memutar sejarah, balik ke tahun 1992. ketika itu pemerintah
7 8
Ibid, hal.109. Lembaga Keuangan Syariah, selanjutnya disebut juga LKS.
Universitas Sumatera Utara
6
menerbitkan UU N0.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang antara lain menyebutkan dimungkinkannya berdiri bank dengan sistem bagi hasil. UU itu menjadi dasar berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Kemudian UU itu diperbaiki dengan UU N0.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang memberi peluang diterapkannya dual banking system (keuangan dengan dua sistem) dalam perbankan nasional ini. Dengan cepat UU ini telah mendorong dibukanya divisi syariah di sejumlah Bank Konvensional.9 Dalam muamalat ada beberapa jenis akad dasar (inti) yaitu : akad amal yang merupakan akad unilateral; contoh : saya memberi anda sesuatu tapi anda tidak memberi imbalan kepada saya, akad investasi, akad jual, akad garansi, deposito dan akad-akad lainnya. Dengan jenis akad-akad tersebut kita memiliki dasar pijakan yang sangat subur yang dapat digunakan untuk membangun produk-produk keuangan. 10 Secara umum, keseluruhan transaksi di perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yakni :11 1.
Produk pembiayaan, yaitu produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuan untuk membiayai kebutuhan masyarakat.
2.
Produk dana, yaitu produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuan untuk menghimpun dana masyarakat.
9
Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta, 2010, hal.291. Tarek El Diwany, Membongkar Konspirasi Bunga Bank, PPM Manajemen, London, 2008,
10
hal.46. 11
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Zikrul Hakim, Jakarta, 2003, hal.60.
Universitas Sumatera Utara
7
3.
Produk jasa, yaitu produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang berbasis pendapatan tanpa exposure pembiayaan
Perbankan syariah menjalankan fungsi yang sama dengan perbankan konvensional, yaitu sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari nasabah pemilik dana (shahibul mal) dengan nasabah yang membutuhkan dana. Namun, nasabah dana dalam bank syariah diperlakukan sebagai investor dan/atau penitip dana. Dana tersebut disalurkan perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan untuk beragam keperluan, baik produktif (investasi dan modal kerja) maupun konsumtif. Dari pembiayaan tersebut, bank syariah akan memperoleh bagi hasil yang merupakan pendapatan bagi bank syariah. Jadi, nasabah pembiayaan akan membayar pokok bagi hasil/marjin kepada bank syariah. Pokok akan dikembalikan sepenuhnya kepada nasabah dana sedangkan bagi hasil/marjin akan dibagi hasilkan antara bank syariah dan nasabah dana, sesuai dengan nisbah yang telah disepakati, artinya dalam bank syariah, dana dari nasabah pendanaan harus diusahakan terlebih dahulu untuk menghasilkan pendapatan, dan kemudian dari pendapatan itulah yang akan dibagi hasilkan untuk keuntungan bank syariah dan dana nasabah.12 Dalam kegiatan ini, Dewan Syariah Nasional memberikan kesempatan pada LKS untuk merespon kebutuhan masyarakat dalam berbagai produknya, termasuk
12
Perbankan Syariah Perkembangan dan Penjelasan, http://www.syariahmandiri.co.id, diakses tanggal 11 Februari, 2012.
Universitas Sumatera Utara
8
pengurusan haji dan talangan pelunasan BPIH. Bank Sumut Syariah merupakan salah satu dari Bank Penerima Setoran (BPS) biaya perjalanan ibadah haji Bank Sumut Syariah menfasilitasi dana talangan haji kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi atau seat haji dan saat pelunasan BPIH.13 Karena saat ini pun untuk haji plus, aturannya diterapkan sama dengan haji reguler. Jadi first come first serve, maksudnya siapa yang pertama mendaftar, maka dia yang akan dilayani terlebih dahulu. Jadi tidak seperti dulu, siapa yang membayar bisa langsung berangkat. Dirut Bank Sumut mengatakan, bahwa total pembiayaan dana talangan haji PT.Bank Sumut pada Maret 2012 mencapai Rp.28.789.000.000 (dua puluh delapan milyar tujuh ratus delapan puluh sembilan juta rupiah), sementara target dana talangan haji pada bulan itu hanya Rp.14.093.000.000 (empat belas milyar sembilan puluh tiga juta rupiah). Realisasi dana talangan haji pada Maret 2012 telah melewai target dimana realisasi mencapai 192,82 %. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 530,72%. Dirut Bank Sumut mengatakan, peningkatan itu menandakan bahwa banyak masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji.14 Dengan melihat antusiasme masyarakat untuk berhaji sangat besar peluang bagi Bank Sumut Syariah Cabang Medan untuk meluncurkan produk pembiayaan dana talangan haji. Pembiayaan ini bertujuan membantu nasabah calon jamaah haji
13
http://www.sumutsyariah.co.id//diakses, 22 Februari 2012 Hadiah Umrah Untuk Nasabah Bank http://www.medanmagazine.banksumutcom/?p=247, diakses pada 20 Mei 2012. 14
Sumut,
Universitas Sumatera Utara
9
yang belum bisa membayar biaya perjalanan ibadah haji sebagai setoran awal untuk mendapatkan seat/porsi haji. Berdasarkan fatwa pembiayaan pengurusan haji, LKS dapat memperoleh imbalan atau jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai fatwa DSNMUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000. Apabila diperlukan, lembaga keuangan syariah dapat membantu menalangi pembayaran biaya perjalanan ibadah haji nasabah dengan menggunakan prinsip al-qardh sesuai fatwa DSN-MUInomor 19/DSN-MUI/IV/2001. Menurut Sudarsono : Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa di ikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.15 Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja itu dengan prinsip jual beli, tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.16 Menurut Muhammad Syafii Antonio : Secara umum Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Di bawah ini akan dijelaskan komposisi pembiayaan bank umum syariah dan unit usaha syariah berdasarkan akad (Contract) yang dijalankan termasuk akad Al-Ijarah dan akad Al-qardh. Dalam prakteknya, pembiayaan dana talangan haji Bank Sumut Syariah Cabang Medan menggunakan dua akad sekaligus, al-qardh dan al-ijarah.17 Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. alijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan 15
Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Ekonosia Kampus Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta, 2007, hal.66. 16 Adiwarman Karim, Bank Islam :Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi ketiga,PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.101. 17 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori dan Praktek, Gema Insani, Jakarta, 2001, hal.131.
Universitas Sumatera Utara
10
hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak, atau menjual jasa perhotelan dan lain-lain.18 Para ulama fiqh mengatakan bahwa yang menjadi dasar dibolehkannya akad al-ijarah adalah firman Allah dalam surat Az-Zukhruf (43:32) Akad qardh wa ijarah adalah pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diberikan oleh nasabah. Sanggup mengadakan perjalanan berarti menyangkut kesanggupan fisik, materi, maupun rohani. Ketiganya merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang muslim yang hendak melaksanakan ibadah haji. Bila syarat tersebut belum terpenuhi, maka gugurlah kewajiban untuk menunaikannya. Sanggup juga bisa diartikan orang yang sanggup mendapatkan pembekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalanan pun aman. Pembiayaan talangan haji adalah pinjaman (qardh) dari bank syariah kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh porsi haji pada saat pelunasan biaya perjalanan ibadah haji. Dana talangan ini dijamin dengan deposit yang dimiliki nasabah, dan nasabah kemudian wajib mengembalikan sejumlah uang yang dipinjam itu dalam jangka waktu tertentu. Atas jasa peminjaman dana talangan ini, bank syariah memperoleh imbalan (fee / ujrah) yang besarnya tidak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan. Dasar fiqihnya adalah akad qardh wal ijarah, sesuai Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tanggal 26 Juni 2002 tentang 18
Hasballah Thaib, Hukum Aqad (Kontrak) Dalam Fiqih Islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah (Konsentrasi Hukum Islam), Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hal.63.
Universitas Sumatera Utara
11
biaya pengurusan haji oleh LKS (Lembaga Keuangan Syariah). Jadi akad qardh wal ijarah adalah gabungan dua akad, yaitu akad qardh (pinjaman) dengan akad ijarah (jasa), yaitu jasa lembaga keuangan syariah memberikan pinjaman kepada nasabah. Dalil utama fatwa DSN ini antara lain dalil yang membolehkan ijarah (seperti QS AlQashash [28]:26) dan dalil yang membolehkan meminjam uang (qardh) (seperti QS Al-Baqarah [2]:282).19 Berdasarkan keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional No.29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai berikut: 1. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat memperoleh imbalan jasa (ujroh) dengan menggunakan prinsip alijarah sesuai Fatwa DSN-MUI No. 9/DSN-MUI/IV/2000. 2. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan alQardh yang diberikan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah. 3. Apabila diperlukan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-qardh sesuai dengan Fatwa DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001. Keputusan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional ini didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pengurusan haji dan talangan pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji. 2. Lembaga Keuangan Syari'ah perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya. 3. Agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syari'ah, maka Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan Fatwa tentang 19
Farid Ma'ruf, Konsultasi Fiqih Hukum Pembiayaan Talangan Haji, http://www.facebook.com/notes/m-shiddiq-al-jawi/konsultasi-fiqih-hukum-pembiayaan-talanganhaji/10150100219723572, Jakarta, Diakses, 22 Februari 2012.
Universitas Sumatera Utara
12
pengurusan dan pembiayaan haji oleh Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) untuk dijadikan pedoman. Pembiayaan Talangan Haji ini merupakan pembiayaan yang dikhususkan kepada nasabah Tabungan Mabrur, karena pelunasan talangan dibayar melalui rekening Tabungan Mabrur. Pelaksanaan akad qardh wa ijarah dalam pembiayaan Talangan Haji merupakan bentuk satu kesatuan akad yang tidak dapat dipisahkan dan harus disepakati di awal perjanjian, yaitu antara akad qardh talangan haji dan akad ijarah pengurusan pendaftaran haji. Nasabah tidak dikenakan biaya administrasi untuk akad qardh, tetapi jika nasabah tidak dapat mengembalikan dana talangan sebelum keberangkatan haji, maka pemberangkatan haji akan dibatalkan karena untuk menghindari haji dengan cara berhutang. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk manfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu, menurut fatwa Dewan Syariah Nasional,20 ijarah adalah akad perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
20
Dewan Syariah Nasional, selanjutnya disebut juga DSN.
Universitas Sumatera Utara
13
Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Pembiayaan Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) Al-Bai Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad Al-Bai’ dan akad Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT), Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa.21 Namun permasalahan pembiayaan /dana talangan haji menjadi hal yang menarik untuk dikaji ketika muncul pandangan seperti yang dikemukakan oleh AM.Hasan Ali, Seorang pengkaji (Pusat Komunikasi Ekonomi Islam / PKES), salah satu ulama yang tidak menghendaki adanya dana talangan haji adalah Quraish Shihab. Alasannya, rukun Islam kelima itu hanya wajib ditunaikan bagi mereka yang mampu. Dengan adanya dana talangan haji, terkesan memaksakan diri bagi mereka yang tidak mampu. Padahal hukumnya tidak wajib bagi yang tidak mampu.22 Dalam prakteknya dana talangan haji diperbolehkan berdasarkan keputusan fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, bahwa setiap bank-bank syariah program talangan hajinya, harus ada lembaga atau badan yang berwenang untuk mengawasi dana talangan haji tersebut.
21 Choir Murabahah, Macam-Macam Pembiayaan, http://zonaekis.com/macam-macampembiayaan/, diakses pada 10 Februari 2012. 22 Kontroversi SeputarDana Talangan Haji, http://majalahgontor.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=337:kontroversi-seputardana-talangan-haji&catid=66:ekonomi-islam&Itemid=128, diakses pada 23 Februari 2012.
Universitas Sumatera Utara
14
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka disusunlah penelitian dalam bentuk tesis dengan judul : ”Tinjauan Yuridis Terhadap Dana Talangan Haji Berdasarkan Hukum Islam (Studi Kasus di Bank Sumut Syariah Cabang Medan)”. B. Perumusan Masalah 1.
Bagaimana Konsep Pengelolaan Dana Talangan Haji di Bank Sumut Syariah Cabang Medan?
2.
Bagaimana Bentuk Pengawasan Terhadap Dana Talangan Haji di Bank Sumut Syariah Cabang Medan?
3.
Bagaimana pendapat para ulama tentang Pembiayaan Talangan Haji yang ada di Bank-Bank Syariah di Kota Medan?
C. Tujuan Penelitian Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengetahui konsep pengelolaan Dana Talangan Haji di Bank Sumut Syariah Cabang Medan.
2.
Untuk mengetahui bentuk pengawasan terhadap Dana Talangan Haji di Bank Sumut Syariah Cabang Medan.
3.
Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang Pembiayaan Talangan Haji yang ada di Bank-Bank Syariah di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
15
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran bagi perkembangan Hukum Islam, dalam hal Pembiayaan Dana Talangan Haji, khususnya mengenai Pendapat para ulama tentang Pembiayaan Dana Talangan Haji.
2.
Manfaat Praktis a. Menambah wawasan penulis mengenai perkembangan terbaru hukum Islam tentang Pembiayaan Dana Talangan Haji. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi bagi umat Islam di Indonesia, para ahli Hukum Islam dan lebih khusus lagi bagi umat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji, sebagai bahan evaluasi pelaksanaan pendaftaran ibadah haji bagi para calon jama’ah haji. c. Memberi sumbangan pemikiran bagi masyarakat-masyarakat Islam di Indonesia yang hendak berangkat haji dengan cara pembiayaan talangan haji dari semua Bank-Bank Syariah di Indonesia.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, khususnya pada perpustakaan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara di Medan, penelitian mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Dana Talangan Haji Berdasarkan Hukum Islam Studi Kasus : Bank Sumut Syariah Cabang Medan,
Universitas Sumatera Utara
16
ternyata belum pernah disusun oleh peneliti lain. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dalam penulisan tesis ini adalah asli, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan kejujuran.
F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional 1.
Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,23 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.24 Pada masyarakat yang demokratis dan berpegang pada prinsip hukum, telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat karena hukum tersebut bersifat aspiratif, sehingga hukum yang ditegakkan mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum, sebagaimana yang telah diaspirasikan oleh masyarakat. Pada negara-negara yang sedang dalam masa transisi menuju demokrasi dan menuju ke negara yang menganut prinsip hukum yang berlaku sepenuhnya mencerminkan rasa keadilan masyarakat. Karena
hukum-hukum
menyuarakan dan
tersebut
belum
aspiratif
(belum
sepenuhnya
dapat
mencerminkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat), bahkan
23
J.J.J.M.Wuisman, dengan menyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FEUI, Jakarta,1996,hal.203. 24 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.
Universitas Sumatera Utara
17
sering dituding sebagai suatu hukum yang mencerminkan kehendak dan kepentingan penguasa yang tidak jarang mengabaikan rasa keadilan masyarakat. Pada saat hukum akan ditegakkan untuk menjamin adanya kepastian hukum, maka ada kemungkinan rasa keadilan masyarakat terganggu, sehingga dalam situasi yang demikian ada konflik atau benturan kepentingan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan masyarakat. Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasan dan tugas teori hukum adalah untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulatpostulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam.25 Sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Jelas kiranya bahwa seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul dibahunya. Bukan karena ia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, melainkan juga karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup masyarakat.26 Holland yang dikutip oleh Wise, Percy M.Winfield dan Bias, bahwa tujuan hukum adalah menciptakan dan melindungi hak-hak (legal rights). Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, tetapi dalam manifestasinya bisa berwujud konkrit. Suatu kententuan baru dapat di nilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan
25
W.Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo, Jakarta, 1994, hal.2. Jujun S.Suryasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999, hal.237. 26
Universitas Sumatera Utara
18
dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.27 Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechts gerenchtigheid), kemanfaatan (rechtsuitilieteit) dan kepastian hukum (rechts zekerheid).28 Dalam mewujudkan keadilan, Adam Smith (1732-1790) Guru besar dalam bidang filosofi moral dan sebagai ahli teori hukum dari Glasgow University pada tahun 1750, telah melahirkan ajaran mengenai keadilan (justice). Smith mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the end of justice is to secure from injury).29 Untuk mencapai suatu suasana kehidupan masyarakat hukum yang mampu menegakkan kepastian hukum dan sekaligus mencerminkan rasa keadilan masyarakat maka diperlukan beberapa faktor, yaitu : a.
Adanya suatu perangkat hukum yang demokratis (aspiratif)
b.
Adanya struktur birokrasi kelembagaan yang efisien dan efektif serta transparan dan akuntabel.
c.
Adanya aparat hukum dan profesi hukum yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi
27
Lili Rasidi dan I.B.Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal.79. 28 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT.Gunung Agung Tbk, Jakarta, 2002,hal.85. 29 Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan Sebagai Guru Besar USU-Medan, 17 April 2004, hal.4-5. Sebagaimana di kutip dari Neil Mac Cormik, ”Adam Smith On Law”, Valvaraiso University Law Review, Vol.15, 1981, hal.244.
Universitas Sumatera Utara
19
d.
Adanya budaya yang menghormati, taat dan menjunjung tinggi nilai-nilai hukum dan HAM (menegakkan supermasi hukum). Berdasarkan Fatwa DSN Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan
Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah, tidak secara tegas memberikan defenisi mengenai pembiayaan dana talangan haji. Hanya menyatakan bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan masyarakat adalah pengurusan haji dan talangan pelunasan biaya perjalanan iIbadah haji, dan bahwa lembaga keuangan syariah perlu merespon kebutuhan masyarakat tersebut dalam berbagai produknya. Agar pelaksanaan transaksi tersebut sesuai dengan prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang pengurusan dan pembiayaan haji oleh LKS untuk dijadikan pedoman.30 Tujuan dari hukum Islam adalah mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Sejalan dengan hal tersebut, maka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kemaslahatan. Secara sederhana maslahat (al-maslahah) diartikan sebagai sesuatu yang baik atau sesuatu yang bermanfaat. Secara leksikal, menuntut ilmu itu mengandung kemaslahatan, maka hal ini berarti menuntut
ilmu itu merupakan penyebab diperolehnya manfaat secara lahir dan
bathin.31 Al Ghazali menformasikan teori kemaslahatan dalam kerangka mengambil manfaat dan menolak kemudharatan untuk memelihara tujuan syara’. Hal tersebut
30
Fatwa Dewan Syariah Nasioanl Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah. 31 Husain Hamid Hasan, Nadzirriyah al Mashalahah fi al fiqh al Islamy, (Kairo: dar Al Nahdhah al- Arabiyah), hal.3-4.
Universitas Sumatera Utara
20
dapat diartikan bahwa setiap kegiatan manusia harus bermanfaat bagi umat manusia, namun demikian tidak boleh bertentangan dengan tujuan dari syariat Islam. Berdasarkan pendapat Ibnu Taymiyyah, sebagaimana dikutip oleh Syekh Abu Zahrah,32 mengatakan bahwa yang dimaksud dengan maslahat ialah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang berlawanan dengan hukum syara’. Maslahat dari segi tingkatannya yaitu maslahat yang menjadi hajat hidup manusia dapat dibagi kepada tiga tingkatan, yaitu :33 1. Maslahat Dharurriyat Yaitu kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Jika ia luput dari kehidupan manusia maka rusaknya tatanan kehidupan manusia tersebut. Yang termasuk dalam maslahat dharuriyat ialah hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. 2. Maslahat Hajiyat Yaitu persolan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kerusakan yang dihadapi. Maslahat ini seringkali lebih rendah di bawah maslahat daruriyat. Maslahat ini berkaitan dengan keinginankeinginan dalam hukum Islam, seperti boleh berbuka puasa bagi orang sakit
32
Muhammad Abu Zahrah, Ibn Taymiyyah, Hayatuhu wa Ashruhu wa Ara’uhu wa fiwhuhu, Mesir, Dar al-fikr al-Arabiy,tt, hal.495. 33 Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, Konsentrasi Hukum Islam Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002, hal.28.
Universitas Sumatera Utara
21
dan musafir, boleh mengqashar shalat dalam perjalanan. Bila keringanan itu tidak diberikan akan melahirkan kesulitan walaupun tidak mengakibatkan kerusakan atau kegoncangan dalam hidup. 3. Maslahat Tahsiniyat Yaitu maslahat yang sifatnya untuk memelihara kebaikan dan kebagusan budi pekerti serta keindahan. Kemaslahatan ini dibutuhkan manusia seperti berpakaian yang indah, memakai wangi-wangian waktu hendak beribadah. Maslahat ini bersifat kesempurnaan dan pelangkap. Berdasarkan ketiga tingkatan maslahat diatas, maka dana talangan haji itu masuk kedalam maslahat hajiyat, karena ada unsur keringanan disini, artinya naik haji diwajibkan bagi orang-orang yang sanggup, dan kata sanggup dalam Islam ada tiga unsur, yaitu: sanggup dengan sendirinya, sanggup dengan dibayari oleh orang lain dan sanggup dengan cara berhutang atau dengan dana talangan haji. Keringanan yang diberikan dalam maslahat hajiyat disini bisa diartikan bahwa adanya bantuan dari bank syariah untuk menalangi dana calon jemaah haji yang ingin berangkat haji dengan segera, namun dananya belum mencukupi untuk mendapati nomor porsi haji, lalu bank syariah memberi keringanan dengan memberikan pinjaman kepada calon jemaah haji itu dengan persyaratan-persyaratan tertentu. DSN dan Majlis Ulama Indonesia pada tanggal 15 Rabi'ul Akhir 1423 H atau bertepatan dengan tanggal 26 juni 2002 M, menetapkan fatwa DSN-MUI No 29/DSN-MUI/III/2002 tentang pembiayaan pengurusan haji LKS. Dalam
Universitas Sumatera Utara
22
fatwa tersebut dinyatakan bahwa ketentuan pembiayaan pengurusan haji lembaga keuangan syariah adalah sebagai berikut:34 a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-ijarah sesuai fatwa DSN-MUI No. 9/DSN-MUI/IV/2000. b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip Al-qardh sesuai dengan Fatwa DSNMUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001. c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. d. Besar imbalan jasa al-ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan yang diberikan LKS kepada nasabah. 2.
Konsepsi Berdasarkan judul yang dibahas, maka penulis membuat konsepsi sebagai
berikut : 1.
Ibadah haji merupakan rukun yang kelima dari rukun-rukun Islam dan merupakan salah satu sarana dan media bagi kaum muslimin untuk bersatu, meningkatkan ketaqwaan dan meraih surga yang telah dijanjikan untuk orangorang yang bertaqwa.
2.
Hukum Islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat, yaitu peraturan yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata, yaitu segala sesuatu yang menjadi pedoman atau yang menjadi sumber syariat Islam yaitu Al-qur’an dan Hadist Nabi Muhammad (Sunnah Rasulullah SAW).
3.
Al-qur’an adalah sumber atau dasar hukum yang utama dari semua ajaran dan syariat Islam. 34
Fatwa DSN-MUI No 29/DSN-MUI/III/2002 : Tentang pembiayan pengurusan haji oleh Lembaga Keuangan Syariah.
Universitas Sumatera Utara
23
4.
Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia atau tentang suatu hal, atau disebut pula sunnah qauliyyah. Hadist merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah.
5.
Fatwa adalah pendapat para ulama untuk menentukan suatu hukum yang tidak jelas pembahasannya di dalam Al-qur’an dan hadits, sehingga para ulama berijtihad untuk menentukan suatu hukum itu boleh atau tidak.
6.
Akad qardh wa ijarah adalah pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang diberikan oleh nasabah.
7.
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain.
8.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
9.
Bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literatur Islam
Universitas Sumatera Utara
24
dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. 10. Dana talangan haji adalah dana pinjaman (al-qardh) kepada nasabah untuk menutupi kekurangan dana guna memperoleh porsi haji pada saat pelunasan BPIH, kemudian nasabah berkewajiban mengembalikan dana pinjaman itu dalam jangka waktu tertentu. Sebagai jasanya, Bank Syariah memperoleh imbalan (ujrah) yang besarnya tidak didasarkan pada jumlah dana yang dipinjamkan dan tidak boleh dipersyaratkan dalam pemberian dana talangan. G. Metode Penelitian 1.
Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris, terutama untuk mengkaji
tentang pelaksanaan talangan haji pada Bank Sumut Syariah. Metode penelitian hukum empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir. 2.
Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan, karena
dana talangan haji pada Bank Sumut Syariah tersebut banyak dimintai oleh para nasabah atau jemaah haji, hal itu disebabkan adanya discount fee ujrah yang
Universitas Sumatera Utara
25
diberikan oleh Bank Sumut Syariah bagi nasabah yang bisa membayar cicilan lebih awal dari waktu yang ditentukan. Lokasi berikutnya di Departemen Agama Tingkat II yang mengurusi keberangkatan haji, serta pada Kantor Majelis Ulama Indonesia tingkat II di kota Medan, tujuannya untuk mengetahui pendapat para ulama di kota Medan mengenai dana talangan haji 3.
Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data Metode yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan ini, adalah
dengan metode penelitian kepustakaan yaitu pengumpulan data dan informasi yang dilakukan penulis dengan membaca buku, majalah, peraturan perundang-undangan dan sumber-sumber bacaan lain yang berkaitan dengan materi penelitian. Pengumpulan data sekunder dengan menelaah bahan kepustakaan tersebut menjadi : a.
Bahan hukum primer, berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004, tentang Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 9/19/PBI/2007, Tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa Dewan Syariah Nasional.
b.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti: Tafsir Al-qur’an, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah hasil seminar.
Universitas Sumatera Utara
26
c.
Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus-kamus seperti kamus bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab, serta kamus-kamus keilmuan seperti kamus istilah hukum, ekonomi, dan perbankan. Di samping melakukan pengumpulan mengenai bahan hukum, juga
dikumpulkan data primer yang dilakukan penulis dengan melakukan wawancara (interview) dengan narasumber. Wawancara dilakukan terhadap para pihak yang terkait dalam dana talangan haji, seperti Bank Sumut Syariah, Depertemen Agama Tingkat II dan juga pada Kantor Majelis Ulama Indonesia Tingkat II. 4.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dikenal adalah studi kepustakaan dan
wawancara (interview). Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara : a.
Studi Kepustakaan Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan,
yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta mengkaji Al-qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam, peraturan perundang-undangan, rancangan undangundang, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah seminar yang berhubungan dengan pembiayaan dana talangan haji pada perbankan syariah. b.
Wawancara (interview)
Universitas Sumatera Utara
27
Terhadap data lapangan (primer) dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview) atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung kepada informan, dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) guna mencari jawaban atas pelaksanaan akad pembiayaan dana talangan haji pada bank syariah di kota Medan.
5.
Analisis Data. Semua bahan yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh
dilapangan dianalisa secara kualitatif. Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya dalam melihat pembiayaan dana talangan haji pada Bank Sumut Syariah di kota Medan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisa dengan cara kualitatif, selanjutnya dilakukan proses pengolahan data, setelah selesai pengolahan data baru ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif.
Universitas Sumatera Utara