BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 17 Agustus 1945 merupakan momentum bersejarah bagi lahirnya bangsa Indonesia, Bangsa Indonesia secara dejure diakui keberadaannya oleh masyarakat di seluruh dunia. Walaupun jauh sebelum hadirnya momentum bersejarah ini, dahulu di Indonesia sudah lahir desa-desa adat yang memiliki hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya atau yang sering dikenal dengan nation-state (negara bangsa) sendiri. Di dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pola koordinasi pemerintahan di Indonesia terbagi menjadi 4 kasta yang meliputi: pemerintah pusat (berada di ibu kota negara), kemudian pemerintah provinsi (pemerintah yang menjadi wakil dari pemerintah pusat di daerah) berada di ibukota provinsi, yang terdapat 34 provinsi, kemudian pemerintah kabupaten/kota serta entitas pemerintah paling terendah satu tingkat dibawah pemerintahan kabupaten atau kota adalah kelurahan atau desa. Banyak yang beranggapan desa dan kelurahan itu memiliki makna yang sama, ternyata keduanya adalah entitas yang berbeda. Berikut adalah perbedaan makna diantara keduannya : Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintah terendah dengan status berbeda. Desa adalah satuan pemerintah yang diberikan hak otonomi adat sehingga merupakan badan hukum sedangkan kelurahan adalah satuan pemerintahan administrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah 1
kabupaten/kota. Jadi kelurahan bukan badan hukum melainkan hanya tempat beroperasinya pelayanan pemerintahan dari pemerintah kabupaten/kota di wilayah kelurahan setempat. Sedangkan desa adalah wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai kesatuan masyarakat hukum (adat) yang berhak mengatur dan mengurus urusan masyarakat setempat berdasarkan asal usulnya.1 Berdasarkan data yang kami dapatkan dari Ditjen Administrasi Kependudukan Depdagri tahun 20072 menjelaskan bahwa
jumlah desa di
Indonesia sebanyak 65.189 desa, sedangkan kelurahan berjumlah 7.878 kelurahan. Dari data diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa mayoritas pemerintahan di level terendah satu tingkat dibawah kabupaten atau kota berupa pemerintahan desa. Dari data tersebut, dapat menjadi bahan masukan bagi para pemangku kepentingan bahwa pemerintahan desa sangat penting untuk diberi hak mengatur dan mengelola sendiri wilayahnya guna mencapai tujuan pembanguan nasional yang partisipatif dan mengefektifkan pelayanan kepada masyarakat agar lebih cepat, tepat dan akuntabel. Pemerintah desa perlu diberi hak dan wewenang yang lebih dikarenakan disinilah muka masyarakat pedesaan Indonesia tergambarkan. Apakah masyarakat Indonesia itu sejahtera atau tidak ? kemudian apakah masyarakatnya memiliki kemandirian untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak ? Ataukah masyarakat Indonesia merupakan entitas masyarakat yang selalu bergantung dengan pemerintah ? Disinilah ternyata, wajah asli masyarakat Indonesia tergambarkan secara rill.
1
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelengaraan Pemerintahan Desa, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2012, h 1 2 Ibid h 2
2
Permasalahan yang sering muncul di dalam pembahasan desa adalah Adanya anggapan bahwa pembangunan nasional justru menciptakan kesenjangan antara desa dan kota. Didik G. Suharto menjelaskan bahwa: Pembangunan yang bias perkotaan semakin memperbesar disparitas antara kota dengan desa. Negara berkembang termasuk
Indonesia, lebih mengonsentrasikan pembangunan
ekonomi pada sektor industri untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya, sektor lain seperti sektor pertanian yang berada di pedesaan dan menjadi sumber pencaharian utama masyarakat desa dikorbankan. Konsekuesinya, pembangunan hanya terpusat di kota dan kepentingan masyarakat desa dikesampingkan. Selama ini pembangunan cenderung berorientasi pada pertumbuhan dan bias kota. Sumber daya ekonomi yang tumbuh di kawasan desa diambil oleh kekuatan yang lebih besar, sehingga desa kehabisan sumber daya dan menimbulkan arus urbanisasi penduduk desa ke kota. Kondisi ini menciptakan ketidakadilan kemiskinan dan keterbelakangan yang senantiasa melekat pada desa (Ditjen PMD, 2007:16) Hadirnya reformasi tahun 1998 yang menggantikan sistem pemerintahan sentralistik berubah menjadi pemerintahan yang desentralistik (pelimpahan kewenangan) membawa angin segar bagi kelangsungan hidup desa sebagai entitas yang dihormati dan diakui. Hal ini diakui dengan digantikannya UU No 5 Tahun 1979 menjadi UU No 22 Tahun 1999. Di dalam semangat UU terbaru sentralisasi, uniformitas dan birokratisasi terleburkan menjadi desentralisasi, keberagaman, dan pemerintah desa kedudukannya semakin diakui. Sehingga dengan munculnya
3
UU No 22 Tahun 1999 banyak bermunculan desa-desa adat (pemerintahan asli) seperti di Sumatera Barat terdapat Pemerintahan Nagari, kemudian di Bali terdapat Pemerintahan Banga atau Desa Adat yang memiliki posisi penting diberlakukannya aturan adat seperti Awing-Awing. Selain itu, di daerah lain juga terjadi kebangkitan pemerintahan asli seperti di Minahasa yakni Wanua, lalu di masyarakat Batak di Sumatera Utara bernama Huta. Pergantian UU dirasa penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan peraturan yang dapat menjawab permasalahan tentang pemerintahan desa. Dimulai dari UU No 22 Tahun 1948 kemudian digantikan dengan UU No 19 Tahun 1965 lalu digantikan dengan UU No 5 Tahun 1979 lalu direvisi dengan UU No 22 Tahun 1999 kemudian UU No 32 Tahun 2004 lalu direvisi kembali dengan UU No 6 Tahun 2014 yakni UU yang sangat fenomenal mengatur secara khusus mengenai pengelolaan pemerintahan desa. Yang dari UU ini kemudian akan muncul Dana Desa yang diberikan Pemerintah Pusat kepada setiap desa di Indonesia yang sudah memiliki RPJMDes. Untuk mempermudah mengaplikasikan UU No 6 Tahun 2014 dibuatlah peraturan yang secara teknis mengaturnya di dalam Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2014 yang memuat tentang pelaksanaan UU desa tersebut. Dengan tujuan agar desa diberi hak untuk mengatur dan mengurus sendiri wilayahnya. Agar kewenangan desa mengatur wilayahnya semakin kuat, maka permerintah mengeluarkan Permendagri No 30 Tahun 2006 tentang tata cara penyerahan
4
urusan pemerintahan kabupaten/kota kepada desa, terdapat 31 urusan yang dapat diserahkan kepada desa dengan persyaratan yang berlaku. Pembahasan mengenai UU Desa No 6 Tahun 2014 sangatlah menarik untuk kemudian diteliti dewasa ini. Adanya UU Desa No 6 Tahun 2014 menjadi bahasan topik yang sangat menarik, baik di layar telivisi, media massa dan media online maupun diskusi-diskusi seminar ataupun workshop mengenai UU ini. Hal ini menarik untuk diteliti karena penerimaan masyarakat yang sangat beragam, ada yang memiliki sikap untuk mendukung peraturan ini, ada yang tidak mengerti maksud munculnya peraturan ini, ada juga yang dengan tegas menolak UU ini. Itu semua adalah dinamika yang terjadi di masyarakat menyikapi hadirnya UU No 6 Tahun 2014. Terkait dengan pengelolaan Dana Desa, hasil diskusi yang dilaksanakan oleh Fraksi PPP DPR RI3 menyebutkan bahwa : Hampir 2 tahun sejak penerapan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), implementasinya masih banyak terkendala, kepala desa yang terjerat kasus hukum karena pengelolaan Dana Desa yang tidak benar, sampai rendahnya pendidikan aparat desa, menjadi kendala terbesar dalam implementasi UU Desa. Anggota Komisi II Amirul Tamim menjelaskan bahwa format alat bantu dan administrasi pengelolaan Dana Desa masih tergolong rumit. Pada saat yang bersamaan kapasitas sebagian aparat desa tidak mampu mengelola rumitnya administrasi yang harus menjadi bahan acuan dalam proses pertanggungjawaban.4
3
Diskusi dilaksanakan pada Hari Kamis, 28 Juli 2016 di Kompleks Senayan Diakses dari website http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2016/07/28/pelaksanaan-uu-desamasih-terkendala-376006 pada 18 Oktober 2016 pukul: 07.23 WIB 4
5
Lebih lanjut, Pemerintah dapat mereview ulang keberhasilan program PNPM Mandiri untuk mengambil pembelajaran dan meningkatkan program pembangunan desa, dimana kesuksesannya karena koordinasi yang baik dari Ditjen Pemberdayaan Desa dibawah Kemendagri dan Ditjen Cipta Karya dibawah Kementrian Pekerjaan Umum. Tentu saja untuk mensukseskan UU Desa, koordinasi lintas lembaga pemerintahan akan menjadi kunci utama. 5 Adanya implementasi UU No 6 Tahun 2014 membawa dampak negatif bagi daerah yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai desa adat. Salah satunya adalah desa adat yang berada di Provinsi Bali, disebutkan bahwa : Bali mungkin salah satu daerah yang paling tersentuh oleh pasalpasal yang ada dalam UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Apalagi untuk pertama kalinya keberadaan desa adat diakui secara hukum setingkat UU. Namun setelah dikaji dan dicermarti, beberapa pasal dalam UU Desa ini tidak sejalan dengan kondisi rill dan harapan masyarakat adat/pakraman di Bali sehingga penerapannya akan sulit. Seperti apa yang tertuang di dalam menimbang, terkesan hanya melihat dan merespon perubahan dan dinamika social secara materiil yang terjadi saat ini di Indonesia, juga soal manajemen pemerintahan di tingkat desa. Budiman Sujatmiko menjelaskan bahwa : Munculnya UU Desa merupakan hak usul bagi desa karena adanya otonomi atau dengan kata lain hak untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya. Maka dari itu perlu adanya asas desentralisasi atau dengan kata lain asas pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada desa sebagai upaya untuk melibatkan masyarakat desa di dalam pembangunan nasional. Dari beberapa berita diatas, dapat penulis ambil kesimpulan bahwa di dalam dinamika masyarakat saat ini sedang terjadi keberagaman pendapat mengenai implementasi UU Desa. Pihak-pihak yang sangat mendukung adanya 5
Diakses dari http://aceh.tribunnews.com/2015/03/05/pelaksanaan-uu-desa-dan-kesiapan-kita pada tanggal 18 Oktober 2016 pukul: 07.23 WIB
6
UU desa adalah salah satu anggota legislatif dari Fraksi PDIP–Perjuangan (Budiman Sujatmiko) beliau adalah inisiator dari lahirnya UU Desa ini, beliau juga menjadi wakil ketua pansus UU Desa, yang pada saat ini sedang giat-giatnya mensosialisasikan UU Desa tersebut. Namun, menurut anggota legislatif dari Fraksi PPP (Amirul Tamim) menjelaskan bahwa masih banyak terdapat kendala yang serius dalam implementasi UU Desa, meliputi : adanya kepala desa yang tersangkut kasus hukum karena pengelolaan Dana Desa yang tidak benar dan rendahnya tingkar pendidikan aparar desa. Beliau juga menambahkan bahwa rendahnya tingkat pendidikan aparat desa menjadi kendala terbesar dalam implementasi UU Desa. Selain itu, masalah lain yang muncul dengan adanya UU Desa adalah terjadinya dualisme manajemen pemerintahan desa studi kasus di daerah Bali, padahal di dalam UU Desa dimandatkan pilihan salah satu bentuk desa yaitu, desa dinas atau desa adat. Dari banyaknya masalah yang timbul akibat implementasi UU Desa, secara umum merujuk pada tingkat akuntabilitas penggunaan Dana Desa yang masih sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kesiapan SDM Aparat desa yang masih belum kompeten di dalam mengelola dan menggunakan Dana Desa, hal ini membuat bentuk pelaporan pertanggungjawaban semakin tidak teratur. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang bentuk akuntabilitas yang dilakukan aparat Pemerintah Desa Ngabean untuk mendapatkan hasil penyerapan Dana Desa.
7
Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabean karena pada tahun 2015 di awal turunnya dana desa, pemerintah Desa Ngabean merupakan salah satu desa di Kabupaten Magelang yang saat diaudit oleh Inspektorat Kabupaten Magelang dinyatakan bahwa penggunaan dana desa sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.6 B. Rumusan Masalah Bagaimana Luaran Penyerapan Dana Desa dalam Rangka Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Desa Ngabean Kabupaten Magelang TA 2015. C. Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui jumlah penyerapan Dana Desa Ngabean Tahun Anggaran 2015
2.
Mengetahui bentuk-bentuk luaran penyerapan Dana Desa Ngabean Tahun Anggaran 2015
3.
Mengukur tingkat akuntabilitas Dana Desa Ngabean Tahun Anggaran 2015
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis a.
Sarana pengembangan kajian ilmu tentang Tata Kelola Keuangan Publik
b.
Sebagai upaya untuk menyempurnakan UU Desa No 6 Tahun 2014 agar sesuai dengan situasi dan kondisi
c.
Berhubung penelitian tentang UU Desa masih jarang dilakukan karena pelaksanaannya yang baru dimulai pada tahun 2015, maka
6
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan bendahara Desa Ngabean, Bu Ruri
8
penelitian ini bisa dijadikan sumber referensi bagi peneliti lainnya. 2.
Manfaat Praktis a.
Bagi pemerintah 1) Sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk Kementrian Desa dan Daerah Tertinggal terkait Implementasi Dana Desa 2) Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi yang dapat dipergunakan oleh pihak terkait dalam mengambil keputusan tentang kebijakan Dana Desa
b.
Bagi Aparat Desa 1) Dapat menjadi sumber pemasukan kebijakan terkait dengan pelatihan dan pendidikan bagi aparat desa guna menunjang kemampuan untuk membuat laporan pertanggungjawaban yang dapat diukur hingga luaran penyerapan Dana Desa. 2) Aparat desa akan mengetahui mekanisme pengelolaan Dana Desa
c.
Bagi Mahasiswa 1) Memberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa suatu kebijakan pasti akan ada yang mendukung dan menolak UU Desa No 6 Tahun 2014 2) Sebagai bahan kajian untuk olah fikir implementasi UU Desa
9
E. Kerangka Dasar Teori Unsur yang sangat fundamental dalam kegiatan penelitian adalah teori. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan7 Maka dari itu, teori menjadi sangatlah penting untuk kita cantumkan kedalam penelitian ini, supaya penelitian ini lebih rapi dan tersistematis. 1.
Teori tentang Desa Desa di dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Desa disebutkan bahwa desa dibedakan dengan kelurahan. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui negara, sedangkan kelurahan adalah administrasi pemerintahan di bawah kecamatan yang merupakan wilayah pelayanan administrasi dari kabupaten/kota. Para ahli mendefinisikan desa sebagai berikut:
7
John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993) hal 120.
10
Menurut Bintaro (1968:95) Desa adalah suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial ekonomi, politis, dan kultural yang terdapat disitu dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lain.8 Menurut Bournen (1971:19) Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama sebanyak beberapa ribu orang, hampir semuanya saling mengenal, kebanyakan yang termasuk di dalamnya hidup dari pertanian, perikanan, dan sebagainya usahausaha yang dapat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak alam. Dan dalam tempat tinggal itu, terdapat banyak ikatan-ikatan keluarga yang rapat, ketaatan, dan kaidah-kaidah social.9 Menurut Beratha (1982:27) Desa atau dengan nama aslinya yang setingkat yang merupakan kesatuan masyarakat hukum berdasarkan susunan asli adalah suatu badan hukum dan adalah pula badan pemerintahan, yang merupakan bagian wilayah kecamatan atau wilayah yang melingkupinya.10 Menurut Soenardjo (1981:11) Desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya; memiliki ikatan lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena satu keturunan yang sama
8
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Cet:6, Jakarta, Erlangga, 2014, 9 Ibid 10 Ibid
11
maupun karena sama-sama memiliki kepentingan politik, ekonomi, sosial dan keamanan, memiliki susunan pengurus yang dipilih bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.11 2.
Teori Pemerintahan Desa Menurut UU No 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa : Pemerintahan desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.12 Di dalam mengelola suatu wilayah atau disebut dengan desa, dibutuhkan satu aktor utama yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kebutuhan masyarakat tersebut, supaya desa tersebut lebih maju, berdaya saing sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku di wilayah tersebut. Agar normanorma adat dan pelayanan kebutuhan masyarakat dapat berlaku, dibutuhkan suatu lembaga yang mengurusi kegiatan-kegiatan tersebut. Yakni lembaga pemerintah (eksekutif) yang bertugas memenuhi kebutuhan masyarakat serta menjaga norma-norma adat istiadat setempat. Menurut UU No 6 Tahun 2014 Pasal 23 disebutkan bahwa : pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa.13 Maka dari itu, berdasarkan penjelasan UU diatas, pihak yang menjadi aktor utama penyelenggara pemerintahan desa adalah pemerintah Desa.
11
Ibid Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab 1 pasal 1 aya3 13 Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab V, Pasal 23 12
12
Di dalam UU No 6 Tahun 2014 Pasal 25 menyebutkan bahwa pihak yang bertanggung jawab dalam pemerintah desa yakni: Pemerintahan Desa sebagaimana
dimaksud dalam pasal 23
adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain.14 Lebih lanjut diatur di dalam UU Desa pasal 24 tentang asas-asas penyelenggaraan pemerintahan desa meliputi15: a.
Kepastian Hukum
b.
Tertib penyelenggaraan pemerintahan
c.
Tertib kepentingan umum
d.
Keterbukaan
e.
Proporsionalitas
f.
Profesionalitas
g.
Akuntabilitas
h.
Efektivitas dan efisiensi
i.
Kearifan Lokal
j.
Keberagaman
k.
Partisipatif
Di dalam UU Desa pasal 48 tentang perangkat desa disebutkan bahwa : perangkat desa terdiri atas16: a.
Sekretariat Desa
b.
Pelaksana kewilayahan
c.
Pelaksana teknis
Kartohadikoesoemo (1984:208) menjelaskan bahwa menurutnya, sesuai dengan ajaran Montesquie sejak berabad-abad lalu, di desa ada pemisahan antara kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif. 14
Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab V, Pasal 25 Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab V, Pasal 24 16 Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab V, Pasal 48 15
13
Jadi di desa berlaku ajaran trias politica. Tetapi cocok dengan pendapat Rousseau, tiga badan kekuasaan tersebut tidak dipisahkan secara tajam, melainkan dikoordinasikan dalam badan hukum yang berkuasa tertinggi di desa yakni rapadesa.17 Menurut Didik G. Suharto (2016:70) menjelaskan bahwa pada umumnya pemerintahan desa di Indonesia bentuknya di zaman dulu menurut hukum adat adalah kolegial. 3.
Teori Akuntabilitas Publik Akuntabilitas
telah
dianggap
sebagai
suatu
konsep
dasar
(Glynn,1993:15) dan merupakan gagasan yang abadi dan kunci (Gendron et al,2001:282) di dalam manajemen sektor publik. Istilah akuntabilitas berarti sesorang yang bertanggung jawab untuk melaporkan jumlah akun keuangan terhadap suatu akun dengan akun lainnya. Namun, istilah tersebut sulit dipahami (Sinclair,1955:219) maka makna telah melebar di luar definisi dasar melaporkan jumlah akun keuangan (Mulgan, 2000:555). Akuntabilitas menurut Tuuner dan Hulme (1997) merupakan konsep yang kompleks yang lebih sulit mewujudkannya dari pada memberantas korupsi.18 Menurut (Mardiasmo,2002) adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat) bukan hanya pertanggungjawaban vertical (otoritas yang lebih tinggi).19 Dalam dunia literasi, definisi akuntabilitas dibentuk oleh sosial dan konteks politik (Day dan Klein, 1987:2). Setidaknya terdapat lima bentuk 17
Didik G. Suharto, Membangun Kemandirian Desa,(Cet: I, April 2016), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2016, h: 70 18 Faishal Khalid, Tesis Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja:Studi Kasus Pada Direktorat Pembinaan SLB, FISIP UI, 2010, H:30 19 Ibid H:30
14
akuntabilitas yang dapat teridentifikasi (Sinclair, 1995:223) yakni politik, manajerial, publik, professional dan pribadi. Berikut adalah penjelasannya20 : a.
Akuntabilitas kejujuran dan legalitas bertujuan untuk menjamin bahwa dana yang digunakan harus sesuai dengan rencana sebelumnya dan memantaunya agar sesuai dengan aturan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan yang telah diambil sesuai dengan kewenangannya.
b.
Proses akuntabilitas bertujuan untuk memastikan bahwa prosedur yang digunakan untuk melaksanakan tugas harus sesuai.
c.
Akuntabilitas Efisiensi difokuskan pada cara penggunaan sumber daya yang hemat.
d.
Kinerja akuntabilitas bertujuan untuk memastikan bahwa kinerja yang dicapai memenuhi standar yang ditetapkan.
e.
Akuntabilitas
Kebijakan
merupakan
pertanggungjawaban
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui standar kriteria yang sudah dibuat. Akuntabilitas telah datang sebagai sebuah istilah umum untuk setiap mekanisme yang membuat lembaga kuat semakin responsif terhadap publik. Terdapat sebuah studi tentang akuntabilitas yang menjelaskan bahwa sesuatu harus dimulai dari analisis makna inti dari istilah dan mencari hubungan
20
Mahmoud Ezzamel, Noel Hyndman, Åge Johnsen and Irvine Lapsley, Accounting in Politics Devolution and democratic accountability, New York, Taylor & Francis Group, 2008, H: 39
15
dengan kata kunci lainnya seperti tanggung jawab, kontrol, dan respon. Inti makna akuntabilitas adalah pendekatan terbaik dalam kehidupan sehari-hari untuk mendelegasikannya kekuasaan.21 Di banyak kehidupan kita sehari-hari, kita sering membutuhkan bantuan orang lain yang lebih kompeten atau ahli atau dengan kata lain membutuhkan tenaga profesional untuk membantu menyelesaikan masalah yang kita alami. Karena kita tidak memiliki kemampuan yang mereka miliki. Misalnya kita membutuhkan dokter untuk menyembuhkan penyakit, pengacara untuk membantu dalam penanganan kasus hukum, ahli komputer, bank, perusahan asuransi, agen perjalanan, dll. Selain itu, kita juga membutuhkan kekuasaan pemerintah untuk menyediakan hukum dan ketertiban bagi kebermanfaatan masyarakat secara umum. Namun setelah kita mempercayakannya kepada orang ataupun lembaga, apa jaminan yang dapat kami terima bahwa mereka benar-benar mengejar kepentingan kita atau hanya kepentingan mereka ? Bagaimana kita bisa meminta ganti rugi apabila kita dirugikan ? Inti dari delegasi adalah untuk memberdayakan orang lain untuk membuat keputusan mereka sendiri dan menggunakan penilai mereka sendiri tentang cara terbaik untuk melayani kami. Walaupun, orang-orang yang telah diberikan kekuatan tersebut cenderung menggunakannya untuk mendukung kepentingan diri mereka sendiri dengan mengorbankan klien mereka sendiri.
21
Mulgan R.G, Holding Power to Accoun: Accountability in Modern Democracies, UK, Palgrave Macmillan, 2003, H: 19
16
Dewasa ini, terdapat pemikiran yang terjadi di kalangan masyarakat bahwa orang-orang tidak bisa menjadi apa yang mereka inginkan karena keadaan mereka yang terjadi saat ini. Pada dasarnya pemikiran ini akan mencegah timbulnya tumbuh dan berkembangnya seseorang. Dengan kata lain seseorang akan berada pada titik stagnasi (tetap). Budaya merasa dia tidak bisa berubah dan bangkit dari kegagalan dan hanya menginginkan perubahan yang instan dan cepat tanpa adanya usaha sekarang sedang menjangkiti kalangan muda Amerika. Mereka menolak budaya untuk tumbuh, dan alhasil perekonomian Amerika yang semakin parah. Bailout semakin terjadi di mana-mana. Sejenak kemudian munculah pertanyaan tentang siapa yang akan bertanggung jawab atas keadaan ini ? Sayangnya para elit politik menunjukkan kegaduhan untuk saling menyalahkan, Partai Demokrat menuding Partai Republik yang salah ataupun sebaliknya. Para pihak eksekutif dan pemilik berpura-pura tidak melakukan sesuatu yang salah. Terdapat sebuah perumpamaan yang berbentuk garis tipis tentang pemisah antara kesuksesan dan kegagalan. Dibawah garis tipis merupakan orang-orang pembuat alasan, menyalahkan orang lain, kebingungan, dan bersikap tidak berdaya. Sementara yang berada di atas garis tipis adalah mereka yang memiliki rasa realitas, kepemilikan, komitmen, solusi untuk masalah, dan penentu tindakan.
17
Seorang pemenang berada di atas garis tipis yang kemudian kita sebut sebagai Above The Line, mereka adalah orang-orang yang didukung dengan komitmen dan kerja keras. Sementara yang kalah berada di bawah garis tipis yang kemudian kita sebut sebagai Below The Line. Berikut adalah diagram yang akan membantu anda untuk memvisualisikan posisi Above The Line dan Below The Line.22
22
Rogger Connors, Tom Smith, Craig Hickman, The Oz principle : Getting Results Through Individual and Organizational Accountability, 1994, H:28
18
Gambar 1. Below The Line
Di dalam sebuah garis pemisah seperti yang nampak di bagan atas terdapat 2 buah bagan yang berada di atas garis (Above The Line) dan bagan yang berada di bawah garis (Below The Line). Above The Line merupakan kapasitas seseorang atau sebuah organisasi yang memiliki akuntabilitas, terdapat beberapa langkah untu mencapai kondisi Above The Line, Pertama mengakui secara sadar kondisi yang terjadi bahwa rintangan itu pasti ada dan
19
tidak semua orang bisa melampauinya karena rintangan yang begitu besar dan sulit. Kedua seseorang harus memiliki rasa tanggung jawab diri. Ketiga memecahkan masalah menjadi realitas yang dapat ditemukan dan carikan solusi untuk masalah yang mungkin dulu belum di pikirkan dan menghindari perangkap Below The Line sebagai hambatan yang hadir sendiri. Keempat laksanakan tahapan yang ada dengan kemauan, komitmen dan keberanian untuk mengikuti solusi-solusi yang telah anda identifikasi. Sedangkan Below The Line merupakan keadaaan dimana seseorang ataupun sebuah organisasi baik secara sadar ataupun tidak sadar menghindari akuntabilitas (pertanggungjawaban) untuk hasil individu atau kolektif mereka terjebak di dalam “lingkaran Korban”. Mereka merasa kehilangan semangat dan kemauan hingga akhirnya mereka merasa tidak berdaya. Padahal hanya dengan mereka memanjat line untuk mendapatkan akuntabilitas mereka sudah berada di Above The Line. Penyakit
ini
muncul
dengan
cara
sering
mengabaikannya
akuntabilitas, menyangkal jawaban mereka, menyalahkan orang lain atas keadaan mereka, mengutip kebingungan sebagai alasan untuk tidak bertindak, meminta kepada orang lain untuk memberitahu mereka apa hal-hal yang harus mereka lakukan, mereka mengklaim dirinya tidak bisa melakukannya, atau mereka hanya akan menunggu akan ada suatu hal ajaib yang akan terjadi tanpa ada campur tangannya.
20
Berikut adalah contoh bentuk akuntabilitas pengelolaan keuangan publik di negara Amerika Latin dan Karibean yang dianggap berhasil memperbaiki kualitas belanja publik. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi permasalahan melalui prespektif regional, yakni : Pertama menganalisa kekuatan dan kelemahan lintas sektor pengelola keuangan publik dan sistem pengadaan, Kedua mengetahui karakteristik dan pelajaran yang dapat diambil dari program reformasi Di dalam penilaian akuntabilitas keuangan publik, kedua negara diatas menerapkan penilaian yang dilakukan oleh Bank Dunia dengan mitra kerja pemerintah secara berkala 5 tahun sekali.23 Yakni, Country Financial Accountability Assessment (CFAAs) dan Country Procurement Assessment Report (CPARs). Teknik yang dilakukan oleh CFAAs di dalam menilai akuntabilitas keuangan publik melalui identifikasi kekuatan dan kelemahan sistem manajemen keuangan. CFAAs memiliki peran sebagai fasilitator pemahaman bersama antara pemerintah dengan mitra pemerintah seberapa baik lembaga bertanggung jawab untuk mengelola keuangan publik. Sedangkan CPARs bertujuan untuk; Pertama menyediakan informasi yang komprehensif tentang sistem pengadaan sektor publik di suatu negara termasuk (kerangka hukum, tanggung jawab organisasi, kontrol dan pengawasan, prosedur, dan kinerja), Kedua melakukan penilaian umum tentang kelembagaan, organisasi, dan resiko yang terkait dengan proses pengadaan termasuk (identifikasi praktek pengadaan yang tidak bisa 23
Omowunmi Ladipo, Alfonso Sánchez, and Jamil Sopher , Expenditures Revitalizing Reforms in Financial Managemenand Procurement, 2009, Washington DC, H: 20
21
dilakukan karena sumber pembiayaan dari bank), Ketiga mengembangkan rencana prioritas untuk perbaikan kelembagaan. Keempat menilai daya saing swasta dalam partisipasinya di proyek pengadaan publik dan praktek komersial yang terjadi. Di
dalam
melaksanakan
akuntabilitas
publik,
pemerintah
berkewajiban untuk memberikan informasi sebagai bentuk pemenuhan hakhak publik24, yakni :
4.
a.
Hak untuk tahu (right to know)
b.
Hak untuk diberi informasi (right to be informed)
c.
Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heared and to be listened)
Teori Keuangan Desa Menurut UU No 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 10 menjelaskan bahwa : Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.25 Lebih lanjut diatur di dalam pasal 71 ayat 2 bahwa : Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa.26
24
Faishal Khalid, Tesis Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja:Studi Kasus Pada Direktorat Pembinaan SLB, FISIP UI, 2010, H: 36 25 Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab 1, Pasal 10 26 Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab VIII, Pasal 71
22
Pasal 72 menjelaskan bahwa27 : a.
Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 71 ayat 2 bersumber dari : 1) Pendapatan asli desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa. 2) APBN. 3) Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota. 4) Alokasi Dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. 5) Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. 6) Hibah dan sumbangan yang tidak mengikadari pihak ketiga. 7) Lain-lain pendapatan desa yang sah.
b.
Alokasi Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan.
c.
Bagian hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d paling sedikit 10 % dari pajak dan retribusi daerah.
d.
Dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.
e.
Dalam rangka pengelolaan keuangan desa, kepala desa melimpahkan sebagaian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk.
27
Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014,Bab VIII,Pasal 72
23
f.
Bagi kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4, pemerintah dapat melakukan penundaan atau pemotongan sebesar alokasi dan perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke desa.
Dijelaskan di dalam pasal 73 tentang keuangan desa bahwa28 : a.
APBDes terdiri atas bagian pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa.
b.
RAPBDes diajukan oleh kepala desa dan dimusyawarahkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.
c.
Sesuai dengan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 2, kepala Desa menetapkan APBDes setiap tahun dengan peraturan desa.
Pasal 74 menjelaskan bahwa29 : a.
Belanja desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati dalam musyawarah desa dan sesuai dengan prioritas pemerintah daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah.
b.
Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.
28 29
Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab VIII, Pasal 73 Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab VIII, Pasal 74
24
Pasal 75 menyebutkan bahwa30 : a.
Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa.
b.
Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kepala desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa.
c.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keuangan desa diatur dalam peraturan pemerintah,
5.
Teori Akuntabilitas Keuangan Di negara-negara maju penggunaan media akutansi menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari apapun karena keberadaannya yang sangat penting bagi para pemangku kepentingan (stakeholder). Lembaga swasta ataupun lembaga publik dengan senang hati memberikan informasi mengenai laporan keuangannya. Hal ini sangat berkebalikan dengan kondisi di Indonesia
yang
mayoritas
masih
enggan
untuk
berbagi
informasi
keuangannya di hadapan stakeholder. Di dalam penyampaian laporan keuangan tidak hanya disampaikan secara lisan saja, melainkan harus disampaikan pula melalui laporan secara tertulis dan dipublikasikan secara langsung baik melalui media massa ataupun media online lainnya agar stakeholder mengetahui besaran pengeluarannya. Terdapat dua alasan pemerintah mempublikasikan laporan keuangan31, yakni :
30 31
Republik Indonesia, Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Bab VIII, Pasal 75 Faishal Khalid, Tesis Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja:Studi Kasus Pada Direktorat Pembinaan SLB, FISIP UI, 2010, H: 36
25
a.
Dari sisi internal, laporan keuangan merupakan alat pengendalian dan evaluasi kinerja bagi pemerintah secara keseluruhan maupun unit-unit kerja
di
dalamnya.
pertanggungjawaban
Laporan internal
keuangan (internal
merupakan acountabillity),
bentuk yaitu
pertanggungjawaban kepala satuan kerja kepada atasannya. b.
Dari sisi pemakai eksternal, laporan keuangan pemerintah merupakan bentuk pertanggungjawaban eksternal (eksternal acountabillity), yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat, investor, kreditor, lembaga donor, pers, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan akan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Jadi secara umum dengan adanya laporan yang dipublikasikan kepada
para pemangku kepentingan, merupakan salah satu bentuk akuntabilitas. Dengan adanya laporan keuangan para pemangku kepentingan akan dengan mudah dapatmenilai tingkat akuntabilitas. Apabila akuntabilitas semakin tinggi nilainya maka pihak pemerintah melakukannya sesuai dengan tanggung jawabnya. Dan apabila nilai akuntabilitasnya rendah, maka akan berindikasi kepada tingginya korupsi.
26
Menurut Nordiawan, Sondi Putra dan Rahmawati (2007), agar dapat mencapai kualitas yang dikehendaki, laporan keuangan pemerintah harus memenuhi 4 karakteristik kualitatif32, yaitu : a.
Relevan, apabila informasi yang disajikan tepat waktu, lengkap dan informasi yang terkandung di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu ataupun
masa
kini,
memprediksi
masa
depan
dan
menegaskan/mengoreksi hasil evaluasi mereka. b. Andal, berarti informasi yang disajikan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi c.
Dapat dibandingkan, informasi yang termuat di dalam laporan keuangan akan lebih berguna apabila bisa dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya.
d. Dapat dipahami, berarti informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. 6.
Luaran Anggaran Munandar (2000) mendefinisikan anggaran ialah suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan yang dinyatakan dalam unit kesatuan moneter dan berlaku untuk jangka waktu
32
Faishal Khalid, Tesis Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja:Studi Kasus Pada DirektoraPembinaan SLB, FISIP UI, 2010, H: 37
27
tertentu33. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa anggaran mempunyai 3 kegunaan pokok, yaitu : a.
Sebagai pedoman kerja dan pemberi arah serta sekaligus memberikan target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.
b.
Sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian yang terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik, untuk menuju sasaran yang telah ditetapkan.
c.
Sebagai alat pengawasan kerja yaitu sebagai alat pembanding untuk menilai realisasi kegiatan perusahaan. Sementara itu, menurut Purwanto (2005) anggaran mempunyai fungsi
yaitu34 : a.
Alat perencanaan, merencanakan tindakan apa yang dilakukan pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.
b.
Alat pengendalian, memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
c.
Alat kebijakan fiskal, mendorong dan memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
33
Diakses dari http://e-journal.uajy.ac.id/3094/3/2EA16061.pdf pada tanggal 23 oktober 2016, pukul: 20.00 wib H: 11 34 Ibid, H: 12
28
d.
Alat politik, bentuk komitmen eksekutif dan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu.
e.
Alat koordinasi dan komunikasi, mendeteksi terjadinya inkonsisten suatu unit kerja dan alat komunikasi dalam lingkungan eksekutif
f.
Alat penilaian kerja, pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran.
g.
Alat motivasi, memotivasi manager dan staf agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisiensi dalam mencapai target dan tujuan organisasi.
Menurut Salomon (2005), terdapat tiga jenis anggaran35, yaitu : a.
Line item budgeting/traditional budgeting, yaitu sistem penganggaran yang disusun berdasarkan fungsi organisasi. Bertujuan untuk mengontrol keuangan dan berorientasi pada input organisasi serta pendekatannya melalui kenaikan bertahap, dalam praktiknya indikator keberhasilannya adalah kemampuan menyerap anggaran.
b.
Planning programing budgeting system yaitu penyusunan anggaran yang berorientasi pada rasionalitas dengan menjabarkan anggaran dalam program-program, sub-program dan proyek, dalam hal ini yang diukur adalah biaya dan manfaat.
c.
Performance budgeting yaitu anggaran yang berorientasi pada kinerja yaitu sistem penganggaran yang berorientasi pada outpuorganisasi dan berkaitan dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi.
35
Ibid, H: 13-14
29
Menurut (Lane dan BPKP,2000) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas36. Hal ini sesuai dengan fungsi anggaran poin ke 6 tentang penilaian kinerja, yang diukur melalui perbandingan target dengan pelaksanaannya. Lebih lanjut pengukuran kinerja merupakan jembatan antara perencanaan strategis dengan akuntabilitas (LAN dan BPKP,2000). Prinsip dan Tujuan penganggaran berbasis Kinerja37, meliputi : a.
Alokasi Anggaran Berbasis Kepada Kinerja (output and result oriented) Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien. Dalam hal ini program/kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana.
b. Fleksibilitas Pengelolaan untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas. Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu
36
Ibid, H: Faishal Khalid, Tesis Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja:Studi Kasus Pada DirektoraPembinaan SLB, FISIP UI, 2010, H: 42 37 Diakses dari http://e-journal.uajy.ac.id/3094/3/2EA16061.pdf pada tanggal 23 oktober 2016, pukul: 20.00 wib H: 18
30
kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara seorang manager unit kerja bertanggung jawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (hasil). c.
Money Follow Function, function followed by structure Money Follow Function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku). Jadi adanya penganggaran berbasis kinerja dapat mengendalikan dan
mengarahkan setiap program dan kegiatan agar sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat di awal. Selain itu, dengan adanya perencanaan anggaran berbasis kinerja akan memberikan gambaran kepada setiap kepala satuan kerja agar lebih selektif di dalam menentukan program atau kegiatan untuk kemudian dibuat skala prioritas, sehingga dapat mengurangi overlay dan duplikasi pembiayaan.
31
F. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
32
G. Definisi Konseptual 1.
Program adalah Rangkaian
kegiatan
yang
dilakukan
oleh
pemerintah
dalam
menjalankan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan dari NKRI yakni mensejahterakan masyarakat Indonesia baik berupa pemberian fasilitas infrastruktur maupun suprastruktur. 2.
Kegiatan adalah Segala aktifitas, usaha, ataupun pekerjaan untuk mengerahkan sumber daya yang ada melalui perseorangan ataupun kelompok yang berupa badan, lembaga, instansi pemerintah, ataupun organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan di awal perencanaan.
3.
Anggaran adalah Rencana keuangan yang disusun
secara sistematis dalam bentuk
angka dan berisi program-program yang telah disepakati serta berlaku secara periodik untuk masa yang akan datang. Meliputi seluruh kegiatan yang dilakukan di dalam instansi pemerintah ataupun organisasi yang dinyatakan dalam unimoneter. 4.
Luaran adalah Hasil ideal yang ingin dicapai oleh suatu organisasi yang telah menetapkannya di awal perencanaan kegiatan yang telah tersusun di dalam dokumen rencana kerja dan anggaran. Hal ini berguna untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien.
33
H. Definisi Operasional Luaran penyerapan Dana Desa diukur dengan : 1.
Anggaran yang berorientasi kepada kinerja
2.
Pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja.
3.
Anggaran yang menggunakan nilai-nilai value for money (efektif, ekonomis, dan efisien)
4.
Penentuan cara dan tahapan kegiatan yang fleksibel (leluasa) untuk mencapai kelurahan yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan di awal.
Akuntabilitas Keuangan diukur dengan : 1.
Informasi yang disajikan tepat waktu, lengkap dan informasi yang ada di dalamnya relevan untuk menjadi bahan pertimbangan mengambil keputusan.
2.
Informasi yang disajikan bebas dari pengertian yang menyesatkan, dapat menyajikan setiap fakta secara jujur, dan dapat diverifikasi.
3.
Informasi yang termuat di dalamnya dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya.
4.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dengan menggunakan istilah yang dapat dipahami pula oleh para pengguna.
I.
Metode Penelitian 1.
Jenis Kualitatif Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif, yakni penelitian yang menekankan pada pendeskripsian sebuah obyek masalah yang
34
diteliti. Jadi bentuk dari hasil laporan yang menggunakan metode kualitatif akan berbentuk narasi panjang. Dengan adanya penelitian menggunakan metode kualitatif proses temuan masalah akan lebih lengkap dan komprehensif. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui informasi tentang Luaran penyerapan Dana Desa Ngabean Kabupaten Magelang TA 2015 2.
Jenis dan Sumber Data Primer dan Sekunder Berdasarkan sumber pengambilan data dibedakan menjadi dua macam yakni: data primer dan data sekunder. a.
Data Primer: Data Primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukan. Data primer juga disebut dengan data asli atau baru. Contoh: Data Hasil Wawancara38. Berikut adalah daftar narasumber yang akan peneliti wawancarai : No
Narasumber
Metode
1
Lurah Desa Ngabean
Wawancara
2
Bendahara Desa
Wawancara
2
Kadus Senobayan
Wawancara
3
Kadus Komprengan
Wawancara
4
Kadus Kenayan
Wawancara
5
Kadus Batu
Wawancara
Tabel 1. Contoh Tabel Data Hasil Wawancara 38
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik,Cetakan kedua,Jakarta,PBumi Aksara,2006,h 19
35
b. Data Sekunder: Data sekunder merupakan data yang diambil dari referensi studi kepustakaan (berasal dari sumber-sumber yang telah ada) untuk kemudian menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya. Dalam penelitian ini, data sekunder berasal dari: No
Dokumen
Metode
1
LPJ Dana Desa TA 2015
Dokumentasi
2
Laporan APBDes TA 2015
Dokumentasi
3
RPJMDes 2010-2015
Dokumentasi
4
PP 43 Tahun 2014
Dokumentasi
5
Profil Desa Ngabean
Dokumentasi
Tabel 2. Data-data Sekunder 3.
Teknik Pengumpulan Data a.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Wawancara Wawancara merupakan teknik yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dengan cara peneliti mendatangi narasumber dan memulai wawancaranya lalu setelah selesai data yang sudah peneliti terima akan dianalisis.
2) Observasi
36
Teknik ini memungkinkan peneliti untuk bisa menarik kesimpulan dari makna dan sudut pandang responden. Teknik ini memudahkan peneliti untuk menganalisis data. 3) Dokumentasi Teknik ini memungkinkan peneliti untuk mengambil data dengan cara memotresetiap kejadian yang ada, mendokumentasikan hasil kunjungan lapangan.
4.
Teknik Analisa Data Data yang sudah dikumpulkan tidak akan menjadi sebuah informasi yang dapat menjadi sumber rujukan dalam mengambil keputusan apabila data tidak diolah dan dianalisis. Baik jumlah data yang dikumpulkan banyak ataupaun sedikit, maka segeralah untuk dianalisis gejala yang terjadi dan temukan kesimpulannya. Proses analisis data di dalam penelitian kualitatif digambarkan oleh Strauss & Corbin sebagai berikut39 : Data dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil untuk diteliti dengan seksama, bandingkan persamaan dan perbedaan dari pertanyaan yang ditanyakan tentang fenomena yang muncul. Melalui proses ini akan muncul asumsi hasil pengamatan penelitian yang dapat mengarah kepada munculnya penelitianpenelitian baru.
39
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Cet:II, Yogyakarta, Penerbit Tiara Wacana, 2006, H: 21
37
a.
Teknik Analisa Data Model Interaktif Teknis analisa data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah menggunakan komponen analisis data model interaktif (Interactive Model)40. Berikut adalah bagan analisa data model interaktif :
Bagan 1. Analisa Data Model Interaktif Proses-proses analisis pada bagan diatas akan dijelaskan kedalam tiga tahapan langkah berikut: 1) Reduksi Data Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh dari lapangan nanti.
40
Matthew B.Miles & A. Michael Huberman, , Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI, Press, 1992, hlm:20
38
2) Penyajian Data Deksripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif yang lazim digunakan adalah dalam bentuk teks naratif. 3) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperolehnya di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas, dan proposisi. Periset yang berkompeten akan menangani kesimpulan-kesimpulan itu secara longgar, tetap terbuka dan skeptis, tetapi kesimpulan telah disediakan. Selama penelitian masih berlangsung, setiap kesimpulan telah disediakan. Selama penelitian masih berlangsung, setiap kesimpulan yang ditetapkan akan terus-menerus diverifikasi hingga benar-benar diperoleh konklusi yang valid dan kokoh. 5.
Teknik Analisis Dokumen Dalam dunia paradigma kualitatif terdapat 2 perbedaan istilah41, yakni: record dan dokumen. Menurut Guba dan Lincoln (1981) dengan singkat membedakannya sebagai berikut: record segala catatan tertulis yang disiapkan seseorang atau lembaga untuk pembuktian sebuah peristiwa atau menyajikan perhitungan, sedangkan dokumen adalah barang yang tertulis
41
A. Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitati, Cet: 7, Bandung, PT Dunia Pustaka Jaya, 2012, H: 111
39
atau terfilmkan selain record yang tidak disiapkan khusus atas permintaan penelitian. Termasuk bukti catatan atau record adalah manifest penerbangan, catatan akuntan, surat nikah, akte kelahiran, sertifikat kematian, catatan militer, catatan bisnis, bukti sumbangan, bukti setoran pajak, berbagai direktori, dan lain sebagainya. Sementara itu yang termasuk dokumen, antara lain adalah surat, memoar, otobiografi, diary, jurnal, buku teks, surat wasiat, makalah, pidato, artikel, koran, editorial, catatan medis, pamflet propaganda, publikasi pemerintah, foto dan lain sebagainya. Menurut Guba & Lincoln (1981) merinci enam alasan, sebagai berikut42 : a.
Dokumen merupakan sumber informasi yang lestari, sekalipun dokumen itu tidak lagi berlaku.
b.
Dokumen merupakan bukti yang dapat dijadikan dasar untuk mempertahankan diri terhadap tuduhan atau kekeliuran interprestasi (penafsiran).
c.
Dokumen itu sumber data alami, bukan hanya muncul dari konteksnya, tapi juga menjelaskan konteks itu sendiri.
d.
Dokumen itu relatif mudah dan murah dan terkadang dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Peneliti tinggal menggalinya dalam tumpukan arsip.
e.
Dokumen merupakan sumber data non-reaktif, tatkala responden reaktif dan tidak bersahabat, peneliti dapat beralih ke dokumen sebagai solusi.
f.
Dokumen berperan sebagai sumber pelengkap dan pemerkaya bagi informasi yang diperoleh melalui interview atau observasi.
42
Ibid, H: 112
40