BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat
muslim
Indonesia
sebenarnya
memiliki
potensi
strategis
yang
layak
dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, dan secara kultural kewajiban zakat, berinfaq, dan sedekah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim. (Heryani 2005:1) Kedudukan kewajiban zakat dalam Islam sangat mendasar dan fundamental. Begitu mendasarnya sehingga perintah zakat dalam Al-Quran sering disertai dengan ancaman yang tegas. Zakat menempati rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Dalam Al-Quran seringkali kata zakat dipakai bersamaan dengan kata shalat, yang menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Jika shalat berdimensi vertikal–ke-Tuhanan (hablumminallah). Maka zakat merupakan ibadah yang berdimensi horizontal-kemanusiaan (hablumminannass). Zakat merupakan instrumen utama dalam ajaran Islam yang berfungsi sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan the have kepada the have not. Ia merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan
keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan. Agar zakat yang dikeluarkan oleh seseorang dapat mencapai sasaran penerima yang berhak, maka diperlukan organisasi yang khusus menangani zakat. Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) merupakan organisasi yang mendapat tanggung jawab (amanah) dari para muzakki untuk menyalurkan zakat yang telah mereka bayarkan kepada masyarakat yang membutuhkan secara efektif dan efisien. Kedudukan lembaga zakat dalam lingkungan yang semakin maju dan kompleks sangat penting, Dengan semakin majunya ummat, baik dari segi ekonomi, ilmu pengetahuan maupun keyakinan beragama, maka diharapkan jumlah muzakki (pembayar zakat) akan bertambah dan juga kuantitas zakat akan meningkat. Didin Hafidudin, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) (MediaIndonesia.Com:2010) mengatakan bahwa berdasarkan kajian Bank Pembangunan Asia “Asian Development Bank (ADB)” potensi zakat di Indonesia mencapai Rp100 Triliun, sementara zakat yang terkumpul oleh Baznas masih sangat kecil. Ia menuturkan, pada 2007 dana zakat yang terkumpul di Baznas mencapai Rp 450 Miliar, 2008 meningkat menjadi Rp 920 Miliar, dan pada 2009 tumbuh menjadi Rp 1,2 Triliun. Untuk mengoptimalkan pengelolaan zakat dibutuhkan manajemen zakat yang baik yang membutuhkan dukungan politik (political will) dari umara (pemerintah). Selain itu manajemen zakat juga membutuhkan dukungan sistem
informasi akuntansi dan sistem informasi manajemen yang baik. Tanpa dukungan tersebut pengelolaan zakat tidak akan efektif dan efisien. (Mahmudi 2003:1) Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dalam Bab III Undang-Undang No. 38 tahun 1999, dikemukakan bahwa organisasi pengelola zakat terdiri dari dua jenis, yaitu Badan Amil Zakat (pasal 6) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (pasal 7) yang dibentuk oleh masyarakat. Organisasi Pengelola Zakat (amilin), dalam hal ini Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan lembaga kepercayaan publik yang sensitif pada isu public trust (kepercayaan publik) dalam penghimpunan dan penyaluran dana zakat. Oleh karena itu BAZ dan LAZ Sebagai lembaga pemegang amanah, berkewajiban untuk mencatat setiap setoran zakat dari muzakki baik kuantitas maupun jenis zakat, kemudian melaporkan pengelolaan zakat tersebut kepada masyarakat dalam bentuk laporan keuangan. Ini juga sekaligus untuk memenuhi tuntutan dan ketentuan good governance yang meliputi transparency, responsibility, accountability, fairness, dan independency. (Dr. Setiawan Budi Utomo, Majalah Akuntan Indonesia Edisi No.2/Tahun I/Oktober 2007). Untuk melaksanakan fungsi ini diperlukan akuntansi. Jadi secara sederhana akuntansi zakat berfungsi untuk melakukan pencatatan dan pelaporan
atas penerimaan dan pengalokasian zakat. Mengingat pentingnya akuntabilitas dan transparansi sebagai lembaga publik, lembaga-lembaga zakat memerlukan standarisasi pelaporan agar publik dan pemangku kepentingan lainnya dapat memantau, dan menilai kinerja mereka serta memberikan umpan balik atas pertanggungjawaban pelaporan tersebut. Maka sejalan dengan hal tersebut IAI telah mengeluarkan exposure draft standar yang mengatur hal tersebut yaitu Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 109 (ED PSAK 109) tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana penerapan akuntansi zakat pada lembaga amil zakat, sehingga menjadi latar belakang penulis untuk mengadakan penelitian yang mengangkat judul: Studi Penerapan Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah pada Organisasi Pengelola Zakat : Studi Kasus Pada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah Cab. Makassar. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana penerapan akuntansi zakat dan infak/sedekah pada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah Cab. Makassar? 2) Apakah perlakuan akuntansi zakat dan infak/sedekah pada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah Cab. Makassar telah sesuai dengan ED PSAK No. 109?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah: 1) Untuk mengetahui bagaimana penerapan akuntansi zakat dan infak/Sedekah pada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah Cab. Makassar. 2) Untuk mengetahui apakah perlakuan akuntansi zakat dan infaq/sedekah pada Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah Cab. Makassar telah sesuai dengan ED PSAK No. 109. 1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan tentang zakat dan infaq/sedekah, akuntansi zakat dan infak/sedekah dan penerapannya, khususnya pada Organisasi Pengelola Zakat. 2) Bagi Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah Cab. Makassar dan OPZ lainnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan yang bermanfaat untuk akuntansi zakat dan infak/sedekahnya. 3) Bagi pihak-pihak lain, khususnya almamater Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang lebih baik.
1.5
Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan dalam penelitian ini disususn sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Membahas mengenai berbagai topik yang relevan dengan penelitian ini, yang berasal dari studi perpustakaan, literaturliteratur, artikel, internet, dan bacaan lainnya yang relevan dengan penelitian ini. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini membahas menegenai jenis penelitian, objek dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV: GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bab ini berisi sejarah singkat objek penelitian, visi dan misi, dan program-program kerja yang yang dilakukan. BAB V : PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang
perlakuan akuntansi zakat pada
Organisasi Pengelola Zakat yang meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan.
BAB VI: PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan dan saran yang dapat penulis berikan terkait permasalahan yang ada.