BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Pemerintah menyelenggarakan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan kesehatan primer di tingkat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), pelayanan kesehatan sekunder di tingkat rumah sakit dengan pelayanan spesialis, dan pelayanan kesehatan tertier yaitu rumah sakit dengan pelayanan sub spesialis. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan primer merupakan salah satu unit pelayanan publik terdepan pemerintah kabupaten/kota. Dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas disebutkan bahwa Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2004).
1
Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tenaga kefarmasian sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan, khususnya pelayanan kefarmasian. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan
obat
sebagai
komoditi
kepada pelayanan
yang komprehensif
(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) (Peraturan Pemerintah RI, 2009). Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan 2
perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014). Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (pharmaceutical care).
3
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, Apoteker dan Asisten Apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan RI, 2006). Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014). Peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan sistem pelayanan kesehatan di era Sistem Kesehatan Nasional diantaranya sebagai berikut : Menurut (Meliala, 2012) dari
peneliti Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, penting untuk segera menata sistem 4
rujukan pelayanan kesehatan. Setiap orang sakit seharusnya berobat lebih dahulu di fasilitas kesehatan primer, dan hanya yang benar-benar membutuhkan layanan dokter spesialis atau sub spesialis yang dirujuk ke rumah sakit. Idealnya, dari 1.000 pasien, hanya 21 orang yang dirujuk ke rumah sakit sekunder, dan 1 orang ke rumah sakit tertier. Agar masyarakat, khususnya kelompok menengah ke atas mau berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan primer, maka kualitas layanan kesehatan primer tersebut harus ditingkatkan, baik dari proses maupun peningkatan kompetensi dokter, termasuk cara berkomunikasi dengan pasien.
Kompasiana, 20 Juni 2014, Jam 13:11 WIB, dengan judul berita “ Malangnya Nasib Peserta BPJS Pada Era JKN (Kompasiana, 2014).
Di era jaminan kesehatan nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan (BPJS, 2014)
Menurut Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, Pemerintah akan memberlakukan akreditasi terhadap seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas
dalam
upaya
meningkatkan
mutu
pelayanan
kesehatan.
"Sebagai salah satu kontak pertama layanan kesehatan, Puskesmas harus bisa lebih
5
bermutu lagi memberikan layanan yang berorientasi pada customer sehingga pasiennya puas," (Mukti, 2014).
Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, dinyatakan bahwa pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI, 2004). Peningkatan kualitas pelayanan publik diharapkan akan dapat meningkatkan citra pemerintah di mata masyarakat, karena dengan kualitas pelayanan publik yang semakin baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat dapat terwujud. Pemerintah Kota Tegal tentunya juga dituntut untuk tetap dan terus meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dilihat dari evaluasi rapat kerja kesehatan daerah Jawa tengah tahun 2014 tentang gambaran umum capaian kinerja RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan SPM (Standar Pelayanan Minimal) serta MDGs bidang kesehatan bahwa Kota Tegal masih memberikan indikator yang rendah dalam pencapaian situasi umum kesehatan.
Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Puskesmas Margadana merupakan salah satu puskesmas dari delapan puskesmas yang ada di Kota Tegal yang berada di wilayah Kecamatan Margadana yang strategis berada di jalan utama jalur pantura sehingga akses transportasi umum mudah dijangkau oleh masyarakat. 6
Menurut Mills dan Gilson (1990) salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan kesehatan di negara berkembang adalah kesulitan atau kemudahan pencapaian sarana pelayanan kesehatan secara fisik, selain faktor pendapatan, harga, dan kualitas pelayanan kesehatan.
Di lihat dari aspek sistem pelayanan, Puskesmas Margadana sudah mempunyai sistem komputerisasi atau sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPus) terbaik berdasarkan pertemuan koordinasi pusat daerah penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas tahun 2011 oleh Kementerian Kesehatan. Kepuasan yang tinggi akan menunjukkan keberhasilan pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu. Pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu mempengaruhi pasien dalam hal menerima perawatan. Pasien akan cenderung mematuhi nasihat, setia dan taat terhadap rencana perawatan yang telah disepakati. Dilihat dari aspek jumlah penduduk, Kecamatan Margadana mempunyai kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi sehingga keberadaan Puskesmas Margadana sebagai salah satu unit pelayanan kesehatan yang vital diwilayahnya, akan tetapi sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama Puskesmas Margadana terjadi penurunan jumlah pasien (berdasarkan tabel 9. Kunjungan pasien rawat jalan) dan baru terjadi kenaikan di tahun 2014 di era Jaminan Kesehatan Nasional dengan sistem kapitasi, di sisi lain juga meningkatnya pelayanan kesehatan swasta yang semakin baik. Melihat potensi-potensi dan tantangan tersebut, Puskesmas Margadana dituntut 7
untuk meningkatkan mutu pelayanannya dimana mutu pelayanan akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien. Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengembangkan metode penilaian kinerja Puskesmas salah satunya dengan aspek mutu pelayanan, salah satu instrumen yang penting adalah kepuasan pasien (Departemen Kesehatan RI, 2007). Kepuasan pasien menjadi bagian yang integral dan menyeluruh dari kegiatan jaminan mutu pelayanan kesehatan. Artinya, pengukuran tingkat kepuasan pasien harus menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran mutu pelayanan kesehatan. Konsekuensi dari pola pikir yang demikian adalah dimensi kepuasan pasien menjadi salah satu dimensi mutu pelayanan kesehatan yang penting (Pohan, 2002). Peningkatan kualitas pelayanan publik diharapkan akan dapat meningkatkan citra pemerintah di mata masyarakat, karena dengan kualitas pelayanan publik yang semakin baik, kepuasan dan kepercayaan masyarakat dapat diwujudkan. Berdasarkan uraian di atas, puskesmas sebagai sarana pelayanan terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarkat harus dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Pelayanan kesehatan oleh Puskesmas merupakan salah satu pelayanan publik yang produknya dalam bentuk jasa. Menurut (Tjiptono, 2011) bahwa jasa merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual. Menurut (Haryono, 2006) kualitas pelayanan jasa tidak hanya diperlukan perusahaan jasa yang berorientasi laba (sektor non publik), tetapi untuk perusahaan penyedia jasa yang tidak berorientasi laba (sektor publik) juga dituntut untuk memberikan kualitas 8
layanan terbaik bagi kepentingan masyarakat umum. Hal senada dinyatakan (Pasuranman dkk., 1988) yaitu faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah layanan yang diharapkan pelanggan dan persepsi terhadap pelayanan (Tjiptono, 2011). Pemahaman yang baik tentang kepuasan pasien merupakan salah satu hal penting yang dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas pelayanan Puskesmas. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, penulis ingin mengetahui dan menganalisis kualitas pelayanan rawat jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal berdasarkan penilaian pasien. Hasil penelitian tersebut diharapkan akan didapatkan masukan yang membangun untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan Puskesmas di era JKN, petugas Puskesmas diharapkan mampu mengetahui atau mengidentifikasi apa yang menjadi harapan pasien ketika mendapat pelayanan. Kepuasan pasien akan tercapai bila memperoleh pelayanan yang sesuai dengan harapannya. Untuk mengukur kualitas pelayanan, diperlukan metode pengukuran yang dapat menggambarkan tingkat kualitas pelayanan penyedia jasa pelayanan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di ata maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 9
1. Berdasarkan variabel bebas Tangibles (bukti fisik), Reliability (reliabilitas), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), dan Empathy (empati), masing-masing variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan pasien ? 2. Apakah variabel bebas Tangibles (bukti fisik), Reliability (reliabilitas), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), dan Empathy (empati) secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pasien ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui variabel bebas Tangibles (bukti fisik), Reliability (reliabilitas), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), dan Empathy (empati), manakah yang masing-masing paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan pasien. 2. Untuk mengetahui apakah variabel bebas Tangibles (bukti fisik), Reliability (reliabilitas), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), dan Empathy (empati) secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
10
D. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan peneliti, belum ada penelitian yang pernah dilakukan mengenai analisis kualitas pelayanan rawat jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal terhadap kepuasan pasien. Adapun penelitian sejenis terkait analisis kualitas pelayanan rawat jalan di pelayanan kesehatan sebagai berikut : 1. Anitawati, (2012), Analisis Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pelayanan Farmasi Di Apotek Pelengkap Kimia Farma no. 12 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten (studi dibulan November 2011), Magister Manajemen Farmasi, UGM. 2. Aji, (2010), Analisis Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Pelanggan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, Magister Manajemen Farmasi, UGM. 3. Rolisa, (2009), Analisis Service Quality di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta dan Rumah Sakit Umum Daerah Sleman, Magister Manajemen Farmasi, UGM. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada obyek, waktu, tempat penelitian dan fokus analisis kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien serta uji multikolinearitas dan uji
heteroskedastisitas, dimana uji
multikolinearitas merupakan suatu situasi dimana antar variabel bebas berkorelasi sempurna/ tidak sempurna tetapi sangat kuat, jika terjadi multikolinearitas pada variabel bebas akan berakibat koefisien regresi tidak dapat ditentukan dan standar 11
deviasi akan memiliki nilai yang tak terhingga (Yarnest, 2004). Sedangkan menurut (Hanke dan Reitsch, 1998) heteroskedastisitas akan menyebabkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien dan hasil penaksiranya kurang akurat atau melebihi dari yang semestinya dan bisa menyesatkan. Tabel 1. Tabel Uraian Keaslian Penelitian Unit pembeda Variabel penelitian
(Anitawati, 2012)
Variabel bebas : Pelayanan yang diharapkan, Pelayanan yang diterima Variabel tergantung : Kualitas pelayanan yang diterima Hal yang Gap antara kualitas pelayanan dengan dianalisis kepuasan pasien Pasien rawat jalan Obyek yang menggunakan penelitian pelayanan di apotek pelengkap Kimia Farma 12 di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Uji validitas, Uji Metode realibilitas, Analisis analisis Gab
(Aji, 2010)
(Rolisa, 2009)
Variabel bebas : Kualitas pelayanan Kepuasan pelanggan Variabel tergantung : Loyalitas pelanggan
Variabel bebas : Tangibles, Reliability, Responsiveness Assurance, Empathy Variabel tergantung : Persepsi pelanggan
Hubungan antara kepuasan dengan loyalitas pelanggan Pelanggan intalasi farmasi RSUD Cilacap
Gap antara kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien Pasien rawat jalan dan rawat inap RSUD Kota Yogyakarta dan RSUD Sleman
Uji validitas, Uji realibilitas, Uji koefisien determinasi , Uji signifikansi simultan, Uji signifikansi individual
Analisis validitas, Analisis realibiltas, Uji signifikansi, Uji regresi
12
E. Manfaat Penelitian Manfaat penilitian “ Analisis Kualitas Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal di Era Jaminan Kesehatan Nasional Terhadap Kepuasan Pasien “ sebagai berikut : 1. Memberikan masukan bagi manajemen Puskesmas Margadana Kota Tegal mengenai kualitas pelayanan rawat jalan Puskesmas berdasarkan penilaian pasien, sebagai salah satu bahan untuk peningkatan mutu pelayanan rawat jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal. 2. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Tegal mengenai kualitas pelayanan rawat jalan Puskesmas Margadana berdasarkan penilaian pasien, sebagai salah satu bahan untuk upaya pembinaan puskesmas dalam peningkatan mutu pelayanan khususnya rawat jalan. 3. Memberikan masukan kepada pemangku kepentingan yaitu Pemerintah Kota Tegal dalam menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan peningkatan kualitas dan mutu pelayanan tingkat pertama (Puskesmas) untuk menyukseskan Jaminan Kesehatan Nasional.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Puskesmas Dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dinyatakan bahwa Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara rinci, pengertian dari Puskesmas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Unit Pelaksana Teknis Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. 2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
14
3. Penanggungjawab Penyelenggaraan Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan diwilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. 4. Wilayah Kerja Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2004). Puskesmas sesuai Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan merupakan Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, Pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri atas: a. Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama: c. Pelayanan kesehatan gigi; dan d. Pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat. 15
Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama meliputi : 1. Pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama harus memiliki fungsi pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan dan pelayanan kesehatan gawat darurat termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan farmasi. 2.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud diatas untuk pelayanan medis mencakup: a. kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan Kesehatan tingkat pertama; b. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan; c. kasus medis rujuk balik; d. Pemeriksaan,
pengobatan dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat
pertama; e. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau dokter; dan f. rehabilitasi medik dasar. 3. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup: a. administrasi pelayanan yang meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan 16
lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama; b. pelayanan promotif dan preventif yang meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining kesehatan; c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; d. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, dan bayi; e. upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi; f. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; g. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; h. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama berupa pemeriksaan darah sederhana (Hemoglobin, apusan darah tepi, trombosit, leukosit, hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan darah, laju endap darah, malaria), urine sederhana (warna, berat jenis, kejernihan, pH, leukosit, eritrosit), feses sederhana (benzidin tes, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu; i. pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat pertama; j. pelayanan rujuk balik dari fasilitas kesehatan lanjutan; k. pelayanan program rujuk balik; 17
l. pelaksanaan prolanis dan home visit; dan m. rehabilitasi medik dasar (BPJS, 2014).
B. Puskesmas Margadana 1. Lokasi Puskesmas Margadana a. Letak Geografis Di wilayah barat Kota Tegal Provinsi Jawa Tengah, terdapat Kecamatan Margadana yang menempati di antara 109,08 derajat sampai 109,10 derajat bujur timur dan 6,50 derajat sampai 6,53 derajat garis lintang selatan. Kecamatan Margadana dapat dikatakan sangat strategis karena terletak di pinggir jalur pantura dan merupakan titik persimpangan antara Kabupaten Tegal di sebelah selatan dan Kabupaten Brebes di sebelah barat. Sesuai dengan Peraturan Walikota Tegal Nomor 27 tahun 2008 pasal 4, Puskesmas Kecamatan Margadana dalam operasionalnya meliputi Kecamatan Margadana dengan membawahi tujuh kelurahan yakni : Kelurahan Sumurpanggang, Margadana, Pesurungan Lor, Kalinyamat Kulon, Cabawan, Krandon dan Kaligangsa. (sesuai dengan Peraturan Walikota Tegal nomor 27 tahun 2008 pasal 4).
18
b. Luas Wilayah Secara administratif Kecamatan Margadana Kota Tegal dibagi menjadi tujuh kelurahan yakni : 1. Kelurahan Sumurpanggang 2. Kelurahan Kalinyamat Kulon 3. Kelurahan Margadana 4. Kelurahan Pesurungan Lor 5. Kelurahan Kaligangsa 6. Kelurahan Krandon 7. Kelurahan Cabawan Luas wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Margadana adalah 11,26 km2. Tabel 2. Data Luas Wilayah Kerja Puskesmas Margadana Kota Tegal No.
Kelurahan
Luas wilayah (km2)
1.
Kelurahan Sumurpanggang
1,82
2.
Kelurahan Margadana
2,41
3.
Kelurahan Pesurungan Lor
1,52
4.
Kelurahan Kalinyamat Kulon
1,0
5.
Kelurahan Cabawan
1,28
6.
Kelurahan Krandon
1,20
7.
Kelurahan Kaligangsa
2,53 Sumber : BPS Kota Tegal, 2005
19
c. Batas Wilayah Batas wilayah kerja Puskesmas Kec, Margadana, adalah : 1. Sebelah Utara
: Kelurahan Muarareja
2. Sebelah Selatan :
Kelurahan
Kalinyamat
Kulon
dan
Kecamatan
Dukuhturi Kabupaten Tegal 3. Sebelah Timur
: Kelurahan Pesurungan Kidul
4. Sebelah Barat
: Kelurahan Kaligangsa
d. Jumlah Penduduk Data jumlah penduduk Kecamatan Margadana Kota Tegal dapat diketahui dari tabel dibawah ini : Tabel 3. Data Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Margadana No.
Kelurahan
Jumlah Penduduk
1.
Kel. Sumurpanggang
2.
Kel. Margadana
3.
Kel. Pesurungan Lor
4.719
4.
Kel. Kalinyamat Kulon
5.635
TOTAL
6.589 18.121
35.064
( Sumber : Laporan Data Kependudukan Kec. Margadana 2013 ) Puskesmas Margadana melayani empat kelurahan di Kecamatan Margadana selebihnya dilayani oleh puskesmas pembantu.
20
2. Visi dan Misi Puskesmas Margadana Puskesmas Margadana mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut : a. Visi Puskesmas Margadana Visi Puskesmas Margadana Kota Tegal adalah : ” Tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang optimal di Wilayah Puskesmas Margadana
berbasis pelayanan prima”. b. Misi Puskesmas Margadana Untuk dapat mencapai visi tersebut, ditetapkan pula Misi Puskesmas Margadana sebagai
wujud dari
tugas yang diemban. Pernyataan Misi
tersebut adalah sebagai berikut : 1. Menggerakan pembangunan yang berwawasan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. 2. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan di wilayah puskesmas. 3. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. 4. Menyelenggarakan tata kelola administrasi
dan sumber daya
kesehatan. c. Struktur Organisasi Puskesmas Margadana Sesuai Peraturan Walikota Tegal Nomor 1 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Tegal Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Kota Tegal, susuanan 21
organisasi Puskesmas Margadana (terlampir) dengan struktur organisasi yang terdiri dari : Kepala Puskesmas, Subbagian Tata Usaha dan Kelompok Jabatan Fungsional. 3. Sumber Daya Manusia Puskesmas Margadana Tabel 4. Data Jenis Ketenagaan di Puskesmas Margadana NO 1. 2. 3
4 5
6 7
8 9 10 11 12 13 14 15
Ketenagaan
Jumlah (orang)
Dokter Umum Dokter Gigi Bidan : a.PNS : 5 b.Non PNS : 5 Nutrisionis Perawat a.PNS : 11 b.Non PNS : 9 Perawat gigi Asisten Apoteker a.PNS : 2 b.Non PNS : 1 Pelaksana Promkes Pelaksana Surveilan Analisis Kesehatan Sanitarian Tata Usaha Petugas Loket Penjaga Malam/Sopir Cleaning Service
2 1 10
Jumlah
53
2 20
2 3
1 1 1 2 3 2 1 2 Data per Juli 2014
22
Tabel diatas merupakan jumlah ketenagaan yang ada di Puskesmas Margadana berdasarkan data tahun 2014 baik yang sudah PNS maupun non PNS. 4. Perlengkapan Puskesmas Margadana Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan program dan kegiatan, Puskesmas Margadana Kota Tegal dilengkapi dengan berbagai fasilitas berupa prasarana dan sarana sebagai berikut : a. Prasana Puskesmas Margadana dalam melaksanakan pelayanan kesehatan memiliki sembilan unit gedung/ bangunan dengan perincian sebagai berikut : Tabel 5. Jenis dan Jumlah Prasarana di Puskesmas Margadana Kondisi Jenis Prasarana
Jumlah
Baik
Kurang Baik/Rusak
1
Puskesmas Induk dan IGD
1
1
2
Puskesmas Pembantu
3
3
5
3
2
9
7
2
3
Rumah Dinas medis/ paramedis Jumlah
-
Data per Juli 2014 Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa masih ada dua rumah dinas medis/paramedis yang keadaannya kurang baik/rusak.
23
b. Sarana Selain prasarana yang ada Puskesmas Margadana juga dilengkapi dengan
berbagai sarana dengan jenis dan jumlah seperti pada tabel di
bawah ini: Tabel 6. Jenis dan Jumlah Sarana di Puskesmas Margadana No 1 2 3 4 5 6
Jenis Sarana Mobil Ambulan Kendaraan roda 2 Komputer Printer Meubelair Alat-alat Kesehatan
Jumlah 3 2 19 6 Terlampir Terlampir
Kondisi Baik Rusak 3 2 19 6 terlampir Terlampir terlampir Terlampir Data per Juli 2014
5. Kondisi Pelayanan dan Kinerja Puskesmas Margadana Gambaran tentang pelayanan Puskesmas Margadana Kota Tegal saat ini adalah sebagai berikut : Jenis pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Margadana Kota Tegal meliputi
Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya
Kesehatan Masyarakat. 1) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) Adapun Upaya Kesehatan Perorangan sebagai berikut : 1). Layanan Rawat Jalan yang terdiri dari : a. Poli Umum b. Poli Gigi c. Poli KIA/KB 24
d. Poli Gigi e. Poli KIA/KB f.
Klinik Konseling Sanitasi
g. Klinik Berhenti Merokok h. Imunisasi i.
Laboratorium
2) Layanan Rawat Inap & Unit Gawat Darurat 24 Jam. 3) Layanan Persalinan 24 Jam 4) Layanan Ambulans 24 Jam 2). Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Adapun Upaya Kesehatan Masyarakat yang
dilaksanakan di
Puskesmas Margadana sebagai berikut : 1) Promosi Kesehatan 2) Kesehatan Lingkungan 3) Perbaikan Gizi Masyarakat 4) Kesehatan Ibu Anak & Keluarga Berencana 5) Penanggulangan Penyakit Menular 6) Penyakit Tidak Menular Pencapaian
kinerja
Upaya
Kesehatan
Perorangan
&
Upaya
Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Margadana pada tahun 2012 sampai dengan Juni tahun 2014 adalah sebagai berikut : Pencapaian kinerja pelayanan kesehatan 25
perorangan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Margadana berdasarkan jenis pembayaran adalah sebagai berikut : Tabel 7. Jumlah Kunjungan Pasien Rawat Jalan Berdasarkan Jenis Pembayaran di Puskesmas Margadana Tahun 2012 – 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Kunjungan Umum Jamkesta Jamkesmas Gratis Askes Total
2012 9936 1258 5765 24335 1026 42320
Tahun 2013 5330 1930 5896 26792 772 40720
Keterangan 2014 2350 1785 650 32644 8620 46050
2014 *BPJS (sumber data 2014)
Table tersebut menunjukkan jumlah pasien yang melakukan kunjungan ke puskesmas margadana terjadi penurunan di tahun 2012 ke tahun 2013 dan terjadi kenaikan tahun 2014 terjadi peningkatan jumlah pasien hal ini dimungkinkan dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS pasien melakukan perawatan di pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan sistem kapitasi.
C. Jasa / Pelayanan Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, salah satu jenis pelayanan publik berdasarkan produk yang dihasilkan adalah pelayanan jasa. Jasa adalah tindakan atau
26
kinerja yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima (Haryono, 2006). Selanjutnya Menurut (Bitner dan Zeithaml, 2003) dan (Kotler, 2006) dalam (Haryono, 2006) jasa memiliki empat karakteristik yang membedakannya dengan barang berwujud yaitu: 1. Jasa bersifat tidak berwujud (intangible). Konsekuensi dari sifat ini adalah: jasa tidak bisa dilihat, dirasakan, dicicipi, diraba, didengar, dicium, disentuh dan tidak bisa disimpan. Nilai penting dari sifat ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman. Orang yang menjalankan operasi wajah tidak dapat melihat hasilnya yang sesungguhnya sebelum ia membeli jasa tersebut. 2. Jasa bersifat keberagaman/bervariasi (heterogenity). Sifat ini menyebabkan jasa sulit distandarisasi. Kesulitannya (a) untuk suatu jasa yang sama, setiap individu konsumen itu ingin dipenuhi keinginannya dengan cara yang berbeda-beda, (b) setiap konsumen mempunyai permintaan yang unik atau ingin mengalami jasa dalam cara yang unik pula, misal dalam perawatan rambut, pemesanan gaun, (c) bisnis jasa biasanya padat karya sehingga unjuk kerja karyawan sering berbeda dari hari ke hari. Keberagaman bergantung pada siapa memberikannya dan kapan dan di mana diberikan, jasa sangat bervariasi. Beberapa Dokter memiliki keramahan sangat baik dengan pasien; yang lain kurang sabar dengan pasienpasiennya. 27
3. Jasa bersifat bersifat simultanitas produksi dan konsumsi (simultaneous productions and consumption). Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa bersangkutan. Jika seseorang memberikan jasa, penyedianya adalah bagian dari jasa itu. Karena pelanggan tersebut juga hadir pada saat jasa itu dihasilkan, interaksi penyedia - pelanggan merupakan ciri khusus pemasaran jasa. Contoh, dokter gigi tidak dapat mencabut gigi tanpa kehadiran sang pasien. 4. Jasa bersifat mudah musnah/rentan (perishable). Jasa tidak bisa disimpan, tidak bisa dijual lagi, atau dikembalikan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau jam tertentu tanpa pasien di tempat praktek Dokter akan berlalu/ hilang begitu saja karena tidak dapat disimpan. Bila suatu jasa tidak digunakan, maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.
D. Dimensi Kualitas jasa Dimensi kualitas layanan mengacu pada lima dimensi yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithalm dan Berry, kelima dimensi tersebut berasal dari 10 dimensi yang telah dikemukakan pada riset awal mereka di tahun 1985, yaitu : i) reliability, ii) responsiveness, iii) competence, iv) acces, v) courtesy, vi) credibility, vii) communication, viii) security, ix) understanding, dan x) tangibles. Namun mereka menemukan bahwa terjadi overlapping diantara kesepuluh dimensi tersebut. Sehingga 28
dalam riset berikutnya (Pasuranman dkk., 1988) mereka menyederhanakannya menjadi lima dimensi. Kelima dimensi tersebut adalah : a. Tangibles (bukti fisik) Yang termasuk didalam dimensi ini adalah fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan karyawan atau personel dari penyedia layanan. b. Reliability (reliabilitas) Reliabilitas dalam hal ini berarti kemampuan penyedia layanan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat. c. Responsiveness (daya tanggap) Daya tanggap berkenaan dengan kesediaan penyedia layanan untuk membantu konsumen dan memberikan respon permintaan konsumen dengan segera. d. Assurance (jaminan) Merupakan pengetahuan dan kesopanan personel penyedia layanan serta kemampuannya dalam membangun kepercayaan dan keyakinan konsumen. Dimensi ini sebenarnya merupakan gabungan dari empat dimensi yang mengalami overlapping seperti disebutkan diatas. Keempat dimensi tersebut adalah competence,
courtesy,
credibility,
dan
security.
Competence
merupakan
kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyediakan jasa. Courtesy merupakan kesopanan, hormat, pertimbangan dan keramahan dari personnel contact. Credibility menyatakan kejujuran dari penyedia layanan. Security menyatakan kebebasan dari bahaya, resiko, atau keraguan. 29
e. Empathy (empati) Berkenaan dengan kepedulian dan pemberian perhatian personal kepada para konsumen. Dimensi empathy merupakan gabungan dari tiga dimensi yang mengalami overlapping, yaitu access, communication, dan understanding the customer. Access menyatakan kesanggupan melakukan kontak yang dengan konsumen. Communication merupakan kemampuan untuk memberikan informasi sehingga konsumen mengerti dan memahami maksud penyedia layanan. Understanding the customer menyatakan proses pengupayaan pemahaman terhadap konsumen dan keperluannya (Setianto, 2010). Menurut (Supriyanto dan Ernawati, 2010) telah dijabarkan kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut dalam pelayanan kesehatan sebagai berikut : a. Tangibles, merupakan tampilan fisik fasilitas seperti kebersihan, penerangan dan kebisingan; tampilan fisik tenaga seperti kerapian pakaian; dan tampilan fisik alat. b. Reliability, dalam hal ini berarti kemampuan penyedia layanan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat. c. Responsiveness, merupakan kemauan untuk menyediakan pelayanan dengan cepat dan mau membantu pasien. Indikatornya antara lain adalah: waktu tunggu di loket, mendapat pelayanan medis, apotik atau laboratorium.
30
d. Assurance, dalam menyampaikan pelayanan disertai rasa hormat dan sopan. Kemudian proses penyampaian dapat pula menimbulkan rasa percaya dan yakin akan jaminan kesembuhan. e. Empathy, merupakan kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan dan adanya perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien. E. Persepsi Kepuasan adalah persepsi pelanggan terhadap satu satum. pengalaman layanan yang diterima (Cronin dan Taylor, 1992). Menurut Brady dan Cronin (2001), “persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan ini terdiri dari tiga kualitas yaitu kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik, dan kualitas hasil. Ke-tiga kualitas ini membentuk pada keseluruhan persepsi pelanggan terhadap kualitas layanan. Kualitas layanan ini sengaja dipisah-pisahkan supaya memudahkan pihak manajemen dalam melihat evaluasi pelanggan terhadap masing-masing kualitas.
F. Kepuasan Konsumen (Pasien) Kepuasan telah dianggap sebagai konsep sentral dalam literatur pemasaran (Oliver, 1997). Konsep kepuasan total adalah merupakan evaluasi menyeluruh dari pelanggan setelah merasakan suatu produk layanan yang didasarkan atas semua hal dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Beberapa studi terdahulu menyimpulkan
31
bahwa kualitas pelayanan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap kepuasan dan berpengaruh positive terhadap perceived value (Chen, 2008). Menurut (Fornell, 1992) dalam temuannya menyebutkan bahwa: 1. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil evaluasi dari pengalaman konsumsi sekarang yang berasal dari keandalan dan standarisasi layanan 2. Kepuasan konsumen secara menyeluruh adalah hasil perbandingan tingkat kepuasan dari usaha yang sejenis. 3. Bahwa kepuasan konsumen secara menyeluruh diukur berdasarkan pengalaman dengan indikator harapan secara keseluruhan, harapan yang berhubungan dengan kebiasaan, dan harapan yang berhubungan dengan keterandalan jasa tersebut.
G. Landasan Teori Penelitian yang dilakukan oleh (Caruana, 2002) dan (Omar dkk., 2009) menyebutkan bahwa kualitas layanan yang diberikan perusahaan secara positif mempengaruhi kepuasan konsumen. Semakin baik kualitas layanan dari suatu perusahaan, maka tingkat kepuasan konsumennya pun akan semakin meningkat. Hubungan lain yang diteliti adalah antara kualitas layanan perusahaan dan kepercayaan konsumen yang menunjukan bahwa kualitas layanan perusahaan berpengaruh secara positif terhadap kepercayaan konsumen (Omar dkk., 2009). Kualitas layanan yang baik menunjukkan keandalan dari perusahaan, sehingga semakin baik kualitas layanan perusahaan semakin tinggi tingkat kepercayaan 32
konsumen pada perusahaan tersebut. Sedangkan penelitian mengenai hubungan antara kualitas layanan dengan reputasi perusahaan masih sedikit dilakukan, penelitian yang dilakukan (Bontis dkk., 2007) menunjukkan bahwa kualitas layanan berpengaruh positif terhadap reputasi perusahaan. Kualitas pelayanan yang baik akan menimbulkan kesan yang baik pula oleh konsumen kepada perusahaan. Dalam penelitian ini variabel kepuasan konsumen menggunakan konsep dari (Kotler dan Amstrong, 1997) dengan indikator: senang menggunakan jasa layanan, perusahaan telah memenuhi semua harapan konsumen mengenai penyedia layanan yang baik, merasa puas setelah mendapatkan layanan, kinerja pelayanan di perusahaan telah sesuai dengan dengan harapan. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang melihat hubungan antara variabel kualitas jasa dengan variabel kepuasan konsumen. Metode yang digunakan adalah metode survei menggunakan kuesioner dengan skala Likert bernilai 1-4. Uji validitas dan reliabilitas sampel kecil dilakukan sebelum survei yang sebenarnya dilakukan untuk menjamin jika alat ukur yang digunakan benar-benar valid dan reliable. Anaslisa data dalam penelitian ini meliputi uji data sebagai berikut: uji validitas, uji realibilitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, uji t, uji F (simultan) dan Koefisien determinasi (R²) dengan taraf kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 95%. Alat analisis yang digunakan berupa software pengolah data statistik.
33
H. Kerangka Konsep Penelitian Lima dimensi kualitas layanan yaitu variabel Tangibles (bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), Empathy (empati) mempengaruhi kepuasan konsumen (pasien) (Pasuranman dkk., 1988) dan (Supriyanto dan Ernawati, 2010). Kerangka konsep di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2
Tangibles (X1)
H1
Reliability (X2)
H1 H1
Responsiveness (X3) H1 Assurance (X4)
Kepuasan Pasien (Y)
H1
Empathy (X5) Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal terhadap Kepuasan Pasien.
34
I. Hipotesis Berdasarkan definisi tersebut diatas maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. H1 : Terdapat hubungan antara variabel bebas Tangibles (bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), dan Empathy (empati) yang masing-masing variabel dominan berpengaruh terhadap kepuasan pasien. 2. H2 : Terdapat hubungan antara variabel bebas Tangibles (bukti fisik), Reliability (kehandalan), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), dan Empathy (empati) yang simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian 1. Varibel Independen Pada penelitian ini variabel bebas adalah kualitas jasa yang diterima konsumen
(pasien) meliputi 5 dimensi yaitu Tangibles (bukti fisik), Reliability
(reliabilitas), Responsiveness (daya tanggap), Assurance (jaminan), Empathy (empati). 2. Variabel Dependen Sebagai variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasaan konsumen (pasien). 3. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan maupun membenarkan sesuatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Nazir, 1998). Dalam penelitian ini definisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut:
36
1. Bukti Langsung (Tangibles) Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukan eksistensinya kepada pihak eksternal, dapat berupa penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya. Bukti langsung diukur dengan indikator kondisi gedung Puskesmas, peralatan pendukung untuk melakukan pemeriksaan pasien, ruang tunggu yang disediakan oleh Puskesmas, penampilan dan kondisi setiap ruangan Puskesmas. Perapian petugas medis dan non medis dan kebersihan setiap ruangan Puskesmas. 2. Keandalan (Reliability) Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang sesuai secara akurat dan terpercaya, sikap simpatik dan dengan akurasi yang tinggi kepada para pasien. Keanadalan diukur dengan tindakan pelayanan yang akurat oleh tenaga medis Puskesmas, profesionalisme dalam menangani keluhan pasien oleh para tenaga medis Puskesmas, melayani dengan baik dan ramah saat melakukan pengobatan dan perawatan, memberikan pelayanan dengan tepat dan benar sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam dalam memberikan pelayanan selalu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. 3. Jaminan (Assurance) Yaitu kemampuan Puskesmas untuk menumbuhkan rasa percaya yang cepat dan tepat kepada para pelanggannya. Jaminan Diukur dengan indikator rasa aman dan terjaminnya pasien pada saat melakukan pengobatan atau perawatan, rapat 37
menumbuhkan rasa kepercayaan untuk cepat sembuh kepada pasien, petugas berpengalaman dan terlatih dalam melakukan pengobatan dan mampu mengatasi keluhan dengan cepat mengenai kondisi kesehatan pasiennya. 4. Daya Tanggap (Responsivenes) Yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggannya. Daya tanggap diukur dengan indikator kesigapan Puskesmas dalam menangani keluhan pasien, tanggapan dari Puskesmas terhadap saran dari para pasienn, responden kecepatan dari Puskesmas terhadap setiap keinginan pasien. 5. Perhatian (Empathy) Yaitu kemampuan Puskesmas untuk memberikan perhatian yang tulus terhadap semua pasien. Perhatian diukur dengan indikator pelayanan, keramahan yang sama tanpa memandang status pasien, dapat memberikan perhatian kepada setiap pasiennya, pengertian terhadap keluhan-keluhan pasiennya. 6. Kepuasan Konsumen Bahwa kepuasan konsumen merupakan evaluasi dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan alternatif yang dipilih konsumen. Sedangkan ketidakpuasan konsumen timbul apabila hasilnya tidak memenuhi harapan. Kepuasan konsumen tersebut diukur dengan indikator pelayanan medis, fasilitias kesehatan dan lokasi puskesmas.
38
B. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional menggunakan rancangan cross sectional, dilakukan kepada responden pasien rawat jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh Bukti Langsung (Tangibles), Keandalan (Reliability), Daya Tanggap (Responsivenes), Jaminan (Assurance), Empati (Empathy) terhadap kepuasan konsumen (pasien).
C. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini adalah dengan metode survei. Survei adalah salah satu cara penelitian sosial dengan cara melakukan pengamatan dimana indikatorindikator mengenai variabel adalah jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan baik secara lisan maupun tertulis (Walizer dan Wienir, 1990).
D. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang berobat rawat jalan ke Puskesmas Margadana pada bulan januari sampai dengan pebruari tahun 2015. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu. Karakteristik subyek serta menetapkan tujuan tertentu pada sampelnya. Karakteristik subyek yang ditetapkan sebagai kriteria populasi adalah 39
pasien yang sudah melakukan kunjungan ke Puskesmas minimal 3 kali kunjungan dengan kriteria inklusi responden yang ditentukan adalah sebagai berikut : a. Semua pasien telah mendapat pelayanan rawat jalan b. Pasien bersedia diwawancarai dan mampu menjawab pertanyaan dengan baik c. Pasien dengan usia di bawah 15 tahun diwakili oleh oleh orang tua atau keluarga (bila ada).
Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus menurut Lemeshow dkk. (1997) yaitu: n = Z2 1-α/2 P(1-P) d2 Keterangan: n
:
jumlah sampel minimal derajat kepercayaan 95% (maka Z = 1,96)
P
: proporsi populasi 50% (0,5)
d
: tingkat presisi/penyimpangan terhadap populasi 10% (0,1)
Untuk tingkat kepercayaan 95%, berarti Z = 1,96 maka : n = (1,96)2 x 0,5(1-0,5)
= 96,04 ≈ 100
(0,1)2
40
Berdasarkan rumus tersebut, jumlah sampel minimal yang digunakan sebanyak 96 responden. Namun di dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian terhadap 100 orang yang merupakan hasil pembulatan dari jumlah sampel minimal.
E. Teknik Pengumpulan Data Data merupakan faktor yang penting untuk menunjang suatu penelitian. Data penting yang diperlukan dalam penelitian ini bersumber pada responden dimana data tersebut diperoleh melalui penyebaran kuesioner terhadap pasien Puskesmas. Berdasarkan sumbernya data dapat dikelompokkan menjadi data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Yang dimaksud data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian (Indriantoro, 2002). Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data primer dapat dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner langsung kepada pasien Puskesmas. 2. Data Sekunder Yang dimaksud data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung, melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) meliputi data dari Puskesmas yaitu sejarah perusahaan, struktur organisasi 41
perusahaan, lokasi perusahaan dan referensi lain yaitu jurnal (Indriantoro, 2002). Data sekunder dalam penelitian ini bersejarah singkat perusahaan dan perkembangannya, struktur organisasi Puskesmas, lokasi Puskesmas dan info jumlah pasien dan kunjungan ulang pasien pada bulan Januari sampai Pebruari 2015.
F. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Margadana Kota Tegal yang beralamat di Jl. Ciptomangunkusumo, Kecamatan Margadana, Kota Tegal.
G. Bahan / Materi penelitian Sebelum dilaksanakannya penelitian, terlebih dahulu dilakukan penyusunan daftar pertanyaan (kuesioner) untuk mengetahui tanggapan responden terhadap karakteristik. Untuk mempermudah pengambilan kesimpulan dari tanggapan konsumen yang diperoleh dalam pembagian kuesioner, maka digunakan dengan skala Likert (Agusty, 2005). Caranya dengan menggunakan skala likert dengan skala pembobotan antara 1 sampai 7.
H. Kuesioner Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner, yaitu mengajukan daftar pertanyaan secara tertulis kepada responden. Kuesioner yang diajukan berisi pertanyaan tertutup dengan setiap pertanyaan dibuka 42
peluang kemungkinan tujuh jawaban. Pengukuran dilakukan dengan skala Likert (Summated Ratings), yaitu skala yang digunakan secara luas dengan meminta responden menandai derajat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap masingmasing dari serangkaian pernyataan mengenai obyek stimulus (Malhotra, 2009). Selain menggunakan kuisioner, peneliti juga melakukan wawancara terhadap responden, diharapkan dengan adanya komunikasi langsung semacam ini, peneliti bisa mendapatkan fakta-fakta yang akan mendukung hasil penelitian. Penilaian bagian kedua hingga keempat dalam kuesioner ini menggunakan skala Likert yang bernilai antara 1-4. Pembobotan skor sebagai berikut: Tabel 8. Skor Penilaian Responden untuk Pernyataan Favourable Jawaban
Skor
Sangat tidak setuju
1
Tidak setuju
2
Setuju
3
Sangat setuju
4
Tabel 9. Skor Penilaian Responden untuk Pernyataan Unfavourable Jawaban
Skor
Sangat tidak setuju
4
Tidak setuju
3
Setuju
2
Sangat setuju
1
43
Sebelum melakukan survei yang sesungguhnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba penelitian dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas alat yang digunakan dalam penelitian. Uji coba ini dilakukan terhadap 30 orang responden sesuai dengan kiteria inklusi dalam penelitian. Untuk penelitian yang sesungguhnya digunakan 100 orang responden sebagai sampel penelitian.
I. Jalannya Penelitian Jalanya kegiatan dalam penilitian ini sebagai berikut : 1. Tahap persiapan dengan menyusun proposal penelitian sebagai dasar rangkaian dalam melakukan penelitian. Pada tahap ini dilakukan studi pendahuluan berupa studi pustaka dengan mencari dan mengumpulkan literatur pustaka terkait penelitian yang akan dilakukan yang dilanjutkan dengan pembuatan proposal, penyusunan kuesioner, diskusi, dan konsultasi dengan dosen pembimbing. Tahap selanjutnya adalah seminar proposal untuk menyempurnakan isi proposal penelitian sebelum penelitian benar-benar dilaksanakan. 2. Tahap pelaksanaan perijinan penelitian dengan mempersiapkan dan mengajukan perijinan penelitian di Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Tengah, Kesbanglinmas dan Bapeda Kota Tegal, Dinas Kesehatan Kota Tegal dan Puskesmas Margadana Kota Tegal. 3. Tahap pelaksanaan penelitian dengan pembuatan kuesioner, selanjutnya dilakukan uji validitas dan uji reabilitas untuk menentukan kelayakan kuesioner 44
yang digunakan dalam penelitian ini. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Setelah data diperoleh kemudian ditentukan validitas dan reliabilitasnya untuk menentukan butir-butir pertanyaan dalam kuesioner yang tidak valid dan reliabel untuk selanjutnya akan dihilangkan dalam kuesioner. Pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini selanjutnya hanya menggunakan pertanyaan yang valid dan reliabel saja, selanjutnya melaksanakan penyebaran kuesioner kepada pasien rawat jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal. 4. Tahap analisis dan pengambilan kesimpulan, data kuesioner yang telah terkumpul kemudian dikuantifikasi dengan memberikan skor berdasarkan skala Likert untuk mengukur penilaian responden terhadap masing-masing variabel. Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian statistik, penyusunan data primer dan sekunder untuk menyusun tesis “Analisis kualitas Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal Terhadap Kepuasan Pasien”.
J.
Indikator
Indikator yang akan diukur dalam penelitian ini adalah lima dimensi kualitas pelayanan untuk mengetahui kepuasan konsumen sebagai berikut : 1. Dimensi Tangibles (bukti fisik), Pada dasarnya dimensi ini terkait dengan kondisi fasilitas fisik seperti kebersihan dan kenyamanan ruangan Puskesmas, peralatan yang dipergunakan, penampilan pegawainya, serta perlengkapan informasi kepada 45
pasien. Dengan fasilitas fisik yang baik, perlengkapan dan peralatan yang memadai serta penampilan karyawan yang menarik dapat meningkatkan kepuasan pasien. 2. Dimensi Reliability (kehandalan), merupaka kemampuan Puskesmas dalam memberikan pelayanan secara akurat, seperti ketepatan waktu, kesesuaian biaya, kualitas obat, prosedur pelayanan, dan persyaratan pelayanan. Jika penyedia layanan dapat melakukan kegiatan secara akurat, hal tersebut menunjukkan kinerja yang baik sehingga pelanggan menjadi puas. 3. Dimensi Responsiveness (daya tanggap), merupakan kemampuan Puskesmas dalam membantu dan memberikan pelayanan yang cepat kepada pasien. Dengan pelayanan yang cepat dan tepat, pasien tidak membutuhkan waku lama untuk mendapatkan pelayanan. Hal ini akan memberikan persepsi yang positif terhadap kualitas pelayanan. 4.
Dimensi Assurance (jaminan), yaitu mencakup kompetensi, kesopanan, keramahan dan kemampuan petugas Puskesmas yang dapat menumbuhkan rasa percaya pasien pada pelayanan Puskesmas. Petugas Puskesmas yang langsung berhubungan dengan pasien adalah dokter, perawat, tenaga farmasi, dan petugas administrasi.
5. Dimensi Empathy (empati), merupakan kesediaan pemberi jasa untuk mendengarkan dan adanya perhatian akan keluhan, kebutuhan, keinginan, dan harapan pasien. Indikatornya antara lain adalah mendengar keluhan pasien dengan 46
seksama, perhatian pada kondisi pasien, tidak membedakan status sosial ekonomi pasien, dan keterjangkauan pasien terhadap biaya pelayanan. Empati dalam pelayanan kesehatan turut menentukan cepat tidaknya kesembuhan seorang pasien.
K. Analisis data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Data Kualitatif Analisis kualitatif merupakan penganalisisan data yang tidak dapat dinominalkan dengan menggunakan angka-angka, melainkan disajikan berupa keterangan, penjelasan dan pembahasan teori. Dari analisis tersebut kemudian dibuat suatu penyajian atau pengujian. 2. Analisis Data Kuantitatif Analisis kuantitatif adalah suatu bentuk analisis yang penyajiannya dalam angka-angka yang dapat diukur dan dihitung. Tingkat ukuran yang dipakai dalam pengukuran variabel adalah dengan skala Likert, dimana seorang responden dihadapkan pada beberapa pertanyaan kemudian diminta memberikan jawabannya (Algifari, 2003). Hasil perhitungan dari skor atau nilai kemudian digunakan dalam analisis statistik yang dilakukan dengan bantuan komputer, menggunakan program SPSS untuk membuktikan hubungan dan pengaruh antar variabel-variabel penelitian dengan menggunakan uji data sebagai berikut: uji validitas, uji realibilitas, uji
47
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji normalitas, uji t, uji F (simultan) dan koefisien determinasi (R²). 3. Uji Validitas Pengujian validitas data digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dianggap valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2001). Dalam hal ini digunakan item pertanyaan yang diharapkan dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur. Untuk mengukur tingkat validitas item-item pertanyaan kuesioner terhadap tujuan pengukuran adalah dengan melakukan korelasi antar skor item pertanyaan dengan skor variabel (Ghozali, 2001). Uji signifikasi ini membandingkan korelasi antara nilai masing-masing item pertanyaan dengan nilai total. Apabila besarnya nilai total koefisien item pertanyaan masing-masing variabel melebihi nilai signifikan maka pertanyaan tersebut dinilai tidak valid. Pengujian validitas dilakukan dengan bantuan program statistic. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai p value/nilai signifikasi kurang dari 0,05 (5 persen) maka item pertanyaan tersebut dinyatakan valid dan sebaliknya jika nilai p value atau signifikasi sama dengan atau lebih dari 0,05 (5 persen) dinilai tidak valid. 4. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas bertujuan untuk mengukur seberapa konsisten instrumen pengukuran untuk mengukur hasil penelitian. Reliabilitas terkait dengan stabilitas dan konsistensi pengukuran, yaitu apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan 48
tetap konsisten apabila pengukuran tersebut diulang. Konsistensi mengindikasikan seberapa baik item-item mengukur secara bersamaan sebagai satu kesatuan. Reliabilitas pengukuran mengindikasikan bahwa pengukuran tersebut secara luas bebas bias sehingga dapat memastikan pengukuran yang konsisten dalam waktu dan bermacam-macam item penelitian yang berbeda (Sekaran, 2006). Tingkat reliabilitas suatu konstruk / variabel penelitian dapat dilihat dari hasil statistik Cronbach Alpha (α) Suatu variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2005). Semakin nilai alphanya mendekati satu maka nilai reliabilitas datanya semakin terpercaya. 5. Data Asumsi Klasik Uji asumsi klasik terhadap model regresi yang digunakan, dilakukan agar dapat diketahui apakah model regresi tersebut merupakan model regresi yang baik atau tidak (Ghozali, 2001). Dalam penelitian ini uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji normalitas. a.
Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent. Pengujian ada tidaknya gejala multikolinieritas dilakukan dengan memperhatikan nilai matriks korelasi yang dihasilkan pada saat pengolahan data serta nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Toleransinya. Apabila nilai matrik korelasi tidak ada yang lebih besar dari 0,5 maka 49
dapat dikatakan data yang akan dianalisis bebas dari multikolinieritas. Kemudian apabila nilai VIF berada dibawah 10 dan nilai toleransi mendekati 1, maka diambil kesimpulan bahwa model regresi tersebut tidak terdapat multikolinieritas (Santoso, 2000).
b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Heteroskedastisitas (Ghozali, 2001). Salah satu cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatter plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dan nilai residualnya (SRESID). Jika titiktitik membentuk pola tertentu yang teratur seperti gelombang besar melebar, kemudian menyempit maka telah terjadi heteroskedastisitas. Jika titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y tanpa membentuk pola tertentu, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. c. Uji Normalitas Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel terikat dan variabel bebas atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dilakukan dengan melihat grafik Normal Probability Plot (Ghozali, 2005). 50
Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut : a. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. 6. Uji Koefisien Regresi Linier Uji Koefisien Regresi Linier Berganda meliputi uji-uji sebagai berikut : a. Uji t Digunakan untuk menguji berarti atau tidaknya hubungan variabel-variabel independent Bukti Langsung (X1), Kehandalan (X2), Daya Tanggap (X3), Jaminan (X4), Empati / Perhatian (X5) dengan variabel dependen kepuasan pasien (Y). Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005) : a. Menentukan Formulasi Hipotesis - H0 : β = 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel Y. - H0 : β ≠ 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 mempunyai pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap variabel Y. b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α =0,05) c. Menentukan signifikansi - Nilai signifikasi (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. - Nilai signifikasi (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. 51
d. Membuat kesimpulan - Bila (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independent secara parsial mempengaruhi variabel dependent. - Bila (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan ditolak. Artinya variabel independent secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependent. b. Uji F (Uji Simultan) Digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dan variabel dependent, apakah variabel Bukti Langsung (X1), Kehandalan (X2), Daya Tanggap (X3), Jaminan (X4), Empati / Perhatian (X5) benar-benar berpengaruh secara simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependen Y (kepuasan pasien). Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut (Ghozali, 2005) : a. Menentukan Formulasi Hipotesis - H0 : β1 = β2 0, artinya variabel X1, X2, X3, X4 dan X5 tidak mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel Y. - H0 : β1 = β2 ≠ 0, artinya variabel X1, X2,X3,X4 dan X5 mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan terhadap variabel Y. b. Menentukan derajat kepercayaan 95% (α =0,05) c. Menentukan signifikansi - Nilai signifikasi (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. - Nilai signifikasi (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. d. Membuat kesimpulan 52
- Bila (P Value) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel independent secara simultan (bersama-sama) mempengaruhi variabel dependent. - Bila (P Value) > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel independent
secara
simultan
(bersama-sama)
tidak
mempengaruhi
variabel
dependent. c. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel bebas (bukti langsung, kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati) akan diikuti oleh variabel terikat (kepuasan konsumen) pada proporsi yang sama. Pengujian ini dengan melihat nilai R Square (R2). Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 sampai dengan 1. Selanjutnya nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel dependent amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependent (Ghozali, 2005).
L. Definisi Operasional Untuk terlaksananya penelitian dengan baik perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan sebagai berikut : 1. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi 53
atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. 3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. 4. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. 5. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 6. Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. 7. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian. 8. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama. 9. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 54
10. Persepsi adalah apa yang akan diterima pelanggan setelah mengkonsumsi produk (jasa) yang dibeli. 11. Kualitas adalah bagi penyedia jasa merupakan suatu yang harus dikerjakan dengan baik. 12. Kepuasan pasien adalah tingkat perasaan pelanggan (pasien) setelah merasakan persepsinya. 13. Pelanggan (pasien) adalah pasien rawat jalan Puskesmas Margadana Kota Tegal.
55