BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional secara merata di berbagai penjuru daerah di Indonesia, merupakan salah satu tugas pemerintah untuk terus secara berkesinambungan melakukan perkembangan baik dari segi infrastruktur, pendidikan, dan jaminan sosial untuk kesejahteraan rakyat di seluruh Indonesia. Untuk dapat merealisasikan rencana pembangunan secara merata, maka perlu memperhitungkan anggaran pembiayaan bangunan. Salah satunya dengan menggunakan anggaran sumber pendapatan pemerintah. Pajak merupakan salah satu yang memiliki kontribusi terbesar dalam penerimaan Republik Indonesia, disamping komponen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meliputi penerimaan penerapan pajak dan non pajak. Peningkatan penerimaan pemerintah Indonesia dari sektor pajak akan semakin mendominasi dari bertambahnya jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya. Penerimaan pajak merupakan penerimaan yang paling aman dan handal, karena bersifat fleksibel, lebih mudah dipengaruhi dibandingkan penerimaan non pajak. Sebab penerimaan pajak merupakan salah satu instrumen dalam mengatur perekonomian negara yang dapat dipengaruhi melalui kebijakan negara yang bersangkutan (Budiarti, 2005:57). Upaya untuk dapat mengoptimalkan peningkatan penerimaan sektor pajak, diperlukan adanya kemauan Wajib Pajak dalam membayar kewajiban perpajakannya. Kemauan membayar pajak dapat diartikan sebagai nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan peraturan) yang digunakan untuk membiayai pengeluaran
1
umum negara dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung. (Tatiana dan Priyo, 2009). Kondisi seperti ini yang tidak medukung upaya untuk menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat untuk menjadi Wajib Pajak yang patuh membayar pajak, bukan bersifat sebaliknya yang memiliki kecenderungan berusaha menghindar dari kewajibannya membayar pajak. Dengan menyadari bahwa penerimaan sumber utama melalui pajak, Direktorat Jendral Pajak melakukan upaya peningkatan penerimaan pajak, yang saat ini masih rendah, yakni pada kisaran 11 hingga 12 persen, (Sigit Priyadi Pramudito, 2011). Disamping itu, DJP menghimpun penerimaan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien (Suryadi, 2006). Pada pelaksanaan undangundang nomor 28 tahun 2007 yang membahas tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus pembinaan merupakan konsekuensi terhadap pemberian kepercayaan kepada Wajib Pajak tersebut. Indonesia tergolong yang di beberapa bagian daerahnya masih memiliki tingkat kepatuhan wajib pajak yang relatif rendah. Di Provinsi Sulawesi Barat, Selatan dan Tenggara yang tercatat dari data menunjukkan 225.000 lebih Wajib Pajak orang pribadi, hanya 10 persen yang menyerahkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang). Sedangkan Wajib Pajak badan hanya 32,23 persen dari 15.700 Wajib Pajak yang terdaftar yang sudah menyerahkan SPPT (Berita Daerah, 2009). Di Medan kepatuhan Wajib Pajak hanya 38,5 persen dibanding Wajib Pajak terdaftar yang berjumlah 61.761. Melalui berbagai sosialisasi yang dilakukan oleh Dirjen Pajak, Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang patuh dalam menyetorkan pembayaran pajak. Untuk itu, sangat diperlukan sosialisasi berkelanjutan dalam
2
memberikan pengetahuan mendasar tentang pajak. Didukung oleh pengetahuan pajak yang baik, akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Dalam menilai keberhasilan penerimaan pajak, perlu diperhatikan beberapa sasaran yang ingin dicapai seperti administrasi perpajakan, misalnya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam (Chaizi Nasucha, 2009). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pemahaman, Kualitas Pelayanan, Dan Persepsi Atas Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus Di Lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pulo Gadung tahun 2013)” B. Rumusan Masalah Fenomena yang terjadi dalam penelitian ini adalah sikap kepatuhan wajib pajak untuk dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak. Penelitian ini untuk mengetahui berbagai indikasi penyebab berkurangnya Wajib Pajak yang melaporkan SPT. Hal ini apakah dipengaruhi juga oleh berbagai kasus penggelapan pajak yang marak terjadi di Indonesia. Sebagai contoh kasus penggelapan pajak yang banyak terjadi dilakukan oleh oknum pegawai kantor pajak seperti kasus Gayus Tambunan, selaku Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak, dimana posisi ini yang memberinya kesempatan dalam memanipulasi data dari pembayaran sejumlah dana pajak yang harus dititipkan pada Gayus dan harus dilaporkan ke Kantor Pajak, namun tidak dilakukan oleh Gayus. Jabatan yang diembannya yang dapat mempengaruhi suatu kebijakan dan dengan banyak kasus serupa yang ditangani oleh Gayus, maka ia dapat meraup banyak keuntungan yang besar untuk dirinya sendiri.
3
Selain itu, terdapat juga kasus penunggakan pembayaran pajak yang dilakukan oleh 3 kelompok perusahaan batubara Bakrie Group yaitu PT Bumi Resources Tbk Rp 376 Milyar, PT Kaltim Prima Coal (KPC) Rp 1,5 Triliun dan PT Arutmin Indonesia Rp 300 Milyar dengan total keseluruhan kelalaian pembayaran pajak yang merugikan negara sejumlah Rp 2,1 Triliun. Beberapa contoh kasus penggelapan pajak diatas dapat berdampak pada kerugian yang dialami negara dalam jumlah yang sangat besar, selain itu juga menyangkut pada keadilan sosial rakyat Indonesia. Tindakan kecurangan yang dilakukan oleh oknumoknum petugas pajak ini juga berpengaruh pada kepercayaan rakyat dalam menyetorkan pembayaran pajak. Maka, penulis mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan berkurangnya Wajib Pajak dalam melaporkan SPT. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak, meliputi faktor pemahaman tentang perpajakan, kualitas pelayanan, persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan dan hasil pemeriksaan pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak. Dalam hal ini, kemauan Wajib Pajak dalam membayar pajak merupakan hal penting saat penarikan pajak. Dengan adanya banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah pemahaman WP dapat berpengaruh signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak? 2. Apakah kualitas pelayanan fiskus dapat berpengaruh signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak? 3. Apakah persepsi atas pemeriksaan pajak dapat berpengaruh signifikan pada kepatuhan Wajib Pajak? 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk menganalisis adanya pengaruh antara pemahaman mengenai pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pulo Gadung b. Untuk menganalisis adanya pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pulo Gadung c. Untuk menganalisis adanya pengaruh persepsi atas pemeriksaan sistem perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pulo Gadung 2. Manfaat Penilitian a. Bagi Mahasiswa Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai faktorfaktor apa saja yang dapat menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. b. Bagi Wajib Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih mendalam kepada masyarakat untuk lebih mengetahui tentang manfaat atas pembayaran pajak, maka dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya. c. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi KPP, khususnya pada KPP Pulo Gadung. Hasil laporan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan serta masukan mengenai tindakan yang dapat dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pulo Gadung, untuk mengetahui alasan ketersediaan Wajib Pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya serta meningkatkan kepatuhan dalam membayar pajak.
5