BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sistem
Kesehatan
Nasional
(SKN)
merupakan
suatu
tatanan
yang
menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 (UUD NRI 1945). Masalah kesehatan bagi bangsa Indonesia memiliki peranan yang penting demi kemajuan suatu bangsa sehingga dapat dikatakan kesehatan merupakan suatu indikator bagi kemajuan suatu bangsa dan sebagai modal bagi pembangunan bangsa Indonesia.3 Dalam rangka pemerataan bidang kesehatan secara global disepakati starategi pelayanan kesehatan primer, bahwa di dalam pelayanan kesehatan primer dikenal lima prinsip dasar yaitu ; 1. pemerataan upaya kesehatan, 2. penekanan pada upaya preventif; 3. penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan; 4 peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian dan; 5 kerja sama lintas sektoral dalam pembangunan kesehatan.4 Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Manusia melakukan berbagai upaya demi mewujudkan hidup yang sehat. Pasal 47 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa :
3
Harmoko, 2012, “Sistem Kesehatan Nasional, 2009-2010 ditinjau dari Hukum Kesehatan,”www.ppni.jateng.com. diunduh Januari 2013 4 Azwar Agoes dan Teuku Jacob, 1998. Antropologi Kesehatan Indonesia, cetakan 2, EGC, Jakarta, hlm. 1
11
Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kegiatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan pasien dalam kondisi semula.5. Manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan akan kesehatan terjalin hubungan antar pelayanan kesehatan dengan pasien. Penyakit yang datang tanpa kompromi membuat konsumen tidak dapat lagi menunda atau mengesampingkan jasa pelayanan kesehatan, walaupun tidak memiliki biaya yang cukup. Jasa pelayanan kesehatan memiliki sifat yang khusus sehingga jenis jasa pelayanan kesehatan ini menyandang misi fungsi sosial yang mana misi fungsi sosial ini tetap harus diutamakan, mengingat pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan rasa kemanusiaan yang secara jelas dijamin oleh undang-undang, karena itu setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan memadai. Masalah kesehatan bagi bangsa Indonesia memiliki peranan yang penting bagi kemajuan suatu bangsa sehingga dapat dikatakan kesehatan merupakan suatu indikator bagi kemajuan suatu bangsa dan sebagai modal bagi pembangunan bangsa Indonesia. Penyelengggaraan upaya kesehatan dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari pelayanan kesehatan yang bersifat tradisional sampai yang bersifat
5
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
12
modern dengan berbagai teknologi yang canggih. Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan taraf kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad). Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.6 Hubunganan diantara pengobatan alternatif dengan pengobatan modern bukan hubungan yang bersaing. Pengobatan kedua-duannya hidup saling berdampingan dan bersama-sama menyediakan pilihan pengobatan untuk bermacam-macam penyakit.
Dalam bidang alternatif ada sifat yang dapat menyediakan bidang
medikal dan sebaliknya. Walaupun kepercayaannya terhadap kesehatan berbeda pengobatan kedua-duannya saling melengkapi kegunaanya. Oleh karena itu, dalam masyarakat ada kebutuhan untuk pengobatan kedua-duannya yang tersedia.7 Pemahaman masyarakat dikedua bidang pengobatan tradisional terkadang dipengaruhi oleh kepercayaan yang sulit diterima secara logika. Apabila pemahaman masyarakat mengenai pengobatan tradisional ini tidak diimbangi dengan pengetahuan modern, dikhawatirkan akan membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat pada umumnya. Kesalahan dalam menafsirkan penyakit yang diderita pasien karena semata-mata hanya dilandasi pengetahuan tradisional dan kepercayaan, akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan penderita. Untuk menghindari hal tersebut 6
Pasal 61 ayat (1), Undang-undang No. 39 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Esther Walcott, 2004. Seni Pengobatan Alternatif Pengetahuan Dan Persepsi, Program ACICIS, Malang. hlm. 44 7
13
diagnosa penyakit menurut pengetahuan tradisional, khususnya pada jenis penyakit aneh atau penyakit yang tidak diketahui secara umum sulit diterapkan. Kenyataan ini membuktikan obat dan pengobatan tradisional hanya cocok digunakan untuk mengobati jenis penyakit yang lumrah dan sudah dikenal secara umum. Pelayanan kesehatan tradisional telah diakui keberadaannya sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. Sampai saat ini pelayanan kesehatan tradisional terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi disertai dengan peningkatan pemanfaatannya oleh masyarakat sebagai imbas dari semangat untuk kembali menggunakan halhal yang bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah ’back to nature’. Dalam dunia internasional, perkembangan pelayanan kesehatan tradisional juga telah mendapat perhatian dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan World Health Organisation (WHO) Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Menurut WHO pada tahun 2009 disebutkan dalam salah satu resolusinya bahwa WHO mendorong negara-negara anggotanya agar mengembangkan Pelayanan Kesehatan Tradisional di negaranya sesuai kondisi setempat.8 Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mempunyai tugas untuk melaksanakan program pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional. Hal ini bertujuan agar pelayanan kesehatan tradisional dapat diselenggarakan dengan 8
Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA, 2011, “Mengenal Pelayanan Kesehatan Tradisional di Indonesia,” www.gizikita.depkes.go.id. di unduh mei 2012
14
penuh tanggungjawab terhadap manfaat, keamanan dan juga mutu pelayanannya sehingga masyarakat terlindungi dalam memilih jenis pelayanan kesehatan tradisional yang sesuai dengan kebutuhannya. Masyarakat juga perlu diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk menggunakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk melakukan penapisan, pengawasan, dan pembinaan yang baik sehingga masyarakat terhindar dari hal-hal yang merugikan akibat informasi yang menyesatkan atau pelayanan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.9 Dewasa ini peraturan perundang-undangan memegang peranan yang penting dalam kehidupan masyarakat karena dengan peraturan perundang-undangan tersebut, diatur kebijakan pemerintah dirumuskan dan kehidupan masyarakat. Salah satu bidang kehidupan manusia yang juga dirumuskan dalam berbagai peraturan perundang-undangan adalah bidang kesehatan. Sistem hukum Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantif, seperti hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi tidak mengenal bangunan hukum malpraktik. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam hukum kesehatan Indonesia yang berupa Undang – Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 secara resmi menyebut kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan pelayanan kesehatan tradisional dalam Pasal 59, 60, 61 dan 191 Banyaknya bermunculan pelayanan kesehatan non-medis yang tidak diketahui evidence based-nya, yang ternyata diserbu oleh masyarakat awam misalnya pengobatan alternatif dukun cilik Ponari di Jombang Jawa Timur dan 9
Ibid
15
sebagainya adalah indikasi adanya fenomena menurunnya minat orang sakit untuk memeriksakan dirinya ke dokter. Fenomena tersebut mungkin dipengaruhi oleh tingginya biaya kesehatan maupun berkurangnya kepercayaan masyarakat pada pelayanan seorang tenaga kesehatan. Dapat juga dilihat bahwa sebagian tenaga kesehatan mencari keuntungan berlimpah dengan berpraktik yang tidak sesuai dengan Kode Etik profesi dan Undang-Undang Praktik sesuai dengan profesi kesehatan.10 Beberapa pendapat tentang permasalahan yang terjadi pada pengobatan tradisional adalah berhati-hati berobat ke tempat pengobatan tradisional karena dapat ada kesalahan dalam pengobatan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Tradisional Suku Dinas Pelayanan Kesehatan Jakarta Timur, Aries Setyowati, mengatakan, pertanggungjawaban hanya ada di tangan pengobat itu sendiri. Sementara dari pihak suku dinas sendiri, tidak
dapat
mempertanggungjawabkannya.
Tuntutan
terhadap
kesalahan
yankestrad seringkali kandas di tengah jalan karena sulitnya pembuktian. Baik penggugat dalam hal ini pasien, pihak Pelayanan Kesehatan Tradisional maupun praktisi ( hakim dan jaksa ) mendapat kesulitan dalam menghadapi masalah kesalahan pelayanan kesehatan tradisional ini, terutama dari sudut teknis hukum atau formulasi hukum yang tepat untuk digunakan.11 Pendapat lain adalah warga Kota Kediri dihimbau berhati hati jika menggunakan jasa praktek pengobatan alternatif atau tradisional. Jika menjadi 10
Dadang Sugianto, 2010, “Tanggapan Pasien tentang Komunikasi Antarpersonal Tenaga Kesehatan melalui Konseling di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Caringin Bandung”,dir.unikom.ac.id, jbptunikompp-gdl-dadangsugi. diunduh Mei 2012 11 Nofi Triana Firman, 2005, “Pengobatan Tradisional Tak Dapat dipertanggungjawabkan Secara Hukum,” www.TEMPO Interaktif, diunduh Mei 2012
16
korban mal praktek diminta melapor ke polisi. dr. Adima, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Kediri mengatakan, di Kota Kediri ada 52 praktek pengobatan alternatif yang berijin. Jenisnya bermacam- macam seperti pijat refleksi, akupuntur, pengobatan herbal, bekam dan terapi. Fungsinya juga beragam, bukan hanya untuk pengobatan tetapi juga peningkatan stamina pria, kecantikan dan kesuburan wanita, “kalau yang berijin jumlahnya sekian itu, sedangkan yang tidak berijin memang ada tetapi jumlahnya kami belum dapat memastikan. Untuk itu bagi warga yang membuka praktek pengobatan alternatif kami minta segera mengurus ijin. Menurut Fauzan, sesuai pengamatan di lapangan ternyata sebagian tidak murni tradisional tetapi ada juga yang memakai obat kimia. Padahal penggunaan obat tersebut harus berdasar kompetensi medis, Warga harus selektif memilih tempat praktek pengobatan alternatif karena sebagian ada yang menggunakan obat. Jangan sembarangan khususnya yang berkaitan dengan stamina pria dan kecantikan, ”lanjutnya. Masih kata dr Fauzan, praktek pengobatan alternatif memang diperbolehkan. Tetapi kesalahan dalam praktek pengobatan alternatif yang berdampak buruk pada kondisi dan kesehatan pasien dapat dituntut berdasar undang undang kesehatan, “pasien itu dilindungi undang undang kesehatan dan perlindungan konsumen. Tetapi sampai saat ini belum ada yang mengadu atau melapor. Mungkin karena tidak tahu, pungkasnya.12 Slamet Budianto,
Pengurus Ikatan Dokter Indonesia atau IDI meminta
masyarakat turut mengawasi praktek pengobatan nonmedis, dukun atau pengobatan alternatif lainnya, mengingat tak sedikit ditemukan kasus pengobatan tersebut merugikan pasien. Pihaknya berharap masyarakat lebih obyektif lagi dalam menilai pengobatan nonmedis seperti dilakukan dukun atau pengobatan alternatif. Pihaknya berharap masyarakat mengawasi dan melaporkan ke pihak
12
Hadi Kusuma, 2011, “ Warga Diminta Waspada Menggunakan Jasa Praktek Pengobatan Alternatif,” www.Andika, FM, Kediri, diunduh Mei 2012
17
berwenang seperti kepolisian jika menemukan kasus diakibatkan kesalahan praktek dari pengobatan alternatif.13 Salah satu pengobatan alternatif yang mulai banyak diminati masyarakat adalah akupunktur. Akupunktur adalah suatu cara pengobatan yang dilakukan dengan cara menusukkan jarum di titik-titik tertentu pada tubuh pasien. Maksudnya adalah untuk mengembalikan fungsi homeostasis tubuh sehingga pasien sehat kembali.14
Menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, jumlah Pengobat tradisional di Indonesia yang tercatat cukup banyak, yaitu 280.000 pengobat tradisional dan 30 keahlian/spesialisasi. Salah satu jenis pengobatan tradisional yang berkembang dengan pesat di Indonesia adalah pengobatan tradisional akupunktur. Perkembangan akupunktur di negara Indonesia bilamana dibandingkan dengan perkembangan di negara lain, tidak tertinggal. Pada tahun 1963 Departemen Kesehatan dalam rangka penelitian dan pengembangan cara pengobatan Timur, termasuk Ilmu Akupunktur, atas instruksi Menteri Kesehatan waktu itu, Satrio telah membentuk sebuah Tim Riset Ilmu Pengobatan Tradisional Timur. Maka mulai saat ini praktek akupunktur diadakan secara resmi di Rumah Sakit Umum Pusat, Jakarta yang kemudian berkembang menjadi sub bagian di bawah Bagian Penyakit Dalam, dan selanjutnya menjadi Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada masa kini. Dalam perkembangan
13
Slamet Budianto, 2009, “ Awasi Praktik Pengobatan Alternatif”, Musyawarah Nasional II Perhimpunan Dokter Estetik Indonesia (Perdesti) 14 Dharmojono, DVM, 2001. Menghayati Teori dan Praktek Akupuntur &Moksibasi,Jilid I, Trubusagriwidya, Jakarta. hlm. 2
18
selanjutnya akupunktur menjadi salah satu jenis pengobatan tradisional yang berkembang pesat di Indonesia.15 Dalam upaya pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional termasuk didalamnya akupunktur maka Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan peraturan yang berupa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Salah satu pengaturan yang ada dalam peraturan tersebut adalah adanya perizinan bagi tenaga pengobat tradisional. Hubungan hukum antara pasien dan pengobat tradisional adalah hubungan hukum antara konsumen dan penyedia jasa, sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen). Dalam Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen disebutkan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pelaku pengobatan tradisional, yang menyediakan jasa pengobatan tradisional, dapat dikatakan sebagai pelaku usaha. Sedangkan pasiennya, yang mendapatkan jasa pengobatan tradisional tersebut, dapat dikategorikan sebagai konsumen. Dari gambaran tersebut diatas bagaimana hubungan hukum dalam pengobatan tradisional akupunktur apakah hubungan tersebut berupa hubungan konsumen dengan penyedia jasa atau merupakan suatu hubungan terapeutik pemberian pelayanan kesehatan dalam hal ini adalah upaya penyembuhan. 15
www.regulasikesehatan.wordpress.com, 2013, “Tinjauan Yuridis Pengobatan Akupunktur Di Indonesia”, di unduh Februari 2013
19
Sebagai gambaran jumlah tenaga pengobat tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai dengan Laporan Kabupaten/Kota sampai dengan bulan Juni 2012 sejumlah 2025 orang dengan jumlah akupunkturis sejumlah 48 orang. Dari 48 orang akupunkturis tersebut hanya kurang lebih 2 – 5 orang yang mempunyai Surat Izin Pengobat Tradisional sebagaimana diamanatkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.16 Data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta akupunkturis yang terdaftar dan memiliki Surat Izin sebanyak 11 orang yaitu 9 orang akupunkturis non dokter dan 2 orang akupukturis berlatar belakang pendidikan dokter.17 Gambaran realisasi melalui contoh kasus di atas, mendorong untuk dilakukan kajian lebih dalam mengenai pola hubungan hukum dalam yankestrad
yang
tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat khususnya dalam konteks pelayanan kesehatan. Dari kesalahan ataupun kelalaian yang dilakukan yankestrad terhadap konsumen, menimbulkan pertanyaan, yaitu; bagaimanakah hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional. Dengan latar belakang tersebut di atas, peneliti
mengangkat persoalan
mengenai pola hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional dalam hal ini tentang pengobatan akupunktur di kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, beberapa permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis dirumuskan antara lain sebagai berikut : 16 17
Ibid Seksi Regulasi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2013
20
1.
Bagaimana bentuk hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupunktur ?
2.
Bagaimana substansi materi yang diatur di dalam berkaitan dengan pola hubungan
undang-undang
hukum dalam pelayanan kesehatan
tradisional pengobatan akupunktur ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan sebelumnya, maka untuk mengarahkan suatu penelitian diperlukan adanya tujuan dari suatu penelitian. Tujuan penelitian dikemukakan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-
pernyataan
yang
hendak
dicapai
dalam
penelitian
tersebut.18Tujuan penulisan penelitian ini adalah : 1.
Mengkaji bentuk hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupunktur.
2.
Mengkaji substansi materi yang diatur di dalam peraturan perundangundangan berkaitan dengan hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pengobatan akupunktur.
D. Manfaat Penelitian Salah satu faktor pemilihan masalah dalam penelitian ini bahwa penelitian ini dapat bermanfaat karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari rencana penelitian ini antara lain:
18
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. hlm.118-119
21
1.
Manfaat Teoritis Manfaat teroritis yaitu manfaat dari penelitian hukum ini yang bertalian
dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari rencana penelitian ini sebagai berikut : a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Kesehatan mengenai pola hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional khususnya.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang hukum kesehatan dalam pola hubungan hukum pelayanan kesehatan tradisional.
c.
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitianpenilitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2.
Manfaat Praktis Manfaat praktis yaitu manfaat dari penelitian hukum ini yang berkaitan
dengan pemecahan masalah. Manfaat praktis dari rencana penulisan ini sebagai berikut : a.
Menjadi wahana bagi peneliti untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai
22
dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya Hukum Kesehatan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran perpustakaan penelitian tentang pola hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional tidak ditemukan akan tetapi ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengobatan tradisional dan hubungan hukum 1.
Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Dalam Upaya Pelayanan Medis. Permasalahan bagaimana Hubungan hukum antara dokter dengan pasien dan bentuk pertanggungjawaban dokter dalam upaya pelayanan medis. Metode penelitian dengan yuridis normatif dan subyekya adalah dokter dan pasien. Hasil penelitian Hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam upaya pelayanan medis yang didasarkan atas rasa kepercayaan pasien terhadap dokter dimulai sejak saat pasien mengajukan keluhannya yang ditanggapi oleh dokter.19
2.
Tinjauan Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaannya Pada Pengobat Tradisional di Kota Yogyakarta. Permasalahannya bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya pada pengobat tradisional di Kota Yogyakarta. Penelitian deskriftif analitik dengan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian, bahwa enam puluh delapan persen (68 %) pengobat tradisional belum berijin. Peran dan fungsi dinas kesehatan, kantor departemen agama, 19
Endang Kusuma. Astuti, 2005, Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Dalam Upaya Pelayanan Medis, Jurnal Hukum Legality,Vol 13, No 1 Tahun 2005, ejournal.umm.ac.id.
23
dan kejaksaan kota Yogyakarta dalam pembinaan dan pengawasan belum optimal. Tidak semua pengobat tradisional yang terdaftar atau berijin melaporkan kegitannya.20 3.
Cara Komunikasi dan Pemilihan Berobat Ke Pengobatan Tradisional Gurah di DIY. Permasalahan Komunikasi yang terjadi
pada pasien dalam
memutuskan untuk memilih pengobatan alternatif tradisional gurah dan alasan-alasan pasien terhadap pelayanan pengobatan alternatif tradisional gurah. Metode penelitian yang digunakan yaitu diskriptif dengan rancangan kualitatif, dan subyeknya adalah praktisi pengobat tradisional gurah. Hasil penelitian Cara komunikasi yang digunakan dalam pemilihan pasien berobat ke pengobatan tradisional gurah sebagian besar memperoleh informasi dari komunikasi interpersonal, tetapi ada juga pasien yang memperoleh informasi dari independent, yaitu melalui media tetapi hanya sedikit yang mendapatkan informasi dari informant leader. Menurut praktisi gurah selama ini belum pernah dilakukan upaya pemasaran gurah melalui media massa, tetapi medialah yang mencari berita dari praktisi gurah tersebut.21 4.
Perbedaan yang akan dilakukan penelitian Agus Sarwo Prayogi adalah mengkaji bentuk hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan tradisional pada pengobatan akupuntur di kota Yogyakarta. Metode Penelitan yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis empiris.
20
Sunarto, 2010, Tinjauan Peraturan Perundang-undangan dan Pelaksanaannya Pada Pengobat Tradisional di Kota Yogyakarta, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 21 Rita Rena Pudyastuti, 2000, Cara Komunikasi dan Pemilihan Berobat Ke PengobatanTradisional gurah di DIY, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
24
F. Definisi Operasional Penelitian 1.
Pola Hubungan Hukum adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh dua subyek hukum dalam bentuk perjanjian antara masyarakat dengan pengobat tradisional yang mengakibatkan terjadinya hak dan kewajiban dalam pelayanan kesehatan tradisional.
2.
Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pengobat kepada masyarakat dalam bentuk pengobatan tradisional dalam upaya penyembuhan kesehatan.
3.
Pengobatan akupunktur adalah pelayanan pengobatan dengan perangsangan pada titik-titik akupunktur dengan cara menusukkan jarum dan sarana lain seperti elektro akupunktur kedalam kulit.
25