BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Persoalan kemiskinan masih menjadi salah satu problematika utama yang dihadapi
oleh Bangsa Indonesia. Pada satu sisi pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menunjukkan akselerasi dari 4,6% pada tahun 2009 lalu meningkat secara signifikan menjadi 6,1% pada tahun 2010, dan masih menunjukkan kenaikan menjadi sebesar 6,5% di tahun 2011. Namun, pada saat yang sama angka penurunan jumlah penduduk miskin justru mengalami perlambatan. Penurunan jumlah penduduk miskin dari tahun 2009 ke 2010 mencapai 1,5 juta orang, sedangkan pada periode 2010 ke 2011 justru hanya mencapai 1 juta orang ( Nana Mintarti dkk:2012). Pemerintah Indonesia telah membuat berbagai macam kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Akan tetapi, usaha pemerintah saja terbukti belum cukup. Masih diperlukan berbagai instrumen alternatif solusi dari banyak pihak di luar pemerintah untuk menyelesaikan masalah kemiskinan penduduk. Salah satu instrumen solusi yang potensial di Indonesia menghadapi masalah tersebut adalah zakat, infak, dan sedekah. Jumlah penduduk Indonesia saat ini adalah 255.587.718 jiwa dengan penduduk mayoritas beragama muslim yaitu 85% dari total jumlah penduduk. Menurut penelitian yang dilakukan oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB pada tahun 2011, potensi zakat nasional mencapai Rp 217 triliun atau sekitar 3,4% dari Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Angka tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan realisasi anggaran bantuan sosial dari pemerintah di tahun 2011 sejumlah Rp 81,1 triliun. Besarnya potensi zakat nasional menunjukkan bahwa perlu dilakukan usaha yang lebih serius dalam mengelola zakat agar potensi pengumpulan yang
1
sebegitu besar dapat direalisasikan dan dapat didistribusikan secara tepat kepada masyarakat. Sehingga pada akhirnya dapat membantu menyelesaikan masalah kemiskinan penduduk. Di Indonesia, baik zakat, infak, dan sedekah dikelola oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang berupa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam UU No.23/2011 dijelaskan bahwa BAZNAS adalah organisasi yang berwenang untuk melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Sedangkan LAZ adalah organisasi yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Kinerja OPZ secara nasional di Indonesia terus mengalami perbaikan. Kinerja penghimpunan zakat, infak, dan sedekah yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini. Tabel 1.1
Penghimpunan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) Nasional 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011*
Jumlah (miliar rupiah) 740 920 1.200 1.500 1.800
Pertumbuhan Tahunan (persen) 24,32 30,43 25,00 20,00
*Data hingga November 2011 Sumber: BAZNAS (2011)
Selain itu, dari segi pendistribusian dan pendayagunaan ZIS, kelompok mustahik yang menerima manfaat dan terlayani oleh OPZ jumlahnya juga relatif besar. Menurut BAZNAS(2011), tidak kurang dari 2,8 juta mustahik yang telah terlayani selama tahun 2011 oleh seluruh OPZ yang ada, baik BAZ maupun LAZ. Sedangkan dari segi transparansi, akuntabilitas, serta kualitas kerja, kinerja OPZ juga mengalami peningkatan dengan diperolehnya sertifikat ISO 9001:2008 oleh sejumlah OPZ serta status laporan keuangan 2
BAZ nasional dan LAZ nasional yang mendapat opini dari kantor audit independen yaitu wajar tanpa pengecualian. Pada tingkat internasional, kinerja institusi zakat nasional pun telah mendapat pengakuan. Dalam Muktamar Zakat Internasional ke-8 di Beirut tahun 2010, Indonesia diakui memiliki kinerja pendayagunaan zakat yang sangat kreatif dan luar biasa. Bahkan dalam dokumen MCPS (Member Countries Partnership Strategies) yang disusun oleh IDB (Islamic Development Bank), salah satu permintaan IDB terhadap Indonesia sebagai reverse linkage program terhadap investasi yang dilakukannya adalah meminta Indonesia membagi pengalamannya dalam mengelola dana zakat sebagai sumber pembiayaan usaha mikro dan kecil kepada seluruh anggota-anggota IDB, melalui program-program pelatihan dan pendampingan. Meskipun OPZ di Indonesia telah menunjukkan kinerja yang semakin baik serta telah mendapat pengakuan di dunia internasional, usaha peningkatan kualitas pengelolaan zakat, infak, dan sedekah oleh OPZ di Indonesia harus terus dilakukan karena masih terdapat kesenjangan yang tinggi antara potensi penghimpunan ZIS dan realisasinya. Beberapa masalah yang menyebabkan belum optimalnya penghimpunan ZIS oleh OPZ antara lain: 1. Sistem birokrasi dan good governance masih lemah berkaitan dengan pengelolaan zakat di Indonesia sehingga berdampak pada rendahnya akuntabilitas dan transparansi LAZ (Asep Saefuddin Jahar: 2006) 2. Pengelola dana zakat dianggap belum memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kualitasnya optimal, yaitu berkompeten (kaffah), amanah, dan memiliki etos kerja tinggi (himmah). (Jamil Azzaini: 2008) 3. Badan pengelola zakat dianggap tidak profesional karena belum menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi. (Almisar Hamid: 2009)
3
4. Minimnya kualitas dan kuantitas SDM perzakatan, belum meratanya kinerja OPZ terutama yang berada di daerah-daerah, penataan sistem dan keorganisasian zakat, serta sinergi, kerjasama program, dan integrasi pengelolaan zakat nasional. (IMZ: 2012) Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja OPZ adalah dengan mengimplementasikan manajemen mutu total (TQM:Total Quality Management). TQM adalah seni mengelola keseluruhan organisasi untuk mencapai keunggulan. TQM merupakan sebuah filosofi sekaligus kumpulan prinsip yang merepresentasikan pondasi dari perbaikan organisasi yang berkesinambungan (Besterfield: 1999). Pada awalnya, konsep TQM hanya digunakan untuk organisasi yang berorientasi laba, terutama yang merupakan perusahaan besar. Dalam perkembangannya, konsep ini pun relevan untuk diimplementasikan di organisasi nirlaba termasuk organisasi sektor publik serta perusahaan/ organisasi yang berukuran kecil. Penelitian Mary Burdette Dean dan Marilyn M Helms (1996) yang dilakukan
di
Tennessee
Valley
Authority
menunjukkan
bahwa
TQM
dapat
diimplementasikan pada organisasi sektor publik dengan sukses. Sedangkan penelitian Donald F.Kuratko, John C.Goodale, dan Jeffrey S.Hornsby (2001) menunjukkan bahwa konsep TQM dapat diimplementasikan dengan baik pada perusahaan kecil terutama terkait strategi kualitas yang dapat mendorong fleksibilitas perusahaan. Strategi tersebut terbukti menjadi keunggulan kompetitif utama bagi perusahaan kecil. Kesimpulan dari dua penelitian tersebut menguatkan pendapat bahwa konsep TQM akan dapat diimplementasikan dengan baik di Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia yang merupakan organisasi nirlaba dengan ukuran kecil sampai menengah. Selain itu, menurut Samdin (2002) dalam Sri Fadilah (2012) terdapat beberapa alasan mengapa TQM perlu diterapkan dalam pengelolaan zakat oleh LAZ di antaranya: (1) untuk dapat meningkatkan daya saing dan unggul dalam persaingan, (2) menghasilkan output LAZ yang terbaik, (3)
4
meningkatkan kepercayaan muzaki, dan (4) melakukan perbaikan kualitas pengelolaan dana zakat (good governance) sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Lebih lanjut, dalam penelitian yang dilakukan oleh Sri Fadilah (2012) juga diperoleh kesimpulan bahwa implementasi TQM pada LAZ di Indonesia berpengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi. Urgensi implementasi TQM pada OPZ di Indonesia sepertinya juga sudah mulai dirasakan oleh para pemangku kepentingan di dunia zakat nasional. Pada tahun 2011 FOZ (Forum Zakat) mengeluarkan sebuah buku “Zakah Criteria for Performance Excellent” yang berisi pedoman standar manajemen mutu bagi organisasi zakat nasional. Pedoman ini mengadaptasi kriteria yang terdapat pada Malcolm Baldridge National Quality Award (MBNQA). Namun, sampai saat ini belum ada pihak yang mencoba meneliti sampai sejauh mana TQM telah diimplementasikan oleh OPZ di Indonesia didasarkan pada kriteria MBNQA yang telah diadopsi dalam Zakah Criteria for Performance Excelent. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi TQM berdasarkan kriteria zakat untuk kinerja unggul serta pengaruhnya terhadap kinerja keuangan OPZ di DIY dan Jawa Tengah. DIY dipilih sebagai tempat penelitian karena daerah tersebut telah melakukan pemberdayaan mustahik dengan lebih efektif yang didukung oleh rasio mustahik-muzaki yang tidak terlalu besar yaitu 1,3 dan potensi daerah yang tinggi diukur dari 8 indeks potensi daerah (Dompet Dhuafa: 2010). Sedangkan Jawa Tengah merupakan daerah yang memiliki potensi zakat terbesar ketiga di Indonesia menurut penelitian BAZNAS dan FEM IPB tahun 2011 yang secara geografis sangat dekat dengan DIY. 1.2
Identifikasi Masalah Merujuk kepada latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasi pertanyaan
yang akan diuji dalam penelitian ini dibatasi kepada empat poin berikut: 5
a)
Sampai sejauh mana TQM telah diimplementasikan oleh OPZ di DIY dan Jawa Tengah?
b) Kriteria mutu apa yang sudah diimplementasikan dengan baik oleh OPZ di DIY dan Jawa Tengah? c)
Area manajemen mana yang masih harus mendapatkan perhatian lebih oleh OPZ di DIY dan Jawa Tengah untuk meningkatkan manajemen mutunya?
d) Apakah penerapan TQM berpengaruh terhadap kinerja keuangan OPZ di DIY dan Jawa Tengah? 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini berusaha untuk mengetahui sampai sejauh mana TQM telah
diimplementasikan oleh OPZ di DIY dan Jawa Tengah berdasarkan kriteria zakat untuk kinerja unggul. Hasil analisis kemudian digunakan untuk mengetahui kriteria apa yang paling sering digunakan oleh OPZ di DIY dan Jawa Tengah serta area manajemen mana yang masih membutuhkan perbaikan untuk meningkatkan manajemen mutu OPZ di DIY dan Jawa Tengah. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi TQM terhadap kinerja keuangan OPZ di DIY dan Jawa Tengah untuk memberikan dimensi baru terkait upaya peningkatan kinerja OPZ dalam optimalisasi penghimpunan zakat di Indonesia. 1.4
Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada dimensi teori dan
dimensi praktik. Pada dimensi teori, penelitian ini dapat memberikan bukti apakah implementasi TQM mempengaruhi kinerja keuangan OPZ. Sedangkan pada dimensi praktik, OPZ di DIY dan Jawa Tengah dapat mengetahui sejauh mana TQM telah mereka implementasikan, strategi mutu apa saja yang paling sering digunakan untuk meningkatkan
6
manajemen mutu, serta dimensi mana saja dari TQM yang harus dikelola lebih serius oleh OPZ di DIY dan Jawa Tengah. 1.5
Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika pembahasan penelitian. Bab II Bab kedua merupakan tinjauan literatur dan pengembangan hipotesis yang berisi tinjauan teoritis mengenai ZIS, TQM, kriteria MBNQA dan kriteria zakat untuk kinerja unggul, kinerja keuangan Organisasi Pengelola Zakat, serta pengaruh implementasi TQM terhadap kinerja keuangan. Bab III Bab ketiga merupakan metode penelitian yang mencakup populasi dan sampel penelitian, ukuran variabel, serta analisis data dan model penelitian. Bab IV Bab keempat berisi data dan informasi hasil penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasan dan analisis. Bab V Bab kelima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari penelitian yang dilanjutkan dengan keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian lanjutan.
7