1
BAB I
A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia ini tidak dapat menghindarkan diri dari munculnya berbagai bentuk persaingan, sebagai akibat dari era globalisasi yang semakin kompleks dewasa ini. Oleh karenanya bangsa Indonesia terus melakukan pembenahan dengan melaksanakan berbagai proses perubahan yang mengarah pada pelaksanaan pembangunan di segala sektor, termasuk sektor perbankan. Dalam perkembangannya, keadaan ekonomi nasional dewasa ini menunjukan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional. Sementara itu, perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin komplek. Oleh karena itu, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan yang diharapkan akan dapat memperbaiki dan perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran merupakan hal yang sangat penting.1 Bank, baik bank sentral maupun bank umum, merupakan inti dari sistem keuangan di setiap negara. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah atau
1
Mell Melliany, Perlindungan Terhadap Nasabah Bank Ditinjau Dari Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Skripsi), Fak. Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, hlm 3.
2
swasta, maupun perorangan dalam menyimpan data-datanya. Melalui perkreditan dan berbagai jasa yang ditawarkan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Salah satu kemajuan perkembangan dunia perbankan adalah terciptanya alat pembayaran berupa kartu kredit. Kartu kredit atau credit card adalah alat pembayaran pengganti uang tunai atau cek.2 Kartu kredit ini merupakan instrumen untuk berbelanja di toko-toko, restoran, hotel, tempat hiburan dan lain-lain. Kartu kredit digunakan sebagai alat pembayaran pengganti uang. Dalam jual beli barang dengan mempergunakan kartu kredit berarti bahwa pihak pembeli tidak menyerahkan uang sebagai alat pembayaran, tetapi dengan menunjukkan kartu kredit. Dengan demikian sebagai pengganti uang yang umum dikenal yaitu uang kartal atau uang giral, maka di sini dipergunakan kartu kredit. Jika demikian maka kartu kredit berfungsi sebagai uang. Bentuk kartu kredit yang kecil memudahkan para nasabah dalam membawanya dan melakukan pembayaran, karena tidak perlu membawa uang banyak, cukup dengan satu kartu kredit dapat melakukan pembayaran hingga jutaan rupiah. Kartu kredit memiliki beberapa fungsi, diantaranya dapat digunakan sebagai alat pembayaran pengganti uang kartal, memudahkan pihak bank, cardholder dan merchant dalam
2
www.Kompas.com
3
transaksi, menjadikan proses pembayaran lebih mudah dan efektif, memberikan rasa aman dan praktis.3 Pesatnya pertumbuhan kartu kredit saat ini lebih banyak disebabkan oleh kelemahan fungsi uang tunai sebagai alat pembayaran yang kurng efektif dan efisien. Sejarah kartu kredit ini bermula pada tahun 1950 dimana pada saat itu di kota New York seorang pengusaha besar tengah menjamu rekan-rekan usahanya di sebuah restoran yang sangat terkenal. Pada saat tagihan datang, pengusaha tadi baru sadar kalau dompetnya tertinggal di rumah. Dalam keadaan panik ia terpaksa meninggalkan semacam kartu identitas sebagai jaminan pada restoran tersebut. Berdasarkan kejadian inilah yang akhirnya mengilhami pengusaha tadi untuk menciptakan sebuah sistem pembayaran dengan kartu kredit.4 Kartu kredit hanya boleh dikeluarkan oleh bank yang tergolong sehat/cukup sehat setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia. Dalam hal ini menjadi masalah sejauh mana kartu kredit itu diterima oleh umum sebagai alat pembayaran pengganti uang atau cek. Penemuan kartu plastik sebagai alternatif pembayaran merupakan suatu penemuan besar setelah alat pembayaran logam, uang kertas, dan cek. Di dompet kalangan menengah ke atas selain uang kertas, biasanya diselipkan juga beberapa kartu plasik, seperti ATM (Automatic Teller
3 4
Ibid. Mell Melliany, op cit, hlm 6.
4
Machine), kartu kredit, kartu supermarket, kartu anggota klub tertentu dll. Tujuannya untuk mengidentifikasi pelanggannya yang berbelanja tetapi dengan pembayaran bulanan setelah ditagih, dan tanpa kewajiban membayar bunga. Di sini ada tiga pihak yang mempunyai hubungan hukum, yaitu penerbit, pemagang kartu kredit dan penjual barang atau jasa yang dibeli dengan memakai kartu kredit tersebut. Tajamnya persaingan mendorong bank-bank untuk bergerak lebih jauh melakukan terobosan, salah satu sasarannya adalah mulai mengantisipasi trend perkembangan tingginya tingkat kebutuhan melalui berbagai produk retail banking. Retai banking diantaranya ATM (Automatic Teller Machine), tabungan, KPR dan KPM, kartu kredit dan kartu debet.5 Permasalahan kartu kredit menjadi sangat relevan untuk dianalisis secara yuridis dewasa ini. Mengingat persoalan kartu kredit masih cukup baru, maka keluarnya kartu kredit atau yang dikenal dengan uang plastik mendasarkan pada beberapa peraturan, yakni Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang Informasi dan Transaksi, Undangundang Perlindungan Konsumen Tahun 1999, Keputusan Presiden No.16 Tahun 1998 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan No.448/KMK.017/2000.
5
Sri Redjeki Hartono, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Aspek Hukum Penggunaan Kartu Kredit, BPHN, Jakarta, 1996, hlm 6.
5
Para pihak yang berperan penting dalam masalah kartu kredit adalah6 : 1. Penerbit kartu kredit (Issuer). Berupa bank atau lembaga keuangan bukan bank (Financial Institution) dan Acquirer yakni pihak pengelola pengguna kartu kredit. 2. Pemegang kartu kredit (Cardholder), yakni setiap orang yang mempergunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran. 3. Tempat penerima kartu kredit (Merchant Costumers), biasanya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan, barang dan jasa, misalnya swalayan, hotel, restoran dan agen perjalanan. Penggunaan kartu kredit ini memberikan manfaat baik bagi pemegang kartu (card holder) atau bagi para pedagang penerima kartu kredit (merchant) dan juga bagi bank atau card isuer (issuer). Namun tidak disangkal bahwa kemungkinan ada pula kelemahannya. Karti kredit diberikan oleh bank kepada masyarakat calon pemegang kartu dengan persyaratan yang berbeda antara satu bank dengan la in bank. Misalnya tentang ketentuan apakah seorang pemegang kartu harus mempunyai rekening giro atau tidak di bank yang menerbitkan kartu tersebut, atau berapa besar jumlah penghasilan minimal perbulan dari seorang pemegang kartu setiap bulannya dan apakah setiap bulan harus ada konstribusi atau biaya administrasi yang dibebankan kepada pemegang kartu kredit. Asas yang ada dalam Hukum Perdata khususnya Hukum
6
Ibid, hlm 11.
6
Perikatan menyatakan bahwa perjanjian merupakan undang-undang bagi pihak yang membuat perjanjian.7 Perjanjian jual beli barang dengan mempergunakan kartu kredit berarti barang yang dibeli dapat segera dinikmati oleh pembeli, sementara penjual masih belum menerima haknya yaitu berupa uang sebagai hasil penjualan. Penjual masih harus menggunakan bukti (“saleslip”) adanya transaksi jual beli yang mempergunakan kartu kredit itu kepada perusahaan penerbit kartu kredit yang bersangkutan atau bank yang ditunjuk.8 Dan kemungkinan penjual tidak menerima uang tunai, tetapi hanya menerima bukti pembukuan yang dipindahkan dari hasil transaksi yang telah dilakukan tersebut. Dengan melibatkan pihak ketiga yaitu bank atau issuer maka penjual mengeluarkan biaya untuk jasa bank atau issuer yang melakukan penagihan atau pemindahbukuan pada rekening merchant. Di sini penjual dapat menerima lebih dahulu dari issuer atau bank, bila penjual mengirimkan “rekapitulasi” belanjaan pemegang kartu kredit kepada bank atau issuer. Sementara itu pembeli mempunyai tenggang waktu membayar tagihan atas pengeluaran yang telah dilakukan sampai waktu yang telah disepakati antara pembeli (sebagai pemegang kartu kredit) dengan bank (issuer). Terjadinya hubungan antara pembeli (pemegang kartu kredit), penjual (merchant) dan perusahaan penerbit kartu kredit atau bank
7 8
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm 5. Mell Melliany, op cit, hlm 9.
7
(issuer/Emittment) tertuang dalam suatu perjanjian. Ada dua perjanjian tertulis antara issuer dengan Merchant dan antara Issuer dengan pemegang kartu kredit. Perjanjian ini telah disediakan oleh Issuer sehingga dapat dikatakan sebagai perjanjian baku. Seiring pesatnya penggunaan kartu kredit, ternyata tidak hanya membawa kemudahan saja tetapi juga mengandung banyak resiko bagi pemegang kartu kredit, seperti halnya adanya kenaikan biaya transaksi, suku bunga serta munculnya biaya tambahan yang dikenakan merchant pada setiap belanja yang dapat merugikan. Selain itu ada juga kerugian yang dialami pihak pemegang kartu kredit yang disebabkan oleh kejahatan atau penyalahgunaan kartu kredit seperti, pemalsuan, pencurian maupun penipuan dengan menggunakan kartu kredit. Tetapi tidak sedikit juga nasabah yang dirugikan oleh pihak bank yang mengeluarkan kartu kredit tersebut. Hal tersebut disebabkan karena kesalahan yang dilakukan oleh pihak bank seperti yang dialami Mulyadi Honggo9. Mulyadi Honggo yang terdaftar dalam program PowerBill Bank Mandiri di Yogyakarta dan memiliki tagihan internet dan telepon melalui program tersebut. Dengan alasan tertentu beliau ingin memberhentikan layanan tersebut dengan melakukan konfirmasi dan fax surat pernyataan penghentian ke pihak Bank Mandiri. Dua minggu kemudian beliau menelepon kembali untuk memastikan bahwa segalanya sudah beres, dan tidak ada masalah. Ternyata pada tagihan berikutnya masih terdapat
9
http:\\www.Mediaindonesia.com\berita,28 februari 2008.
8
pemotongan atas internet dan telepon tersebut. Setelah beliau konfirmasi, pihak Bank Mandiri menyadari atas kelalaian tersebut dan menyarankan untuk melunasi terlebih dahulu tagihan yang ada dan dijanjikan setelahnya akan dikoreksi. Setelah itu beliau melakukan pembayaran tersebut. Pada tagihan berikutnya ternyata tidak ada pemotongan seperti yang dijanjikan. Setelah berlalu sekitar dua bulan beliau menelpon pihak Bank Mandiri untuk
mengkonfirmasi
dan
alangkah
terkejutnya
ketika
mereka
melepaskan tanggung jawab tersebut kepada beliau untuk mengurusnya sendiri ke pihak Telkom, dengan alasan kasusnya sudah lebih dari tiga bulan. Padahal jelas kesalahan kelebihan penagihan dilakukan oleh pihak bank sendiri dan kasusnya sengaja dibiarkan mengambang lebih dari tiga bulan. Karena kasusnya tidak selesai, pihak Bank Mandiri mengambil jalan termudah dan tidak mau repot, yaitu dengan meminta customer yang mengurus sendiri ke pihak Telkom. Kasus diatas hanya contoh kecil dari kasus lain mengenai kerugian nasabah yang diakibatkan oleh pihak bank yang mengeluarkan kartu kredit itu sendiri. Hal itu terjadi karena minimnya perlindungan terhadap konsumen oleh pihak bank. Mengingat problematika kejahatan kartu kredit semakin kompleks, dengan dampak yang sangat merugikan terutama bagi para pemegang kartu kredit. Maka diperlukan instrumen yuridis, baik secara preventif maupun represif yang dapat menangkal serta mengusut kejahatan dan
9
penyalahgunaan kartu kredit guna memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi para pemegang kartu kredit.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan pokok masalah yang akan diteliti. adalah sebagai berikut: Bagaimana perlindungan hukum Bank Mandiri terhadap nasabahnya yang memegang kartu kredit apa bila terjadi penyalahgunaan ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif. Untuk mengetahui upaya pelindungan hukum yang transparan bagi pihak pemegang kartu kredit pada umumnya. 2. Tujuan Subyektif. Untuk memperoleh data-data yang diperlukan bagi penulis dalam menyusun skripsi yang merupakan syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di fakultas hukum Universitas Islam Indonesia.
D. Telaah Pustaka. Perkembangan kartu kredit di tanah air masih terbilang relatif baru dibandingkan dengan alat pembayaran lainnya, seperti uang tunai, cek, dan sebagainya, maka tentang berlakunya kartu kredit tidak ditemukan dasar hukum yang tegas dalam KUHD maupun KUHPerdata karena di dalam dua
10
undang-undang tersebut tidak ditemukan istilah yang jelas tentang kartu kredit. Karena itu yang menjadi dasar hukum atas legalisasi pelaksanaan kegiatan kartu kredit di Indonesia . adalah sebagai berikut10 : 1.
Pasal 1313 KUHPerdata Buku III Bab II dan Pasal 1320 KUHPerdata ketentuan syarat sahnya perjanjian;
2.
Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1999
Tentang
Perlindungan
Konsumen; 3.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf l dengan tegas menyatakan bahwa salah satu kegiatan bank adalah melakukan usaha kartu kredit; Pengertian tentang kartu kredit didalam kamus perbankan Indonesia yaitu “kartu kredit adalah suatu kartu yang dapat dipakai untuk membayar secara kredit, dengan membuka suatu Credit Account (Rekening Koran), Open Credit (Rekening Terbuka), Charge Credit (Rekening Ongkos), yang diangsur perbulan. Peter E Sayer11 dan Barrister dalam bukunya “Credit Card and The Law : An Introduction”, definisi dari kartu kredit itu sendiri adalah: sebuah kartu (biasanya terbuat dari plastik) yang penggunaanya tergantung kebutuhan pemegang kartu kredit, untuk mendapatkan barang atau jasa, yang mana sebelumnya telah terjadi persetujuan yang telah dibuat antara penyediaan barang atau jasa tersebut 10
Sri Redjeki Hartono, op cit, hlm 17. Peter E Sayer dan Barrister. 1988. Credit Card And The Law; An Introduction, Format publishing, London, 1988, hlm 23. 11
11
diberikan hak berdasarkan pembayaran oleh penerbit kartu kredit kepada penyedia barang dan jasa. Pasal 1313 berisi tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Pengertian perjanjian ditentukan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Salah satu penggalan kalimat tersebut menyebutkan bahwa “dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Maka akan dapat diartikan adanya satu orang atau lebih yang terikat kepada satu orang atau lebih lainnya. Jadi kesan yang timbul adalah: di satu pihak ada kewajiban sedang dilain pihak ada hak. Yang demikian itu hanya cocok untuk perjanjian sepihak, sebab dalam perjanjian timbal balik pada kedua belah pihak terdapat hak dan kewajiban. R. Subekti mengatakan bahwa perjanjian itu adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.12 Adapun pengertian perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Definisi tersebut merupakan penyempurnaan dari pasal 1313 KUHPerdata, yang secara jelas terlihat adanya konsensus antara para pihak. Pihak yang setuju dan pihak yang lainnya setuju untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian itu
12
R. Subekti, op cit, hlm 3.
12
dapat dibuat dalam bentuk kata- kata secara lisan, atau dapat pula dibuat berupa suatu akta. Perjanjian yang dibuat secara tertulis biasanya untuk kepentingan pembuktian.13 Berdasarkan rumusan perjanjian di atas, maka dapat disimpulkan unsur-unsur perjanjian sebagai berikut:14 a. b. c. d. e. f.
Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang; Ada persetujuan antara pihak-pihak itu; Ada tujuan yang akan dicapai; Ada prestasi yang akan dilaksanakan; Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan; Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Selanjutnya syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan KUHPerdata
dalam pasal 1320 suatu perjanjian terjadi dan dianggap sah. Jika terpenuhinya syarat-syarat yang berkaitan langsung dengan subyek-subyek perjanjian maupun obyek perjanjian. Lebih jelasnya pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa untuk syarat sahnya perjanjian diperlukan adanya empat syarat, yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Ada kecakapan pihak-pihak untuk membuat perjanjian (capacity); c. Ada suatu hal tertentu (a certain subject matter); d. Ada suatu sebab yang halal. Terjadinya hubungan antara pembeli (pemegang kartu kredit), penjual (merchant) dan perusahaan penerbit kartu kredit atau bank (issuer/Emittment) tertuang dalam suatu perjanjian. Perjanjian tersebut juga telah memenuhi syarat sah perjajian seperti yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
13
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Cetakan Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm. 78-79. 14 Ibid. hlm. 79-80.
13
Dilihat dari aspek hukum, pengguna kartu kredit menurut beberapa perjanjan, yakni; perjanjian pemberian fasilitas untuk membeli barang atau jasa dengan tidak membayar secara tunai antara pihak penerbit kartu (kreditur) dengan pemegang kartu (debitur), perjanjian kerja sama antara issuer dengan merchant dan perjanjian jual beli antara pihak cardholder dengan merchants. Dari perjanjian itulah yang kemudian menimbulkan hubungan hukum dari para pihak hingga lahirlah hak dan kewajiban yang harus dijalankan oleh masing-masing pihak. Apabila berbicara tentang perlindungan konsumen dalam masalah penggunaan kartu kredit ini, dalam banyak hal yang dimaksud dengan konsumen yang harus dilindungi adalah pihak pemegang kartu kredit itu sendiri, berhadapan dengan pihak penerbit kartu kredit. Tetapi dalam hal-hal tertentu pihak penjualan barang atau jasapun merupakan pihak yang perlu mendapat perlindungan hukum, bahkan juga pihak penerbit kartu kredit. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2) UU No.8 Tahun 1999, dikatakan bahwa “konsumen adalah setiap rang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk deperdagangkan”. Artinya pengertian konsumen mempunyai persamaan dengan pengertian nasabah. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (3) UU No.8 Tahun 1999, berbunyi : “pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, dan berkedudukan
14
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. 15 Tidak terkecuali bank terafiliasi dalam pengertian tersebut diatas. Sesuai dengan tujuan perlindungan terhadap konsumen, hal tersebut tercantum dalam pasal 3 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yakni : a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usahaproduksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Hak-hak konsumen terdapat Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu antara lain : a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
15
Ibid.
15
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Seharusnya pihak Bank Mandiri selaku penyelenggara jasa kartu kredit melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan Pasal 7 Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen antara lain : a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Apabila berbicara tantang perlindungan konsumen dan masalah penggunaan kartu kredit ini, dalam banyak hal yang dimaksud dengan konsumen yang harus dilindungi adalah pihak pemegang kartu kredit. Tetapi
16
dalam hal tertentu pihak penjual barang atau jasa pun merupakan pihak yang perlu mendapat perlindungan hukum dan juga pihak penerbit kartu kredit. E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Objek penelitian merupakan hal-hal yang akan diteliti yang tertuang dalam rumusan masalah dan sebaiknya dirumuskan dalam kalimat pernyataan. 2. Subyek Penelitian Staf Bank Mandiri dan Nasabah Bank Mandiri 3. Sumber Data a. Data Primer Yakni data yang diperoleh peneliti secara langsung dari subjek penelitian yang dapat berupa hasil wawancara dengan Pimpinan dan atau Staf suatu bank di Jakarta maupun nasabahnya. b. Data Sekunder Yakni data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui kepustakaan (library research) dan dokumen. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Data primer dapat dilakukan dengan wawancara yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai hal yang diteliti kepada Pimpinan atau Staf suatu bank di Jakarta maupun nasabahnya. b. Data skunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan yakni dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturang perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian
17
5. Metode pendekatan Pendekatan yuridis-formal, ialah pendekatan dari sudut pandang menurut ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku yang dimaksud sebagai berikut : 1) KUHPerdata. 2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 3) Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 4) Keppres No. 61 Tahun 1988, Tentang Lembaga Pembiayaan 5) Keputusan Mentri Keuangan RI NO. 448/KMK.017/200 tentang Perusahaan Pembiayaan. 6. Pengolahan Dan Analisis Data Pengolahan data adalah kegiatan mengorganisasikan data penelitian sedemikian rupa sehingga dapat dibaca dan diinterprestasikan. Untuk jenis data kualitatif proses pengolahan data dapat meliputi kegiatan editing, coding, dan penyajian dalam bentuk narasi. Analisis data adalah kegiatan menguraikan, membahas, menafsirkan temuan-temuan penelitian dengan perspektif atau sudut pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk narasi untuk data kualitatif. Kegiatan analisis ini merupakan proses untuk merumuskan kesimpulan atau generalisasi dari pertanyaan penelitian yang diajukan.
18
F. Kerangka Skripsi BAB I
PENDAHULUAN Bab ini memuat : judul, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, kerangka skripsi, dan daftar pustaka.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, NASABAH, DAN KARTU KREDIT. Bab ini memuat : Pertama; tentang pengerian Bank, fungsi Bank, macam-macam Bank. Kedua; Pengertian nasabah, persamaan dan pembedaan nasabah dengan konsumen. Ketiga; Sejarah dan pengertian kartu kredit, macam-macam dan manfaat kartu kredit. BAB III TANGGUNG JAWAB PIHAK BANK DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN PEMEGANG
HUKUM
KARTU
TERHADAP
KREDIT
APA
BILA
NASABAH TERJADI
PENYALAHGUNAAN. Dalam bab ini peneliti akan menyajikan hasil penelitian terkait dengan perihal upaya perlindungan pemegang kartu kredit pada suatu bank di Jakarta maupun mengetahui siapa saja pihak-pihak yang terlibat di dalam perlindungan hukum penggunaan kartu kredit BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran