1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini bangsa Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang. Komponen pembangunan tersebut meliputi sumber daya alam, tenaga kerja dan modal dimana satu sama lainnya saling mendukung sebagai satu kesatuan. Dengan demikian perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi dan prinsip kebersamaan. Salah satu sumber dana dalam pembagunan ekonomi nasional negara adalah dengan mengundang investor (penanam modal) terutama asing agar bersedia menanamkan modalnya. Keterbatasan permodalan dan penguasaan teknologi merupakan kendala yang umum dihadapai oleh hampir setiap negara berkembang. Dalam rangka pembangunan ekonomi nasional yang bersifat multi kompleks, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga menghadapi masalah tersebut. Salah satu alternatif pemecahan masalah adalah dengan mendatangkan dana bantuan luar negeri baik berupa pinjaman luar negeri maupun penanaman modal asing.1 Di Indonesia investasi asing meski sudah ada sejak beberapa dekade tetap saja merupakan hal yang kontraversial. Secara konstitusional Pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 45) telah menentukan bahwa perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial 1
Sumartono, 1984, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar Modal, Bina Cipta, Bandung, hal. 129.
2
adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kehadiran penanaman modal terutama penanaman modal asing tidak serta merta dapat mengatasi problem pembangunan apabila : pertama, tidak ada aturan hukum penanaman modal yang kuat dan rezim yang berjuang untuk mengundang para pemodal; kedua, kegagalan legalitas, hal ini disebabkan Indonesia hanya bisa meniru saja sistem hukum yang berlaku di negara maju dalam menghasilkan kekayaan
untuk
kemajuan
masyarakat
pada
umumnya
tetapi
gagal
menerapkannya; ketiga, perizinan sengaja dibuat berbelit - belit sehingga banyak investor asing maupun dalam negeri melakukan cara illegal dalam melakukan aktivitas bisnisnya; keempat, belum ada pembakuan prinsip – prinsip hukum yang mengatur tentang penanaman modal asing.2 Mengingat penanaman modal mempunyai arti yang penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai, untuk itu di undangkanlah Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya ditulis UUPM) yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan aturan – aturan hukum terdahulu yang mengatur penanaman modal seperti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo 2
Lusiana, 2012, Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Cet.I, Raja Grafindo, Jakarta, hal. 5.
3 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 1970 dan Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1970 dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Pasal 38 UUPM. Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang – undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang – undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.3 Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukam baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (yuridical person). Dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), asset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian. Pasal 1 angka 1 UUPM menyebutkan bahwa :”penanaman modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia”. Mengenai bentuk badan usaha bagi penanaman modal di Indonesia berdasarkan ketentuan UUPM dalam Bab IV Pasal 5 adalah sebagai berikut : 1. Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan perundang – undangan. 3
Ida Bagus Rachmadi Supancana, 2006, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi langsung di Indonesia, Cet I, Ghalia, Jakarta, hal. 1.
4
2. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang – undang. 3. Penanaman modal dalam negeri maupun asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan : a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. Membeli saham; c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Penanaman modal asing (selanjutnya ditulis PMA) di Indonesia menjadi sesuatu yang sifatnya tidak dapat dihindarkan, bahkan mempunyai sifat yang sangat penting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan pembanguanan nasional. Penyebabnya adalah pembangunan nasional Indonesia memerlukan pendanaan yang sangat besar untuk dapat menunjang tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. Kebutuhan pendanaan tersebut tidak hanya diperoleh dari sumber – sumber pendanaan dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Hal ini yang menjadikan PMA menjadi salah satu sumber pendanaan luar negeri yang strategis dalam menunjang pembangunan nasional, khususnya dalam pengembangan sektor riil yang pada giliranya diharapkan akan berdampak pada pembukaan lapangan kerja secara luas. Pentingnya peranan PMA dalam pembangunan ekonomi Indonesia juga terefleksi dalam tujuan yang tertera dalam UUPM, sebagai landasan hukum positif bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia. Dalam UUPM tujuan penyelenggaraan penanaman modal disebutkan antara lain: 1. 2. 3. 4.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; Menciptakan lapangan kerja; Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
5
5. Meningkatka kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; 6. Mendorong pembanguanan ekonomi kerakyatan; 7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; 8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. PMA berbeda dengan penanaman modal dalam negeri yang dapat dilakukan dalam bentuk lain di luar Perseroan Terbatas (selanjutnya ditulis PT). Badan usaha yang berstatus sebagai PMA oleh pembentuk undang – undang mensyaratkan badan usaha berbadan hukum PT. Ketentuan UUPM Pasal 5 ayat (2) menyatakan :“Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang – undang”. Dengan demikian investor asing termasuk perusahaan – perusahaan multi nasional (multinational enterprises atau MNE), yang ingin berinvestasi di Indonesia harus membentuk suatu PT sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT (selanjutnya ditulis UUPT) dengan status sebagai perusahaan PMA. Namun demikian PMA yang tidak berbentuk PT dalam yurisdiksi Indonesia dimungkinkan apabila ditentukan lain dalam undang – undang. Ditinjau dari Pasal 5 ayat (2) UUPM ketentuan pengesampingan tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan peraturan perundang – undangan dalam bentuk undang – undang. Dengan demikian perusahaan PMA merupakan suatu PT yang didirikan berdasarkan UUPT di Indonesia, dimana di dalamnya terdapat unsur modal asing. Dalam hal ini dirasakan betapa pentingnya harmonisasi antara suatu peraturan dengan peraturan yang lain agar tidak saling berbenturan. Barangkali beralasan, jika semula berbagai pihak mengharapkan UUPM dijadikan
6
sebagai ketentuan hukum yang bersifat khusus (lex spesialis) dalam bidang investasi.4 Definisi PT menurut UUPT Pasal 1 angka 1, berbunyi: Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut (“Perseroan”) adalah Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Menurut UUPT Pasal 7 ayat (1) bahwa “perseroan dapat didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Dari pasal tersebut yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing”. Ketentuan dalam pasal ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang ini, bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih 1 (satu) orang pemegang saham. PT pada hakekatnya merupakan persekutuan modal hal ini membawa dampak pengertian, sebagai asosiasi modal PT dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang. Secara a contrario apabila modal dimiliki oleh satu orang terjadi kecenderungan menonjolnya sifat subyektivitas yang dapat menyebabkan percampuran harta kekayaan PT dengan harta kekayaan pribadi pemegang saham.5
4
Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Cet I, Nuansa Aulia, Bandung, (selanjutnya ditulis Sentosa Sembiring I) hal. 201. 5 Rudhi Prasetya, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 11.
7
Adanya unsur pemegang saham dalam perseroan merupakan salah satu syarat utama dalam mendirikan dan menjalankan suatu PT. Selain dimiliki langsung oleh pemegang saham, kepemilikan saham dalam perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee (orang atau badan hukum yang dipinjam dan dipakai namanya sebagai pemegang saham oleh beneficiary). Ada banyak alasan mengapa beneficiary menggunakan nominee sebagai perpanjangan tangan mereka dalam perseroan, salah satunya adalah keinginan untuk menguasai 100% kepemilikan saham PT dalam hal ini dilarang oleh UUPT. UUPT mensyaratkan agar pemegang saham minimal 2 (dua) orang bila tidak, maka menjadi pemegang saham tunggal akan mengakibatkan tanggung jawab tidak terbatas atau tanggung jawab pribadi. Ketentuan kepemilikan saham secara nominee tidak diatur dalam UUPT namun demikian dalam prakteknya sering dijumpai dan tidak jarang timbul sengketa dari praktek nominee tersebut. Hal tersebut terjadi karena salah satunya nominee tidak mau mengembalikan saham yang dimilikinya tersebut kepada beneficiary. Apabila terjadi sengketa seperti itu kesulitan yang akan dihadapi adalah masalah pembuktian kepemilikan saham serta mengenai tanggung jawab secara hukum kepada pihak ketiga. Secara de jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee sebab nama nominee yang tercatat dalam daftar pemegang saham PT, namun secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary. Salah satu cara yang dilakukan beneficiary untuk melindungi sahamnya adalah dengan membuat perjanjian nominee yaitu dengan akta notaris maupun dengan akta bawah tangan. Dalam UUPT tidak dijelaskan untuk memenuhi minimal 2 (dua)
8
orang pemegang saham ini bagaimana mekanismenya apabila hanya 1 (satu) orang yang mempunyai saham. Dalam UUPT juga tidak melarang penggunaan nominee saham dan perjanjian nominee saham atau adanya kekosongan norma dalam UUPT. Karena hal tersebut, maka banyak para investor baik investor lokal maupun investor asing yang menggunakan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham, dimana salah satunya untuk memenuhi syarat berdirinya PT. Selain alasan sebagai syarat untuk memenuhi berdirinya PT penggunaan nominee juga terjadi karena bidang usaha yang dibatasi terutama untuk PMA. Praktek nominee banyak terjadi antara warga negara asing atau investor asing yaitu sebagai beneficiary dan warga negara Indonesia sebagai nominee baik dalam PT lokal maupun PT. PMA. Nominee adalah orang atau individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama orang yang menujuknya untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan hukum tertentu. Nominee dapat ditunjuk untuk melakukan tindakan – tindakan hukum antara lain sebagai pemilik property atau tanah, sebagai direktur, sebagai kuasa, sebagai pemegang saham dan lain – lain.6 Nominee Arrangement (pinjam nama) dalam praktek sehari-hari adalah penggunaan nama seseorang warga Negara Indonesia sebagai pemegang saham suatu PT atau sebagai salah seorang persero dalam suatu Perseroan Komanditer atau lebih jauh lagi, penggunaan nama tersebut sebagai salah satu pemilik tanah dengan status Hak Milik atau Hak Guna Bangunan di Indonesia. Jadi praktek 6
Nella Hasibuan, 2012 “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing” Desertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hal. 68.
9
nominee arrangement tersebut tidak hanya berkaitan dengan penggunaan nama sebagai pemegang saham dalam PT, melainkan sampai dengan penggunaan nama dalam pemilikan suatu property di Indonesia, yang sangat marak terjadi terutama di Bali.7 Dalam penulisan tesis ini yang dimaksud dengan beneficiary adalah pihakyang mempunyai saham sebenarnya dan yang mempunyai kuasa untuk megendalikan nominee, beneficiary melakukan pengurusan dan mendapatkan manfaat dari saham tersebut. Nominee adalah pihak yang meminjamkan namanya untuk kepemilikan saham, nominee ditunjuk oleh beneficiary hanya sebagai pemilik terdaftar dari suatu benda dan pemilik sebenarnya yaitu beneficiary yang megendalikan dan mengurus serta mendapatkan manfaat dari saham tersebut. Dalam nominee shareholder keberadaan seseorang atau suatu pihak tertentu yang dijadikan sebagai pemegang saham nominee atau lebih tepatnya pemilik terdaftar dari jumlah saham tertentu, seorang nominee tidaklah melakukan kegiatan apapun juga selain sebagai pemilik terdaftar, bahkan lebih jauh lagi seorang nominee hanya melakukan kegiatan berdasarkan pada kehendak dan atau perintah dari beneficiary. Perjanjian Nominee saham dalam hukum perjanjian di Indonesia dikategorikan sebagai perjanjian innominaat (perjanjian tidak bernama). Perjanjian ini belum diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (selanjutnya ditulis KUHPerdata) namun dalam prakteknya tumbuh dan
7
http://irmadevita.com/2011/konsekwensi-penggunaan-nama-orang-Lainnominee-arrangement-untuk-pt-ataupun-property-di-indonesia,data diakses pada tanggal 25 Desember 2013.
10
berkembang dalam masyarakat. Para pihak yaitu beneficiary dan nominee membuat seperangkat perjanjian untuk dijadikan suatu back up bagi beneficiary atas saham yang diatasnamakan nominee tersebut. Perjanjian tersebut
dibuat
sebelum berdirinya perusahaan dan sesudah berdirinya perusahaan. Hal yang paling penting yang harus diperhatikan dalam perjanjian nominee saham adalah kekuatan hukum dari perjanjian nominee saham tersebut, apabila dianalisis dari berbagai peraturan dan beberapa aspek hukum. Seiring diperlukannya nominee saham dan perjanjian nominee saham dalam berinvestasi maka kiranya perlu suatu analisis tentang kekuatan hukum dari perjanjian nominee saham terhadap PT.PMA. Sehingga para para investor dalam berinvestasi di Indonesia mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum. Untuk melindungi para pihak dalam pembuatan perjanjian nominee saham, maka perjanjian tersebut harus sah dibuat oleh para pihak sehingga bisa menjadi proses penentu hubungan hukum selanjutnya oleh para pihak. Menyikapi tuntutan tersebut, pembuat undang – undang telah menyiapkan seperangkat aturan hukum sebagai tolak ukur bagi para pihak untuk menguji standar keabsahan dari perjanjian termasuk didalamnya perjanjian nominee saham sebagai perjanjian innominaat. Berdasarkan Pasal 1319 KUHPerdata, perjanjian semacam ini tetap tunduk pada peraturan – peraturan umum yang termuat dalam Buku III KUHPerdata, sehingga asas – asas dalam KUHPerdata dalam hukum perjanjian menjadi tetap berlaku dalam perjanjian innominaat.8
8
Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta (selanjutnya ditulis Salim H.S I), hal. 4-5.
11
Negara Indonesia merupakan Negara hukum, berdasarkan Pasal 1 angka 3 UUD 1945. Negara Indonesia adalah negara hukum hal ini mengandung arti bahwa Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi kepastian hukum. Hal ini kembali diperkuat dengan adanya norma-norma yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakat, oleh karena itu pemerintah menerapkan aturan di setiap aspek kehidupan bermasyarakat. Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee. Dalam UUPM pada Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan : “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain”. Dalam UUPM tersebut jelas melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam PT untuk dan atas nama orang lain. Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan : “Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Sangat jelas bahwa perjanjian nominee dilarang dalam UUPM tetapi dalam mendirikan PMA harus membuat badan usaha berbadan hukum PT yang mensyaratkan pendirian PT oleh 2 (dua) orang atau lebih dan tidak mengatur mengenai persyaratan untuk menjadi pemegang saham. Dalam UUPT tidak
12
mengatur atau melarang penggunaan nominee saham maupun perjanjian nominee saham, sehingga pelarangan perjanjian nominee saham dalam UUPM menjadi tidak efisien karena pengaturan perjanjian nominee saham terdapat dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu hanya dalam bidang penanaman modal. Perjanjian nominee dapat dikatakan sebagai suatu penyelundupan hukum yang biasa digunakan dalam rangka penanaman modal langsung oleh pihak asing. Adapun tujuan dari pelarangan mengenai perjanjian nominee pada awalnya adalah untuk melakukan suatu penguasaan terhadap bentuk penanaman modal, yang pada akhirnya bertolak belakang dengan keinginan undang – undang untuk melindungi kepentingan Negara. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa adanya norma kosong dalam UUPT yaitu tidak mengatur mengenai nominee dan perjanjian nominee. Sehingga dalam dunia investasi banyak digunakan konsep nominee yang salah satunya untuk memenuhi persyaratan berdirinya PT yang mensyaratkan 2 (dua) orang atau lebih dan pembatasan bidang usaha oleh pemerintah. Penelitian menjadi penting untuk dilakukan, dalam penelitian ini penulis telah membandingkan dengan beberapa penelitian yang sebelumnyajuga membahas tentang nominee. Adapun penelitian yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Penelitian dari Miggi Sahabati, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, Jakarta, 2011, dengan judul ”Perjanjian nominee dalam kaitanya dengan kepastian hukum bagi pihak pemberi kuasa ditinjau dari Undang - Undang Pokok Agraria, Undang – Undang Penanaman Modal dan
13 Undang – Undang Kewarganegaraan”, rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu : a. Bagaimana pengaturan mengenai perjanjian nominee saat ini yang berlaku di Indonesia? b. Bagaimana pihak pemberi kuasa dapat terlindungi haknya apabila terjadi wanprestasi? c. Apakah keberadaan perjanjian nominee dapat menjadi alternatif yang menguntungkan dalam pengembangan investasi di Indonesia? 2. Penelitian dari Agus Permana Putra, Program studi Magister Kenotariatan, Program Pascasajana, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, dengan judul ”wanprestasi dalam pengunaan nominee pada perjanjian yang dibuat dibawah tangan berkaitan dengan kepemilikan tanah di Bali”, rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu : a.Apakah penggunaan nominee pada perjanjian dibawah tangan sah bila ditinjau dari Undang-undang Pokok Agraria ? b.Bagaimana akibat hukum apabila Warga Negara Indonesia wanprestasi dalam penggunaan nominee pada perjanjian yang dibuat dibawah tangan ? 3. Penelitian dari Sugondo,Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013, dengan judul” Analisa Terhadap Batasan Tanggung Jawab Direktur Nominee Dalam Perseroan Terbatas”, rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu : a. Apakah yang menjadi dasar hukum dan alasan-alasan eksistensi/keberadaan Direktur nominee dalam pengelolaan PT?
14
b. Bagaimana batasan-batasan terhadap tanggung jawab dan kewajiban Direktur nominee dalam pengelolaan PT? c. Apa akibat hukum yang mungkin timbul dalam pengelolaan PT yang dilakukan oleh Direktur nominee? Dari penelusuran originalitas penelitian yang telah dilakukan, penulis tidak menemukan adanya kesamaan dalam hal isi maupun substansi karya tulis yang telah dimuat sebelumnya, sehingga tingkat orisinalitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kekuatan Hukum Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA)”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kekuatan hukum perjanjian nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA)? 2. Apa akibat hukum terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) yang menggunakan perjanjian nominee saham?
15
I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan umum. Secara umum penelitian atas permasalahan di atas adalah untuk menganalisis kekuatan hukum dalam perjanjian nominee saham terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA) dalam perkembanganya hingga saat ini. 1.3.2 Tujuan khusus. Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yakni : 1.
Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kekuatan hukum dalam perjanjian nominee saham terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA).
2.
Untuk mendeskripsikan dan menganalisis akibat hukum terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) yang mengunakan perjanjian nominee saham.
1.4 Manfaat Penelitian Penulis berharap penelitian ini dapat memberi kontribusi atau manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya sehingga penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis.
16
1.4.1 Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kontribusi, teoritik, konsep dan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perjanjian dan hukum perusahaan. 1.4.2 Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para investor, baik investor asing maupun investor lokal, pembuat kebijakan di bidang hukum perjanjian dan hukum perusahaan, masyarakat dan peneliti sendiri. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.
Bagi para investor, baik investor asing maupun investor lokal, hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman berkenaan dengan kekuatan hukum perjanjian nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) dan akibat hukum yang ditimbulkan terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) yang menggunakan perjanjian nominee saham.
2.
Bagi masyarakat, dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang hukum, khususnya di bidang hukum perjanjian dan hukum perusahaan mengenai kekuatan hukum dalam perjanjian nominee saham terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA) dan akibat hukum yang ditimbulkan terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) yang menggunakan perjanjian nominee saham.
3.
Pembuat kebijakan dibidang hukum perjanjian dan hukum perusahaan, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan lebih
17
memperjelas pengaturan mengenai persyaratan untuk menjadi pemegang saham, nominee saham dan perjanjian nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA). 4.
Bagi peneliti, disamping untuk kepentingan penyelesaian studi juga untuk menambah pengetahuan serta wawasan di bidang hukum perjanjian dan hukum perusahaan khususnya mengenai pengaturan persyaratan untuk menjadi pemegang saham, nominee saham dan perjanjian nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA).
I.5 Landasan Teoritis Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti perenungan, dan kata theoria itu sendiri berasal dari kata thea yang dalam bahasa Yunani berarti cara atau hasil pandang.9 Dalam penelitian hukum, adanya kerangka konsep dan kerangka teoritik menjadi syarat yang sangat penting. Dalam kerangka konsep diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, dan dalam landasan/kerangka teoritis diuraikan segala sesuatu yang terdapat dalam teori-teori sebagai suatu system aneka “theore’ma atau ajaran (leerstelling).10 Adapun teori-teori dan konsep – konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
9
Soetandyo Wignyosoebroto, 2001, Hukum-Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta, hal. 184. 10 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 7.
18
1.5.1 Teori Tentang Badan Hukum Ilmu hukum mengenal 2 (dua) macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang – perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing – masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu sama lainnya, meskipun dalam hal – hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. Salah satu ciri khas yang membedakan subjek hukum pribadi dengan subjek hukum berupa badan bukum adalah saat lahirnya subjek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak – hak dan kewajiban bagi masing – masing subjek hukum tersebut. Pada subjek hukum pribadi, status subjek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perorangan tersebut berada dalam kandungan Pasal 1 ayat (2) KUHPerdata. Sedangkan pada badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak – hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak –hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya. Rumusan Pasal 1 angka 1 UUPT secara tegas menyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum, rumusan ini tentunya membawa kosekuensi bahwa sebagai badan hukum PT memiliki karakteristik dan kemampuan bertindak sebagai layaknya suatu badan hukum. Peraturan perundang - undangan negara Republik Indonesia yang berlaku saat ini, meskipun cukup
19
banyak menyebutkan atau mempergunakan istilah badan hukum, namun tidak ada satupun juga memberikan pengertian atau definisi badan hukum. Pengertian dan definisi badan hukum lahir dari doktrin ilmu hukum yang dikembangkan oleh para ahli, berdasarkan pada praktek hukum dan dunia usaha. Hal ini pada akhirnya melahirkan banyak teori tentang badan hukum dari waktu kewaktu. Dalam kepustakaan Belanda, istilah badan hukum dikenal dengan sebutan rechtsperson dan dalam kepustakaan common law seringkali disebut dengan istilah - istilah legal entity, jurictic person atau artificial person. C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, mengemukakan beberapa pandangan atau pendapat mengenai teori badan hukum yaitu:11 a. Teori Fiksi Menurut Fiedrich Carl von Savigny, CW Ozoomer da Houwing, teori ini mengemukakan bahwa badan hukum itu pengaturanya oleh negara dan badan hukum itu sebenarnya tidak ada, hanya orang –orang menghidupkan bayanganya untuk menerangkan sesuatu dan terjadi pada manusia yang membuat berdasarkan hukum atau dengan kata lain merupakan orang buatan hukum atau persona ficti. b. Teori Harta Karena Jabatan Teori ini disebut juga teori Van Het Ambtelijk Vermogen yang diajarkan oleh Holder dan Binder. Menurut teori ini badan hukum yang mempunyai harta yang berdiri sendiri yang dimiliki oleh badan hukum itu tetapi oleh pengurusnya dan karena jabatanya ia diserahkan tugas untuk mengurus harta tersebut. 11
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2000, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas- Asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Cet III, Jakarta (selanjutnya disingkat C.S.T Kansil, Christine S.T Kansil I), hal. 89-90.
20
c. Teori Harta Bertujuan Teori ini disebut juga teori Zweck Vermogen yang diajarkan oleh A Brinz dan E.J.J van der Heyden. Menurut teori ini hanya manusia yang menjadi subyek hukum dan badan hukum adalah untuk melayani kepentingan tertentu. d. Teori Milik Bersama Teori ini disebut juga Propriele Collective yang diajarkan oleh W.L.P.A Molengraaff dan Mrcel Planiol. Teori ini mengemukakan badan hukum adalah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari anggota-anggotanya secara bersama-sama. e. Teori Kenyataan Teori ini disebut juga teori peralatan atau organ theorie yang diajarkan oleh Otto van Gierke. Menurut teori ini badan hukum bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi merupakan mahkluk yang sunguh – sunguh secara abstrak dan konstruksi yuridis. 1.5.2 Asas Kepastian Hukum. Asas kepastian hukum ini digunakan untuk menganalisis permasalahan pertama dan permasalahan kedua. Bagi investor asing, hukum dan undang – undang menjadi salah satu tolak ukur untuk menentukan kondusif tidaknya iklim investasi di suatu negara. Hukum bagi mereka memberikan keamanan, kepastian dan predictability atas investasi mereka. Semakin baik kondisi, hukum dan undang – undang yang melindungi investasi mereka semakin dianggap kondusif iklim investasi dari negara tersebut. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Nilai ketertiban bertitik tolak pada keterikatan sedangkan
21 nilai ketentraman bertitik tolak dari kebebasan.12 Untuk mencapai ketertiban hukum diperlukan adanya keteraturan dalam masyarakat. M.Yahya Harahap mengungkapkan bahwa Kepastian hukum dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana kekacauan sosial.13 Tuntutan kehidupan yang semakin kompleks dan modern memaksa setiap individu dalam masyarakat mau tidak mau, suka atau tidak suka menginginkan adanya kepastian hukum, sehingga setiap individu dapat menentukan hak dan kewajibannya dengan jelas dan terstruktur.14 Beberapa pendapat para ahli tentang kepastian hukum antara lain : 1. Kepastian Hukum menurut Gustav Radbruch seperti yang dikutip oleh Theo Huijbers berpendapat bahwa: Dalam pengertian hukum dapat dibedakan tiga (3) aspek, yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai. Aspek yang pertama adalah keadilan dalam arti sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas. Aspek ini menentukan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Aspek yang ketiga ialah kepastian hukum atau legalitas. Aspek itu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus ditaati.15 2. Peter Mahmud Marzuki mengemukakan, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu adanya aturan yang bersifat umum yang membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. 12
Soerjono Soekanto, 2011, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet. X, Rajawali Press, Jakarta, hal. 6. 13 M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika Edisi Kedua, Jakarta, hal. 76. 14 Moh.Mahfud.MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3S, Jakarta, hal. 63. 15 Theo Huijber, 2011, Filsafat Hukum dalam lintas Sejarah, Cet. XVIII, Yogyakarta, hal.163.
22
Kedua berupa keamanan hukum bagi individu bagi kesewenangan pemerintah, karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasalpasal dalam undang-undang, melainkan adanya konsistensi dalam putusan hakim, antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa yang telah diputuskan.16 3. Menurut J.M. OTTO yang dikutip oleh Sri Djatmiati, kepastian (rechtszekerheid) memiliki unsur sebagai berikut: a. Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan negara. b. Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten dan berpegang pada aturan hukum. c. Pada dasarnya tunduk pada hukum. d. Hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut. e. Putusan hakim dilaksanakan secara nyata.17 Kepastian hukum mengandung arti bahwa hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia. Kepastian
hukum
sangat
dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada ketentuan hukum investasi juga ketentuan hukum lain yang terkait dan tidak bisa dilepaskan begitu saja.18 1.5.3 Asas Perjanjian Asas perjanjian ini digunakan untuk menganalisis kekuatan hukum perjanjian nominee saham dalam PT.PMA dan akibat hukum terhadap PT. PMA yang didirikan berdasarkan perjanjian nominee saham. Pasal 1 angka 1 UUPT menyatakan bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian dan dalam Pasal 7 ayat
16
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.158. 17 Tatiek Sri Djatmiati, 2002, “Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia” Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 18. 18 Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang – UndangNomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Nuansa Aulia, Bandung (selanjutnya disingakatSentosa Sembiring I), hal 32-33.
23
(1) menyatakan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Teori perjanjian ini juga dipakai dalam menganalisis perjanjian nominee saham yang dipergunakan dalam mendirikan PT. PMA, dimana ini banyak ditemui dalam praktek karena tidak ada pengaturan yang jelas dalam UUPT mengenai nominee saham dan perjanjian nominee saham, sehingga dalam praktek tumbuh dan berkembang didalam masyarakat. Perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak yang dibuat dengan akta notaris atau bawah tangan dengan tujuan bahwa saham dari beneficiary dapat terlindungi dan nominee tidak bisa melakukan perbuatan hukum apapun atas saham yang dimilikinya. Perjanjian nominee saham yang dibuat dihadapan notaris atau bawah tangan merupakan perjanjian yang diangkat dan dibuat dari konsepsi KUHPerdata, yang didasarkan pada kesepakatan para pihak mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Teori Perjanjian mengajarkan bahwa yang menjadi dasar hukum mengikatnya suatu perjanjian adalah apabila dilakukan dengan sah. Perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang perikatan yaitu Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Artinya bahwa apabila antara dua orang atau lebih tercapai suatu persesuaian kehendak untuk mengadakan suatu ikatan, maka terjadilah antara mereka suatu persetujuan. Selanjutnya Subekti mengatakan bahwa suatu
24
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.19 Sucitthra Vasu mengatakan bahwa The purpose of setting down the terms of contract are; firstly, it stipulates the rights and obligations of the parties. Secondly, in the event of a dispute between parties, it enables the court to decide which is the defaulting party so that the dispute can be resolved.20 Maksudnya bahwa perjanjian atau kontrak bertujuan, pertama dengan kontrak akan dapat menunjukkan hak dan kewajiban masing-masing pihak, kedua suatu saat nanti ada perselisihan antara pihak kontrak ini dapat memutuskan yang mana pihak yang menyalahi kontrak, sehingga perselisihan itu dapat dipecahkan. Perjanjian
menerbitkan
suatu
perikatan
antara
dua
orang
yang
membuatnya. O.W Holmes berpendapat bahwa The duty on keep contract in common law means a prediction that you must pay damages if you do not keep it, if you commit a tort, you are liable to pay compesatory.21 Maksudnya bahwa kewajiban untuk menjaga suatu perjanjian dalam hukum masyarakat diartikan sebagai prediksi bahwa kamu harus membayar kerusakan-kerusakan, akan tetapi kalau kamu tidak menjaganya, apabila kamu komit dengan gugatan tersebut, maka kamu bertanggung jawab untuk membayar kompensasi tersebut. Proses dari pembuatan perjanjian adalah just a drafting is the process of converting the underlying intention of the party or parties into a written 19
R.Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta (selanjutnya disingkat R.Subekti I), hal. 45. 20 Sucitthra Vasu, 2006, Contract Law For Business People, Rank Books, Singapore, page. 1. 21 M.P Golding, The Nature of Law Readings in Legal Philosophy, Columbia University, Random House, New York, page. 180.
25
document, construction is the process od derinving the tru intention of the party or parties from the document.22 Terjemahan bebas: membuat kontrak merupakan proses konversi niat yang mendasari pihak-pihak yang membuat kontrak menjadi dokumen tertulis konstruksinnya adalah proses menuangkan niat dari pihak-pihak ke dokumen yang dibuat. Setiap perjanjian yang sah dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak manapun juga. Perjanjian yang sah artinya perjanjian memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang sehingga diakui oleh hukum, akibatnya yang timbul dari perjanjian tersebut dapat menimbulkan akibat hukum. Undang-undang yang mengatur tentang sahnya suatu perjanjian yaitu KUHPerdata khususnya dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:23 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercapainya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya. 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan Kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri. Sebagaimana telah diterangkan, beberapa golongan orang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk 22
Ros Macdonald & Denise McGrill, 2008, Drafting Second Edition Lexix Nexis Butterworths, Australia, page.3. 23 Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perjanjian Alumni, Bandung (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal. 77.
26
melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Mereka itu, seperti orang di bawah umur, orang di bawah pengawasan (Curatele), dan perempuan yang telah kawin sebagaimana dimaksud dala Pasal 1330 KUHPerdata. 3. Suatu hal tertentu Obyek yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Adapun suatu hal tertentu yang diperjuangkan tersebut adalah hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. 1.5.4
Konsep Nominee Konsep nominee pada dasarnya tidak dikenal dalam system hukum Eropa
Kontinental atau Anglo Saxon yang berlaku di Indonesia. Hukum di Indonesia baru mengenal konsep nominee dan sering menggunakanya dalam beberapa transaksi hukum sejak bertambahnya jumlah investasi pihak asing disekitar tahun 90-an. Para investor asing tertarik melakukan investasi di Indonesia berdasarkan pertimbangan ada beberapa keuntungan yang diperoleh antara lain kekayaan alam yang melimpah dan upah tenaga kerja relatif murah. Pengertian nominee berdasarkan oxford dictionary of law adalah sebagai berikut : “Nominee is a party who holds legal title to proverty for benefit of other (s) but who has no real duties to perform, except very, limited ones upon the direction of the beneficiaries“24 (Nominee adalah Pihak yang memegang hak hukum yang bertindak untuk 24
Elizabeth A Martin and Jonathan Law, 2006, A Dictionary of law, Sixth Edition, Oxford University Press, New York Amerika, hal. 356.
27 kepentingan pihak – pihak lain, tetapi sebenarnya bukan merupakan tugas atau tanggung jawabnya, kecuali hanya untuk tugas – tugas tertentu saja sebatas dengan apa yang ditentukan oleh si pemberi tugas atau beneficiaries). Pengertian nominee menurut Black‟s Law Dictionary menedefinisikan mengenai nominee, bahwa : 1. A person who is proposed for an office, membership, award, or like title status 2. A person designated to act in place of another, use in a vey limited way. 3. A party who hold bare legal title for the benefit of othera or who receives and distributes funds for the benefit of others.25 Pernyataan diatas dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut : 1. Orang yang ditunjuk untuk maksud – maksud kantor, anggota, hadiah atau status tertentu. 2. Nominee juga adalah orang yang ditunjuk untuk bertindak menggantikan kedudukan orang lain untuk tindakan – tindakan yang terbatas 3. Lebih jauh lagi nominee adalah orang yang memegang hak hukum untuk kepentingan orang lain atau yang menerima dan menyalurkan dana untuk kepentingan orang lain.
1.6 Metode Penelitian Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
25
Bryan A Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Thomson West, United States of Amerika, page. 1078.
28 pengetahuan yang disebut ilmu.26 Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu “research” yang berasal dari kata “re” (kembali) dan to “search” (mencari). Apabila digabung berarti mencari kembali.27 Jadi metode penelitian adalah sebagai suatu aktifitas yang mengandung prosedur tertentu berupa serangkaian cara atau langkah yang disusun secara terarah, sistematis dan teratur.28 Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sitematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.29 1.6.1 Jenis Penelitian Penelitian tesis ini adalah penelitan hukum normatif karena penelitian ini beranjak dari adanya kekosongan norma dalam UUPT. Penelitian hukum normatif yang mengacu pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim). Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
26
Bambang Sunggono, 1977, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.44. 27 Ibid, hal.27. 28 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal. 3. 29 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 43.
29
memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik). Sedangkan bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedi).30 1.6.2 Jenis pendekatan. Dalam penelitian hukum normatif, terdapat beberapa jenis pendekatan yang dipergunakan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah: pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan analisis (analytical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan sejarah (historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah: 1. Pendekatan perundang - undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang - undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.31 Pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan perundang - undangan dalam tesis ini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan dan regulasi yang terkait dengan pengaturan perjanjian nominee saham Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA), yakni dilakukan untuk meneliti peraturan perundang-
30
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.I, Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II), hal.82. 31 Peter Mahmud Marzuki, op. cit, hal. 93.
30
undangan, khusunya UUPT dan UUPMA, serta peraturan perundang undangan lainnya. 2. Pendekatan konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandanganpandangan dan doktrin - doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.32 Pendekatan konseptual (conseptual approach), digunakan untuk mengkaji konsep akibat hukum dari PT. PMA yang didirikan berdasarkan perjanjian nominee. 1.6.3
Sumber bahan hukum. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka sumber bahan
hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tertier. a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini, mencakup : 1. Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 2.
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
(Burgerlijk
Wetboek)
Diindonesiakan oleh R.Subekti dan Tjitrosudibio; 3.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432);
4.
Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
32
Peter Mahmud Marzuki,op.cit, hal. 95.
31
5.
Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
6. Undang - Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 03, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491). 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dan persyaratan dibidang penanaman modal. b. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini, mencakup : Buku–buku literature, jurnal, makalah dan bahan–bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. c.Bahan hukum tertier dalam penelitian ini, mencakup : Kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia serta bahan hukum tertier lainnya yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 1.6.4
Teknik pengumpulan bahan hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian tesis ini adalah
melalui teknik telaah kepustakaan (studi dokumen). Telaah kepustakaan dilakukan dengan cara memahami isi dari masing – masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder maupun tertier.
32
1.6.5
Teknik analisis bahan hukum. Analisis bahan hukum adalah bagaimana memanfaatkan sumber – sumber
bahan hukum yang telah terkumpul untuk digunakan dalam memecahkan permasalahan dalam penelitian. Setelah semua bahan hukum terkumpul kemudian diklasifikasikan secara kualitatif sesuai dengan rumusan masalah. Bahan hukum tersebut dianalisis dengan teori, asas dan konsep yang relevan kemudian ditarik kesimpulan untuk menjawab masalah. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik interpretasi, teknik evaluasi dan teknik argumentasi. Setelah analisis bahan hukum selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif analitis.
33
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS, PENANAMANMODAL ASING DAN PERJANJIAN
2.1 Tinjauan Umum Tentang Perseroan Terbatas 2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas Dalam praktek sangat banyak dijumpai perusahaan berbentuk PT terutama untuk bisnis yang serius atau bisnis yang besar, merupakan model berbisnis yang lazim dilakukan, sehingga dapat dipastikan bahwa jumlah dari PT di Indonesia jauh melebihi jumlah bentuk bisnis lain, seperti Firma, Perusahaan Komanditer, Koperasi dan lain-lain.33 Menurut Sri Rejeki Hartono : Bentuk badan usaha perseroan terbatas sangat diminati oleh masyarakat karena pada umumnya perseroan terbatas mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham).34
Istilah PT dahulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjual
33
Munir Fuady, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1. 34 Agus Budiarto, 2002, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Ghalia Indonesia, hal. 13.
34
belikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.35 Ketentuan – ketentuan dalam Pasal 36, Pasal 40, Pasal 42, Pasal 45 Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (selanjutnya ditulis KUHD) akan didapati unsur-unsur yang dapat membentuk badan usaha menjadi PT. Hal ini terlihat terjadi pemisahan antara harta dan tanggung jawab bagi perseroan maupun bagi para pengurus dan pemegang saham, sehingga PT tersebut berdiri layaknya pribadi (persoon). PT merupakan badan hukum (legal entity) yaitu badan hukum mandiri (persona standy in judicio) yang mempunyai sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk usaha yang lain, yang dikenal sebagai karakteristik suatu PT yaitu sebagai berikut : 1. Sebagai asosiasi modal; 2. Kekayaan dan utang PT adalah terpisah dari utang dan kekayaan pemegang saham; 3. Pemegang saham yang dimana memiliki peran sebagai berikut : a. bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung jawab (limited liability); b. tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan (PT) melebihi nilai saham yang telah diambilnya; c. tidak bertanggung jawab pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan;
35
Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia; Perseroan Terbatas, http://id.wikipedia.org/wiki, terakhir diakses pada tanggal l2 April 2014
35
4. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham, pengurus atau direksi; 5. Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas; 6. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).36 Digunakan istilah PT telah menjadi baku didalam masyarakat bahkan telah dibakukan didalam peraturan perundang – undangan misalnya UUPT dan UUPM. Istilah PT terdiri dari dua kata yaitu perseroan dan terbatas. Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri atas sero – sero atau saham – saham, adapun kata terbatas yang merujuk pada tanggung jawab pemegang saham yang luasnya hanya terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Pengertian PT berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPT bahwa : “Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang –
undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya bahwa dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada 5 (lima) hal pokok yaitu: 1. Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum ; 2. Didirikan berdasarkan perjanjian ; 3. Menjalankan usaha tertentu ; 4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham - saham; 5. Memenuhi persyaratan undang - undang.37
36
I.G Rai Widjaya, 2007, Hukum Perusahaan, CetVII, Kesaint Blanc, Bekasi, hal. 51.
36
Pasal 1 angka 1 UUPT merupakan dasar pemikiran bahwa modal PT terdiri dari sero - sero atau saham - saham. Pasal 3 UUPT yang menentukan bahwa: “Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah dimiliki”, merupakan dasar pemikiran terbatasnya tanggung jawab pemegang saham. Makna terbatas dalam PT sekaligus mengandung arti keterbatasan baik dari sudut PT maupun dari sudut penanam modal, artinya dengan pertanggung jawaban terbatas bila terjadi hutang atau kerugian - kerugian maka hutang itu akan semata - mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam PT dan sebaliknya pemegang saham secara pasti tidak akan memikul kerugian hutang itu lebih dari harta kekayaanya yang tertanam dalam PT.38 Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 3 ayat (2) UUPT juga mengatakan bahwa tanggung jawab terbatas pemegang saham saham sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya kemungkinan hapus apabila terjadi hal – hal tertentu yang terdiri dari: a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi. Pada saat ini proses dan prosedur memperoleh status pengesahan perseroan sebagai badan hukum sangat dipermudah, namun demikian apabila gagal memenuhi syarat dan prosedur secara hati – hati, bisa terlambat perseroan mendapat status pengesahan sebagai badan hukum, yang berakibat sebagai pendiri dan
37
Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, 2000, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta,hal.7. 38
Rudhi Prasetya, op. cit. hal. 13
37
pemegang saham bertanggung jawab secara ribadi (personal liability) terhadap segala tindakan perseroan. b. Pemegang saham yang bersangkutan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi. Pemegang saham yang bersangkutan dominan atau berkuasa mengatur atau mengontrol perseroan untuk tujuan yang tidak wajar. Perseroan hanya merupakan alat atau wakil perseroan lain atau holding atau individu pemegang saham. c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan perseroan. Pemegang saham terlibat atau bersengkokol dengan perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain. d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dari batasan yang diberikan oleh Pasal 1 angka 1 UUPT tersebut yakni bahwa perseroan adalah persekutuan modal yang oleh undang – undang diberi status badan hukum, maka sesungguhnya perseroan adalah badan hukum dan sekaligus sebagai wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham. Badan hukum sendiri pada dasarnya adalah suatu badan yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan seperti manusia, memiliki kekayaan sendiri dan digugat dan menggugat dimuka pengadian. PT adalah suatu badan hukum, artinya bahwa ia dapat mengikatkan diri dan melakukan perbuatan
38
- perbuatan hukum seperti orang pribadi (natuurlijk person) dan dapat mempunyai kekayaan atau hutang.39 Adapun maksud dari persekutuan modal adalah bahwa modal dasar perseroan terbagi dalam sejumlah saham – saham yang pada dasarnya dapat dipindahtangankan (transferable shares). Sekalipun semua saham dimiliki oleh 1 (satu) orang, persekutuan modal tetap valid karena perseroan tidak menjadi bubar melainkan tetap berlangsung sebagai subyek hukum. Hal tersebut dipertegas sebagai ketentuan dimaksud dala Pasal 7 ayat (7) UUPT yang mengatur bahwa seluruh saham persero dapat dimilki oleh negara dan perusahaan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Artinya bahwa pendirian hukum perseroan berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (7) tersebut diatas dapat didirikan oleh 1 (satu) orang saja. Berdasarkan pengertian PT menurut UUPT, disebutkan juga bahwa perseroan didirikan berdasarkan perjanjian hal ini menunjukan sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang bersepakat mendirikan sebuah badan usaha yang berbentuk PT. Pada pendirian PT pernyataan para pendiri tertuju pada satu tujuan yang sama, pernyataan mereka seakan - akan berjalan sejajar.40 Bahwa kesepakatan mendirikan PT adalah pernyataan yang sama bunyinya seakan – akan mereka melakukan hal yang sama. PT didirikan berdasarkan perjanjian maka tidak dapat dilepaskan dari syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan asas – asas perjanjian lainnya.
39
Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, PT. Eresco, Bandung, hal. 2. 40 J.Satrio, op.cit, hal. 12.
39
Setiap perusahaan melakukan kegiatan usaha artinya menjalankan perusahaan yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian yang bertujuan mendapat keuntungan atau laba. Supaya kegiatan usaha itu sah harus mendapat izin usaha dari pihak yang berwenang dan didaftarkan dalam daftar perusahaan menurut undang – undang yang berlaku. Mengenai modal dasar perusahaan yang disebutkan terbagi dalam saham artinya bahwa modalnya dipecah menjadi beberapa atau sejumlah saham yang harus dimiliki oleh beberapa orang. Makna terbatas ini sekaligus mengandung arti keterbatasan baik dari sudut PT maupun dari sudut penanam modal, artinya dengan pertanggungjawaban terbatas bila terjadi hutang atau kerugian - kerugian maka hutang itu akan semata - mata dibayar secukupnya dari harta kekayaan yang tersedia dalam PT. Sebaliknya pemegang saham secara pasti tidak akan memikul kerugian hutang itu lebih dari harta kekayaanya yang tertanam dalam PT.41 PT merupakan badan hukum dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan hingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki. Apabila utang perusahaan melebihi kekayaan perusahaan, maka kelebihan utang tersebut tidak menjadi tanggung jawab para pemegang saham. Apabila perusahaan mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut dibagikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Pemilik saham akan memperoleh bagian
41
Rudhi Prasetya, op. cit. hal. 13
40
keuntungan yang disebut dividen yang besarnya tergantung pada besar-kecilnya keuntungan yang diperoleh oleh PT. 2.1.2 Saham Perseroan Terbatas PT adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, perseroan pada PT menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum tersebut, dimana modal PT terdiri dari saham-saham. Sebagai suatu bentuk peseroan yang didirikan untuk menjalanan suatu perusahaan dengan modal tertentu yang terbagi atas saham saham. Para pemegang saham PT tersebut dalam melakukan perbuatan hukum yang dibuat atas nama perseroan dan pemegang saham tidak bertanggung jawab sendiri untuk perbuatan – perbuatan hukum perseroan itu. Hal ini berarti bahwa para pemegang saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada modal yang disetorkan pada perseroan. Saham merupakan modal perseroan yag memiliki nilai nominal, setiap pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Pengaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan. Dalam UUPT tidak ditemuai pengertian tentang saham, dalam UUPT Pasal 31 ayat (1) menyatakan : “Bahwa modal dasar perseroan terdiri atas nilai nominal saham”. Pasal 60 ayat (1) UUPT menyatakan : “Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya. Pengertian saham dalam kamus besar Bahasa Indonesia, dilihat dari sudut pandang ekonomi saham berarti surat bukti bagian modal PT yang memberi hak atas deviden dan lain - lain menurut besar kecilnya modal yang disetor.
41
Saham adalah hak - hak yang dimiliki orang (pemegang saham) terhadap perusahaan berkat penyerahan bagian modal sehingga dianggap berbagi didalam kepemilikan dan pengawasan. A Abdurrachman memberikan arti bahwa saham adalah : Suatu bagian atau porsi daripada sesuatu seperti kepentingan menurut perbandingan didalam suatu badan usaha, lebih khusus adalah sehelai surat keterangan atau sertifikat yang mewakili suatu pemilikan sebagian dari suatu korporasi atau perseroan dengan andil dan kepentingan menurut perbandingan dalam keuntungan dan kekayaan dari badan usaha itu.42 Sedangkan saham menurut Gunawan Widjaja “saham adalah bukti telah dilakukannya penyetoran penuh modal yang diambil bagian oleh para pemegang saham perseroan terbatas, yang juga berarti saham menunjukkan bagian kepemilikan bersama dari seluruh pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas”.43 Saham menurut IG Ray Widjaja saham adalah “bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh perseroan”.44 Saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya, persyaratan kepemilikan dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan - persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Jika persyaratan kepemilikan saham telah ditetapkan, tetapi tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh
42
AAbdurrachman, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet VI, PT Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 981. 43 Gunawan Widjaja, 2008, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, hal. 1. 44 IG Ray Widjaja, 2000, Hukum Perusahaan, Magapoin, Jakarta, hal.193.
42
kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai. Pasal 49 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa “nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah”. Pasal 49 ayat (2) menyatakan “saham yang tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan”. Pencantuman nominal ini memiliki arti penting sebab saham merupakan pecahan dari modal dasar. Tanpa mencantumkan nominal, saham tidak bisa dipergunakan untuk menjadi faktor pembagi modal dasar. Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan diaturnya pengeluaran saham tanpa nilai nominal dalam peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal. Bagi pemegang saham, saham merupakan bukti kepemilikan yang melahirkan hak kontrol terhadap perseroan. Sementara bagi perseroan saham merupakan bukti eksistensi. Berkenaan dengan pentingnya arti saham maka direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham yang memuat : 1. Nama dan alamat pemegang saham; 2. Jumlah nomor, tanggal perolehan, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham. 3. Jumlah yang disetor atas setiap saham; 4. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;
43
5. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain. Bukti bahwa seseorang memiliki saham adalah sertifikat saham yang diterbitkan oleh perseroan, dengan menjadi pemegang saham (shareholder atau stockholder) maka yang bersangkutan menjadi bagian pemilik perusahaan. Namun demikian memiliki saham tidak serta merta memberikan hak perseroan (misalnya: tanah, gedung dan lain - lain) sebagai miliknya. Selain itu kepemilikan saham juga tidak secara langsung memberikan hak kepada pemegangnya untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja direksi sehari-hari dan kebijakan perseroan secara menyeluruh. Dalam UUPT keberadaaan saham diatur dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 62. Saham yang syarat kepemilikannya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan atau anggaran dasar memberikan hak tertentu kepada pemiliknya, namun apabila syarat kepemilikan tersebut tidak dipenuhi, maka saham tidak memberikan hak tertentu terhadap pemegang saham.Ini berarti pembuat undang-undang menganut teori bahwa lahirnya hak dikaitkan dengan keabsahan perolehan saham.45 Pemegang saham diberikan bukti kepemilikan saham yang saham tersebut memberikan hak kepada pemiliknya untuk menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi. Ketentuan ini berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Jika satu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, hak yang timbul
45
hal. 90.
Tri Budiyono, 2011, Hukum Perusahaan, Cet I, Griya Media, Salatiga,
44
dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk satu orang sebagai wakil bersama. Dalam studi hukum, saham dikategorikan sebagai benda bergerak (movable good). Namun demikian, Sudargo Gautama memiliki pendapat yang berbeda, menurut beliau saham atas nama tidak tepat kalau dikategorikan sebagai benda bergerak, sebab saham atas nama dicatat dan prosedur peralihannya mempunyai acara tertentu. Sementara terhadap saham atas tunjuk, Gautama setuju untuk mengklasifikasikannya ke dalam benda bergerak.46 Sebagaimana benda bergerak lainnya saham memberikan hak kebendaan yang dapat dipertahankan terhadap siapa saja. Selain itu pemegang saham memiliki hak untuk melakukan perbuatan hukum tertentu terhadap sahamnya seperti menjual, menggadaikan, menghibahkan dan lain – lain. 2.1.3 Organ Perseroan Terbatas Suatu PT mempunyai alat yang disebut organ perseroan yang berfungsi menjalankan perseroan. Organ disini maksudnya bukan para pemegang saham melainkan oleh suatu lembaga tersendiri, yang terpisah kedudukanya sebagai pemegang saham.47
Dalam Pasal 1 angka 2 UUPT dinyatakan bahwa organ
perseroan meliputi: 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); 2. Direksi; 3. Dewan Komisaris.
46 47
Ibid. Ibid. hal. 17.
45
1. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam UUPT mengenai RUPS diatur dalam Pasal 75 sampai dengan Pasal 91. Sesuai dengan namanya Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya ditulis RUPS) merupakan tempat berkumpulnya para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan. Menurut Pasal 1 angka 4 bahwa RUPS mempunyai kedudukan yang paling tinggi dibandingkan dengan organ perseroan lainya. RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan atau anggaran dasar yang ditentukan perseroan. Organ ini mempunyai wewenang mengenai penggunaan laba bersih, mengesahkan laporan tahunan dan sebagianya, disamping itu mempunyai hak untuk memperoleh segala keterangan dari Direksi dan atau Dewan Komisaris. Wewenang ekslusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT tidak dapat ditiadakan selama tidak ada perubahan undang – undang, sedangkan wewenang ekslusif dalam anggaran dasar semata – mata berdasarkan kehendak RUPS yang disahkan dan disetujui Menteri Kehakiman yang dapat diubah melalui perubahan anggaran dasar sepanjang tidak bertentangan dengan undang – undang.48 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa RUPS memutuskan hal-hal penting mengenai kebijakan suatu perseroan yang tidak terbatas pada pengangkatan atau pemberhentian Komisaris atau Direksi saja. Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara RUPS dapat dipergunakan untuk 48
Abdulkadir Muhammad, 1999, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad III), hal. 65.
46
berbagai maksud dan tujuan seperti rencana penjualan asset dan pemberian jaminan hutang, pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan atau anggota komisaris, menyetujui laporan keuangan yang disampaikan oleh direksi, pertanggungjawaban direksi, rencana penggabungan peleburan, pengambilalihan dan rencana pembubaran perseroan. 2. Direksi Perseroan Dalam UUPT mengenai Direksi perseroan diatur dalam Pasal 92 sampai dengan Pasal 107. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi kedudukanya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakanya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan.49 PT sebagai badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum melalui pengurusnya yaitu Direksi, tanpa adanya pengurus badan hukum itu tidak akan dapat berfungsi. Pengaturan pengurusan dan sampai dimana tugas - tugas dari pengurusan biasanya harus dilihat dari anggaran dasar/akta pendirian tiap – tiap perseroan.50 Pengurusan yang dimaksud seperti ditegaskan dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT meliputi : a. Mengatur dan menjalankan kegiatan – kegiatan usaha perseroan; b. Mengelola kekayaan perseroan; c. Mewakili perseroan didalam dan diluar pengadilan. 49
Gatot Supramono, 1996, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Djambatan, Jakarta, hal. 4. 50 Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, 2007, Good Corporate Governance, Kreasi Total Media, Yogyakarta, hal. 36.
47
Menurut Pasal 97 ayat (2) UUPT bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh rasa tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Berarti setiap anggota Direksi dapat terhindar dari perbuatan yang menguntungkan kepentingan pribadi dengan merugikan kepentingan perseroan. Dalam Pasal 98 ayat (2) UUPT, jika Direksi lebih dari satu orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi. Walaupun demikian apabila dalam anggaran dasar telah ditentukan Direktur Utama saja yang berhak mewakili perseroan maka anggota Direksi lainnya tidak dapat mewakili kecuali Direktur Utama memberi kuasa kepadanya. Ketentuan Pasal 104 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan apabila dapat membuktikan : a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaianya; b.Telah melakuan pengurusan dengan itikad baik, kehati –hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentiangan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. Karena anggota Direksi diangkat oleh RUPS maka yang berwenang memperhentikannya adalah RUPS juga, hal ini diatur dalam Pasal 105 dan Pasal 106 UUPT.
48
3. Dewan Komisaris Dalam UUPT mengenai Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 108 sampai dengan Pasal 121. Tugas utama Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan Direksi. Jalanya pengurusan tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan memberi nasihat pada Direksi. Dalam keadaan darurat (tertentu) dapat bertindak mengurus perseroan asal dilakukan berdasarkan anggaran dasar RUPS. Dengan menjalankan tugas untuk mengurus perseroan maka Komisaris mempunyai konsekuensi sebagaimana melekat pada Direksi.51 Dengan menjalankan tugas untuk mengurus perseroan maka Dewan Komisaris mempunyai konsekuensi sebagaimana yang melekat pada Direksi. Selain itu Komisaris bertanggung jawab kepada pihak ketiga dalam kapasitasnya sebagai pengurus. Ia mewakili perseroan di dalam maupun di luar pengadilan. Pasal 114 ayat (3) UUPT bahwa Dewan Komisaris bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai dalam menjalankan tugasnya. 2.1.4 Tanggung Jawab Pemegang Saham Perseroan Terbatas Pada dasarnya pemegang saham (shareholder) dari perseroan adalah pemegang saham yang diberi sertifikat saham sebagai bukti, bahwa yang bersangkutan adalah pemilik sebagian dari perseroan tersebut, akan tetapi karena perseroan merupakan wujud yang terpisah dari pemegang saham sebagai pemilik, maka pemegang saham tidak boleh menuntut asset perseroan. Kekayaan
51
Gatot Supramono, op.cit, hal. 91.
49
perseroan tetap milik perseroan, sehingga pemegang saham tidak mempunyai hak untuk mengalihkan kekayaan perseroan kepada dirinya maupun orang lain. Pemegang saham sebagai pemilik hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas operasional sehari- hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan Direksi dan pemegang saham tidak memikul tanggung jawab atas pelaksanaan fungsi
Direksi.
Saham
yang
dimilki
pemegang saham
sebagai
bukti
kepemilikanya atas sebagian perseroan, pada umumnya hanya memberi hak kepada pemegang saham untuk mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima deviden, menerima presentase aset perseroan secara proposional sesuai jumlah saham yang dimiliki apabila perseroan dilikuidasi. Semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham semakin besar kekuaasaan kotrol yang dapat dilakukanya. Pasal 3 ayat (1) UUPT menyatakan “pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki”. Prinsip ini di pertegas lagi dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPT, bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar setoran atas seluruh saham yang dimilikinya dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Tanggung jawab pemegang saham yang terbatas inilah yang dibakukan dalam istilah tanggung jawab terbatas (limited liability). Jadi bertitik tolak dari konsep dan prinsip separate entity dan corporate entity yang melahirkan tanggung jawab terbatas (limited liability) pemegang saham.
50
Tujuan utama yang ingin dicapai prinsip limited liability untuk menjadikan perseroan sebagai kendaraan yang menarik bagi penanam modal baik penanam modal lokal maupun asing. Melalui prinsip separate entity hukum memberi perlidungan dan batas kepada pemegang saham terlepas dan terbebas dari tuntutan pihak ketiga yang timbul dari kontrak atau transaksi yang dilakukan perseroan. Dengan demikian melalui limited liability ini bertujuan agar para pemegang saham berkeinginan untuk manaruh sejumlah uang dalam bisnis yang dikelola perseroan tanpa memikul resiko yang dapat menjangkau harta pribadinya. 2.1.5 Prosedur dan Tata Cara Mendirikan Perseroan Terbatas 1. Didirikan Minimal Dua Orang Pasal 7 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa:”perseroan didirikan oleh 2 (dua)orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Dalam UUPT tersebut yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) serta badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing. Ketentuan dalam ayat ini menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan undang – undang ini bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Suatu perjanjian dalam pengertian Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan adanya kata sepakat dari 2 (dua) orang atau lebih yang saling mengikatkan diri. Karena itulah untuk perbuatan ini dipersyaratkan minimal 2 (dua) orang. Kesepakatan yang dibuat dalam perjanjian ini pada umumnya mengandung asas konsensualisme.
51
Asas konsensualisme yang berarti bahwa kedua belah pihak sudah setuju atau sepakat mengenai suatu hal. Asas konsensualisme adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan.52 Perjanjian tersebut harus di buat dengan akta notaris yang bertarti bahwa perjanjian PT tersebut merupakan akta otentik. Dalam Pasal 7 ayat (7) UUPT disebutkan bahwa pengecualian PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau paling sedikit mempunyai 2 (dua) orang pemegang saham tidak berlaku bagi: 1.Persero yang sahamnya milik Negara; 2.Persero yang mengelola bursa efek, lembaga kliring, dan pinjaman lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan lembaga lain yang diatur dalam undang -undang tentang pasar modal. 2. Pemakaian Nama Perseroan Terbatas Penggunaan nama PT tidak boleh merugikan sesama pengusaha dibidang usaha dan perdagangan dan menimbulkan adanya persaingan tidak sehat. Pengaturan
pemakaian
nama
perseroan
dilakukan
untuk
memberikan
perlindungan hukum kepada pemakai nama perseroan yang beritikad baik, yang sudah memakai nama tersebut secara resmi di dalam akta pendirian dan telah mendapat pegesahan Menteri. Untuk itu tidak diijinkan ada nama yang sama atau hampir sama untuk pemakaian nama perseroan di seluruh Indonesia. Pada hakekatnya, pengaturan pemakaian nama PT yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998, seperti dengan ketentuan tentang merk terkenal sebagaimana diatur dalam undang-undang
52
R.Subekti II, op. cit, hal. 15
52
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merk berikut perubahannya. Hal ini dimaksud untuk mencegah pihak-pihak yang beritikad buruk yang dengan jalan pintas ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan merk terkenal sebagai nama usahanya, tapa seijin pemilik merk terkenal yang bersangkutan. Pemakaian nama perseroan harus diajukan kepada menteri dengan suatu permohonan guna mendapat persetujuan. Permohonan tersebut dapat diajukan terlebih dahulu sebelum pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian. Pasal 5 Peraturan PemerintahNomor 26 Tahun 1998 (sampai dengan saat ini Peraturan Pemerintah tersebut masih tetap berlaku walaupun telah diberlakukannya UUPT) menentukan permohonan persetujuan pemakaian nama kepada Menteri ditolak apabila nama tersebut : a.Telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain; b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan. 3. Tempat Kedudukan dan Alamat Tetap Tempat kedudukan PT ditentukan dalam Pasal 5 UUPT, yaitu dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. Perbedaan dengan UUPT lama Nomor 1 Tahun 1995 adalah kewajiban untuk mencantumkan alamat lengkap perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UUPT, yang berbunyi sebagai berikut : 1. Perseroan mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya.
53
2. Dalam semua surat menyurat, pengumumanyang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan.53 Tempat kedudukan tersebut, yang dimaksud adalah sekaligus merupakan kantor pusat perseroan tersebut. Sehubungan dengan hal itu, tentang alamat yang dipilih sebagai tempat kedudukan PT, undang-undang mengharuskan supaya tempat kedudukan tersebut disebutkan dalam surat menyurat. Dalam praktek ditemui alamat tersebut diletakkan pada kepala surat, dengan maksud agar perseroan mudah dihubungi. Menteri mensyaratkan juga untuk melampirkan surat keterangan lurah setempat mengenai domisili perseroan tersebut, pada saat pengajuan dokumen fisik untuk memohon persetujuan. 4. Akta Pendirian Perseroan Terbatas Akta pendirian PT memuat anggaran dasar dan keterangan lain yang berkaitan dengan perseroan. Mengenai akta pendirian PT diatur dalam Pasal 8 UUPT, Pasal 15 ayat (1) UUPT mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan yang harus dimuat dalam anggaran dasar suatu perseroan, yaitu :54 a. Nama dan tempat kedudukan perseroan; b. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan; c. Jangka waktu berdirinya perseroan; d. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor; e. Jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; f. Nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
53
Jamin Ginting, 2007, Hukum Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.177. 54 ibid, hal.182
54
g.Tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris; h.Tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen. 5. Pengesahan Oleh Menteri Maksud pengertian Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dalam mendirikan PT tidak cukup dengan cara membuat akta pendirian yang dilakukan dengan akta otentik. Akan tetapi harus diajukan pengesahan kepada Menteri, guna memperoleh status Badan hukum. Pengajuan pengesahan dapat dilakukan oleh Direksi atau kuasanya. Jika dikuasakan hanya boleh kepada seorang notaris dengan hak substitusi. UUPT
memberikan kemudahan untuk
pengajuan
melalui
media
elektronik, guna memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat. Juga menetapkan batas waktu pengajuan pengesahan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UUPT tersebut, yang berbunyi sebagai berikut : 1. Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enampuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. 2. Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. 3. Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan keterangan mengenai dokumen telah sesuai dengan ketentuan peraturan
55
perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. 4. Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada secara elektronik. 5. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. 6. Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empatbelas) hari, Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. 7. Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi gugur. 8. Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaiman dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1).
56
9. Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaiman dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memeperoleh status badan hukum bubar. 10.Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi permohonan pengajuan kembali”.55 6. Daftar Perseroan dan Pengumuman Sebelum diterbitkannya UUPT, kewajiban pendaftaran perusahaan adalah kewajiban perseroan, dan didaftarkan melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan setempat. Dengan lahirnya UUPT yang baru ini, maka Pasal 29 dan Pasal 30 mengatur tentang Daftar Perseoan dan Pengumuman. Saat ini daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri, demikian juga Menteri mengumumkan dalam
tambahan
Berita
Negara
Republik
Indonesia.
Jadi
seharusnya
penyelenggaraan Daftar Perseroan dan Pengumuman bukanlah menjadi tugas direksi atau kuasanya. Namun dalam praktek sampai saat ini ketentuan Pasal 30 ini, belum berjalan dengan sebagaimana mestinya. Pengumuman dan Berita Negara Republik Indonesia dan tambahannya sampai saat ini diurus oleh Perseroan melalui notaris pembuat aktanya. Cetak Berita Negara tersebut diajukan kepada Perum Percetakan Negara di Jakarta. Sebelum permohonan pengesahan didahului dengan pembayaran untuk cetak Berita Negara Republik Indonesia.
55
Jamin Ginting, op.cit. hal. 179
57
2.1.6 Pengaturan Perseroan Terbatas 1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Sebelum UUPT dilahirkan, di Indonesia berlaku peraturan PT yang berasal dari jaman kolonial. Peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847-23) dalam buku kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56, yang perubahannya dilakukan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 (selanjutnya ditulis KUHD). Disamping itu masih terdapat pula badan hukum lain sebagaimana diatur dalam Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandelen, Staatsblad 1939-569 jo 717).56 Kedua peraturan ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan tuntutan jaman dan untuk memenuhi kebutuhan hukum baru yang dapat lebih memacu pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi. Kemudian lahirlah UUPT yang merupakan produk negara Indonesia sendiri, yaitu undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, yang lebih lanjut akan diuraikan dibawah ini. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 Salah satu pertimbangan lahirnya undang – undang ini adalah dalam rangka menciptakan kesatuan hukum, untuk memenuhi kebutuhan hukum baruyang dapat lebih memacu pembangunan nasional, serta untuk menjamin kepastian dan penegakan hukum. Materi hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan – ketentuan dibidang PT yang menggantikan ketentuan hukum zaman kolonial.
56
Gatot Supramono, op.cit. hal.1
58
Dengan lahinya undang-undang ini diharapkan PT dapat menjadi salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional yang yang berasaskan kekeluargaan menurut dasar-dasar demokrasi ekonomi sebagai pengejawantahan dari Pancasila dan UUD 45. Ketentuan PT yang diatur dalam KUHD sudah tidak lagi dapat mengikuti dan memenuhi kebutuhan perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang sangat pesat dewasa ini. 3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan KUHD hanya berlaku dalam kurun waktu 12 tahun. Karena undang-undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat, khususnya pada era globalisasi. Disamping itu meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate government) menuntut penyempurnaan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PT. Salah satu perubahan dari dari UUPT ini adalah adanya ketentuan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (selanjunya di tulis TJSL) dalam UUPT. Pencantuman TJSL sebagai suatu syarat yang didiwajibkan bagi perseroan sebenarnya merupakan hal tidak lazim mengingat konsep Corporate Social Responsibility (CSR) konsep yang di adabtasi menjadi TJSL dalam UUPT bukanlah ketentuan yang mandatori dalam ketentuan tentang perseroan di negara
59
lain. Dalam UUPT tidak ada satu pasalpun yang mengatur tentang nominee maupun perjanjian nominee padahal hal ini sangat dibutuhkan mengingat dewasa ini banyak terjadi masalah dengan penggunaan nominee ataupun perjanjian nominee.
2.2 Tinjauam Umum Penanaman Modal Asing 2.2.1 Pengertian Penanaman Modal Asing Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang –undangan. Istilah Investasi merupakan istilah yang popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang – undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable. Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukam baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (yuridical person) dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), asset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian. Dalam berbagai kepustakaan hukum ekonomi atau hukum bisnis, terminology penanaman modal berarti penanaman modal yang dilakukan secara langsung oleh investor lokal (domestic investor), investor asing (foreign Direct Investment, FDI) dan penanam modal yang dilakukan secara tidak langsung oleh pihak asing (Foreign Indirect Investment, FII). Untuk terakhir ini dikenal dengan
60
istilah penanam modal dalam bentuk portofolio, yakni pembelian efek lewat lembaga pasar modal. Istilah penanaman modal atau investment menurut kamus Black’s law, mempunyai pengertian: a. An expenditure to acquire property or assets to produce revenue a capital outlay. b.The asset acquired or the sum invested c. Investuture d. Livery of seisin.57 Secara umum investasi diartikan kegiatan yang dilakukan orang pribadi (person nature) atau badan hukum (juridical person) dalam upaya meningkatkan atau mempertahankan nilai modalnya baik berbentuk uang tunai (cash money), perlatan (equipment), asset tidak bergerak, hak kekayaa intelektual maupun keahlian. Merujuk uraian tersebut, menurut Ida Bagus Rahmadi Supancana unsur kegiatan investasi yaitu: a. Adanya motif untuk meningkatkan setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya; b. Bahwa modal tersebut tidak hanya mencakuphal-hal yang bersifat kasat mata (tangible) dan dapat diraba tetapi juga mencakut sesuatu yang bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible).58 Pengertian PMA menurut Pasal 1 angka 1 UUPM disebutkan “bahwa penanaman modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha diwilayah Negara Republik Indonesia”. Selanjutnya pada Pasal 57 58
Bryan A, Garner, op.cit, hal. 844-845 Ida Bagus Rahmadi Supancana, op. cit, hal. 2.
61 1 angka 3 disebutkan juga bahwa penanaman modal asing adalah “kegiatan menanam modal untuk melaksanakan usaha di wilayah RepublikIndonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing sepenuhnya maupun yangberpatungan dengan penanaman modal dalam negeri“. Ketentuan Pasal 1 angka 3 UUPM mengandung beberapa unsur yaitu : a. Penanaman modal secara lansung b. Penanaman modal untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Pengertian PMA sesuai ketentuan Pasal 1 angka 3 UUPM hanya penanaman modal secara langsung bukan penanam modal secara tidak langsung di mana pemilik modal hanya memiliki sejumlah saham dalam perusahaan tanpa ikut serta atau mempunyai kekuasaan langsung dalam pengelolaan manajemen perusahaan tersebut. UUPM Pasal 1 angka 8 UUPM juga memberikan definisi yuridis tentang modal asing, dimana modal asing adalah “modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihakasing “. Merujuk pengertian investasi tersebut tidak ada perbedaan yang prinsipil antara investasi dan penanaman modal. Makna investasi atau penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan akan mendapatkan hasil (keuntungan).59
59
Lusiana, op. cit, hal 39
62
2.2.2 Penanaman Modal Asing Wajib Dalam Bentuk Perseroan Terbatas Pasal 5 ayat (1) UUPM menyatakan bahwa “penanaman modal dalam negeri boleh berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum”. Pasal 5 ayat (2) UUPM “Penanaman modal asing wajib dalam bentuk PT berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam undang - undang”, ini berarti bahwa PMA yang berkedudukan di Indonesia menurut UUPM justru wajib dalam bentuk badan hukum PT. Tujuan atas hal tersebut diterangkan dalam bagian penjelasan UUPM, yaitu merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan PMA. Berikut adalah instrumen kepastian hukum yang diberikan dalam PT sebagaimana diatur dalam UUPT: 1. Badan Hukum, karena: a. Pengesahan anggaran dasarnya dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,apabila PT belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan hukum dan segala tanggung jawab dan kewajibannya sama halnya dengan persekutuan firma. Melalui mekanisme ini, memperlihatkan bahwa adanya kepastian hukum terhadap setiap tindakan dan kegiatan usaha PT harus sesuai dengan UUPT dan anggaran dasar; b. PT merupakan bentuk organisasi yang teratur, ada RUPS, direksi, dan komisaris; c. Memiliki harta kekayaan sendiri, berarti mengenal adanya pemisahan harta kekayaan pribadi dengan harta kekayaan perusahaan;
63
d. Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, atas nama perseroan; dan e. Mempunyai tujuan sendiri, yaitu mencari keuntungan. 2. Tanggung jawab pemegang saham terbatas, maksudnya terbatas pada nilai saham yang diambilnya, kecuali dalam hal: a. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum terpenuhi; b. Pemegang saham memanfaatkan PT untuk kepentingan pribadi; c.Terlibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan PT dan menggunakan kekayaan PT; dan d.Pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan PT sehingga perseroan tidak dapat melunasi utang-utangnya. 3. Berdasarkan perjanjian: a. Didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih (perorangan atau badan hukum); b. Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan PT; dan c. Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian 4. Melakukan kegiatan usaha; 5. Modal terbagi atas saham-saham (akumulasi modal); Dalam PT penggunaan modal untuk kegiatan usaha hanya dapat digunakan dengan persetujuan perseroan yang ditempuh dengan mekanisme dan kesepakatan para pemegang saham yang dituangkan dalam anggaran dasar. Setiap tindakan dalam PT merupakan tindakan atas nama perseroan dan tidak bisa dilakukan hanya dengan persetujuan orang perorangan semata. Demikian pula, bentuk penyertaan modal asing dalam suatu PT yang dapat dibuktikan
64
dengan saham. Pengalokasian modal dengan bentuk saham ini memiliki maksud dan tujuan yang di antaranya menentukan: (i) besar suara dalam pengambilan keputusan terhadap tindakan perseroan dan; (ii) menentukan besar dividen dan/atau kerugian (tanggung jawab) yang akan diterima/diderita atas kegiatan usaha perseroan. 6. Jangka waktu dapat tidak terbatas. PMA di Indonesia wajib berbentuk badan hukum PT karena berdasarkan perintah dari undang-undang di bidang penanaman modal guna mencapai kepastian hukum. Kepastian hukum itu tercermin dari adanya aspek anggaran dasar, pengalokasian dana, berdasarkan perjanjian, tanggung jawab terbatas dan organ – organ perseroan itu sendiri. Demikian jelas bahwa pengaturan bentuk badan usaha bahwa PMA harus berbadan hukum PT terhadap merupakan perintah dari UUPM yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada setiap penyelenggaraan PMA di Indonesia. Hal tersebut tidak lain bertujuan agar penanaman modal yang menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional dapat ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing.
65
2. 3 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 2.3.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1313, yaitu bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut sama artinya dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan persetujuan. Perjanjian
merupakan
terjemahan
dari
oveereenkomst
sedangkan
perjanjian merupakan terjemahan dari toestemming yang ditafsirkan sebagai wilsovereenstemming
(persesuaian
kehendak/kata
sepakat).60
Perbedaan
pandangan dari para sarjana tersebut di atas, timbul karena adanya sudut pandang yang berbeda, yaitu pihak yang satu melihat objeknya dari perbuatan yang dilakukan subyek hukumnya. Sedangkan pihak yang lain meninjau dari sudut hubungan hukum. Hal itu menyebabkan banyak sarjana yang memberikan batasan sendiri mengenai istilah perjanjian tersebut. Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opinion cloctortinz) perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum. Hal itu sependapat pula dengan Sudikno: “perjanjian merupakan hubungan hukum antara
60
Sudikno Mertokusumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta (selanjutnya disingkatSudikno Mertokusumo I), hal. 97.
66
dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum”.61 Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.62 R. Setiawan, menyebutkan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.63 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, berpendapat bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih. Dari pendapat-pendapat tersebut, maka pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. 2.3.2 Syarat Sahnya Perjanjian Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 (empat) syarat, yaitu: a. Adanya kata sepakat; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu;
61
Ibid, 97-98 R. Subekti, 2001, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta (selanjutnya disingkat R. Subekti II), hal. 36. 63 R. Setiawan, 1987, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung (selanjutnya disingkat R. Setiawan I), hal. 49. 62
67
d. Adanya causa yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut: a. Kata sepakat Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu. Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya disebutkannya "sepakat" saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara (formalitas) apapun sepertinya tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai Undangundang bagi mereka yang membuatnya.64 Dalam KUHPerdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila 64
R.Subekti, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung (selanjutnya disingkat R Subekti III), hal. 4.
68
sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan. Dari pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada paksaan, kekhilafan dan penipuan. b. Cakap untuk membuat perjanjian (bertindak) Dalam Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian. Selanjutnya Pasal 1330 KUHPerdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian : 1. Orang yang belum dewasa 2. Mereka yang berada di bawah pengampuan/perwalian dan 3. Orang perempuan/isteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, dinyatakan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin". Apabila perkawinan itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.65
65
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman I), hal. 78.
69
c. Adanya suatu hal tertentu Suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian ialah objek perjanjian. Objek perjanjian
adalah
prestasi
yang
menjadi
pokok
perjanjian
yang
bersangkutan.Prestasi itu sendiri bisa berupa perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Di dalam KUHPerdata Pasal 1333 ayat (1) disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan Pasal 1333 ayat (2). d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal Sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh para pihak.66 Sedangkan sebagaimana yang telah dikemukakan Subekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain daripada isi perjanjian. Pada Pasal 1337 KUHPerdata menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum. Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila persyaratan itu tidak
66
Sri Soedewi Masjchon, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia PokokPokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, hal. 319.
70
terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat dimintakan pembatalannya. Pihak di sini yang dimaksud adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas. Misalkan orang yang belum dewasa yang memintakan pembatalan orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi cakap dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan yang menurut hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili oleh pengampu atau kuratornya. Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Perjanjian seperti itu disebut null and void. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan suatu perjanjian batal demi hukum. 2.3.3 Asas – Asas Perjanjian Berdasarkan teori, dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan
berkontrak
(freedom
of
contract),
asas
konsensualisme
(concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud :
71
1) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisa dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : a.
Membuat atau tidak membuat perjanjian;
b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun; c.
Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta
d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2) Asas Konsensualisme (concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada Pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. 3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi
72
kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. 4) Asas Itikad Baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi :“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”Asas ini merupakan asas bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.67 5) Asas Kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan :”Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”.Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi : “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”Hal ini
67
Salim H.S, 1999, Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,(selanjutnya ditulis Salim H.S II), hal. 9.
73
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan : “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. 2.3.4 Jenis – Jenis Perjanjian Ada beberapa jenis perjanjian menurut para ahli hukum perjanjian, jenisjenis perjanjian dapat digolongkan menjadi 10 (sepuluh) jenis, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Perjanjian menurut sumbernya Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya menjadi 5 (lima) macam yaitu : a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti perkawinan; b. Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaaan adalah perjanjian yang berhubungan dengan peralihan hukum benda; c. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban; d.Perjanjian yang bersumber dari hukum acara yang disebut dengan bewijsofereenkomst;
74
e.Perjanjian yang bersumber dari hukum publik yang disebut dengan publiekrechtelijke overeenkomst.68 2. Perjanjian menurut namanya Perjanjian menurut namanya diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : a.Perjanjian khusus/bernama/nominaat, adalah perjanjian yang memiliki nama dan diatur dalam KUHPerdata, antara lain perjanjian jual beli, sewa menyewa, perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian persekutuan, perjanjian tentang perkumpulan, perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam meminjam, perjanjian bunga tetap atau bunga abadi, perjanjian untung –untungan, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian penanggungan dan perjanjian perdamaian. b.Perjanjian umum/tidak bernama/innominaat/perjanjian jenis baru adalah perjanjian yang timbul, tumbuh dan hudup dalam masyarakat karena asas kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUH Perdata diundangkan. 3. Perjanjian menurut bentuknya Perjanjian dibagi dan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) klasifikasi yaitu sebagai berikut: a. Perjanjian lisan/tidak tertulis, yang termasuk dalam perjanjian ini adalah
68
Sudikno Mertokusumo, 1986, Ragkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana UGM), Yogyakarta, (selanjutnya ditulis Sudikno Mertokusumo II), hal. 11.
75
- Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para
pihak
saja
sudah
cukup
untuk
timbulnya
perjanjian
yang
bersangkutan.69 -Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan barangnya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai.70 b. Perjanjian tertulis, yang termasuk dalam perjanjian ini dalah : - Perjanjian standar atau baku adalah perjanjian yang berbentuk tertulis yang isinya telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen serta bersifat masal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.71 - Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu, misalnya perjanjian perdamaian yang harus cesara tertuis, perjanjian hibah dengan akta notaris. 4. Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak. a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.
69
J.Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya disingkat J.Satrio I) , hal 48. 70 Mariam Darus Badrulzaman, 2006, KUHPERDATA Buku III, Alumni, Bandung, (selanjunya disingkat Mariam Darus Badrulzman II), hal 92-93. 71 Djaja S. Meliala, 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nusa Aulia, Bandung, hal.90.
76
b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain hanya ada hak. Contoh hibah (Pasal 1666 KUHPerdata) dan pejanjian pemberian kuasa (Pasal 1792 KUH Perdata).72 5. Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada pihak yang lain, dibedakan menjadi : a. Perjanjian Cuma - Cuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak. Contoh perjanjian hibah. b. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestai dari pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubunganya menurut hukum. Contoh perjanjian jua beli, sewa menyewa dan lain –lain.73 6. Perjanjian – perjanjian yang istimewa sifatnya. Adapun yang termasuk perjanjian ini menurut Mariam Darus Badrulzaman, adalah : a. Perjanjian liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang (1438 KUH Perdata). b. Perjanjian pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku bagi mereka. c. Perjanjian untung – untangan, misalnya asuransi (Pasal 1774 KUHPerdata)
72 73
Ibid, hal 87 Salim HS II, op. cit, hal 20
77
d. Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.74 7. Perjanjian campuran. Dalam perjanjian ini terdapat unsur – unsur dari beberapa perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisah – pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri – sendiri. Contoh perjanjian pemilik hotel dengan tamu. 8. Perjanjian penanggungan (bortgtocht). Suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur tidak memenuhi perikatannya hal ini diatur pada Pasal 1820 KUHPerdata. 9. Perjanjian garansi dan derden beding. a. Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana seorang menjamin pihak lain (lawan janjiannya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar perjanjian (bukan pihak dalam perjanjian bersangkutan) akan melakukan sesuatu (atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai terjadi pihak ketiga tidak memenuhi kewajibannya maka ia akan bertanggung jawab untuk itu.75 b. Derden beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri (Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUHPerdata) dan para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian 74 75
Mariam Darus Badrulzaman II, op. cit, hal. 93. J.Satrio II, op. cit, hal 97
78
yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga (Pasal 1317 KUHPerdata). 10. Perjanjian menurut sifatnya dibedakan menjadi : a. Perjanjian pokok yaitu perjanjian utama b. Perjanjian accessoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama/pokok, contoh perjanjian ini adalah pembebanan hak tanggungan atau fidusia.76
76
Salim HS I, op. cit, hal. 20.
79
BAB III KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN NOMINEE SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS PENANAMAN MODAL ASING (PT.PMA)
3.1 Perjanjian Nominee Menurut Hukum International a. Keberadaan Perjanjian Nominee Saham Pada Negara-Negara Dengan Sistem Hukum Common Law. Sistem hukum common law hidup dan berkembang melalui pengajaran turun temurun secara lisan dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. Common law system diterapkan dan mulai berkembang sejak abad XVI di negara Inggris. Di dukung keadaan geografis serta perkembangan politik dan sosial yang terus menerus, sistem hukum ini dengan pesat berkembang hingga di luar wilayah Inggris, seperti di Kanada, Amerika, dan negara-negara bekas koloni Inggris. Sistem hukum common-law membentuk bagian utama dari hukum banyak negara, terutama di negara-negara yang merupakan bekas koloni atau wilayah dari Britania. Dia terkenal karena terdapat hukum tidak tertulis (non-statutory) yang luas mencerminkan sebuah konsensus penghakiman dengan sejarah berabad-abad oleh para juris. Beberapa negara yang sistem hukumnya banyak dipengaruhi oleh common law system, diantaranya: Amerika Serikat, Australia, Inggris (Britania), Hongkong, India, Republik Irlandia, Kanada, Pakistan, dan Selandia Baru. Khusus di India dan Pakistan beberapa aspek hukum privat banyak dipengaruhi oleh Hukum Agama, seperti Islam, dan Hindu.
80
Dalam sistem ini tidak dikenal sumber hukum baku, sumber hukum tertinggi hanyalah kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan / telah menjadi keputusan pengadilan. Sumber hukum yang berasal dari kebiasaan inilah yang kemudian menjadikan sistem hukum ini disebut Common Law System. Perjanjian nominee merupakan salah satu bentuk perjanjian yang menganut system commom law. Perjanjian
nominee
sedemikian hebatnya di negara-negara yang
menganut sistem hukum Common Law yang kiblatnya adalah negara Kerajaan„monarchy‟ Inggris dan terutama Amerika Serikat. Hal ini tentu berbeda dengan Indonesia dengan warisan sistem hukum bercorak Eropa Kontinental dari Belanda, sebagaimana pendapat Erman Rajagukguk : “yang digolongkan sebagai negara dengan sistem hukum “Civil Law” yang tidak menganut “Stare Decisis Doctrine” seperti “Common Law”, yaitu hakim yang belakangan wajib mengikuti putusan putusan hakim terdahulu dalam perkara yang faktanya sama.”77 Sebagai bahan perbandingan dalam pembahasan lebih lanjut diambil salah satu contoh negara yang menjadi acuan secara internasional yaitu negara Inggris yang menganut system Common Law. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudargo Gautama dan kawan – kawan yang menyatakan: Salah satu bentuk organisasi usaha dalam wilayah United Kingdom dikenal dengan registered companies (perseroan yang terdaftar), dimana perseroan yang terdaftar ini didirikan oleh dua atau lebih banyak orang. Sebagaimana diatur dalam Companies Act tahun 1948, perseroan yang telah terdaftar ini
77
Erman Rajagukguk, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi”, 2007, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3, hal. 14
81
memperoleh status badan hukum yang terpisah daripada pribadi orang-orang yang telahmenjadi anggota daripada perseroan ini. Seperti halnya dengan perseroan terbatas menurut hukum Indonesia, maka pada umumnya para pemegang saham yang dianggap sebagai anggota daripada perseroan yang terdaftar ini mempunyai tanggung jawab secara terbatas (limited liability) untuk hutang-hutang dari pada perseroan terhadap pihak ketiga. Karena statusnya sebagai badan hukum maka perseroan ini berjalan terus sampai ia dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasarnya. Berdirinya perseroan ini tidak terpengaruh oleh perubahan dalam keanggotaan. Demikian pula milik daripada perseroan ini terlepas daripada anggotaanggota pribadi yang merupakan pemegang saham perseroan ini. Pengurusan (management) dipisahkan daripada keanggotaan (pemegang saham). Para anggota dalam kualitasnya sebagai pemegang saham tidak berhak untuk mengikat perseroan. Mereka ini seolah-olah mempunyai status yang terlepas dari pada perseroan yang terdaftar itu.78 Ketentuan-ketentuan dalam Companies Act berlaku untuk, baik Public Companies maupun Private Companies setelah didirikan. Suatu Private Company sekurang – kurangnya mempunyai 2 (dua) pemegang saham dan 1 (satu) orang Direktur. Sedangkan suatu Public Company harus mempunyai sekurangkurangnya 7 (tujuh) pemegang saham dan 2 (dua) Direktur.79 Shareholding: The nominee shareholding relationship would usually be confirmed by appropriate declarations or pre-configured share transfer documents from the nominee toward the actual clients.80 (pernyataan tersebut dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut: pemegang saham: hubungan pemegang saham yang telah
78
Sudargo Gautama, Komala Lumanau, dan Liz Asnahwati, 1991, Ikhtisar Hukum Perseroan Berbagai Negara yang Penting bagi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 53-55. 79 Ibid, hal. 57-58. 80 TraderStatus.com, Nominee, Title to Accounts, diakses dari http://www.irs.gov/businesses/small/article/o.id=106572,00.html, tanggal 18 Juni 2014
82
ditunjuk biasanya ditentukan dengan suatu pernyataan ataupun rancangan awal dokumen-dokumen pemindahan saham dari yang ditunjuk kepada klien-klien). Dari paparan tersebut di atas, kemudian dapat ditarik suatu pemahaman perihal bagaimana sebenarnya keberadaan nominee saham pada negara dengan sistem hukum Common Law. Bahwa untuk memenuhi pemegang saham yang mensyaratkan pemegang saham lebih dari 1 (satu) tersebut dapat menggunakan pemegang saham nominee dengan menggunakan perjanjian atau pernyataan nomineeatau dokumen – dokumen yang dibuat pada awal pembentukan suatu perusahaan yang isinya pemindahan saham dari nominee kepada beneficiary.
3.2 Perjanjian Nominee Saham Dalam Hukum Indonesia Sebelum membahas lebih lanjut pengaturan perjanjian nominee saham dilihat dari hukum Indonesia, berikut beberapa pengertian perjanjian nominee saham adalah sebagai berikut 1. Under a nominee agreement, the real shareholder sells his shares to a nominee and makes a commitment to repurchase them at a specific price usually in an effort to remain anonymous. Alsa called warehousing agreement (dalam perjanjian nominee, pemegang saham sebenarnya menjual sahamnya kepada nomineedan berjanji akan membelinya kembali diharga tertentu biasanya keeksistensiannya
tidak
diketahui,
hal
ini
disebut
juga
perjanjian
pergudangan); 2. A nominee agreement is an arrangement between two parties where one person consents to acting as a director, secretary or shareholder for a
83 company which is owned by someone else.81 (perjanjian nominee adalah perjanjian antara dua belah pihak di mana disatu pihaknya sepakat untuk melakukan tindakan sebagai direktur, sekertaris ataupun sebagai pemegang saham untuk sebuah perusahaan yang dimiliki oleh pihak lainnya). Perjanjian nominee adalah perjanjian tertulis antara dua belah pihak di mana satu pihak sepakat untuk melakukan suatu tindakan hukum yang seakan - akan pihak tersebut adalah sebagai pemegang saham ataupun direktur sebuah perusahaan dan lain – lainnya, adapun tindakan hukum tersebut dilakukannya guna keperluan atau kepentigan dari pihak lainnya.82 Dengan melihat seluruh pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam konsep nominee dikenal 2 (dua) pihak, yaitu pihak nominee yang tercatatsecara hukum dan pihak beneficiary yang menikmati setiap keuntungan dan kemanfaatan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak yang tercatat secara hukum. Pihak yang menunjuk nominee seringkali dikenal sebagai pihak beneficiary. Nominee mewakili kepentingan-kepentingan dari beneficiary dan karenanya nominee dalam melakukan tindakan-tindakan khusus harus sesuai dengan yang diperjanjikan dan tentunya harus sesuai dengan perintah yang diberikan oleh pihak beneficiary. Subyek dari perjanjian nominee saham adalah beneficiary dan nominee. Beneficiary adalah orang yang memiliki saham sebenarnya sedangkan nominee adalah orang yang ditunjuk untuk meminjamkan namanya sebagai pemegang 81
Http://www.vernimmen.com/html/glossary/definition_nominee_agreeme nt.html, Definition of Nominee Agreement –Finance Dictionary, data di akses pada tanggal 23 Mei 2014 82 Nella Hasibuan, op.cit, hal. 155.
84
saham nominee. Penunjukan sebagai nominee saham bisa badan hukum atau perorangan tetapi beneficiary lebih memilih perorangan sebagai nominee karena mudah menuntut taggung jawabnya dan kerahasiaanya lebih terjaga karena hanya perorangan tetapi apabila badan hukum akan sulit karena terdiri dari organ organ perusahaan sehingga melibatkan lebih dari satu orang. Obyek dari perjanjian nominee saham adalah saham. Pengertian saham berdasarkan Pasal 511 ayat (4) KUHPerdata meyebutkan bahwa saham adalah “sero - sero atau andil – andil dalam persekutuan perdagangan uang, persekutuan dagang atau persekutuan perusahaan, sekalipun benda – benda persekutuan yang bersangkutan dan perusahaan itu adalah benda tidak bergerak”. Sero – sero atau andil – andil itu dianggap merupakan benda bergerak akan tetapi hanya terhadap para pesertanya selama persekutuan berjalan. Pembuatan perjanjian nominee saham merupakan salah satu cara yang dilakukan beneficiary untuk melindungi sahamnya yang dinamakan atas nama nominee. Salah satu tujuan dari dibuatnya perjanjian nominee saham selain untuk melindungi sahamnya adalah kesulitan – kesulitan yang akan dihadapi adalah masalah pembuktian kepemilikan saham serta mengenai tanggung jawab secara hukum kepada pihak ketiga. Secara de jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee karena nama nominee yang tercantum dalam sertifikat pemegang saham perusahaan namu secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary. 3.2.1 Keberadaan Perjanjian Nominee Saham Menurut KUHPerdata Perjanjian nominee dalam hukum perjanjian di Indonesia dikategorikan sebagai perjanjian innominaat (perjanjian tidak bernama) yaitu perjanjian yang
85
tumbuh dan berkembang di dalam praktek dan belum di kenal saat KUHPerdata diundangkan.83 Dalam sistem hukum di Indonesia perjanjian nominee sebagai salah satu bentuk perjanjian innominaat yang tidak diatur secara tegas dan khusus. Namun demikian dalam praktiknya telah tumbuh dan berkembang dan banyak pihak yang menggunakan perjanjian nominee, baik yang dibuat dengan akta notarial maupun dengan akta bawah tangan, yaitu untuk membeli properti ataupun untuk berinvestasi di Indonesia dengan mendirikan suatu PT. lokal maupun PT. PMA, dengan menggunakan nominee sebagai pemegang saham nominee. Perjanjian innominaat sebagai jenis perjanjian yang tidak di kenal dengan nama tertentu juga memiliki unsur – unsur yang sama dengan perjanjian pada umumnya yaitu sebagai berikut: 1. Adanya unsur kaidah hukum, baik kaidah hukum yang tertulis maupun yan tidak tertulis; 2. Adanya unsur subyek hukum, yaitu para pihak dalam perjanjian; 3. Adanya unsur obyek hukum, yaitu unsur prestasi dalam perjanjian; 4. Adanya unsur kata sepakat yang merupakan persesuaian pernyataan kehendak para pihak mengenai substansi dan obyek perjanjian; 5. Adanya unsur hak dan kewajiban bagi para pihak sebagai akibat hukum yang timbul dari pejanjian.84 Perjanjian innominaat diatur dalam Buku III KUHPerdata Pasal 1319, yang menyebutkan :”bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal denga suatu nama tertentu tunduk pada peraturan 83 84
Salim H.S I, op.cit, hal. 1. op.cit, hal. 4-5.
86 umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Meskipun perjanjian innominaat tidak dikenal dalam KUHPerdata namun dalam pelaksanaanya perjanjian innominaat harus tunduk pada ketentuan – ketentuan dalam buku KUHPerdata yang berkaitan dengan hukum perjanjian. Pasal 1320KUHPerdata merupakan instrument pokok mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yaitu suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 (empat) syarat, yaitu: a. Adanya kata sepakat; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu; d. Adanya causa yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif. Kesepakatan yang dimaksd dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah persesuaian kehendak antara para pihak yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Sementara itu kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum (perjanjian). Mengenai hal tertentu menerangkan tentang harus adanya obyek perjanjian yang jelas.85 Sedangkan mengenai sebab yang halal, yang dimaksudkan di sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan undang – undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 85
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 68.
87
Selain itu bahwa perjanjian nominee saham dikatakan sebagai perjanjian innominaat dapat digunakan Pasal 1335 KUHPerdata dan Pasal 1337 KUHPerdata, dimana suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila : 1. Tidak mempunyai causa; 2. Causanya palsu; 3. Causanya bertentangan dengan undang – undang; 4. Causanya bertentangan dengan kepentingan umum; 5. Causanya bertentangan dengan ketertiban umum.86 Dalam Pasal 1335 KUHPerdata yang dimaksud “sebab” yang diperbolehkan adalah mengenai obyek atau isi dan tujuan prestasi yang terkandung dalam perjanjian itu sendiri, bukan mengenai suatu sebab yang menjadi latar belakang dibuatnya suatu perjanjian. Menurut R. Setiawan karena hukum hanya memperhatikan tindakan - tindakan orang - orang dalam masyarakat bukan latar belakang atau alasan para pihak mengadakan perjanjian.87 Tidak diaturnya perjanjian innominaat dalam KUHPerdata menyebabkan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian nominee diatur sendiri oleh para pihak berdasarkan kesepakatan bersama tetapi tetap harus memperhatikan asas – asas yang berlaku. Dalam kebebasan berkontrak dan harus disertai dengan itikad baik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang – undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. 86
J. Satrio, 1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung (selanjutnya ditulis J.Satrio II), hal. 321. 87 R.Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Cet IV, Bina Cipta, Jakarta (selanjutnya ditulis R.Setiawan II), hal. 129.
88
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada pasal dalam KUHPerdata yang secara jelas mengatur tentang perjanjian nominee. Apabila dipandang perjanjian nominee saham hanya sebagai perikatan alamiah maka daya mengikat kontrak dalam perjanjian nominee saham tidak dapat dipaksakan oleh para pihak, sehingga tidak bisa dijamin mengenai kekuatan hukum dari perjanjian nominee, dengan demikian secara otomatis hak – hak para pihak yang terlibat di dalamnya tidak terlindungi oleh hukum Indonesia. 3.2.2 Keberadaan Perjanjian Nominee Saham Menurut UUPT Dalam Pasal 52 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa:”setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi”, artinya konsep kepemilikan saham dalam UUPT merupakan saham kepemilikan mutlak (dominium plenum). Pasal tersebut sebenarnya secara tidak langsung merupakan pelarangan tentang penggunaan nominee dimana UUPT yang hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak berarti menutup kemungkinan untuk pemegang saham nominee. Tetapi dalam prakteknya penggunaan nominee dengan menggunakan perjanjian nominee tetap menjadi pilihan utama bagi para investor terutama investor asing dalam berinvestasi secara langsung. Di dalam UUPT tidak mengatur secara tegas dan jelas tentang nominee dan perjanjian nominee saham tetapi didalam praktek banyak kita temui praktek penggunaan nominee melalui perjanjian nominee. Didalam UUPT hanya mensyaratkan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan tanpa diatur
89
pelarangan terhadap penggunaan nominee dan perjanjian nominee saham, jadi sebenarnya pasal inilah yang menjadi celah bagi para investor asing untuk membuat perjanjian nominee saham selain pembatasan – pembatasan kepemilikan saham oleh pemerintah. 3.3.3. Keberadaan Perjanjian Nominee Saham Menurut UUPM Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee tetapi didalam UUPM dalam Pasal 33 ayat (1) mengenai sanksi menyebutkan : “penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain”. Dalam UUPM tersebut jelas melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam PT untuk dan atas nama orang lain. Hal ini untuk mencegah adanya pelanggaran dari daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi, dimana mengatur mengenai bidang usaha yang diperbolehkan pihak asing untuk masuk dengan pembatasan persentase saham, maupun bidang usaha yang sama sekali tidak diperbolehkan untuk pihak asing. Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan: “dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum.Tujuan pengaturan hal ini adalah untuk menghindari terjadinya perseroan
90
yang secara normatif dimiliki oleh seseorang, tetapi secara materi atau substansi, pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. Sangat jelas dan tegas bahwa perjanjian nominee dilarang dalam UUPM tetapi dalam mendirikan PMA harus membuat badan usaha berbentuk badan hukum PT yang mensyaratkan pendirian PT oleh 2 (dua) orang atau lebih. Dalam UUPT tidak mengatur mengenai persyaratan untuk menjadi pemegang saham dan tidak mengatur atau melarang penggunaan nominee saham maupun perjanjian nominee saham. 3.3.4 Keberadaan Perjanjian Nominee Saham Berdasarkan Kewenangan Notaris Menurut UUJN-P Dengan di berlakukannya Undang – Undang Jabatan Notaris yaitu Undang - Undang Nomor 30 Tahun 2004 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491), (selanjutnya ditulis UUJN-P), kewenangan, kewajiban, larangan notaris lebih diatur secara mendalam dan menjadi dasar bagi notaris untuk melangsungkan tugas dan tanggung jawabanya. Notaris adalah :”pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang–undang lainnya”. Kemudian dalam Pasal 1 angka 7 UUJN-P yang dimaksud dengan Akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah :”akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undangundang ini”. Demikian bahwa akta – akta yang dibuat oleh notaris adalah akta
91
yang pembuatannya mengikuti aturan pembuatan sedemikian rupa yang paling penting dibuat di hadapan notaris itu sendiri, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Mengenai pelaksanaan jabatan notaris ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) UUJN-P tentang sumpah/janji notaris bahwa notaris akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila, Undang – Undang Dasar Tahun 1945, Undang – Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang – undangan lainnya. Artinya bahwa notaris dalam menjalankan jabatanya termasuk dalam pembuatan akta – akta harus mematuhi segala peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia tidak terkecuali. Kewenangan notaris berdasarkan Pasal 15 UUJN-P adalah sebagai berikut: Pasal 15 berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lainyang ditetapkan oleh undang-undang. (2)Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula: a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat Akta risalah lelang.ukumonline.cm (1)Notaris
92
(3)Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Mengenai kewajiban Notaris diatur dalam Pasal 16 UUJN-P adalah sebagai berikut : Pasal 16 (1)Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yangbersangkutan; m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
93
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan n. menerima magang calon Notaris. (2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali. (3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:.com a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b. Akta penawaran pembayaran tunai; c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa; e. Akta keterangan kepemilikan; dan f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertuliskata-kata “BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA". (5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuatdalam 1 (satu) rangkap. (6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. (8)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta. (9)Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. (10)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat. (11)Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. (12)Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
94
(13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis,”segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta.” Sedangkan Larangan bagi Notaris terhadap jabatannya diatur dalam Pasal 17 UUJN-P, yaitu sebagai berikut: Pasal 17 (1) Notaris dilarang: a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasanyang sah; c. merangkap sebagai pegawai negeri; d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara; e. merangkap jabatan sebagai advokat; f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II diluar tempat kedudukan Notaris; h. menjadi Notaris Pengganti; atau i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. (2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksiberupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian Akta Notaris sebagai alat bukti, agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna adalah jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenui tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempuyai kekuatan pembuktian sebagai akta bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim.
95
Alasan suatu akta Notaris yang dapat dibatalkan adalah karena melanggar unsur subjektif, yaitu sebagai berikut: a. Sepakat mereka yang mengikatkan diirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Akta Notaris yang dapat dibatalkan tersebut tetap mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Akta menjadi tidak mengikat sejak ada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.88 Akta Notaris dikatakan batal demi hukum jika melanggar unsur objektif, yaitu sebagai berikut: a. Suatu hal tertentu; b. Suatu sebab yang tidak terlarang. Akta Notaris batal demi hukum sejak akta tersebut ditandatangani dan tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak pernah terjadi, dan tanpa perlu ada putusan pengadilan.89 Oleh karena akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, menjadikannya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan atau dukungan alat bukti yang lain, akan tetapi apabila dapat dibuktikan prosedur pembuatan akta otentik tersebut menyalahi ketentuan seperti yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dalam hal ini UUJN-P yang mewajibkan notaris melakukan serangkaian tindakan permulaan yang mengancam 88
Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 55. 89 Ibid.
96
pelanggaran
terhadap
ketentuan
tersebut
dengan
ancaman
kehilangan
keotentikannya dan syarat-syarat formil yang telah ditentukan, maka kekuatan pembuktian akta otentik itu menjadi tidak sempurna dan mengikat lagi tetapi hanya sebagai akta dibawah tangan. Akta otentik juga sudah tidak dapat berdiri sendiri lagi dan harus dibantu dan didukung oleh sekurang-kurangnya salah satu alat bukti yang lain.
3.2 Pengaturan Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA) Dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia salah satunya adalah masalah penegakan hukum (law enforcement). Dalam melakukan penegakan hukum (law enforcement) terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum (rectssicherheit atau legal certainty), kemanfaatan (zweckmassigkeit atau benefit) dan keadilan (gerechtigkeit atau justice) yang harus berjalan secara harmonis.90 Peranan hukum dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif merupakan peryaratan mutlak mengikat investor asing tidak akan melakukan investasi di tempat yang tidak memiliki kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut tidak hanya berarti ketersediaan perangkat perundang – undangan yang dibutuhkan dalam kegiatan penanaman modal, tetapi juga terkait erat dengan penegakan atau pelaksanaan dari peraturan perundang – undangan tersebut.
90
Soedikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cet V, Liberty, Yogyakarta (selanjutnya ditulis Soedikno Mertokusumo III), hal. 160 162
97
Tidak jarang kita temui dalam praktek bahwa para investor asing yaitu sebagai pihak beneficiary dalam berinvestasi di Indonesia dengan mendirikan perusahaan berbadan hukum PT.PMA menggunakan nominee sebagai pemegang sahamnya. Ada beberapa alasan mengapa beneficiary tersebut menggunakan nominee diantaranya adalah sebagai syarat berdirinya PT dimana UUPT mensyaratkan PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, selain itu penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh beneficiary adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan - pembatasan bidang usaha yang ditetapkan oleh pemerintah. Pihak beneficiary yang menunjuk pihak Indonesia sebagai nominee tentunya memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investasi asing di Indonesia. Dengan tujuan untuk kepentingan komersial tersebut, beneficiary memiliki keinginan untuk tidak diketahui oleh khalayak umum ataupun pemerintah Indonesia sebagai pihak yangsebenarnya memiliki saham. Dengan menggunakan konsep nominee, maka nama dan identitas dari pemilik saham yang sebenarnya akan dapat dirahasiakan dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia karena nama dan identitas yang tercatat sebagai pemilik dari saham tersebut adalah nama dan identitas dari pihak nominee yang ditunjuk. Pembatasan bidang usaha untuk PMA diatur dalam Pasal 12 ayat (2) UUPM yang meliputi: a. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
98
b. Bidang usaha yang dinyatakan eksplisit tertutup berdasarkan undang undang. Selain itu pembatasan bidang usaha untuk penanaman modal diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, dimana peraturan ini mengatur tentang bidang usaha apa yang terbuka dan bidang usaha apa yang tertutup atau disebut Daftar Negatif Investasi (DNI) dan pengaturan pembagian saham untuk melakukan penanaman modal. Dengan digunakannya nama serta identitas dari nominee sebagai pihak yang tercatat secara hukum, maka pihak beneficiary memberikan kompensasi dalam bentuk nominee fee. Jumlah dari nominee fee tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara nominee dan beneficiary. Setelah tercapainya kesepakatan bersama, maka jumlah dan tata cara pembayaran dari nominee fee akan dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh nominee dan beneficiary sebagai suatu bentuk persetujuan. Dalam perjanjian nominee selain mengatur mengenai jumlah dan tata cara pembayaran nominee fee, juga ada beberapa perjanjian yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang mewajibkan dan atau melarang nominee untuk melakukan sesuatu hal yang berkaitan dengan penggunaan konsep nominee, jadi perjanjian nominee merupakan suatu back up bagi beneficiary agar nominee tidak bisa bergerak bebas atas saham yang diatasnamakan tersebut.
99 Dalam Pasal 52 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: ”setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi”, artinya konsep kepemilikan saham dalam UUPT merupakan saham kepemilikan mutlak (dominium plenum). Pasal tersebut sebenarnya merupakan pelarangan tentang penggunaan nominee dimana UUPT yang hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak berarti menutup kemungkinan untuk pemegang saham nominee. Tetapi dalam prakteknya penggunaan nominee dengan menggunakan perjanjian nominee tetap menjadi pilihan utama bagi para investor terutama investor asing dalam berinvestasi secara langsung. Karena didalam UUPT tidak mengatur secara tegas dan jelas tentang nominee dan perjanjian nominee maka didalam praktek banyak kita temui praktek penggunaan nominee melalui perjanjian nominee. Didalam UUPT hanya mensyaratkan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan tanpa diatur pelarangan terhadap penggunaan nominee dan perjanjian nominee, jadi pasal inilah sebenarnya yang menjadi celah bagi para investor asing untuk membuat perjanjian nominee saham selain pembatasan – pembatasan bidang usaha. Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee tetapi didalam UUPM dalam Pasal 33 ayat (1) mengenai sanksi yang menyebutkan : “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan
100
atas nama orang lain”. Definisi dari penanam modal dalam negeri dan penananam modal asing terdapat dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 UUPM, yaitu: 1.Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. 2. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara republik Indonesia Dalam UUPM tersebut jelas melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Hal ini untuk mencegah adanya pelanggaran dari daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi, dimana mengatur mengenai bidang usaha yang diperbolehkan pihak asing untuk masuk dengan pembatasan persentase saham, maupun bidang usaha yang sama sekali tidak diperbolehkan untuk pihak asing. Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan: “dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Tujuan pengaturan hal ini adalah untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki oleh seseorang, tetapi secara materi atau substansi, pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. Sangat jelas dan tegas bahwa perjanjian nominee dilarang dalam UUPM tetapi dalam mendirikan PMA harus membuat badan usaha berbentuk badan hukum PT yang mensyaratkan pendirian PT oleh 2 (dua) orang atau lebih tetapi tidak mengatur mengenai persyaratan
101
untuk menjadi pemegang saham dan dalam UUPT tidak mengatur atau melarang penggunaan nominee saham maupun perjanjian nominee saham. Walaupun dalam UUPM terdapat pelarangan secara jelas dan tegas mengenai pelarangan perjanjian nominee namun dalam prakteknya banyak dilakukan, ini menunjukkan pengaturan pelarangan nominee saham dan perjanjian nominee saham tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini menurut Pound, hukum telah gagal untuk merubah masyarakat, dan telah gagal untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial dimasyarakat.91 Dianggap telah gagal karena ketidaksanggupan institusi penegak hukum untuk mengetahui adanya perjanjian nominee saham dalam PT. PMA. Menurut Gustav Radbruch kepastian hukum merupakan salah satu elemen yang disebut cita hukum atau the idea of law disamping elemen keadilan (justice) dan kepatutan (expediency). Kepastian hukum mensyaratkan hukum menjadi hukum positif (to be positive). Pemakaian nominee dan perjanjian nominee saham dalam prakteknya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, ini menunjukkan bahwa adanya kebutuhan pemakaian nominee dan perjanjian nominee dalam masyarakat dan para investor asing, yang diharapkan bisa menjamin kepastian hukum dalam menanamkan investasinnya di Indonesia. Ketidakpastian hukum timbul dalam UUPT yang tidak mengatur jelas dan tegas tentang persyaratan pemegang saham sehingga menjadi celah dalam pemakaian nominee dan perjanjian nominee yang tidak ada pelarangan secara jelas dan tegas dalam UUPT. Sanksi dalm UUPM menjadi tidak efisien karena pelarangan perjanjian nominee 91
Freeman, M.D.A. Lloyd‟s, 2001, Introduction to Jurisprudence, 7 edition, Sweet & Maxwell, London, page 673-675
102
saham terdapat dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu hanya pada penanaman modal dan meskipun demikian masih banyak juga yang melanggar pelarangan penggunaan nominee saham dengan menggunakan perjanjian nominee saham dalam PT.PMA.
3.3 Analisis Kekuatan Hukum Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA) a. Ditinjau dari Sahnya Perjanjian Syarat sahnya suatu perjanjian yaitu suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 (empat) syarat, yaitu: a. Adanya kata sepakat; b. Kecakapan untuk membuat perjanjian; c. Adanya suatu hal tertentu; d. Adanya causa yang halal. Pasal 1320 KUHPerdata merupakan pasal yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian karena merupakan syarat sahnya perjanjian baik dari subyek pejanjian maupun obyek perjanjian. Kesepakatan yang dimaksudkan dalam pasal ini adalah penyesuaian kehendak antara para pihak yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan berbagai cara baik dengan cara tertulis maupun secara tidak tertulis. Demikian juga dalam perjanjian nomineeantara warga negara Indonesia sebagai nominee dan warga negara asing sebagai beneficiary baik dalam pendirian PT. lokal maupun PT.PMA dimana perjanjian
103
nominee tersebut dengan menggunakan akta notarial maupun dengan dibuat akta bawah tangan. Sementara itu kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk membuat perjanjian, syarat kecakapan untuk membuat suatu perjanjian harus dituangkan secara jelas jati diri para pihak. Menurut Pasal 1330 KUHPerdata, menyebutkan bahwa orang – orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : 1. Orang yang belum dewasa; 2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan dan 3. Orang perempuan dalam hal - hal yang ditetapkan oleh undang – undang, dan semua orang kepada siapa undang - undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Demikian dalam perjanjian nominee para pihak harus memenuhi syarat cakap untuk dalam bertindak secara hukum dalam perjanjian tersebut. Mengenai suatu syarat hal tertentu sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini menerangkan tentang harus adanya obyek perjanjian yang jelas yaitu berkenaan dengan isi pokok perjanjian.Menurut Pasal 1333 KUHPerdata” suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang yang tidak tentu, asal jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”. Suatu perjanjian memang seharusnya berisi pokok atau obyek obyek yang tertentu agar dapat dilaksanakan.
104
Hakim kiranya akan berusaha sebisanya untuk mencari tahu apa pokok obyek dari suatu perjanjian agar perjanjian itu dapat dilaksanakan, tetapi bila sampai tidak dapat sama sekali ditentukan pokok (obyek) perjanjian itu, maka perjanjian itu menjadi batal.92 Dalam perjanjian nominee saham yang menjadi obyek perjanjian adalah saham perusahaan. Syarat keempat mengenai suatu sebab yang halal, ini juga merupakan syarat isi perjanjian. Menurut Pasal 1335 KUH Perdata:” Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab, yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Pasal ini sebenarnya hanya mempertegas kembali tentang salah satu obyek dari keabsahan, yaitu mengenai sebab yang halal, di mana kalau suatu perjanjian bertentangan dengan undang – undang, kesusilaan atau ketertiban umum, maka perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan atau yang lazim disebut batal demi hukum. Pasal 1336 KUHPerdata menyatakan” jika tidak dinyatakan sesuatu sebab tetapi ada suatu sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, perjanjiannya, namun demikian adalah sah. Jelaslah Pasal 1336 KUH Perdata ini merupakan dasar bagi perjanjian yang tanpa sebab menjadi perjanjian yang sah asalkan ada sesuatu yang halal (diperbolehkan).93 b. Ditinjau dari Itikad Baik Dalam Perjanjian Sebagaimana dtentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata bahwa:” bahwa perjanjian itu harus dilaksanaan dengan itikad baik.” Maksudnya perjanjian 92
Hardijan Rusli, 1996, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cet II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal. 86. 93 Hasanuddin Rahman, 1995, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 11.
105
itu harus dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Mengingat bahwa perjanjian itu dibuat dengan sengaja dan sadar serta bertumpu pada jalinan sepakat dari para pihak yang kemudian dituangkan dalam klausula-klausula, hakekatnya sejak awal para pihak berkeinginan agar semuanya bisa berjalan dan terlaksana dengan baik. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata selalu dihubungkan dengan Pasal 1339 KUHPerdata bahwa :”suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaaan dan undang – undang”. Dengan demikian terdapat tiga sumber norma yang ikut mengisi suatu perjanjian yaitu kebiasaan, kepatutan, dan undang – undang. Terdapat dua model pengujian tentang ada atau tidaknya itikad baik dalam perjanjian yaitu pengujian obyektif dan pengujian subyektif. Pengujian obyektif umumnya dikaitkan dengan kepatutan artinya salah satu pihak tidak dapat membela diri dengan mengatakan bahwa ia telah bertindak jujur manakala ternyata dia tidak bertindak secara patut. Sementara itu pengujian subyektif terhadap kewajiban itikad baik dikaitkan dengan keadaan karena ketidaktahuan. Kontrak pada umumnya berisi klausula yang mencerminkan janji atau syarat yang berlaku bagi para pihak. Pembuatan rancangan kontrak lazimnya diserahkan pada salah satu pihak atas kesepakatan kedua belah pihak. Sesudahnya akan dilakukan perundingan untuk mencapai rancangan akhir (final draft) yang akan ditandatangani. Pada tahap ini juga terdapat kewajiban hukum itikad baik
106
yaitu kewajiban untuk mencermati seluruh aspek yang terkandung dalam kontrak yang ditandantangani. Ini yang disebut the obligation to exercise due diligence.94 c. Ditinjau Dari Asas – asas Perjanjian Asas - asas yang dipergunakan dalam perjanjian nominee saham seperti perikatan pada umumnya yang melandasi perjanjian. Asas – asas yang digunakan dalam perjanjian nominee saham adalah: 1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu yang digunakan sebagai dasar dalam perjanjian nominee saham. Asas hukum penting yang berkaitan dengan berlakunya perjanjian atau kontrak adalah asas kebebasan berkontrak. Dalam kebebasan berkontrak pihak – pihak bebas membuat perjanjian kontrak apa saja, baik yang sudah ada pengaturanya maupun yang belum ada pengaturanya dan bebas menentukan sendiri isi dari pada perjanjian atau kontrak tersebut, namun kebebasan tersebut tidak bersifat mutlak karena terdapat pembatasan – pembatasan, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa:”setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan suatu kebebasan kepada para pihak untuk : a. Membuat dan tidak membuat suatu perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; 94
Putusan MA No. 1816 K/Pdt 1992, tanggal 22 Oktober 1992, dalam perkara antara Lucky Iwanto vs Tohir bin Rahman, dkk.
107
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratanya, d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. Mengenai asas kebebasan berkontrak dan batas – batasnya dalam hukum perjanjian Rosa Agustina T. Pangaribuan menyatakan bahwa sumber kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, yang merupakan titik tolak kontrak adalah kepentingan individu. Sehingga kebebasan individu memberikan kepada pihak – pihak kebebasan berkontrak.95 Asas kebebasan berkontrak apabila dilihat dari KUHPerdata, tidak diartikan sebagai asas bebas mutlak. Ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal – pasal KUHPerdata, terhadap asas tersebut sehingga menjadi ada batasnya. Salah satunya adalah bahwa Pasal 1320 KUHPerdata menentukan perjanjian tidak sah apabila ternyata dibuat tanpa consensus atau sepakat para pihak yang membuatnya. Kebebasan satu pihak menenukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya, sehingga asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh kesepakatan para pihak.96 Dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu penyebab yang melatarbelakangi dibuatya perjanjian nominee saham oleh para pihak, karena pengaturan tentang perjanjian nominee saham tidak ada pengaturanya yang jelas dalam UUPT. 2. Asas Daya Mengikat Kontrak (Pacta Sunt Servanda) Bunyi Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata :” setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya”. 95
Rosa Agustina T. Pangaribuan, 2000, Asas Kebebasan Berkontrak dan Batas-Batasnya Dalam Hukum Perjanjian, Centre for Law Information, Jakarta, hal. 1. 96 Ibid, hal. 2.
108
Asas pacta sunt servanda berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat "berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya" artinya bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang dan menunjukan bahwa undang – undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang – undang. Para pihak yang membuat perjanjian dapat secara mandiri mengatur pola hubungan – hubungan hukum diantara mereka. Kalimat ini pula tersimpul larangan bagi semua pihak termasuk didalamnya "hakim" untuk mencampuri isi perjanjian yang telah dibuat secara sah oleh para pihak tersebut. Oleh karenanya asas ini disebut juga asas kepastian hukum. Asas ini dapat dipertahankan sepenuhnya dalam hal: 1. Kedudukan para pihak dalam perjanjian itu seimbang; 2. Para pihak cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Asas ini apabila dikaitkan dengan syarat sahnya perjanjian yaitu Pasal 1320 KUHPerdata bahwa salah satu syarat obyektif dalam suatu perjanjian adalah causa yang halal. Dalam perjanjian nominee saham jelas bahwa ada causa yang tidak halal atau bohong – bohongan atau perjanjian simulasi karena didalam UUPT menentukan bahwa dalam kepemilikan saham ditentukan 2 (dua) orang atau lebih tetapi pada kenyataanya dimiliki oleh satu orang pemegang saham dan saham yang lainnya hanya sebagai saham nominee. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada Pasal dalam KUHPerdata yang secara jelas mengatur tentang perjanjian nominee. Apabila dipandang perjanjian nominee saham hanya sebagai perikatan alamiah maka daya
109
mengikat kontrak dalam perjanjian nominee saham tidak dapat dipaksakan oleh para pihak, sehingga tidak bisa dijamin mengenai kekuatan hukum dari perjanjian nominee. Dengan demikian secara otomatis hak – hak para pihak yang terlibat di dalamnya tidak terlindungi oleh hukum Indonesia. Apabila dianalis ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM tersebut merupakan penegasan bahwa nominee agreement / documentation tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, dimana pembedaan antara legal/registered owner dan beneficial owner tidak dipisahkan dalam hukum Indonesia.97 Namun demikian dalam praktek nominee di Indonesia, para pihak tidak hanya menandatangani perjanjian atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan sahamnya dalam suatu PT adalah mutlak untuk dan atas nama orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UUPM. Praktek nominee di Indonesia biasanya dilakukan berdasarkan seperangkat dokumen dan perjanjian yang dikenal secara umum dalam pranata hukum Indonesia, seperti perjanjian kredit, perjanjian gadai saham dan surat kuasa atau yang disebut dengan nominee arrangement. Berikut beberapa perjanjian yang dibuat antara beneficiary dengan nominee dalam nominee arrangement antara warga negara asing dan warga negara Indonesia dalam PT. PMA, dimana akta tersebut dibuat baik secara notariil maupun dibawah tangan :
97
David Kairupan, Op.cit, hal 91
110
1. Perjanjian Kredit antara beneficiary selaku kreditur dan nominee selaku debitur dimana pinjaman tersebut akan digunakan oleh debitur untuk membayar setoran modal saham pada perusahaan yang dimaksud. 2. Perjanjian Gadai Saham antara beneficiary selaku penerima gadai dan nominee selaku pemberi gadai, dimana saham yang diterbitkan atas setoran yang dilakukan dengan menggunakan uang pinjaman tersebut digadaikan oleh nominee kepada beneficiary. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa ketentuan Pasal 60 ayat (4) UUPT yang menyatakan bahwa:” hak suara atas saham yang digunakan dengan gadai atau jaminan fidusia tetap berada pada pemegang saham.” Pasal ini menegaskan asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak suara terlepas dari kepemilikan atas saham. 3. Perjanjian Cessi atau Dividen antara beneficiary dan nominee, dimana hak atas dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada nominee selaku pemegang saham dialihkan kepada beneficiary. 4. Surat Kuasa Mutlak untuk RUPS dimana nominee selaku pemegang saham pada perusahaan tersebut memberikan kuasa mutlak kepada beneficiary untuk dapat meminta diadakannya RUPS, menghadiri dan megeluarkan suara dalam RUPS perusahaan yang bersangkutan. 5. Surat kuasa mutlak untuk menjual saham yang diberikan oleh nominee kepada beneficiary, dimana dalam hal terjadi kejadian tertentu beneficiary dapat menjual saham-saham yang dimiliki oleh nominee.
111
6. Akta Pernyataan yaitu pernyataan dari nominee yang menyatakan bahwa saham yang dimilikinya adalah sepenuhnya milik beneficiary jadi segala keuntungan yang didapat dari perusahaan adalah milik beneficiary dan nominee dibebaskan dari segala masalah yang akan timbul dikemudian hari atas kepemilikan saham tersebut. Perjanjian dan kuasa-kuasa tersebut diperlukan dalam rangka untuk memberikan
kepastian
hukum,
perlindungan
hukum
dan
kuasa
untuk
mengendalikan perusahaan kepada beneficiary sebagai pemilik sebenarnya atas saham yang dimiliki oleh nominee secara hukum. Keabsahan nominee arrangement tentu dapat dipertanyakan apabila ditinjau dari Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Syarat pertama dan kedua apabila tidak dipenuhi mengakibatkan suatu perjanjian dapat dibatalkan (voidable), sedangkan syarat ketiga dan keempat apabila tidak dipenuhi mengakibatkan suatu perjanjian menjadi batal demi hukum (null and void). Nominee arrangement yang dilakukan untuk memenuhi syarat pendirian PT dan dalam rangka menghindari pembatasan modal asing dapat dikategorikan sebagai kesepakatan yang bertentangan dengan hukum dan tidak memiliki sebab yang halal. Oleh karena itu perjanjian nominee arrangement dengan demikian batal demi hukum. Contoh penggunaan nominee dalam PT. PMA yang menggunakan nominee karena suatu pembatasan kepemilikan modal asing untuk PT. PMA, dimana hal ini banyak terjadi di Bali. Mr. A seorang investor berkebangsaan Amerika akan menanamkan modalnya di Indonesia dengan mendirikan PT. PMA
112
dengan bidang usaha restoran tetapi bidang usaha tersebut dimana sahamnya harus bermitra dengan investor lokal. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 menentukan bahwa bidang usaha restoran maksimal saham asing 51% dan 49% oleh saham lokal, tetapi Mr.A tersebut tidak mau bermitra dengan investor lokal karena merasa mempuyai investasi yang cukup dan tidak mau berbagi keuntungan dengan investor lokal baik investor perorangan maupun badan hukum. Kemudian Mr.A tersebut melakukan praktek nominee (pinjam nama) yaitu meminjam nama orang Indonesia yaitu Bapak W untuk dijadikan pemegang saham nominee yaitu untuk memenuhi syarat berdirinya PT oleh 2 (dua) orang dan untuk memenuhi syarat bahwa untuk bidang usaha restoran harus bermitra dengan investor lokal. Kemudian antara Mr. A dan Bapak W membuat beberapa perjanjian nominee sebagai back up dari Mr.A atas sahamnya yang diatasnamakan ke Bapak W. Pertanyaan yang timbul dari contoh diatas adalah sebenarnya Mr. A mengetahui atau tidak bahwa dalam UUPM ada pelarangan yang jelas tentang penggunaan perjanjian nominee dan menyebabkan perjanjian yang dibuat batal demi hukum. Dalam hal ini peran dari para pelaku hukum seperti notaris atau konsultan hukum sangat dibutuhkan, dimana
harus memberikan penyuluhan
hukum ketika para pihak bermaksud membuat perjanjian nominee, karena pada umumnya para investor asing dalam membuat perjanjian nominee dibantu oleh notaris atau konsultan hukum.
113
BAB IV AKIBAT HUKUM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS PENANAMAN MODAL ASING (PT.PMA) YANG MENGGUNAKAN PERJANJIAN NOMINEE SAHAM
4.1 Tanggung Jawab Notaris Dalam Praktek Nominee Saham Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia secara berkesinambungan bertujuan untuk mewujudkan tercapainya masyarakat adil, makmur, sejahtera dan sentosa. Semakin dekat kepada tujuan masyarakat yang dicita - citakan tersebut, semakin kuat pula tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan dalam segala keperluan dan kebutuhan. Notaris merupakan profesi hukum dan dengan demikian profesi notaris adalah suatu profesi mulia (nobile officium). Disebut sebagai nobile officium dikarenakan profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban.98 Landasan filosofi dibentuknya UUJN-P adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Melalui akta yang dibuatnya, notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa notaris. Akta yang dibuat oleh
98
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 7.
114
atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau perbuatan hukum yang dilakukan.99 Notaris selaku pejabat umum dituntut untuk bekerja secara professional dengan menguasai seluk-beluk profesinya menjalankan tugasnya, notaris harus menyadari kewajibannya bekerja mandiri, jujur, tidak memihak, dan penuh rasa tanggung jawab serta secara profesional.100 Pejabat umum yang dimaksud dalam pembuatan suatu akta otentik adalah notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJN-P. Notaris sebagai pejabat umum umum yang memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat secara profesional, maka diperlukan aturan-aturan yang mengatur, membatasi dan juga menuntun notaris dalam melaksanakan jabatannya serta berperilaku. Aturan tersebut diantaranya adalah: a. UUJN-P yang merupakan pengganti dari Reglement op Het Notaris Ambt Indonesie (Stb. 1860:3) yang dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat; b. Kode Etik yang dibuat oleh Ikatan Notaris Indonesia, sebagai suatu organisasi notaris yang dimaksud dalam UUJN-P; c. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang juga dibuat ole INI.
99
Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, www.wawasanhukum, blogspot.com,diakses pada tanggal 28 Mei 2014 100 C.S.T. Kansil & Chistine S.T. Kansil II, op.cit, hal. 87-88
115
Selain peraturan tersebut diatas, notaris juga harus mematuhi peraturan-peraturan perundangan yang berlaku dan kepatutan-kepatutan yang ada dalam masyarakat. Notaris sebagai pejabat yang berwenang membuat akta autentik harus dapat mempertimbangkan dan menganalisa dengan cermat dalam proses pembuatan akta autentik tersebut sejak para pihak datang menghadapnya dan mengemukakan keterangan-keterangan baik berupa syarat-syarat formil maupun syarat-syarat administrasi yang menjadi dasar pembuatan akta tersebut sampai dengan tanggung jawab notaris terhadap bentuk akta autentik tersebut. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN-P, dimana disebutkan bahwa :” Notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta”. Dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN-P juga disebutkan bahwa:” Notaris wajib memberi layanan membuat akta sesuai dengan kemauan para pihak karena sudah menjadi kewajiban dan wewenang notaris kecuali ada alasan yang menurut undang-undang untuk menolaknya”. Notaris dalam hal ini tidak boleh sembarangan menerima pemintaan para pihak dalam membuat suatu akta walaupun notaris dalam membuat akta yaitu menuagkan kemauan para pihak tetapi notaris juga harus mengindahkan peraturan perundang - undangan. Prakteknya masih di temui notaris dalam membuat akta tanpa mengindahkan peraturan perundang – undangan yang berlaku seperti pembuatan akta perjanjian back up nominee saham salah satunya yaitu akta pernyataan. Pembuatan akta tersebut telah melanggar paraturan perundang – udangan yaitu Pasal 33 ayat (1) UUPM yang menyatakan :”penanam modal dalam negeri dan
116
penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain”. Apabila notaris tetap membuatkan akta tersebut akibatnya adalah Pasal 33 ayat (2) UUPM yaitu: “dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Sebagai notaris harus memahami pelarangan itu dan apabila akta tersebut dibuat tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai akta otentik karena batal demi hukum dan notaris harus memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak sebelum akta dibuat. Akibat dari notaris yang membuat perjanjian yang dilarang dalam Pasal 33 ayat (1) UUPM maka notaris telah melanggar 2 (dua) peraturan, yaitu UUJN dan Kode Etik, sebagai brikut : 1. Pelanggaran terhadap UUJN -P a. Pasal 4 ayat (2) yaitu sumpah/ janji jabatan notaris notaris wajib mengucapkan sumpah/ janji di hadapan Menteri Hukum danHak Asasi Manusia sebelum menjalankan jabatannya. Sumpah/ janji tersebut berbunyi sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji: Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun1945, Undang-undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perunda – undangan lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban
117
saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.” Dalam sumpah/ janji jabatan notaris tersebut, ketika diambil sumpahnya notaris mengucapkan “bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Undang-undang tentang Jabatan notaris serta peraturan perundangundangan lainnya”. Berdasarkan kata-kata bahwa notaris akan patuh pada peraturan perundang-undangan lainnya, dapat disimpulkan bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan lainnya, dalam hal ini UUPM. Jadi notaris tidak diperbolehkan membuat akta perjanjian nominee saham dimana perjanjian dan/atau pernyataan tersebut menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain, hal ini dilarang oleh Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM). b. Pasal 15 ayat (2) huruf e yang menetapkan kewajiban untuk: “ Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta”. Tugas jabatan notaris adalah memformulasikan keinginan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. Notaris harus memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak yang datang kepadanya dengan maksud membuat akan membat akta perjanjian nominee saham, karena akta dilarang oleh Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM. Jadi para pihak seharusnya tidak membuat perjanjian atau pernyataan tersebut, karena akan mengakibatkan
118
perjanjian atau pernyataan tersebut menjadi batal demi hukum. Akta Notaris yang batal demi hukum, mulai terjadinya pembatalan adalah sejak saat akta tersebut ditandatangani dan tindakan hukum yang tersebut dalam akta dianggap tidak pernah terjadi dan tanpa perlu adanya putusan pengadilan. c. Pasal 16 ayat (1) huruf a yaitu :“Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”. Dalam hal ini notaris harus jujur memberitahukan kepada para pihak yang datang kepadanya untuk membuat akta perjanjian nominee saham yang di dalamnya memuat perjanjian atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan saham untuk dan atas nama orang lain dalam perseroan terbatas yang penanaman modalnya dilakukan baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, bahwa perjanjian atau pernyataan tersebut dilarang oleh Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM. Apabila perjanjian atau pernyataan tersebut dibuat, maka akan mengakibatkan perjanjian atau pernyataan tersebut menjadi batal demi hukum. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum, dalam hal ini para pihak yang datang kepada notaris, agar para pihak tidak dirugikan dengan dibuatnya perjanjian atau pernyataan tersebut. Notaris tidak bisa beralasan bahwa tidak mengetahui notaris harus menguasai segala peraturan perundangundangan. d. Pasal 16 ayat (1) huruf d yaitu: “Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya”. Notaris bisa menolak para pihak yang datang kepadanya yang meminta
119 dibuatkan akta dimana akta tersebut beretentangan dengan undang – undang. Dalam praktek juga ditemukan alasan-alasan lain, sehingga notaris menolak memberikan jasanya. Salah satunya adalah, apabila karena pemberian jasa tersebut, Notaris melanggar sumpahnya atau melakukan perbuatan melanggar hukum.101 2. Pelanggaran Terhadap Kode Etik Notaris Pasal yang dilanggar dalam kode etik adalah Pasal 3 angka 4 yaitu: “Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris”. Berdasarkan pasal tersebut, notaris harus bertindak jujur kepada para pihak, yaitu memberitahukan kepada para pihak bahwa UUPM Pasal 33 ayat (1) dan (2) telah melarang pembuatan perjanjian nominee saham. Apabila ada Notaris yang membuatkan akta perjanjian nominee saham yang secara tegas telah dilarang dalam UUPM, maka akibat hukum bagi Notaris tersebut yang telah melanggar pasal UUJN-P dikenai sanksi yang diatur dalam peraturan menteri (Pasal 91A UUJN-P). Pelanggaran terhadap Pasal 3 angka 4 Kode Etik menyebabkan diberikannya sanksi-sanksi oleh Dewan Kehormatan INI, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 ayat (1) Kode Etik, yaitu berupa: 1. Teguran; 2. Peringatan; 3. Schorzing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan; 101
Soegondo Notodisoerjo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta, hal.98.
120
4. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan; 5. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.
4.2 Akibat Hukum Terhadap Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing Dengan Menggunakan Perjanjian Nominee Saham. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab sebelumnya bahwa akta perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dihadapan notaris atau dibawah tangan dengan tujuan untuk melindungi saham dari beneficiary yang diatasnamakan nominee. Untuk dapat disebut sebagai akta otentik suatu akta haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. Perjanjian nominee merupakan salah satu bentuk khusus dari bentuk perjanjian pada umumnya, sehingga keabsahanya harus dilihat berdasarkan syarat sahnya suatu karena keabsahan perjanjian sangat menentukan pelaksanaan isi dari perjanjian yang dimaksud. Berdasarkan rumusan Pasal 1337 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa pada dasarnya semua objek perjanjian adalah halal atau diperbolehkan untuk dituntut pemenuhan atau pelaksanaannya di hadapan hukum, kecuali jika perjanjian tersebut mengandung hal-hal yang melanggar undangundang, tidak diperkenankan atau tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan karena bertentanganden gan kesusilaan dan atau ketertiban umum. Dalam hal yang demikian, maka perjanjian tersebut tidaklah batal demi hukum, akan tetapi perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak dalam pendirian PT. PMA yang dalam UUPT tidak ada pelaranganya tentang pemakaian nominee melalui
121
perjanjian nominee saham, tetapi dalam UUPM Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) jelas melarang maka perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dinyatakan batal demi hukum karena melanggar UUPM. Tetapi apabila dikemudian hari ternyata terjadi perubahan dalam undangundang atau norma kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku, dari semula tidak diperbolehkan kemudian menjadi hal yang tidak dilarang lagi, maka perjanjian tersebut menjadi perikatan yang sempurna, yang dapat dituntut pemenuhan atau pelaksanaannya melalui hukum, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dengan demikian berarti, sepanjang diakui oleh undang-undang dan diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya, maka keberadaan nominee saham tidak perlu dipersoalkan. Seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada aturan khusus yang mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam Daftar Pemegang Saham PT, selain Undang- Undang Pasar Modal dalam bentuk penitipan kolektif. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, melalui pranata penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga Kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam perseroan terbatas tersebut. Perjanjian penitipan kolektif yang dibuatkan oleh dan antara emiten dengan lembaga Kustodian, yang salah satunya adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian akan mengatur dengan tegas dan jelas hak-hak dan kewajiban – kewajiban yang terkait di antara kedua belah pihak, termasuk hakhak yang diturunkan dari perjanjian kolektif tersebut, khususnya yang terkait
122
dengan hak–hak pemilik rekening dalam penitipan kolektif pada emiten dan seterusnya. Berdasarkan pada perjanjian penitipan kolektif itulah, dapat dijelaskan, dipahami dan dimengerti mengapa yang tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Emiten adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, sedangkan pihak yang berhak hadir dalam RUPS emiten adalah pemegang “sub”rekening dalam Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.102 UUPT hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium plenum). Selain itu, perlu diperhatikan bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diatur dalam perjanjian nominee tersebut tidak boleh menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 1337 KUHPerdata. Dalam hal terdapat ketentuan-ketentuan, khususnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dalam pelaksanaannya bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, atau keadaan di mana pelaksanaan
hak dan
kewajiban dalam perjanjian tersebut mengakibatkan terjadinya penyelundupan hukum terhadap hukum Indonesia, maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut juga hanyaakan menjadi perikatan alamiah belaka, yang tidak dapat dituntut pelaksanaanya. Oleh karena itu, perjanjian nominee saham secara argumentatif dapat dianggap sebagai suatu perikatan alamiah yang lahir dari keinginan kedua belah pihak, namun tidak didukung oleh sarana hukum dan oleh karenanya tidak dapat dipaksakan penegakan hukumnya. Perjanjian nominee hanya bisa terus hidup
102
Gunawan Widjaja, op.cit, hal. 75
123
sebagai perikatan alamiah apabila kedua belah pihak terus menerus beritikad baik dan memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak secara sukarela. Pasal 1 angka 1 UUPT yang menyatakan PT adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi dalam persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. UUPM Pasal 1 angka 8 memberikan definisi yuridis tentang modal asing, dimana modal asing adalah “modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing “. Dari pengertian diatas dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan PT.PMA adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian yaitu perjanjian antara pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) dan pemegang saham lokal (perseorangan atau badan hukum) atau antara pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) dengan pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang serta peraturan pelaksanaannya yaitu UUPT dan UUPM. Dalam UUPT tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan badan hukum, demikian pula Pasal 7 ayat (4) menyebutkan perseroan memperoleh status badan hukum yakni pada tanggal diterbitkanya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dikatakan sebagai badan hukum dapat terjadi karena undang – undang
124
menyatakan dengan tegas sebagaimana halnya Pasal 1 angka 1 UUPT tetapi dapat pula diakui sebagai badan hukum karena adanya ciri – ciri tertentu. Teori-teori mengenai badan hukum yaitu teori fikti, teori realitas, teori tujuan subyektif, teori pemilikan kolektif, mencoba untuk menerangkan gejala hukum yakni adanya suatu organisasi yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang. Disatu pihak hanya oranglah yang dapat menyatakan kehendaknya tetapi dilain pihak harus diakui adanya suatu bentuk “kerja sama” atau kesatuan yang mempunyai hak dan kewajiban orang yang melakukan tindakan hukum atas nama kesatuan tersebut.103 Unsur – unsur badan hukum yang menurut doktrin yang kini diterima adalah : a. Adanya harta kekayaan yang terpisah; b. Mempunyai tujuan tertentu; c. Mempunyai kepentingan sendiri; dan d. Adanya organisasi yang teratur.104 Dalam pendirian PT.PMA yang menggunakan konsep nominee, perjanjian nominee yang dijadikan sebagai back up dari beneficiary, dibuat oleh para pihak setelah menandatangani akta pendirian PT. Dengan demikian akta PT tersebut telah memenuhi syarat normatif dalam pendirian PT.PMA dan tidak ada unsur pemegang saham nominee karena belum dibuat perjanjian nominee saham.
103
Herline Budiono, 2012, Jurnal Rechts Vinding, Volume 1 Nomor 2, hal
188-189 104
R. Ali Ridho, 1986, Hukum Dagang tentang Aspek – Aspek Hukum dalam Asuransi Udara, Asuransi Jiwa dan Perkembangan Perseroan Terbatas, CV, Remadja Karya, Jakarta, hal. 303.
125
Perjanjian nominee saham merupakan perjanjian ikutan yang dibuat oleh para pihak setelah PT.PMA didirikan. Nominee sebagai pemegang saham yang dipinjam namanya tetap sebagai pemegang saham yang sah dan syarat pendirian PT oleh 2 (dua) orang terpenuhi. Akibat hukum dari PT.PMA yang menggunakan perjanjian nominee saham tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum, walaupun perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dinyatakan batal demi hukum yang artinya kembali kekeadaan semula sebelum perjanjian dibuat. Meskipun PT.PMA tetap mempunyai kekuatan hukum tetapi saham yang dimiliki oleh beneficiary yang diatasnamakan kepada nominee tidak terlindungi. Dengan demikian beneficiary tetap bisa mengendalikan perusahaan 100 % karena nominee membuat surat kuasa kepada beneficiary untuk dapat meminta diadakannya RUPS, menghadiri dan megeluarkan suara dalam RUPS perusahaan yang bersangkutan. Menurut pendapat penulis tidak adanya pengaturan dalam UUPT mngenai persyaratan menjadi pemegang saham dan pemegang saham nominee serta perjanjian nominee saham menjadi sebab nominee saham tetap berkembang di masyarakat. Oleh karena itu seharusnya nominee saham diatur secara tegas dalam UUPT karena penyebab dari pemakaian nominee saham adalah untuk memenuhi syarat berdirinya PT yaitu didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih selain pembatasan saham dalam PMA. Praktek nominee saham akan menjadi lebih efisien apabila diperbolehkan pelaksanaanya, namun diperlukan batasan - batasan dan sanksi yang tegas serta perubahan konsep kepemilikan saham dalam UUPT. Dimana konsep kepemilikan
126
saham dalam UUPT saat ini dominium plenum menjadi dapat dibagi antara kepemilikan manfaat dan kepemilikan terdaftar. Namun demikian tetap dengan pembatasan – pembatasan dan sanksi yang tegas, serta perlu adanya pengawasan terhadap praktek nominee saham dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan mendaftarkan perjanjian nominee saham. Akibat hukum ialah segala akibat, konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun akibat – akibat lain yang disebabkan oleh kejadian – kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.105 Menurut penulis akibat hukum dari PT. PMA yang menggunakan perjanjian nominee saham yaitu : 1. a. Apabila dikemudian hari terjadi sengketa dengan perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak yaitu antara nominee dan beneficiary maka akibat hukum dari perjanjian tersebut batal demi hukum. Dimana perjanjian telah melanggar syarat obyektif perjanjian dan UUPM dimana UUPM sebagai salah satu dasar peraturan perundang undangan dalam mendirikan PT.PMA. b. Akibat hukum dari PT. PMA yang didirikan dengan menggunakan nominee saham tetap mempunyai kekuatan hukum, karena syarat-syarat normatif dalam pendirian PT. PMA terpenuhi. c. Akibat hukum bagi beneficiary dari sisi kerugian adalah akan kehilangan saham yang diatasnamakan nominee tersebut. Secara de jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee sebab nama nominee yang tercatat 105
http//www.hukumpedia.com/indek.php/title-akibat_hukum,diakses pada tanggal 4 Juni 2014
127
dalam daftar pemegang saham PT.PMA, namun secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary.Tetapi karena perjanjian nominee yang dibuat para pihak sebagai back up dari beneficiary dinyatakan batal demi hukum maka beneficiary tetap tidak bisa mengakui saham yang diatasnamakan nominee adalah miliknya. Akibat hukum bagi nominee dari sisi kerugian adalah kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari keputusan yang dibuat oleh beneficiary dalam pengurusan saham maupun mengeluarkan suara dalam RUPS, maupun akibat-akibat hukum lainnya yang timbul dari keputusan beneficiary. Di hadapan hukum nominee sebagai pihak yang bertanggung jawab, hal ini dikarenakan nominee sebagai pemilik sah menurut hukum atas saham tersebut. Tanggung jawab beneficiary untuk menanggung kerugian yang diderita nominee tidak dapat dipaksakan di hadapan hukum karena perjanjian nominee yang dibuat para pihak dinyatakan batal demi hukum. 2. Apabila perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak berjalan sesuai dengan kesepakatan para pihak, maka akibat hukum dari beneficiary dari segi manfaat akan dapat menguasai 100% saham dan mengendalikan perusahaan tanpa terbatas. Sedangkan bagi nominee manfaat yang diperoleh adalah fee yang diberikan oleh beneficiary sebagai imbalan dari nama yang dipinjam oleh beneficiary.
128
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Sub bab ini memuat kesimpulan dari pembahasan sebagai jawaban atas kedua masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, dengan kesimpulan sebagai berikut : 1. Praktek nominee dengan membuat perjanjian nominee saham telah tumbuh dan berkembang dalam dunia investasi terutama para investor yang mendirikan PT. PMA. Dalam UUPT tidak ada pengaturan dan pelarangan secara jelas dan tegas mengenai nominee dan perjanjian nominee saham. Kekosongan norma inilah yang menjadi celah penggunaan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham karena untuk memenuhi syarat berdirinya PT. UUPT mensyaratkan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak tidak mempunyai kekuatan hukum dan batal demi hukum. Dimana perjanjian nominee saham tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian dan melanggar UUPM. Perjanjian nominee saham hanya bisa terus hidup sebagai perikatan alamiah apabila kedua belah pihak terus menerus beritikad baik dan memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak secara sukarela. 2. Akibat hukum dari PT. PMA yang meggunakan perjanjian nominee saham adalah PT.PMA tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan hukum, karena syarat-syarat normatif dalam pendirian PT. PMA terpenuhi, meskipun
129
perjanjian nominee saham yang dibuat oleh para pihak dinyatakan batal demi hukum.
5.2 Saran Penelitian ini sebagaimana diharapkan, yaitu dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara praktis yang merupakan kristialisasi dari isi penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran yakni : 1. Bagi para investor terutama investor asing sebelum berinvestasi di Indonesia sebaiknya memahami peraturan perundang – undangan yang ada supaya dalam berinvestasi mendapatkan kepastian hukum. Bagi masyarakat yang ditunjuk sebagai nominee supaya hati – hati dan sebaiknya menanyakan segala sesuatu yang akan dilakukan oleh beneficiary berkaitan dengan pengelolaan perusahaan. Bagi pembuat undang – undang dan pemerintah agar dalam UUPT diatur jelas dan tegas pelarangan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham seperti dalam UUPM. Praktek nominee saham akan menjadi lebih efisien apabila diperbolehkan pelaksanaanya, namun diperlukan batasan - batasan dan sanksi yang tegas serta perubahan konsep kepemilikan saham dalam UUPT. Dimana konsep kepemilikan saham dalam UUPT saat ini dominium plenum menjadi dapat dibagi antara kepemilikan manfaat dan kepemilikan terdaftar. Namun demikian tetap dengan pembatasan – pembatasan dan sanksi yang tegas, serta perlu adanya pengawasan terhadap praktek nominee saham dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan mendaftarkan perjanjian nominee saham.
130
2. Bagi penegak hukum seperti notaris dan konsultant hukum agar memberikan penyuluhan hukum sebelum membuat akta yang dikehendaki oleh para pihak, karena terjadinya perjanjian nominee dibuat oleh notaris atau konsultant hukum dan tidak ada alasan dibuat perjanjian tersebut karena tidak mengetahui undang - undangnya.
131
DAFTAR PUSTAKA I. Buku Abdurrachman A, 1991, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cet VI, PT Pradnya Paramita, Jakarta. Adjie, Habib, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung. _____, 2008, Status Badan Hukum, Prinsip – Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, Mandar Maju, Bandung. Anshori, Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta. Black, Henry Campbell, 1983, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, St Paul Minn. Bruggink J.J.H.(alih Bahasa : Arief Sidharta),1996, Refleksi tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Badrulzaman, Mariam Darus, dkk, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. _____,2006, KUHPERDATA Buku III, Alumni, Bandung. Budiarto, Agus, 2002, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia. Budiyono, Tri, 2011, Hukum Perusahaan, Cet I, Griya Media, Salatiga. Fuady, Munir, 2003, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Garner, A Bryan, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Thomson West, United States of Amerika. Ginting, Jamin, 2007, Hukum Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
132
Golding M.P, The Nature of Law Readings in Legal Philosophy, Columbia University, Random House, New York. Kansil C.S.T, 1996, Pokok – Pokok Etika Profesi Hukum, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. _____dan Christine S.T Kansil, 2000, Modul Hukum Perdata Termasuk AsasAsas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Cet III, Jakarta. Kairupan, David, 2013, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Khairandy, Ridwan dan Camelia Malik, 2007, Good Corporate Governance, Kreasi Total Media,Yogyakarta. Kusumah, W Mulyana, 1986, Persepektif, Teori dan Kebijaksanaan Hukum, Rajawali, Jakarta. Lopa, Baharudin, 1987, Permasalahan Pembinaan Dan Penegakan Hukum DiIndonesia, Bulan Bintang, Jakarta. Lloyd‟s, Freeman M.D.A., 2001, Introduction to Jurisprudence, 7 edition, Sweet & Maxwell, London. Lusiana, 2012, Usaha Penanaman Modal di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta. Martin, AElizabeth, and Law Jonathan, 2006, A Dictionary of law, Sixth Edition, Oxford University Press, New York Amerika. Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta. Masjchoen, Sri Soedewi, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta. Macdonald, Ros & Mc Grill Denise, 2008, Drafting Second Edition LexixNexis Butterworths, Australia. Meliala Djaja S., 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nusa Aulia, Bandung. Mertokusumo, Sudikno, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta _____1986, Ragkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas Pascasarjana UGM
133
_____, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cet V, Liberty, Yogyakarta Miru, Ahmadi dan Sakka Pati, 2008, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 1982, Hukum Perjanjian.Alumni, Bandung. _____999, Hukum Perusahaan Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung. ____,2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Nasution, Bahder Johan , 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung. Notodisoerjo, Soegondo, 1982, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali, Jakarta Prasetya, Rudhi, 1995, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas,Citra Aditya Bakti, Bandung. Radbruch, Gustav, 1950, Legal Philosophy dalam The Legal Philosophies of Lask Radbruch and Dabin, Translated By Kurt Wilk, Harvard University Press, Cambridge Massachusetts. Ridho, R. Ali, 1986, Hukum Dagang tentang Aspek – Aspek Hukum dalam Asuransi Udara, Asuransi Jiwa dan Perkembangan Perseroan Terbatas, CV, Remadja Karya, Jakarta. Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. ____,1999, Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta. Satrio, J, 1992, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung. _____, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Buku I, PT Citra Aditya Bakti, Bandung Sembiring, Sentosa, 2007, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung. _____, 2007, Hukum Investasi Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang – UndangNomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Nuansa Aulia, Bandung.
134
Setiawan R, 1987, Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta, Bandung. _____, 1987, Pokok - Pokok Hukum Perikatan, Cet IV, Bina Cipta, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. _____,dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Soemitro, Rochmat, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, PT. Eresco, Bandung Sumartono, 1984, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal dan Pasar Modal, Bina Cipta, Bandung. Sunggono, Bambang, 1977, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Supancana , Ida Bagus Rachmadi, 2006, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi langsung di Indonesia, Ghalia Indonesia. Supramono, Gatot, 1996, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, Djambatan, Jakarta. Sutojo, Siswanto & E. John Aloridge, 2005, Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Sehat), PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta. Subekti R, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung. _____, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta. _____, 2001, Pokok – Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta. Vasu, Sucitthra, 2006, Contract Law For Business People, Rank Books, Singapore. Widjaya, I.G Rai, 2007, Hukum Perusahaan, Cet VII, Kesaint Blanc, Bekasi. Widjaja, Gunawan, 2008, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta. Wignyoseobroto, Soetandyo , 2002, Hukum-Paradigma, Metoda dan Dinamika Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta.
135
Yani, Ahmad & Gunawan Widjaya, 2000, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
II. Desertasi Hasibuan, Nella, 2012 “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing” Desertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang
III. Peraturan Perundang - Undangan Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Diindonesiakan oleh R.Subekti dan Tjitrosudibio, 2006, Cet.37, Pradnya Paramita, Jakarta. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432). Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724). Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756). Undang - Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Nomor 03 tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dan persyaratan dibidang penanaman modal
IV. Internet http://irmadevita.com/2011/konsekwensi-penggunaan-nama-orang-lain-nomineearrangement-untuk-pt-ataupun-property-di-indonesia. Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia ; Perseroan Terbatas, http://id.wikipedia.org/wiki.
136
Http://www.vernimmen.com/html/glossary/definition_nominee_agreement.html, Definition of Nominee Agreement –Finance Dictionary Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, www.wawasanhukum, blogspot.com http//www.hukumpedia.com/indek.php/title-akibat_hukum
V.Jurnal dan Paper Rajagukguk, Erman, “Pengelolaan Perusahaan yang Baik: Tanggung Jawab PemegangSaham, Komisaris dan Direksi”, 2007, Artikel Utama pada Jurnal Hukum Bisnis Volume 26 – No. 3 Herline Budiono, 2012, Jurnal Rechts Vinding, Volume 1 Nomor 2