BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pemerintah Republik Indonesia saat ini tengah giat mendorong perkembangan
industri kreatif di Indonesia, puncaknya dengan pencanangan tahun industri kreatif 2009-2015. Berdasarkan definisi dari Departemen Perindustrian, industri kreatif merupakan sektor industrial yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sektor industri kreatif di Indonesia menurut Perpres No 08 tahun 2008 mencakup 14 subsektor, antara lain : Periklanan (kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan), Arsitektur (kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, seperti arsitektur taman, serta desain interior), Pasar Barang Seni, Kerajinan, Desain, Fesyen, Video, Permainan Interaktif, Musik, Seni Pertunjukan, Penerbitan dan Percetakan, Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Televisi dan Radio, Riset dan Pengembangan, serta Kuliner (Kelompok Kerja Indonesia Design Power, 2008). Ekonomi kreatif yang mencakup industri kreatif berdasarkan Blue Print Ekonomi Kreatif Indonesia Buku 2 diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan jangka pendek dan menengah yaitu : 1) relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis, 2) masih tingginya pengangguran (9-10%), 3) tingginya tingkat kemiskinan (16-17%), dan 4) rendahnya daya saing industri di Indonesia. Ekonomi kreatif juga
diharapkan menjawab tantangan seperti isu global warming, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon, karena arah pengembangan industri kreatif akan menuju industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari intelektualitas sumber daya insani yang dimiliki negara Indonesia (Kelompok Kerja Indonesia Design Power, 2008). Satu diantara 14 subsektor industri kreatif yang ditetapkan adalah arsitektur, mengacu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2005, maka lapangan usaha subsektor arsitektur termasuk dalam kelompok 74210 yang didefinisikan sebagai jasa bisnis atau jasa konsultasi arsitek yang meliputi jasa arsitek seperti : desain bangunan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, dan sebagainya (Badan Pusat Statistik, 2006). Berdasarkan Departemen Perdagangan RI lapangan usaha jasa arsitektur ini meliputi : pra desain dan konstruksi arsitektur, jasa desain arsitektur bangunan, perencanaan kota/daerah/regional, jasa arsitektur pertamanan, manajemen dan pengawasan konstruksi, manajemen proyek konstruksi, dan jasa perancangan dan perencanaan tata ruang dalam/interior (Kelompok Kerja Indonesia Design Power, 2008). Jasa arsitektur pertamanan di Indonesia saat ini memiliki peluang yang cukup baik sejalan dengan membaiknya bisnis properti di Indonesia. Dengan semakin banyaknya pembangunan properti di Indonesia maka semakin besar pula kebutuhan akan jasa arsitektur, begitu juga dengan jasa arsitektur pertamanan atau landscaping. Industri jasa landscaping di Indonesia mengalami persaingan yang cukup ketat diantara para pemain yang ada di dalam industri tersebut, industri tersebut berada dalam kondisi red ocean. Para pelaku industri jasa landscaping di Indonesia sangat beragam, mulai dari pelaku bisnis yang melakukan usahanya dengan sistem tradisional yaitu tanpa mempergunakan teknologi dan piranti lunak yang mendukung
2
landscaping, sumber daya manusia yang tidak berlatar belakang arsitektur landscaping formal serta sistem promosi seadanya sampai dengan pelaku landscaping yang menjalankan usahanya secara profesional. Permintaan terhadap industri jasa landscaping di Indonesia berasal dari perusahaan pengembang perumahan, perusahaan penyedia jasa gedung serta dari pihak perorangan pemilik usaha ataupun pemilik rumah. Dengan makin menurunnya ruang terbuka hijau di lingkungan perkotaan yang diakibatkan oleh konversi lahan untuk kawasan bisnis dan niaga, serta makin mahalnya harga lahan di kota besar menjadi faktor yang menghambat perkembangan industri jasa landscaping, dikarenakan makin berkurangnya lahan atau menurunnya proporsi lahan yang diergunakan untuk alokasi pertamanan. Hambatan atau ancaman yang muncul juga berasal dari perubahan arah konsep hunian tinggal di kota besar menjadi konsep vertikal yaitu hunian berupa apartemen dimana pemilik unit tidak memliki lahan terbuka yang dapat dimanfaatkan untuk taman atau landscape. Di sisi lain bergesernya hunian atau properti dengan konsep horiontal makin bergeser keluar wilayah kota-kota besar menjadi peluang bagi penyedia jasa landscaping disekitarnya. Permintaan akan jasa landcaping di kota besar di Indonesia sebenarnya akan dapat terjaga apabila pengembang perumahan dan pihak-pihak terkait menerapkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan terutama dengan adanya peraturan mengenai Ruang Terbuka Hijau yaitu Permendagri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Sebagai gambaran perubahan pasar properti di Indonesia, terutama Jakarta melalui survey yang dilakukan oleh survey konsultan properti Colliers International menyatakan bahwa pasar kondominium di Jakarta mengalami perkembangan yang cukup besar pada tiga kuartal pertama tahun 2012 (Colliers International, 2012).
3
Konsultan properti Jones Lang Lasalle mengatakan bahwa pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 jakarta dapat mempunyai 27.130 kondominium baru di seluruh kota. Penelitian Price Waterhouse Coopers serta Urban Land Institute yang berbasis di AS menguraikan bahwa Jakarta menjadi pasar real estat paling atas di Asia pada tahun 2013 (The Jakarta Post, 2013). PT Global Mitra Mas melalui produknya taman vertikal V GA melakukan inovasi dalam industri landscaping di Indonesia dengan tujuan untuk memberikan value lebih kepada konsumen. Peluang perkembangan bisnis taman vertikal di Indonesia terutama di kota besar seperti Jakarta sejalan dengan pertumbuhan pasar properti yang makin menggerus ruang terbuka hijau. Jasa arsitektur greenwall atau vertical garden di Indonesia kehadirannya dipelopori oleh PT Global Mitra Mas, perusahaan ini menciptakan ruang pasar tersendiri di tengah kompetisi jasa arsitektur taman dalam hal ini horizontal landscape. Sejak kehadirannya pada tahun 2010 PT Global Mitra Mas melalui brand nya Taman Vertikal V GA telah mengerjakan proyek-proyek besar seperti taman vertikal di Summarecon Mall Serpong 2 Tangerang, The Stone Hotel di Bali, Gedung Serbaguna Jaya Ancol, Museum Bank Indonesia, serta plant billboard Coca Cola yang disebut sebut sebagai papan reklame tanaman hidup pertama di Indonesia pada tahun 2011 lalu (PT Global Mitra Mas, 2013). Teknik taman vertikal atau disebut juga vertical garden merupakan taman yang dibangun secara tegak lurus atau vertikal (90 derajad), dan pada umumnya menempel di dinding. Taman vertikal sendiri di dunia internasional dipelopori oleh Patric Blanc seorang botanis berkewarganegaraan Perancis yang telah lebih dari 40 tahun mengembangkan teknik menumbuhkan tanaman pada dinding. Pada tahun 1988 Patric Blanc mendapatkan paten mengenai teknik taman vertikal. Di dunia
4
internasional taman vertikal memiliki banyak sebutan, diantaranya vertical garden, vertical landscape, greenwall, living wall, dan lain sebagainya (Weni Kusuma, 2013). Studi persepsi mengenai vertical greenary systems di Singapura yang dilakukan oleh Wong Nyuk Hien dkk yang bertujuan untuk mengetahui persepsi terhadap vertical greenery systems serta hambatannya dalam penyebarannya di Singapura diperoleh kesimpulan bahwa vertical greenery system dapat membantu properti untuk dapat menghemat energi sehingga sangat sesuai untuk kondisi Singapura dimana Singapura sangat tergantung pada air conditioning. Vertical greenery system juga dapat menambah estetika sebuah bangunan, instalasi vertial greenery system juga merupakan salah satu usaha untuk menurunkan polusi udara dan juga tingkat kebisingan (Wong Nyuk Hien, 2010). Trend
taman
vertikal
di
dunia
internasional
makin
menyebarluas
penggunaannya, taman vertikal saat ini sudah mulai dimanfaatkan oleh pengelola bandara. Bandara Changi di Singapura dan Portland International Airport di Oregon USA, Edmonton International Airport di Kanada, dan lain-lain. Pihak pengelola bandara Changi membangun Changi Green Wall yang terdiri dari 20 spesies berbeda dari 25.000 tanaman merambat dilengkapi empat air terjun. Total area taman di bandara Changi mencapai 4.500 meter persegi dan menjadi salah satu taman vertikal indoor terbesar di Singapura. Pihak pengelola bandara Chicago O’Hare di Amerika Serikat sejak tahun 2011 telah mengembangkan taman vertikal yang berisi aneka sayur dan rempah-rempah yang akan dijual saat panen kepada restoran-restoran yang ada di dalam bandara. Pengelola bandara Vancouver di Kanada membangun taman vertikal dengan sebutan green wall setinggi 17 meter yang ditanami sekitar 27.000 tanaman. Pemanfaatan taman vertikal juga dimanfaatkan sebuah pusat perbelanjaan di Milan Italia yang menjadi taman vertikal terbesar di dunia di area seluas 1.263 meter
5
persegi dilengkapi dengan 44.000 tanaman. Pemanfaatan taman vertikal di bandara berdasarkan hasil penelitian Universitas Cambridge memperlihatkan bahwa taman vertikal di bandara bisa mengurangi penggunaan pendingin ruangan hingga 25% (Bebeja, 2013) Strategi PT Global Mitra Mas dengan mengusung produknya taman vertikal V GA di industri jasa arsitektur pertamanan di Indonesia menonjolkan nilai-nilai berupa inovasi. Inovasi nilai yang dilakukan PT Global Mitra Mas dilakukan untuk mendapatkan konsumen-konsumen potensial dengan cara menciptakan permintaan atau kebutuhan akan jasa arsitektur taman vertikal sehingga tercipta pasar baru yang belum terjamah perusahaan lainnya. Strategi yang dilakukan oleh PT Global Mitra Mas dalam menciptakan pasar baru tersebut sejalan dengan strategi lautan biru atau lebih dikenal dengan Blue Ocean Strategy konsep yang diperkenalkan oleh Kim dan Mauborgne pada tahun 2005. Strategi Blue Ocean atau Strategi Samudra Biru adalah bagaimana membuat ruang pasar yang belum terjelajahi, yang bisa menciptakan permintaan dan memberikan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan. Di dalam pasar terdiri dari dua macam lautan, yaitu red ocean dan blue ocean. Di dalam jurnal penelitian W Chan Kim dan Renee Mauborgne 2005 yang berjudul Blue Ocean Strategy : From Theory to Practice, memberikan penjelasan mengenai perbedaan antara red ocean dan blue ocean serta arti pentingnya strategi blue ocean. Dalam jurnal tersebut kedua peneliti menyampaikan bahwa berkompetisi melebihi rival atau pesaing akan selalu menjadi hal yang penting dalam jalan menuju kesuksesan pada red ocean. Bagaimanapun dengan kondisi bahwa supply melebihi demand pada beberapa industri, dengan bersaing untuk segmen pasar yang terbagibagi tidak akan cukup untuk bertahan pada performa yang tinggi. Dengan penciptaan
6
blue ocean perusahaan akan dapat menangkap profit yang baru serta peluang untuk tumbuh.
39%
Dampak Terhadap Laba
61%
62%
Dampak Terhadap Pendapatan
86%
Peluncuran Bisnis
38%
14% Red Ocean
0%
20% 40% 60% 80% 100% 120%
Blue Ocean
Gambar 1.1 : Dampak yang diciptakan oleh Blue Ocean terhadap profit dan pertumbuhan Sumber : Kim dan Mauborgne (2005)
Dalam studi yang telah dilakukan oleh kedua peneliti tersebut terhadap bisnis yang diluncurkan oleh 108 perusahaan, diperoleh bahwa peluncuran bisnis tersebut terdiri dari 86% berupa line extensions sebagai contoh adalah peningkatan perbaikan pada penawaran industri yang telah ada dalam pasar red ocean. Sedangkan hanya sebesar 14 % ditujukan untuk menciptakan pasar baru atau blue ocean. Line extension pada red ocean berkontribusi terhadap 62% total pendapatan, tetapi hanya memberikan 39% dari total laba. Hasil yang lebih mencolok dari 14% yang diinvestasikan untuk menciptakan blue ocean menghasilkan 38% dari total pendapatan dan secara mengejutkan 61% dari total laba (Kim dan Mauborgne, 2005). Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Colin Butler yang berjudul Planning with Blue Ocean Strategy in the United Arab Emirates pada tahun 2008 lalu diketahui bahwa strategi blue ocean menekankan peninjauan kembali terhadap nilai tambah dari serangkaian aktifitas dalam rantai nilai. Kegiatan-kegiatan utama harus 7
memiliki nilai tambah sementara kegiatan lainnya dilakukan pengurangan nilai terhadapnya. Beberapa kegiatan harus dihilangkan dan kegiatan baru harus diperkenalkan. Non customer harus menjadi target sasaran melalui inovasi dan melalui perubahan strategi daripada bersaing dengan kompetitor yang sebenarnya. Di dalam era globalisasi dan informasi yang bertaraf dunia serta teknologi komunikasi (ICT), dengan beribu pelanggan untuk dapat dimenangkan setiap harinya, yang menjadi kunci adalah penciptaan nilai. Sebagai contoh adalah call- center, yang menghubungkan operator dengan ribuan customer dan non-customer, dan yang dipergunakan secara luas di pasar global lainnya, akan menjadi lebih populer. Call center akan mengurangi nilai pelayanan konsumen yang dipersonalisasikan serta nilai dari hubungan dan hal tersebut merupakan elemen dari blue ocean yang akan memberikan tantangan terhadap budaya arab tradisional yang berdasarkan komunikasi tatap muka (Colin Butler, 2008). Berdasarkan studi kepustakaan melalui buku, artikel serta jurnal-jurnal ilmiah mengenai blue ocean strategy maka kerangka blue ocean strategy dianggap paling sesuai untuk mengevaluasi strategi yang dilakukan oleh PT Global Mitra Mas sebagai pelopor kehadiran taman vertikal di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah Untuk dapat memenangkan kompetisi, perusahaan harus mampu menyusun
strategi yang tepat ataupun menciptakan permintaan yang sangat menguntungkan melalui penciptaan pasar baru. PT Global Mitra Mas melalui produknya Taman Vertikal VGA menciptakan permintaan taman vertikal di Indonesia melalui jasa yang ditawarkannya jasa arsitektur pertamanan. PT Global Mitra Mas melalui strategi Blue Ocean nya memilih untuk tidak terlibat pada persaingan dalam jasa arsitektur
8
pertamanan horizontal (horizontal landscaping). Inovasi nilai yang dilakukan oleh PT Global Mitra Mas berhasil membawa keuntungan bagi konsumen yang menggunakan jasa arsitektur taman vertikal V GA, pun perusahaan juga mendapatkan keuntungan dari inovasi nilai yang dilakukan. Melalui penelitian ini akan dilakukan evaluasi strategi Blue Ocean yang diterapkan oleh PT Global Mitra Mas serta hambatan yang dihadapi dalam mengimplementasikan strategi tersebut.
1.3
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi pemilihan Blue Ocean Strategy yang dilakukan oleh PT Global Mitra Mas melalui inovasi nilai melalui produk taman vertikal V GA nya dalam jasa arsitektur pertamanan di Indonesia? 2. Bagaimanakah implementasi Blue Ocean Strategy PT Global Mitra Mas? 3. Hambatan dan tantangan apakah yang dihadapi oleh PT Global Mitra Mas dalam penerapan Blue Ocean Strategy?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan gambaran bagaimana konsep canvas strategy dalam Blue Ocean Strategy PT Global Mitra Mas 2. Menganalisa hambatan dan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam penerapan Blue Ocean Strategy
9
3. Memberikan solusi terhadap hambatan dan tantangan yang dihadapi perusahaan dalam penerapan strategi Blue Ocean Strategy
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi akademisi penelitian ini memberikan tambahan referensi untuk penelitian
mengenai Blue Ocean Strategy dimasa yang akan datang 2. Menjadi pembuktian bahwa Blue Ocean Strategy merupakan opsi yang tepat bagi
perusahaan untuk memenangkan pasar 3. Memberikan gambaran tentang prinsip-prinsip perumusan Blue Ocean Strategy
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian yang dilakukan terbatas pada evaluasi strategi Blue
Ocean PT Global Mitra Mas melalui produknya Taman Vertikal V GA. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dengan jajaran manajemen PT Global Mitra Mas dan observasi yang akan dilakukan, sedangkan data sekunder diperoleh melalui website dan laporan tertulis PT Global Mitra Mas, ataupun berita dan liputan dari media masa.
1.7
Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan sumber data dan metode penelitian sebagai berikut : a.
Sumber Data dan Jenis Data untuk Red dan Blue Ocean Strategy
10
Penelitian ini akan menggunakan dan memanfaatkan data primer dan data sekunder. Data primer berupa data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan pihak manajemen PT Global Mitra Mas dan melalui observasi langsung. Sedangkan data sekunder berupa laporan internal perusahaan PT Global Mitra Mas dan berupa publikasi yang berkaitan dengan PT Global Mitra Mas b.
Teknik Pengumpulan Data Data Primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan pihak manajemen PT Global Mitra Mas dan Observasi, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan.
c.
Analisis Data Data primer dan data sekunder dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif.
1.8
Sistematika Penulisan Adapun penulisan tesis dibagi dalam lima bab. Bab-bab tersebut penulis bagi
sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai masalah yang melatar belakangi penelitian dengan merumuskan masalah yang timbul, dan juga menentukan tujuan penelitian dengan merumuskan masalah yang timbul, serta menentukan batasan penelitian agar studi yang dilakukan lebih terarah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berkaitan dengan pemaparan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan melalui studi literatur. Landasan teori tersebut akan
11
digunakan sebagai kerangka dan bersumber dari buku-buku pustaka sebagai dasar pemikiran dari penelitian ini. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan-tahapan yang ditempuh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini dan disertai penjelasan untuk masing-masing langkah dalam pemecahan masalah. BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS Bab ini terdapat hasil pengolahan data yang telah diperoleh selama penelitian, serta analisis serta perbandingan dengan teori yang ada. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini berisi kesimpulan – kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis untuk menjawab permasalahan. Selain itu, diberikan juga saran dari penulis sehubungan dengan hasil penelitian.
12