1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amlodipin besilat merupakan obat golongan calsium channel blocker aksi panjang yang digunakan dalam pengobatan angina pektoris dan hipertensi yang biasanya diderita oleh geriatri (Mohanachandran dkk., 2010). Amlodipin besilat umumnya tersedia dalam bentuk tablet konvensional. Namun bentuk tablet konvensional memiliki beberapa kelemahan seperti pelepasan obat yang lama dan ketidaknyamanan atau ketidakmampuan penggunaan tablet pada pasien tertentu, contohnya geriatri dan pediatri. Selain itu, terdapat masalah dalam efektivitas pengobatan terkait dengan bioavailabilitas amlodipin besilat yang rendah yaitu sekitar 60-65 % (Moffat dkk., 2011). Berdasarkan masalah yang timbul, salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk memberikan aksi yang cepat dan meningkatkan kenyamanan penggunaan adalah dengan memformulasikan amlodipin besilat dalam bentuk fast disintegrating tablets (FDT). FDT adalah suatu tablet yang dapat terdisintegrasi dan terdisolusi secara cepat dengan bantuan saliva ketika tablet diletakkan diatas lidah (Narmada dkk., 2009). FDT juga dapat digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat (Hirani dkk., 2009). Proses disintegrasi yang cepat akan meningkatkan deagregasi dan disolusi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengobatan (Fudholi, 2013). Salah satu teknik pembuatan FDT yang baik untuk meningkatkan penghancuran matriks secara cepat adalah menggunakan kombinasi superdisintegrant. 1
2
Superdisintegrant adalah sebuah substansi yang lebih efektif pada konsentrasi rendah dengan kekuatan disintegrasi lebih baik. (Mangal dkk., 2012). Crospovidone dan sodium starch glycolate (SSG) merupakan superdisintegrant yang menjadi salah satu faktor penting dalam pembuatan FDT, karena FDT harus terdisintegrasi secepat mungkin. Kombinasi superdisintegrani diharapkan dapat meningkatkan kecepatan disintegrasi tablet. SSG digunakan secara luas sebagai superdisintegrant dengan metode kempa langsung atau granulasi basah dan biasa digunakan konsentrasi pada formula sebanyak 2-8%, dengan konsentrasi optimum pada 4% meski dalam banyak kasus pada penggunaan konsentrasi 2% sudah cukup (Mangal dkk., 2012). Mekanisme disintegrasinya adalah penyerapan air (water wicking), lalu diikuti proses pengembangan (swelling) dengan cepat dan dalam jumlah yang besar. Sedangkan crospovidone mempunyai struktur yang sangat berpori dan dapat hancur secara cepat dalam air tanpa membentuk gel. Struktur berpori ini menyebabkan penyerapan air (water wicking) kedalam tablet. (Mangal dkk., 2012). Proporsi crospovidone yang digunakan berkisar antara 2-5 % dari bobot tablet (Rowe dkk., 2009). Karena sifat masing-masing superdisintegrant yang baik, maka dilakukan percobaan menggunakan kombinasi kedua bahan yang diharapkan mampu menghasilkan tablet dengan sifat alir dan sifat fisik yang lebih baik dibandingkan dengan tablet yang menggunakan satu jenis superdisintegrant. Kombinasi superdisintegrant berupa crospovidone dan SSG diharapkan dapat memperbaiki sifat alir dan sifat fisik dari FDT amlodipin besilat. Untuk itu
3
dilakukan optimasi formula FDT menggunakan kombinasi superdisintegrant berupa crospovidone dan SSG. B. Rumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah 1. Bagaimanakah pengaruh kombinasi kadar antara crospovidone dan SSG terhadap sifat alir dan sifat fisik FDT dari amlodipin besilat? 2. Pada kombinasi kadar crospovidone dan SSG berapakah yang merupakan formula FDT optimum? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar antara crospovidone dan SSG terhadap sifat alir dan sifat fisik FDT dari amlodipin besilat. 2. Mengetahui kombinasi kadar crospovidone dan SSG yang merupakan formula FDT optimum.
D. Tinjauan Pustaka 1.
Fast Disintegrating Tablets (FDT) FDT adalah tablet yang dapat terdisintegrasi dan terdisolusi secara cepat dengan bantuan saliva ketika tablet diletakkan diatas lidah (Narmada dkk., 2009). FDT diformulasikan khususnya untuk pediatri dan geriatri. FDT dapat pula diformulasikan untuk pasien yang terlalu sibuk atau pasien
4
yang sedang bepergian sehingga mengalami keterbatasan untuk mengakses air. Beberapa kriteria FDT yang baik : 1. Mempunyai rasa yang dapat diterima. 2. Tidak membutuhkan air untuk proses menelan, namun harus terdisolusi atau terdisintegrasi didalam mulut dalam waktu cepat. 3. Meninggalkan sedikit atau bahkan tidak sama sekali residu pada mulut setelah penggunaan. 4. Mempunyai tingkat sensitifitas yang rendah terhadap kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembapan udara. 5. Memungkinkan pembuatan menggunakan cara konvensional atau dengan biaya yang rendah. Beberapa keuntungan FDT : 1. Dapat digunakan dimana saja dan kapan saja meski tanpa air. 2. Cocok untuk pasien geriatri dan pediatri yang biasanya mengalami kendala dalam proses menelan tablet atau pasien lain yang mempunyai masalah menggunakan sediaan oral konvensional misalnya pada pasien disability atau yang tidak kooperatif. 3. Dapat digunakan untuk situasi yang membutuhkan aksi cepat. 4. Bioavailabilitas
yang
lebih
baik
dibandingkan
dengan
tablet
konvensional. 5. Kombinasi keuntungan dari bentuk sediaan padat dalam hal stabilitas dan dari bentuk sediaan cair dalam hal bioavailabilitas.
5
Sedangkan keterbatasan FDT diantaranya: 1. Diperlukan handling atau penangan dengan hati-hati. 2. Dapat meninggalkan residu atau rasa yang tidak enak jika tidak diformulasikan dengan baik. Untuk mendapatkan kriteria FDT yang baik, maka diperlukan teknik tertentu, diantaranya yaitu : 1. Kempa langsung Metode kempa langsung adalah metode yang paling sederhana dan merupakan pembuatan tablet yang paling efektif dari segi harga. Metode kempa langsung ditujukan untuk bahan-bahan yang mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang baik. Teknik ini dapat diaplikasikan untuk pembuatan
FDT
dengan
menambahkan
eksipien
yang
dapat
meningkatkan availabilitas, contohnya penambahan superdisintegrant. Penambahan
superdisintegrant
dapat
meningkatkan
kecepatan
disintegrasi dan disolusi (Bhowmik dkk., 2009). 2. Freeze drying / liofilisasi Liofilisasi adalah teknik pembuatan tablet dimana air akan disublimasikan dari tablet setelah didinginkan. Dengan teknik ini, didapat struktur berpori yang dapat terlarut dengan cepat. Dalam metode ini tidak digunakan pemanasan dalam proses pengeringan, maka cocok digunakan untuk bahan yang tidak tahan pemanasan. Keterbatasan dari metode ini adalah memakan waktu yang cukup lama dan stabilitas tablet yang dihasilkan kurang baik (Bhowmik dkk., 2009).
6
3. Molding Pada metode molding, dilakukan pembasahan terhadap campuran serbuk menggunakan solven hidro-alkohol dan diikuti pengempaan tekanan rendah untuk membentuk massa yang basah. Pelarut tersebut kemudian dihilangkan menggunakan pengeringan udara. Tablet yang dihasilkan dengan metode ini memiliki kekuatan yang rendah, namun mempunyai struktur berpori yang dapat meningkatkan kecepatan disolusi (Bhowmik dkk., 2009). 4. Sublimasi Dalam metode ini, digunakan bahan-bahan yang mudah menyublim seperti urea, asam benzoat, amonium bikarbonat, ammonium karbonat, dan camphor. Bahan mudah menyublim ini dilakukan pengempaan bersamaan dengan bahan tablet lainnya kemudian disublimasikan sehingga menghasilkan tablet yang berpori. Tablet yang dihasilkan dengan metode ini dilaporkan mempunyai waktu disintegrasi antara 1020 detik (Bhowmik dkk., 2009). 2.
Uji Sifat Alir Serbuk 1. Kecepatan Alir Kecepatan alir serbuk adalah kecepatan yang dibutuhkan serbuk untuk dapat mengalir dalam sebuah alat. Kecepatan alir dapat menggambarkan efektivitas dari bahan pelicin, karena bahan pelicin dapat memperbaiki sifat alir serbuk. Pada umumnya, semakin kecil
7
ukuran serbuk akan meningkatkan daya kohesi sehingga serbuk menggumpal dan tidak mudah mengalir (Gad, 2008). Pengujian sifat alir serbuk sangat penting karena akan memberikan gambaran
keseragaman
mempengaruhi
pengisian
keseragaman
bobot
ruang dan
cetakan akhirnya
yang
akan
mempengaruhi
keseragaman zat aktif (Sulaiman, 2007). Jika sifat alir sebuah campuran kurang baik, kemungkinan dapat tertinggal di alat kempa yang dapat mengakibatkan ketidakseragaman dosis pada tablet. Pada metode kempa langsung, suatu serbuk harus mempunyai daya alir atau flow ability yang baik. Serbuk dikatakan memiliki sifat alir yang baik dan mudah dilakukan penabletan apabila mempunyai kecepatan alir sebesar 10 gram/detik atau lebih (Department of Health, 2013). 2. Sudut Diam Menurut British Pharmacopoeia (Department of Health, 2013), salah satu metode umum yang digunakan untuk melihat aliran serbuk adalah dengan mengukur sudut diam serbuk. Sudut diam merupakan sudut yang dibentuk oleh sejumlah serbuk setelah serbuk diberi perlakuan (Sulaiman, 2007). Semakin kecil sudut diam yang dihasilkan serbuk, akan semakin baik campuran tersebut. Baik buruknya hasil pengujian sudut diam dapat dipengaruhi oleh cara penuangan serbuk, ukuran partikel, atau diameter corong. Berbagai kategori yang dihasilkan dari sudut diam dapat dilihat pada tabel I berikut.
8
Tabel I . Karakterikistik Aliran Dalam Sudut Diam (Department of Health., 2013)
3.
Flow Property
Angle of Repose (degrees)
Excellent Good Fair (aid not needed) Passable ( may hang up) Poor (must agitate, vibrate) Very poor Very, very poor
25-30 31-35 36-40 41-45 46-55 56-65 >65
Parameter Sifat Fisik FDT 1. Uji Keseragaman Sediaan Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (Departemen Kesehatan RI, 2014), keseragaman sediaan didefinisikan sebagai keseragaman jumlah zat aktif dalam suatu sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan melalui dua metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. Keseragaman Bobot Keseragaman bobot erat kaitannya dengan keseragaman dosis. Keseragaman bobot merupakan parameter untuk menjamin distribusi obat pada sediaan secara merata dan tidak bervariasi terlalu besar. Ketidakseragaman dosis pada tablet dapat mempengaruhi efek obat dan hasil terapi. Departemen Kesehatan RI (1979) mensyaratkan bahwa tidak boleh ada dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang lebih dari 10%, dan tidak satupun bobot tablet yang menyimpang dari 20% bobot rata-rata tablet.
9
Tabel II. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Departemen Kesehatan RI, 1979)
Bobot rata-rata tablet
Penyimpangan bobot rata-rata dalam % A
B
25 mg atau kurang
15%
30%
26 mg - 150 mg
10%
20%
151 mg – 300 mg
7,5%
15%
Lebih dari 300 mg
5%
10%
Keseragaman Kandungan Keseragaan kandungan perlu dilakukan salah satunya untuk tablet yang mengandung zat aktif kurang dari 25 mg atau kurang dari 25% terhadap bobot tablet. Karena jumlah zat aktif yang sedikit, maka setelah menjadi sediaan, perlu dilakukan analisis untuk memastikan zat aktif telah terhomogenisasi sempurna dalam sediaan. Keseragaman kandungan dipenuhi jika pada 10 tablet yang diperiksa memiliki nilai penerimaan kurang dari atau sama dengan 15%. (Departemen Kesehatan RI, 2014) 2. Uji Kekerasan Tablet Kekerasan tablet perlu diuji untuk mengetahui ketahanan suatu tablet terhadap tekanan mekanik seperti tekanan kompresi ataupun tekanan saat proses produksi, pengemasan, dan distribusi. Ketahanan tablet yang baik akan menjamin kualitas tablet tetap pada kondisi baik. Kekerasan tablet erat kaitannya dengan sifat bahan yang akan dikempa dan tekanan kompresi yang diberikan. Kekerasan juga akan berpengaruh pada waktu disintegrasi tablet. Persyaratan kekerasan tablet yang baik untuk FDT adalah 3-5 kg/cm2 (Panigrahi dkk., 2010).
10
3. Uji Kerapuhan Tablet Uji kerapuhan akan menggambarkan kekuatan ikatan antar partikel pada bagian tepi tablet terhadap tekanan mekanik dari berbagai gangguan dari lingkungan seperti gesekan atau kikisan. Respon yang dilihat adalah presentase bobot tablet yang hilang. Semakin besar nilai presentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang (Sulaiman, 2007). Kerapuhan tablet yang dapat diterima adalah kurang dari 1% (Departemen Kesehatan RI, 1995). 4. Uji Waktu Disintegrasi Parameter waktu disintegrasi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi FDT. FDT merupakan suatu sediaan tablet yang dimaksudkan dapat terdisintegrasi secara cepat di mulut. Maka semakin cepat hancurnya obat, akan semakin baik. Waktu disintegrasi adalah waktu yang diperlukan suatu tablet untuk hancur di dalam suatu medium menjadi bentuk partikel yang lebih halus. British Pharmacopoeia (Department of Health, 2013) mensyaratkan bahwa waktu disintegrasi orodispersible tablets tidak melebihi waktu 3 menit. 5. Waktu Pembasahan Tablet Parameter waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui kecepatan suatu tablet untuk mengabsorpsi air. Kecepatan penyerapan ini akan mempengaruhi kecepatan disintegrasi tablet. Semakin cepat waktu pembasahan, maka kemampuan disintegrasi tablet akan semakin baik
11
pula (Gohel dkk., 2007). Waktu yang diperlukan tablet untuk terbasahi sepenuhnya dicatat sebagai waktu pembasahan (Dey & Maiti, 2010). 6. Rasio Absorpsi Air Parameter ini digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu tablet menyerap air didalam matriks. Semakin besar rasio absorpsi air, akan semakin banyak jumlah air yang dapat ditampung dalam matriks tablet sehingga akan lebih mudah terdisintegrasi.
Gambar 1. Rangkaian Alat Uji Daya Serap Air (Soebagyo dkk., 2014)
Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat absorpsi air. Kertas saring diletakkan di atas daerah A sampai jenuh. Tablet sebelumnya ditimbang bobotnya, lalu tablet diletakkan di atas daerah A. Tablet akan menyerap air yang terhubung dengan botol berisi air di daerah B yang berada di atas neraca analitik. Berkurangnya bobot air yang terbaca pada neraca analitik dihitung sebagai bobot air yang terabsorpsi oleh tablet. 7. Uji Disolusi Uji dilakukan untuk mengetahui besarnya zat aktif yang dapat terlarut dalam medium tertentu dalam interval waktu yang diharapkan.
12
Kecepatan disolusi obat dapat mempengaruhi kecepatan absorpsi obat kedalam sirkulasi sistemik (Fudholi, 2013). Uji disolusi merupakan kelanjutan dari pengamatan waktu disintegrasi tablet yang dahulu orang menganggap penting sebagai parameter dalam biofarmasi (Fudholi, 2013). Beberapa Farmakope terutama Farmakope Amerika (USP XVIII) mencantumkan adanya uji disolusi khususnya untuk sediaan padat bentuk tablet, maka pengamatan jumlah zat aktif yang terlarut kedalam medium sebagai fungsi waktu menjadi hal yang mutlak wajib dikerjakan sebagai jaminan atas ketersediaan farmasetis suatu obat (Fudholi, 2013). 4.
Superdisintegrant Superdisintegrant adalah sebuah substansi yang lebih efektif pada konsentrasi rendah dengan kekuatan disintegrasi lebih baik (Mangal dkk., 2012). Superdisintegrant digunakan untuk meningkatkan efikasi dari sebuah sediaan. Terdapat dua tipe superdisintegrant, yaitu superdisintegrant alami dan superdisintegrant sintetik atau buatan. Superdisintegrant alami diperoleh dari bahan-bahan alam yang telah dimodifikasi dan dianjurkan karena lebih murah, bersifat tidak iritatif, dan berasal dari bahan yang tidak berbahaya. Contoh dari superdisintegrant alami adalah plantago muccilage, guar gum, dan gum karaya. Tipe kedua dari superdisintegrant adalah superdisintegrant sintetik atau buatan. Beberapa contoh superdisintegrant sintetik adalah crospovidone, croscamellose sodium, dan SSG. Beberapa keuntungan dari superdisintegrant sintetik adalah dapat digunakan pada
13
konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan alami serta mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang baik (Mangal dkk., 2012). Terdapat beberapa mekanisme superdisintegratnt dalam sebuah sediaan, yaitu swelling, wicking, deformation, dan particle repulsive force. a.
Pengembangan (swelling) Dalam mekanisme pengembangan, bahan penghancur di dalam
sediaan akan mengembang dan mendesak bahan lain dan akan menyebabkan tablet menjadi pecah. Hal ini terjadi saat sediaan kontak dengan air. Contohnya adalah SSG dan plantagoovata (Mangal dkk., 2012).
Granul dengan superdisintegrant di dalam media berair
Pembengkakan granul akibat superdisintegrant
Gambar 2. Mekanisme Swelling (Parashar dkk., 2012)
b.
Penyerapan air (wicking) Dalam mekanisme ini, bahan penghancur akan menarik air masuk
ke dalam pori-pori kapiler dan mengurangi kekuatan ikatan fisik antara partikel dan tablet akan cepat terdisintegrasi. Contohnya adalah crospovidone (Mangal dkk., 2012).
14
Disintegran menarik air ke dalam pori-pori dan mengurangi kekuatan ikatan fisik antar partikel Gambar 3. Mekanisme Wicking (Parashar dkk., 2012)
c.
Perubahan bentuk (deformation) Pada mekanisme ini, partikel akan berubah bentuk setelah
mengalami pengempaan. Bentuk ini akan bertahan sampai tablet terkena oleh air (Mangal dkk., 2012). Setelah teblet terkena air, superdisintegrant akan merubah bentuk menjadi bentuk asalnya dan menyebabkan tablet terdisintegrasi karena partikel penyusun lainnya menjadi berdesakan (Gandhi, 2012).
Partikel membengkak dan memecah matriks Gambar 4. Mekanisme Deformation (Parashar dkk., 2012)
d.
Perenggangan (particle repulsive force) Dalam mekanisme ini dijelaskan bahwa bahan penghancur tidak
mengalami pengembangan atau swelling. Namun ketika terdapat air, partikel dengan muatan yang sama akan tolak menolak dan memisahkan
15
diri satu sama lain sehingga menyebabkan tablet dapat terdisintegrasi (Mangal dkk., 2012).
Air tertarik ke dalam pori – pori menyebabkan partikel saling berjauhan akibat resultan gaya listrik Gambar 5. Mekanisme Repulsion (Mangal dkk., 2012)
5.
Simplex Lattice Design (SLD) SLD merupakan metode yang dapat digunakan untuk optimasi berbagai campuran dalam sediaan padat, semi padat, atau pelarut. Optimasi ini dapat merupakan campuran biner atau lebih. Untuk dua komponen yang berubah-ubah, digunakan persamaan sebagai berikut : Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B)…………………………..............................(1) Keterangan: Y a, b, ab (A) dan (B)
: respon atau efek yang dihasilkan : koefisien yang dapat dihitung dari percobaan : kadar komponen, dan jumlah (A) + (B) harus sama dengan 1
Berbagai macam formula yang mengandung konsentrasi berbeda dari beberapa bahan disiapkan. Kemudian data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi respon yang berbeda dalam ruang simplex. Untuk penerapan dua komponen perlu dilakukan minimal tiga percobaan, yaitu
16
100% variabel A, 100% variabel B, dan campuran 50% variabel A dan 50% variabel B (Bolton & Bon, 2004). Persamaan model SLD dapat dilihat dari gambar 6 berikut. Titik A menyatakan formula yang hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan formula yang hanya mengandung komponen B, garis AB menyatakan suatu formula yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.
Gambar 6. SLD Model Linier (Armstrong & James, 1996)
Kurva 1 pada gambar 6 menunjukkan bahwa masing-masing komponen saling mempengaruhi atau dapat dikatakan adanya interaksi yang positif (benefical effects), kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing-masing komponen tidak saling mempengaruhi. Sedangkan kurva 3 menunjukkan bahwa adanya masing-masing komponen saling meniadakan respon atau dapat disebut interaksi negatif (detrimental effects) (Armstrong & James, 1996).
17
6. Monografi Bahan 1. Amlodipin Besilat Amlodipin besilat mempunyai beberapa sinonim, seperti 2 [(2aminoethoxy)methyl]-4-
(2-chlorophenyl)-3-
ethoxycarbonyl
-5
methoxycarbonyl -6- methyl-1,4-dihydropyrydine benzenesulfonate, dan 3-ethyl 5-methyl 2-[(2-aminoethoxy)methyl]4-(2-chlorophenyl)-6-methyl1,4-dihidropyridine-3,5-dicarboxylate
dengan
rumus
kimia
C21 H29 CIN2 O8 S dan berat molekul 567,1. Amlodipin besilat sedikit larut dalam air dan larut dengan baik pada metanol. Amlodipin besilat merupakan antagonis kalsium golongan dihidropiridin (antagonis ion kalsium) yang menghambat masuknya ion kalsium melalui transmembran ke dalam otot polos pembuluh darah dan jantung. Amlodipin besilat digunakan sebagai obat antihipertensi dan dapat juga sebagai pengobatan angina pektoris (Ghenge dkk., 2011). Efek antihipertensi maupun antiangina dari amlodipin besilat adalah dengan bekerja langsung sebagai vasodilator arteri perifer dan dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular dan penurunan tekanan darah.
Gambar 7. Struktur Kimia Amlodipin Besilat (Narmada dkk., 2009)
18
2. Crospovidone Menurut Rowe dkk (2009), crospovidone mempunyai beberapa sinonim seperti Crospovidomum, Crospopharm, crosslinked povidone, Kollidon CL, Kollidon CL-M, Polyplasdone XL, Polyplasdone XL-10, dan PVPP. Crospovidone mempunyai nama kimia 1-Ethenyl-2pyrrolidinone homopolymer dan merupakan hasil modifikasi sintetik dari N-vinyl-2-pyrrolidinone.
Rumus
empirik
crospovidone
adalah
(C6H9NO)n dengan bobot molekul >1.000.000. Pemerian bahan ini adalah tidak mempunyai rasa, free flowing, serbuk halus berwarna putih sampai kekuningan, tidak berbau dan mempunyai sifat higroskopis.
Gambar 8. Struktur Kimia Crospovidone (Rowe dkk., 2009)
Crospovidone adalah bahan penghancur yang biasa digunakan pada konsentrasi 2-5% pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung, granulasi basah, maupun granulasi kering. Crospovidone bekerja sebagai superdisintegrant dengan mekanisme utama water wicking
dan
mempunyai
kecenderungan
kecil
membentuk
gel.
Crospovidone diketahui mempunyai struktur yang berpori. Porositas partikel crospovidone mampu mempercepat waktu disintegrasi (Mangal dkk., 2012). Crospovidone dapat juga digunakan untuk meningkatkan
19
kelarutan atau kecepatan disolusi dari obat yang sukar larut (Rowe dkk., 2009). Menurut Gohel dkk (2007), crospovidone selain mempunyai sifat kompresibilitas yang baik jika dibandingkan dengan superdisintegrant lainnya, juga mempunyai aktivitas kapiler yang tinggi. 3. Sodium Starch Glycolate (SSG) Menurut Rowe dkk (2009), nama kimia dari SSG adalah sodium carboxymethyl starch dan mempunyai sinonim yaitu carboxymethyl starch, sodium salt, carboxymethylamylum natricum, Explosol, Explotab, Glycolys, Primojel, starch carboxymethyl ether, Tablo, dan Vivastar P. SSG merupakan bahan berwarna putih atau hampir putih yang free flowing, dan bersifat sangat higroskopik. Bahan ini stabil meski sangat higroskopik, yang harus disimpan dalam wadah tertutup rapat untuk melindungi dari kelembapan dan temperatur yang dapat menyebabkan penggumpalan.
Gambar 9. Struktur Kimia SSG (Rowe dkk., 2009)
Dalam bidang farmasi, bahan ini secara luas digunakan sebagai bahan penghancur dalam sediaan tablet atau kapsul. Formulasi pembuatan tablet yang mengandung SSG dapat dilakukan dengan metode kempa langsung atau granulasi basah. Konsentrasi yang biasa digunakan
20
adalah antara 2% hingga 8% berat tablet, dengan konsentrasi optimum adalah 4%, meskipun pada banyak kasus dengan konsentrasi 2% sudah cukup menghasilkan tablet yang baik (Mangal dkk., 2012). Bahan ini membantu proses disintegrasi dengan cara penyerapan air dengan cepat dan pembengkakan obat (swelling). Kemampuan bahan penghancur ini sangat baik karena kemampuan mengembangnya yang cukup besar dengan tetap mempertahankan keutuhannya sehingga pengembangan tersebut dapat memberikan dorongan ke sekitarnya sehingga membantu proses pecahnya tablet. 4. Microcrystalline Cellulose PH 102 Berdasarkan
Rowe
dkk
(2009),
microcrystalline
cellulose
mempunyai nama kimia cellulose dan mempunyai beberapa sinonim seperti
Avicel
PH,
Cellets,
Celex,
cellulose
gel,
hellulosum
microcristallin, Chelphere, Ceolus KG, Fibrocel, MCC Sanaq, crystalline cellulosa, dan Tabulose.
Rumus empirik microcrystalline
cellulose adalah (C6H10O5)n dengan bobot molekul 36.000. Bahan ini mempunyai bentuk partikel berpori, berwarna putih atau tak berwarna, dan tidak mempunyai rasa.
Gambar 10. Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Rowe dkk., 2009)
21
Secara luas, microcrystalline cellulose digunakan sebagai bahan pengikat dan bahan pelicin pada tablet dan kapsul yang diformulasikan menggunakan
metode
granulasi
basah
dan
kempa
langsung.
Microcrystalline cellulose juga dapat digunakan sebagai lubrikan dan disintegrant yang berguna dalam pembuatan tablet. Sebagai bahan pengisi dan pelicin, microcrystalline cellulose digunakan sebanyak 2090% dari bobot tablet. Microcrystalline cellulose bersifat stabil meskipun bersifat higroskopis, disimpan dalam tempat yang kering dan sejuk serta pada wadah tertutup rapat. Tabel III. Berbagai Konsentrasi pada Penggunaan Microcrystalline Cellulose (Rowe dkk., 2009)
5. Manitol Menurut Rowe dkk (2009), manitol mempunyai beberapa sinonim yaitu Cordycepic acid, E421, D-Mannite, Mannite, Mannitolum, Mannogem, Pearlitol, dan Emprove dengan nama kimia D-Mannitol, rumus molekul C6H14O6 dan bobot molekul 182,17. Pemerian manitol adalah berupa kristal putih, tak berbau, mempunyai rasa manis seperti gula, menimbulkan efek dingin pada mulut dan free flowing.
22
Gambar 11. Struktur Kimia Manitol (Rowe dkk., 2009)
Manitol digunakan secara luas pada formulasi dalam industri farmasi dan produk makanan. Pada bidang farmasi manitol digunakan sebagai bahan pelicin pada konsentrasi 10-90% b/b dalam sediaan tablet. Manitol digunakan pada metode kempa langsung atau granulasi basah pada pembuatan tablet. 6. Aspartam Aspartam menurut Rowe dkk (2009) memiliki nama kimia N-a-LAspartyl-L-phenylalanine
1-methyl
ester
dengan
rumus
molekul
C14H18N2O5 dan bobot molekul 294,30. Adapun sinonim yang dimiliki seperti (3S)-3-Amino-4-[[(1S)-1-benzyl-2-methoxy-2-oxoethyl]amino]-4oxobutanoic acid; 3-amino-N-(a-carboxyphenethyl)succinamic acid Nmethyl ester; 3-amino-N-(a-methoxycarbonylphenethyl)- succinamic acid; APM; aspartamum; aspartyl phenylamine methyl ester; Canderel; E951; Equal; methyl N-L-a-aspartyl-L-phenylalaninate; NatraTaste; NutraSweet; Pal Sweet; Pal Sweet Diet; Sanecta. Pemerian aspartam beruba serbuk putih, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa yang sangat manis.
23
Gambar 12. Struktur Kimia Aspartam (Rowe dkk., 2009)
Aspartam digunakan dalam skala industri sebagai bahan pemanis pada produk berupa makanan, vitamin, bahkan dalam berbagai bentuk sediaan obat seperti tablet. Aspartam dapat digunakan untuk menutupi rasa yang kurang menyenangkan pada bahan-bahan obat, karena mempunyai tingkat kemanisan 180-200 kali lebih tinggi dibanding sukrosa. Tidak seperti pemanis lainnya, aspartam dapat dimetabolisme oleh tubuh dan memiliki beberapa nilai gizi. Dalam hal penyimpanan, aspartam dalam kondisi kering dapat disimpan pada wadah tertutup rapat, suhu sejuk dan tempat kering. 7. Polyethylene Glycol 4000 Polyethylene Glycol (PEG) menurut Rowe dkk (2009) dapat disebut sebagai Macrogol atau sinonim lainnya seperti Carbowax, Carbowax Sentry, Lipoxol dan Lutrol E. Bahan ini mempunyai nama kimia α-Hydro-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl) dan rumus molekul HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH, dimana m merupakan rerata nomor grup oxyethylene. PEG mempunyai beberapa jenis seperti PEG 400, PEG 1500, PEG 4000, PEG 6000, dan PEG 8000. Angka tersebut menunjukkan rata-rata berat molekul pada polimer tersebut.
24
Gambar 13. Struktur Kimia PEG (Rowe dkk., 2009)
PEG bersifat stabil, merupakan bahan yang hidrofilik yang tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Bahan ini tidak berpenetrasi melalui kulit meskipun larut dalam air, dan mudah dihilangkan dengan pencucian oleh air. PEG disimpan dalam wadah tertutup rapat, bersuhu sejuk dan tempat yang kering. PEG dengan bobot molekul >1000 mempunyai bentuk yang padat, berwarna putih, manis, dan mempunyai konsistensi berupa pasta hingga membentuk lilin. Sedangkan PEG berbobot molekul <1000 biasanya berupa cairan, sedikit berbau, dan agak pahit. Semakin rendah nomor pada PEG menunjukkan sifat viscous nya semakin berkurang. Dalam formulai bentuk sediaan padat, PEG dengan bobot molekul tinggi dapat meningkatkan efektivitas pada bahan pengikat tablet. Namun fungsinya terbatas jika digunakan sendiri, dan dapat memperlama waktu disintegrasi jika digunakan dengan konsentrasi lebih dari 5% b/b. PEG juga dapat digunakan untuk lubrikan. Keuntungan penggunaan bahan ini dibanding dengan talk atau magnesium yang keduanya bersifat hidrofob adalah sifat hidrofilik yang dimiliki PEG akan menjadikan tablet cepat hancur dalam air tanpa terhalang penetrasinya. 8. Aerosil Aerosil menurut Rowe dkk (2009) memiliki sinonim antara lain Cab-O-Sil; colloidal silica; fumed silica; silica colloidalis anhydrica;
25
silica sol; synthetic amorphous silica;dan silicon dioxide fumed. Colloidal Silicon Dioxide mempunyai rumus empirik yaitu SiO2 dan berat molekul 60,08. Aerosil mempunyai bentuk partikel dengan ukuran lebih kurang 15nm. Serbuk aerosil berwarna putih, tidak berwarna, dan tidak berbau. Aerosil bersifat higroskopis, dan sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Gambar 14. Struktur Kimia Aerosil (Rowe dkk., 2009)
Aerosil biasa digunakan sebagai adsorbent, anticaking agent, stabilitator emulsi, agen peningkat viskositas, dan stabilitator termal. Sedangkan dalam bidang teknologi dan farmasi, aerosil secara luas digunakan sebagai bahan kosmetik, farmasetikal, ataupun produk makanan. Dengan ukuran partikel yang kecil dan luas permukaan yang besar menyebabkan aerosil digunakan untuk meningkatkan kecepatan alir pada serbuk kering atau ketika penabletan dan pengisian kapsul. Selain itu, dapat digunakan pula sebagai formula tambahan pada suppositoria yang mengandung eksipien lipofilik untuk meningkatkan viskositas, dan mengurangi kecepatan pelepasan zat aktif.
26
E. Landasan Teori Amlodipin besilat merupakan obat yang dapat digunakan pada pengobatan angina pektoris dan hipertensi yang biasanya diderita oleh geriatri (Mohanachandran dkk., 2010). Amlodipin besilat dalam bentuk FDT akan memberikan efek yang lebih cepat dibandingkan tablet konvensional, dapat meningkatkan kenyamanan pada pasien yang umumnya merupakan geriatri dan dapat digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat (Hirani dkk., 2009). Metode yang digunakan dalam pembuatan FDT adalah metode kempa langsung. Metode kempa langsung merupakan metode sederhana dengan keuntungan salah satunya adalah tahapan produksinya sangat singkat yang hanya terdiri dari pencampuran dan pengempaan (Sulaiman, 2007). Proses pembuatan tablet menggunakan metode kempa langsung harus didukung oleh sifat bahan-bahan yang mempunyai kompresibilitas dan sifat alir yang baik. SSG dapat digunakan dengan metode kempa langsung atau granulasi basah. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah antara 2% hingga 8% berat tablet, dengan konsentrasi optimum adalah 4%, meskipun pada banyak kasus dengan konsentrasi 2% sudah cukup menghasilkan tablet yang baik (Mangal dkk., 2012). Bahan ini membantu proses disintegrasi dengan cara penyerapan air dengan cepat dan pembengkakan tablet (swelling). Dengan daya pengembangan yang besar, akan menyebabkan terdesaknya obat luar sehingga memicu pecahnya tablet. Crospovidone adalah bahan penghancur yang biasa digunakan pada konsentrasi 2-5% pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung,
27
granulasi basah, maupun granulasi kering. Struktur crospovidone yang berpori menyebabkan air akan cepat masuk ke dalam sediaan dan dapat mempercepat waktu disintegrasi maupun waktu pembasahan. Menurut Shirsand dkk (2010), ketika crospovidone dikombinasikan dengan croscarmellose sodium, formula optimum yang dapat menurunkan waktu pembasahan dan waktu disintegrasi adalah dengan proporsi crospovidone 3 % dari bobot tablet. Kombinasi mekanisme crospovidone dan SSG berupa swelling dan water wicking diharapkan mampu mendapatkan formula optimum yang mempunyai sifat alir dan sifat fisik yang baik sesuai dengan persyaratan. F. Hipotesis 1. Dengan
adanya
kombinasi
superdisintegrant
berupa
SSG
dan
crospovidone diduga mampu memperbaiki sifat alir dan sifit fisik pada FDT amlodipin besilat. 2. Formula dengan kombinasi crospovidone dan SSG tertentu diduga merupakan formula FDT amlodipin besilat optimum.