BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi selalu dihubungkan sebagai prosedur yang tidak nyaman bagi pasien karena rasa takut terhadap sakit. Pencabutan gigi yang ideal adalah pengambilan seluruh gigi tanpa rasa sakit, atau gigi tanpa akar dengan trauma minimal terhadap jaringan sekitar sehingga luka dapat sembuh dengan cepat dan tidak terbentuk masalah prostetik (Datarkar, 2007). Beberapa alasan dilakukannya pencabutan gigi misalnya gigi yang tidak bisa direstorasi maupun gigi yang tidak didukung oleh jaringan periodontal yang sehat (Dostalova dan Syedlova, 2010). Pencabutan gigi akan menyebabkan luka. Luka adalah rusaknya sebagian jaringan dan kesatuan komponen jaringan tubuh (Pongsipulung dkk., 2012). Perlukaan akan menimbulkan respon inflamasi yang merangsang sel-sel di sekitar luka melakukan perbaikan jaringan (Ilodigwe dkk., 2012). Tipe luka dan perluasan luka akan mempengaruhi waktu penyembuhan luka. Luka yang melibatkan kerusakan pembuluh darah memiliki waktu penyembuhan yang relatif lebih lama (Dealey dan Cameron, 2008). Penyembuhan luka diawali oleh respon vaskular, inflamasi, proliferasi dan remodelling. Respon vaskular berupa vasokonstriksi untuk meminimalisir hilangnya darah, kemudian terjadi pembentukan benang-benang fibrin untuk menghentikan perdarahan (Flanagan, 2000). Setelah respon vaskular, terjadilah proses inflamasi, yaitu munculnya neutrofil yang berfungsi menghancurkan material asing, bakteri, sel host yang sudah tidak berfungsi, dan komponen
1
2
matriks jaringan yang rusak (Diegelmann dan Evans, 2004). Setelah 2-3 hari makrofag berkembang menjadi leukosit predominan yang akan membersihkan luka. Fase proliferasi pada luka dimulai dengan pembentukan jaringan ikat baru (Flanagan, 2000). Fase proliferasi terjadi bersamaan dengan fase inflamasi dan ditandai dengan migrasi serta proliferasi sel epithelial. Sel fibroblas dan sel endotel sering dijumpai pada fase proliferasi. Sel fibroblas berperan pada proses sintesis kolagen sedangkan sel endotel berperan pada pembentukan pembuluh darah baru. Fase remodelling pada individu normal terjadi sekitar 20 hari sampai beberapa bulan setelah terjadinya luka (Flanagan, 2000). Proses penyembuhan luka merupakan proses alamiah yang dimiliki oleh seluruh makhluk hidup, namun untuk mempercepat proses penyembuhan luka diperlukan kondisi tertentu yang mendukung proses penyembuhan luka (Ilodigwe dkk., 2012). Beberapa produk binatang yang terdapat di alam diketahui sering digunakan oleh masyarakat tradisional untuk menutup luka. Jaring laba-laba jenis atypus telah lama digunakan sebagai plester luka oleh petani di daerah Pegunungan Carpathia. Jaring ini dapat menyembuhkan luka bahkan menyatu dengan kulit (Wright, 2011). Masyarakat yang bertempat tinggal di Bokaro, Jharkhand, India menggunakan jaring laba-laba pada luka kecil di kulit untuk menghentikan perdarahan dan menyembuhkan luka (Kumari dkk., 2010). Laba-laba terdapat di seluruh dunia dan menempati seluruh lingkungan ekologi kecuali di udara dan laut terbuka. Secara umum dikenal dua kelompok laba-laba, yaitu laba-laba non jaring dan pembuat jaring. Laba-laba pembuat jaring tinggal di hutan, pohon-pohon, dan mangrove. Daerah sebarannya di
3
kawasan tropis seperti Afrika, India, Cina, Asia Tenggara, Australia Utara, dan kepulauan Pasifik Utara. Laba-laba mudah ditemukan di daerah tropis misalnya di Indonesia yaitu jenis Nephila sp. ordo Araneae (Sanjaya dan Safaria, 2006). Argiope modesta (Modest St Andrew’s Cross Spider) adalah spesies laba-laba yang tergolong dalam famili Araneidae (orb weaving). Spesies ini masuk dalam genus Argiope dan ordo Araneae. Nama ilmiah dari spesies ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1881 oleh Thorell. Laba-laba ini biasanya banyak ditemui di Borneo, Sulawesi, Jawa sampai Australia (Platnick dan Norman, 2010). Laba-laba famili Araneidae (orb weaving) biasanya sering ditemukan di taman rumah. Laba-laba jenis ini akan memintal jaringnya yang berbentuk lingkaran sepanjang 72 inci atau lebih di antara gedung dan semak-semak. Jaring laba-laba digunakan untuk menjerat serangga seperti nyamuk dan lalat (Techincal Learning College, 2011). Jaring laba-laba mengandung serat bipolimer. Komposisinya merupakan campuran dari polimer yang dapat membuat seratnya elastik dan memiliki gabungan 2 rantai protein sederhana yang dapat memberikan kekuatan pada jaring tersebut. Protein yang terdapat di jaring laba-laba adalah fibroin (200-300 kDa). Fibroin mengandung 40% glisin dan 25% alanin, sisanya berupa glutamin, serin, leusin, valin, prolin, tirosin, dan arginin (Gole, 2006). Fibroin mampu mendukung perlekatan sel endotel serta membentuk struktur seperti pembuluh darah mikro ketika fibroin diselubungi oleh fibronektin atau kolagen (Unger dkk., 2004; Fuchs dkk., 2006). Pada suatu studi implantasi fibroin, fibroin mampu mendukung vaskularisasi jaringan ikat retikular (Dal dkk., 2005).
4
Jaring laba-laba juga kaya akan vitamin K yang sangat berguna untuk pembekuan darah. Pada pengobatan tradisional Eropa, jaring laba-laba digunakan untuk membantu penyembuhan luka dan mengurangi perdarahan (Technical Learning College, 2011). Jaring laba-laba sudah teruji sebagai material alam (biokompatibel) yang dapat membantu regenerasi serabut-serabut sel saraf. Sebuah bahan biomaterial yang bernama silkbone (oxford biomaterials), tersusun atas protein jaring laba-laba dan komponen mineral tulang, dapat terserap oleh jaringan tulang dan memiliki kemampuan mekanis yang baik. Biomaterial ini dapat diterima tubuh manusia dan akan tergantikan oleh jaringan tulang yang baru (Foelix, 2011). Kumari dkk. (2010) mengemukakan bahwa penggunaan salep jaring labalaba yang diaplikasikan pada luka di kulit dapat mempercepat penyembuhan luka. Penyembuhan luka dengan penggunaan salep jaring laba-laba disebabkan peningkatan jumah sel fibroblas, sintesis kolagen, kekuatan tensile, kontraksi luka dan periode epitelisasi. Aksi penyembuhan luka terjadi karena kandungan protein yang ada pada jaring laba-laba. Di Indonesia, Rezza (2010) pernah membuktikan khasiat cocoon/gamet/telur laba-laba untuk menyembuhkan luka di kulit. Cocoon terbuat dari jaring laba-laba yang dipintal untuk menyimpan telur. Penelitian ini membuktikan bahwa luka yang ditempeli dengan cocoon akan mengering lebih cepat dalam waktu lima hari, sedangkan luka yang ditutupi dengan kapas, kepompong, plaster, dan salep akan kering pada hari ke-7. Jaring laba-laba Tegenaria domestica ditemukan dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Bacillus subtilis (Wright dan Goodacre, 2012).
5
Kandungan-kandungan pada cocoon dianggap mampu menyembuhkan luka secara lebih sempurna karena luka menutup dengan rapat. Cocoon mengandung protein dengan ikatan amida primer yang baik untuk menutup luka. Hasil analisis X-Ray Diffraction (XRD) menunjukan bahwa struktur dan keadaan polikristalin materi cocoon termasuk dalam polimer kristal. Polimer ini mampu berinteraksi dengan darah sehingga menyebabkan luka menjadi cepat kering (Rezza, 2010). Kumari dkk. (2010) membandingkan salep jaring laba-laba dengan konsentrasi 2,5% (w/w) dan 5% yang diaplikaskan setiap hari pada luka kulit tikus dan mendapatkan kesimpulan bahwa dosis efektif salep jaring laba-laba adalah 2,5%. Hasil penelitian Lewis (2011) membuktikan bahwa jaring telur laba-laba berpotensi melawan infeksi, menyembuhkan luka, dan membendung darah yang keluar.
B. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Weber (2011) menyatakan bahwa jaring labalaba mengandung vitamin K. Pengamatan kandungan protein dalam jaring labalaba telah diamati oleh Gole (2006) yang menyatakan bahwa protein yang terkandung dalam jaring laba-laba tersusun dari fibroin. Fibroin mengandung 40% glisin dan 25% alanin, sisanya berupa glutamin, serin, leusin, valin, prolin, tirosin, dan arginin. Penelitian penyembuhan luka kulit tikus telah dilakukan oleh Kumari dkk. (2010) yang menyatakan bahwa aplikasi salep jaring laba-laba dapat meningkatkan jumlah sel fibroblas, sintesis kolagen, peningkatan kekuatan tensile, kecepatan kontraksi luka dan periode epitelisasi. Kumari dkk. (2010)
6
menyatakan bahwa dosis efektif untuk aplikasi salep jaring laba-laba adalah salep jaring laba-laba konsentrasi 2,5% (w/w). Sejauh penulis ketahui, penelitian tentang penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut yang diolesi gel jaring laba-laba belum pernah dilakukan.
C. Perumusan Masalah Bagaimanakah pengaruh gel ekstrak jaring laba-laba 2,5% terhadap angiogenesis pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gel ekstrak jaring labalaba 2,5%. terhadap angiogenesis pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi marmut.
E. Manfaat Penelitian 1. Mengetahui khasiat ekstrak jaring laba-laba dalam membantu proses penyembuhan luka setelah pencabutan gigi marmut khususnya terhadap peningkatan angiogenesis. 2. Mengembangkan pengetahuan mengenai bahan alami yang dapat membantu proses penyembuhan luka soket pasca ekstraksi gigi. 3. Sebagai referensi informasi untuk melakukan penelitian serta eksplorasi lebih lanjut terhadap pemanfaatan ekstrak jaring laba-laba untuk mempercepat penyembuhan luka.