BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sehat
merupakan
hak
setiap
individu
untuk
melangsungkan
kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Upaya untuk meningkatkan kesehatan salah satunya melalui program
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Proverawati &
Rahmawati, 2012). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan sekumpulan tindakan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri yang digunakan untuk pembelajaran sehingga dapat membantu dirinya sendiri maupun orang lain terutama dalam bidang kesehatan (Depkes, 2013). Pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sendiri terbagi menjadi 5 tatanan yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah, di rumah tangga, di institusi kesehatan, di tempat umum, dan di tempat kerja (Notoatmojo, 2005). Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah merupakan tatanan awal untuk menciptakan sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas untuk kemajuan bangsa dan negara. Sasaran perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di sekolah terdiri dari warga sekolah dimana sebagian besar yaitu para siswa yang belajar di sana.
Berdasarkan
hasil
sensus
penduduk
Propinsi
1
2
Yogyakarta tahun 2010 jumlah pra remaja umur 11-13 tahun sangat besar yaitu sekitar 64 juta atau 27,6 % (BPS, 2014). Remaja terutama pra remaja yang bersekolah sebagai generasi penerus bangsa perlu dipersiapkan menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental, dan spiritual. Hal ini perlu didasari oleh suatu perilaku hidup bersih dan sehat. Anak menghabiskan waktu yang cukup lama setiap harinya untuk berada di sekolah. Depkes (2011) memaparkan bahwa sekolah seringkali menjadi sarana untuk bertukarnya penyakit seperti influenza ketika musim pancaroba, antar siswa dengan siswa atau siswa dengan guru dan sebagainya. Ketika ada satu yang sakit maka anak lainnya juga akan terkena sakit yang sama karena kurangnya kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat. Setiap 100.000 anak dari umur 6 sampai 20 tahun, meninggal setiap harinya diseluruh dunia akibat infeksi, terutama diare. Angka kejadian diare di Indonesia cukup banyak dimana pada tahun 2010 penderita diare mencapai 4204 orang dengan kematian sebesar 73 orang (WHO, 2009). Hal ini disebabkan kurangnya menjaga kesehatan terutama cuci tangan dengan air bersih dan sabun.
3
Rendahnya kebiasaan cuci tangan masyarakat Indonesia terutama untuk anak usia pra remaja akan berdampak pada kesehatan dimasa mendatang (Depkes, 2013). Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi nasional berperilaku cuci tangan benar dan menggunakan sabun pada penduduk kelompok umur 10 tahun atau lebih adalah 47,0% (Depkes, 2013). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri pada tahun 2012 prevalensi untuk cuci tangannya adalah 49,8% (Depkes, 2012). Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun yang tidak benar masih tinggi ditemukan pada usia pra remaja, sehingga dibutuhkan peningkatan pengetahuan dan kesadaran mereka akan pentingnya mencuci tangan dengan menggunakan sabun. Rendahnya prevalensi cuci tangan mendorong peneliti untuk membantu meningkatkan kemampuan cuci tangan khususnya pada anak usia pra remaja. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di SMPN 5 Depok Sleman, perilaku hidup bersih dan sehat yang dilakukan siswa-siswi, terlihat dari jarang mencuci tangan sesudah berkegiatan misalnya berolahraga, padahal banyak kotoran yang menempel pada tangannya. Fasilitas mencuci tangan di SMP N 5 Depok sudah ada akan tetapi anak-anak jarang menggunakannya. Tangan merupakan kunci utama dalam penularan penyakit. Sekolah yang menjadi fasilitas untuk belajar perlu menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat terutama cuci tangan pada siswa-siswinya. Perlunya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat tidak semudah dengan cukup memberi nasihat–nasihat atau ceramah pada anak terutama anak pra remaja (Layzer, et al, 2013). Maulana
4
(2009)
mengatakan bahwa ceramah kurang cocok untuk anak pra remaja
dikarenakan kurang menarik dan pembicara tidak terlalu dapat menilai reaksi pendengar. Masa pra remaja ditandai dengan perubahan dari anak -anak menuju remaja yang akan mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial dan fisik. Masa ini akan ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu baik dari segi fisik, psikis dan sosial yang mana pada masa ini keterkaitan terhadap teman sebaya sangat kuat ( Wouters, et al, 2010). Keadaan seperti ini menjadikan mereka cenderung lebih memecahkan masalahnya dengan teman sebaya daripada dengan orang tua atau guru (Hofsteenge, et al, 2014). Kedekatan antara satu dengan yang lain dapat menjadi peluang sebagai fasilitas untuk berbagi mengenai masalah perilaku hidup bersih dan sehat yaitu melalui pendidikan teman sebaya. Peer education atau pendidikan teman sebaya diharapkan mampu menjadi sarana pendidikan kesehatan oleh perawat yang sesuai pada anak pra remaja atau anak SMP (Sekolah Menengah Pertama) dimana mereka mulai mengembangkan berbagai sikap dan perilaku
yang akan sangat
berpengaruh terhadap
pengembangan kesehatan (Layzer et al, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan di Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Sleman, SMPN 5 Depok terletak di daerah padat penduduk yang penuh dengan asrama mahasiswa dan tempat kos serta kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat cuci tangan dari siswa juga masih kurang (Disdik Sleman, 2014). Siswasiswi SMPN 5 Depok belum pernah mendapatkan pendidikan teman sebaya,
5
tetapi penyuluhan kesehatan dengan metode ceramah sudah diberikan oleh petugas kesehatan setempat. Perilaku mencuci tangan yang benar masih jarang dijumpai pada anak-anak SMPN 5 Depok, hal
ini terlihat dari pengamatan
peneliti saat studi pendahuluan. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan teman sebaya terhadap kemampuan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut “ Bagaimanakah Pengaruh Pendidikan Teman Sebaya terhadap Perilaku Cuci Tangan pada Anak Usia Pra Remaja di SMPN 5 Depok, Sleman?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengetahui pengaruh pendidikan teman sebaya terhadap perilaku cuci tangan pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok, Sleman. 2. Tujuan Khusus : a.. Mengetahui perilaku cuci tangan sebelum dilakukan pendidikan teman sebaya pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok, Sleman. b. Mengetahui perilaku cuci tangan sesudah dilakukan pendidikan teman sebaya pada anak usia pra remaja di SMPN 5 Depok, Sleman.
6
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai pendidikan teman sebaya terkait perilaku cuci tangan pada usia pra remaja. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Peneliti dapat meningkatkan pemahaman bagaimana meneliti terkait peranan pendidikan teman sebaya mengenai perilaku cuci tangan pada usia pra remaja. b. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini dapat memberikan informasi pentingnya pendidikan teman sebaya mengenai perilaku cuci tangan pada usia pra remaja untuk diterapkan kepada siswa-siswi didiknya. c. Bagi Remaja Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pra remaja mengenai perilaku hidup bersih dan sehat terutama cuci tangan. d. Bagi Profesi Kesehatan Penelitian ini memberikan informasi terkait pendidikan teman sebaya sebagai salah satu tekhnik untuk melakukan edukasi terutama pada anak usia pra remaja.
7
E. Keaslian Penelitian 1. Layzer, et al (2013): “ A Peer Education Program: Delivering Highly Reliable Sexual Health Promotion Messages in Schools.” Penelitian ini menggunakan metodologi grounded theory dan dilakukan pada siswa-siswi semester dua kelas IX.
Hasilnya diketahui bahwa program pendidikan teman sebaya tersebut
membantu siswa-siswi untuk mempelajari kesehatan reproduksi di masa depan. Persamaan pada kedua penelitian yaitu menggunakan pendidikan teman sebaya, sampel pada anak usia pra remaja. Adapun perbedaannya yaitu metodologi penelitian yang digunakan, Layzer menggunakan penelitian kualitatif dan peneliti menggunakan kuantitatif. Perbedaan juga ditemukan pada variabel yang digunakan. Pada penelitian Layzer adalah kesehatan reproduksi sedangkan pada penelitian saat ini variabelnya yaitu cuci tangan. 2. Orejudo, et al (2012): “ Optimism in Adolescence : A cross Sectional Study of the Influence of Family and Peer Group Variables on Junior High School Students.” Penelitian ini dilakukan pada siswa yang berumur antara 12 sampai 19 tahun. Peneliti menggunakan program AMOS 17,0 dan didapatkan hasil bahwa pengaruh kombinasi antara komunikasi keluarga dan teman sebaya dapat menghasilkan hubungan yang positif. Persamaan yang ada yaitu pendidikan teman sebaya, sampel yang digunakan terutama anak usia pra remaja di SMP dan rancangan yang gunakan yaitu one group pre and post design sedangkan perbedaannya yaitu analisis data yang digunakan oleh peneliti. Penelitian Orejudo ini menggunakan program AMOS 17,0 sedangkan peneliti menggunakan SPSS 19 untuk
8
menganalisis data. Perbedaan lainnya yaitu penelitian Orejudo juga menambahkan adanya partisipasi keluarga dalam pendidikan teman sebaya 3. Garg, et al (2014) : “ Impact of a School-Based Hand Washing Promotion Program on Knowledge and Hand Washing Behavior of Girl Students in a Middle School of Delhi.” Penelitian
ini dilakukan pada siswa kelas 6-8 dan
menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan one group pre and post test design. Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat perbedaan spesifik mengenai peningkatan pengetahuan dan perilaku cuci tangan secara rutin setelah intervensi. Persamaan dari kedua penelitian adalah sama-sama meneliti cuci tangan pada anak sekolah dengan usia pra remaja dan rancangan penelitian yang digunakan. Penelitian Garg mempunyai
perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan yaitu pada program promosi kesehatan sekolah yaitu sebuah program cuci tangan dengan menggunakan video. 4. Bulduk & Erdogan (2012) : “The Effects of Peer Education on Reduction HIV/ Sexually Transmitted Infection Risk Behaviors Among Turkish University Students.”
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan
rancangan pre-post control study design dimana dilakukan pengambilan data sebelum dan sesudah pendidikan teman sebaya. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa tahun ketiga dengan jumlah sampel terpilih sebanyak 167. Hasil penelitian tersebut bahwa peer education atau pendidikan teman sebaya dianggap mampu untuk mengurangi risiko perilaku berhubungan seksual dan digunakan sebagai
fokus untuk pencegahan perilaku berhubungan seksual dalam
mengembangkan strategi peningkatan self-efficacy. Persamaan dengan penelitian
9
yang akan dilakukan yaitu dengan menggunakan peer education dan pre-post design. Akan tetapi pada penelitian yang akan dilakukan tidak menggunakan kelompok kontrol. 5. Elder, et al (2014): “Hand Hygiene and Face Touching in Family Medicine Offices Area Research and Improvement Group (CARInG) Network Study”. Penelitian ini mengambil sampel di daerah Cincinnati dengan total sampel yang terdiri dari 31 tenaga kesehatan dan 48 orang staf. Partisipan diberikan kuisioner kebiasaan perilaku cuci tangan. Analisis data yang digunakan dengan T-zone dan uji t-test untuk membandingkan peran profesional dan pengalaman kerja. Observasi dilakukan peneliti selama 2 jam dalam satu periode. Hasil dari penelitian Elder menunjukkan bahwa penyuluhan cuci tangan secara optimal pada pasien dapat mencegah penyakit yang mungkin didapatkan pasien selama proses perawatan. Penelitian Elder mempunyai persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu pada aspek perilaku mencuci tangan dan uji t-test yang digunakan, perbedaannya terletak pada responden yang digunakan pada penelitian. 6.
Khairani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Promosi Kesehatan
Mencuci Tangan Menggunakan Sabun Melalui Metode Ceramah, Demonstrasi, dan Latihan dibandingkan dengan Metode Leaflet pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Jambi.” Hasil penelitian ini terdapat perubahan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku setelah dilakukan intervensi. Jenis penelitian ini sama dengan yang dilakukan yaitu menggunakan subjek penelitian mempunyai usia yang sama yaitu usia pra remaja, dan meneliti perilaku mencuci tangan. Analisis data yang digunakan sama yaitu dengan menggunakan uji t-test untuk
melihat rerata
10
perbedaan perilaku sebelum dan sesudah intervensi. Namun yang membedakan adalah adanya kelompok pembanding intervensi 1 dan 2 pada penelitian Khairani, sementara penelitian yang saat ini dilakukan hanya menggunakan satu kelompok saja. Penelitian Khairani juga menggunakan kelompok kontrol sedangkan peneliti hanya
menggunakan
kelompok
intervensi
tanpa
kelompok
kontrol.