BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Permasalahan Alergen adalah zat yang biasanya tidak berbahaya namun mampu memicu respon yang dimulai dari sistem imun tubuh dan menyebabkan reaksi alergi (Aaaai.org, 2015). Sedangkan alergen makanan merupakan komponen-komponen tertentu
dari
makanan
atau
bahan
yang
ada
didalam
makanan (biasanya protein, tapi terkadang dapat berupa hapten kimia) yang dikenali oleh sel-sel imun tertentu dan
menimbulkan
reaksi
imunologi
spesifik,
sehingga
muncul gejala khas (Guidelines for the Diagnosis and Management of Food Allergy in the United States: Report of the NIAID-Sponsored Expert Panel, 2010). Alergen ini dapat menyebabkan alergi, yaitu perubahan reaksi atau respon pertahanan tubuh yang menolak dan tidak tahan terhadap
zat-zat
yang
sebenarnya
tidak
berbahaya
(Candra, Setiarini dan Rengganis, 2011). Sebanyak 25% dari populasi telah dilaporkan pernah mengalami
reaksi
kehidupan
mereka,
yang
merugikan
dengan
dari
prevalensi
makanan
dalam
tertinggi
yaitu
1
2
pada saat masa bayi dan masa awal kanak-kanak (Chapman et al., 2006). Sedangkan di negara-negara barat respon imun yang merugikan dari makanan diperkirakan sekitar 5% pada awal masa anak-anak dan 3-4% pada orang dewasa (Sicherer dan Sampson, 2010). Prevalensi alergi makanan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satuh contohnya dapat dilihat
pada
meningkat di
Amerika
peningkatan
alergi
alergen
kacang
yang
menjadi dua kali lipat pada 5 tahun terakhir Serikat
dan
di
Inggris.
Diantara
anak
berusia 0-17 tahun, prevalensi alergi makanan meningkat dari 3,4% pada tahun 1997-1999 menjadi 5,1% pada tahun 2009-2011 (Jackson, Howie, dan Akinbami, 2013). Studi dari
laporan
yang
diberikan
oleh
orang
tua
yang
melaporkan adanya kejadian alergi yang dialami anaknya menunjukkan angka sebesar 12% untuk milayah Eropa dan 28% pada wilayah Amerika Serikat (Davis, 2009). Selain peningkatan prevalensi alergi makanan, juga didapat kenaikan prevalensi dari alergi kulit, yaitu meningkat dari 7,4% di tahun 1997-1999 menjadi 12,5% pada
tahun
pernapasan
2009-2011. tidak
Sedangkan
didapat
pada
alergi
peningkatan
signifikan dari tahun 1997-1999
tren
salurn yang
ke tahun 2009-2011,
3
namun alergi pada saluran pernapasan tetap menjadi tipe alergi yang paling sering terjadi pada anak-anak di periode
tersebut
(17%
di
tahun
2009-2011)
(Jackson,
Howie, dan Akinbami, 2013). Walaupun potensial,
semua
menurut
yang
banyak
yang
memiliki
makanan beberapa
menimbulkan kandungan
meruapakan peneliti,
alergi
adalah
protein
tinggi
alergen
yang
bahan
makanan
bahan
makanan
seperti
susu
sapi, telur, kacang tanah, coklat, dan ikan laut. Lebih dari
90%
dari
reaksi
sistemik
akut
pada
anak-anak
berasal dari telur, susu, kedelai, gandum, atau kacang tanah, dan pada orang dewasa berasal dari krustasea, kacang-kacangan, kacang tanah, atau ikan (Kurowski dan Boxer, 2008). Di sebagian besar negara di Asia (China, Korea,
dan
beberapa
negara
Asia
Tenggara),
alergen
telur merupakan alergen yang mendominasi dibandingkan susu
sapi
pada
anak
usia
kurang
dari
5
tahun.
Prevalensi ini berkisar dari 3-4% pada studi tantangan makanan di Cina. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi alergi telur pada negara-negara barat yang berkisar antara 1-1.6%. Pada anak-anak yang lebih tua, di Filipina dan Singapura, shellfish merupakan alergen paling umum dengan persentase 5.12% dan 5.23% secara
4
berurutan. makanan
Sedangkan
yang
untuk
mendominasi
negara
yaitu
barat,
kacang
alergen
tanah
(Lee,
Thalayasingam dan Lee, 2013). Perbedaaan
prevalensi
dari
alergen
makanan
di
setiap negara dapat dikarenakan adanya perbedaan budaya dalam
kebiasaan
makan
dan
memasak
makanan
tersebut.
Selain itu dapat juga dikarenakan tingginya konsumsi suatu alergen di suatu populasi. Risiko dari alergi makanan akan meningkat pada individu dengan dermatitis atopi dan juga yang sensitif pada serbuk sari tertentu dan latex. Faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan dari alergi makanan termasuk usia yang dini, terutama anak-anak berusia kurang dari 3 tahun. Riwayat keluarga yang
memiliki
penyakit
atopik
meningkatkan
risiko
alergi makanan 4 kali lebih besar pada seorang individu (Davis, 2009). Anak dengan alergi makanan 2-4 kali lebih mungkin untuk mempunyai asma, eksema, dan alergi pada saluran pernapasan, mempunyai Alergi
dibandingkan
alergi
makanan
morbiditas
dan
makanan
dapat
dengan (Branum
menjadi
mortalitas
anak dan
faktor
asma
pada
yang
tidak
Lukacs,
2008).
risiko
terhadap
anak-anak.
Pada
National Cooperative Inner-City Asthma Study (NCICAS),
5
anak dengan asma yang tersensitisasi pada setidaknya satu jenis makanan mempunyai angka hospitalisasi yang lebih
tinggi
dan
membutuhkan
medikasi
steroid
yang
lebih (Kewalramani dan Bollinger, 2010). Selain itu, menurut Penard-Morand et al (2005), terdapat tiga studi potong lintang yang mengindikasikan bahwa manifestasi pada
saluran
subyek
pernapasan
lebih
alergi
makanan.
dengan
menemukan
bahwa
alergi
sering
dijumpai
Tiga
makanan
studi
pada
pada
kohort
saat
bayi
berhubungan dengan perkembangan asma dan alergi makanan pada masa kanak-kanak. Alergi makanan juga menunjukkan perannya pada patogenesis dermatitis atopi pada 10-30% pasien dengan derajat dermatitis atopi sedang hingga berat (Spergel, 2006). Meskipun dapat menimbulkan risiko reaksi alergi yang parah dan bahkan kematian, masih belum terdapat pengobatan
untuk
alergi
makanan,
penyakit
ini
hanya
bisa ditangani dan dikontrol dengan menghindari alergen atau
dengan
mengobati
makanan
dapat
status
nutrisi,
(Chapman menyertai
et
gejalanya.
menyebabkan dan,
al., seperti
penurunan
pada
2006). asma,
Selain
itu,
alergi
kualitas
hidup,
anak-anak,
Penyakit rinitis
alergi
pertumbuhan lain
yang
alergika,
dan
6
dermatitis health
atopi
related
juga
dapat
quality
of
menimbulkan
life
(HRQoL)
penurunan
yang
berupa
stres emosional, kurang tidur, lesu pada siang hari, terganggunya proses belajar, penurunan fungsi kognitif, dan
penurunan
produktivitas
dalam
janga
panjang
(Schoenwetter et al., 2004) (Civelek et al., 2011). Berdasarkan dari prevalensi, faktor risiko, serta berbagai alergi
macam
kerugian
makanan
dan
yang
penyakit
dapat alergi
terjadi lainnya,
akibat perlu
dilakukan sebuah penelitian yang membahas mengenai pola alergi alergen makanan terhadap penyakit alergi yang timbul pada anak-anak terutama di kota Yogyakarta ini karena
belum
pernah
dilakukan
sebelumnya,
dimana
informasi dari penelitian ini dapat menjadi gambaran serta membantu proses prevensi, terapi, dan prognosis dalam alergi makanan. I. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan dirumuskan
suatu
latar
belakang
masalah
yaitu
yang
ada,
bagaimanakah
dapat pola
sensitisasi alergen makanan terhadap penyakit alergi anak.
7
I. 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola dari sensitisasi alergen makanan terhadap penyakit alergi pada anak. I. 4. Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas mengenai pola dari alergi makanan
terhadap
penyakit
alergi
pada
anak
telah
dilakukan pada beberapa penelitian sebelumnya di tempat yang berbeda. Pada di
Amerika
berdasarkan
penelitian Branum dan Lukacs (2008)
Serikat usia,
pola
jenis
alergi
makanan
kelamin,
ras,
dilihat
perkembangan
prevalensi alergi makanan pada anak usia dibawah 18 tahun
yang
memiliki
alergi
makanan
dari
tahun
1997
hingga 2007, serta kondisi alergi lain yang menyertai alergi makanan. Temuan utama dari penelitian ini yaitu: pada tahun 2007, sekitar 3 juta anak dibawah usia 18 tahun (3,9%) dilaporkan mempunyai alergi makanan pada 12
bulan
prevalensi tahun
terakhir; alergi
meningkat
dari
tahun
makanan
pada
sebanyak
18%;
1997
anak anak
hingga
kurang dengan
2007
dari
18
alergi
makanan 2-4 kali lipat lebih berisiko mempunyai kondisi alergi
lainnya
seperi
asma
dibandingkan
dengan
anak
yang tidak mempunyai alergi makanan; dan pada tahun
8
2004
hingga
2006
kurang
dari
18
dengan
diagnosis
terdapat
tahun
sekitar
9500
pasien
keluar
dari
rumah
yang
berhubungan
dengan
Penelitian ini menggunakan National Survey
(NHIS)
yang
digunakan
alergi
anak sakit
makanan.
Health Interview
untuk
menganalisis
estimasi prevalensi dari alergi makanan diantara anakanak
di
Amerika
kesehatan Control
yang
(CDC)
Serikat.
dilakukan dan
NHIS
oleh
merupakan
Centers
Prevention’s
survei
for
National
Disease
Center
for
Health Statistics. Sedangkan angka pasien yang keluar dari rumah sakit didapat dengan menggunakan National Hospital Discharge Survey (NDHS). Untuk
Indonesia
sendiri,
Candra,
Setiarini
and
Rengganis (2011) melakukan penelitian untuk mengetahui gambaran sensitivitas terhadap alergen makanan di Poli Alergi Imunologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada
tahun
terhadap banyak
2007.
alergen
Sebesar
makanan.
menyebabkan
alergi
49% Jenis pada
responden makanan anak-anak
sensitif
yang
paling
dan
dewasa
berturut-turut adalah udang, putih telur dan maizena. Susu sapi dan tepung terigu merupakan jenis makanan yang paling banyak menyebabkan alergi hanya pada anakanak, sedangkan pada dewasa, makanan yang paling banyak
9
menyebabkan alergi adalah kepiting. Data yang digunakan merupakan
data
sekunder
dari
208
responden
yang
memiliki rekam medis dan yang melakukan tes tusuk kulit (skin prick test) di Poli Alergi Imunologi RSCM tahun 2007.
Analisis
mendeskripsikan anak
dan
penelitian subyek
univariat
jenis
dewasa.
Selain
Wistiani
anak
alergen
dengan
dan
dilakukan makanan
itu
didapatkan
Notoatmojo
alergi
pada
yang
kelompok
juga
(2011),
terdiri
untuk
dari
dari
dari
44
63,3%
mengidap rinitis alergika, 25% asma, 34,1% dermatitis atopi, tusuk
dan
2,3%
positif
konjungtivitis
pada
45,5%
alergi
kasus.
didapatk
Hasil
uji
aeroalergen
berupa debu rumah (75,0%), mite culture (70,0%), human dander
(70,0%),
pollen
(10%),
kecoa fungi
(65,0%), (5%),
animal
alergen
dander makanan
makanan laut (30,0%), telur (5%), dan 5% coklat.
(25%), berupa
Tabel 1. Daftar penelitian – penelitian sebelumnya Penelitian Desain Σ (tahun) sampel Branum and Studi Lukacs deskript (2008) if
Candra, Setiarini dan Rengganis (2011)
Studi potong lintang
Wistiani dan Notoatmojo (2011)
Studi potong lintang observas ional
Variabel bebas -
Variabel tergantung -
-
-
Pajanan alergen
Kejadian alergi
Cara pengukuran
Hasil
Sampel Pada anak usia kurang dari 18 bertingkat, tahun didapat: 3 juta (3,9%) menggunakan anak pada tahun 2007 survei NHIS dan mempunyai alergi makanan pada NDHS 12 bulan terakhir; 29,4% anak dengan asma, 27,2% anak dengan eksema, dan 31,5% anak dengan alergi pada saluran pernapassn mempunyai alergi makanan Sampel adalah Sebesar 49% responden sensitif pasien yang terhadap alergen makanan. memiliki rekam Jenis makanan yang paling medis dan yang banyak menyebabkan alergi pada melakukan tes anak-anak dan dewasa berturuttusuk kulit di turut adalah udang, putih Poli Alergi telur dan maizena Imunologi RSCM tahun 2007 yang berjumlah 208 orang. Analisis menggunakan data sekunder Orangtua subjek Dari 44 subyek anak dengan diminta mengisi alergi yang terdiri dari 63,3% kuesioner. rinitis alergika, 25% asma, Dilakukan uji 34,1% dermatitis atopi, dan tusuk kulit 2,3% konjungtivitis alergi 10
10
11
untuk konfirmasi alergen berupa aeroalergen dan alergen makanan. Analisis statistik menggunakan chisquare.
didapatkan uji tusuk positif pada 45,5% kasus. Hasil alergen makanan berupa 6 subyek positif makanan laut (30,0%), 1 alergen telur (5%), dan 1 alergen coklat (5%).
11
11
12
I. 5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari publikasi ilmiah penelitian ini adalah sebagai : -
Informasi
kepada
institusi
dan
peneliti
lain
berupa data dan prevalensi mengenai pola alergi alergen
makanan
sehingga
dapat
terhadap menjadi
penyakit acuan
alergi
bagi
anak
penelitian
selanjutnya. -
Informasi kepada pasien serta masyarakat mengenai pola
alergi
alergen
makanan
terhadap
penyakit
alergi anak sehingga anak dapat dihindarkan dari alergen
yang
merupakan
penanganan
utama
dari
penyakit alergi. -
Dapat
digunakan
oleh
untuk regulasi derah
pemerintah
sebagai
acuan