BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan Dilihat dari sudut pandang psikologi, pernikahan adalah ikatan resmi antara perempuan dan lakilaki sebagai pasangan suami-isteri, yang mempersatukan kedua pribadi dewasa itu secara menyeluruh.1 Ikatan resmi pada sebuah pernikahan itu belum tentu menjamin kebahagiaan pasangan suami-isteri. Ikatan resmi itu harus ditopang dan dilengkapi dengan ikatan-ikatan lain, yang menyangkut seluruh kepribadian dari kedua mempelai. Yang dimaksudkan dengan ikatanikatan lain itu adalah hubungan seksual yang serasi, kebersamaan dalam mencari nafkah dan mengatur ekonomi rumah tangga, kebersamaan hidup di bawah satu atap yang disepakati bersama, kesamaan arah dalam mendidik anak-anak, kesetiaan satu terhadap yang lain dalam untung dan malang, dan kesabaran serta kebesaran hati dalam perbedaan-perbedaan dan konflik.
Kesatuan dua pribadi melalui berbagai ikatan itu mudah dikatakan, tetapi cukup sulit untuk dilakukan. Sebab masing-masing suami maupun isteri adalah individu dewasa yang memiliki keunikan pribadi. Keunikan itu meluas pada berbagai segi, seperti misalnya keunikan selera, minat, hobby, kebutuhan, keinginan atau cita-cita, wawasan, bahkan juga keyakinan-keyakinan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hidup berkeluarga merupakan suatu kenyataan yang amat kompleks. Belum lagi jika kenyataan itu dihayati di tengah masyarakat yang makin majemuk dan berubah dengan pesat. Era globalisasilah yang menyebabkan masyarakat kini kian majemuk dan berubah dengan pesat. Loekman Soetrisno menyatakan bahwa era globalisasi adalah era kompetisi.2 Kompetisi tersebut tidak hanya terjadi pada sektor perdagangan atau ekonomi tetapi juga terjadi pada sektor kebudayaan. Dalam sektor kebudayaan, persaingan terwujud dalam persaingan antara kebudayaan nasional dengan kebudayaan global. Persaingan di antara kedua budaya tersebut menjadi sangat menarik tetapi sekaligus juga memprihatinkan karena dua hal. Pertama, persaingan itu terjadi dalam kondisi yang timpang. Dalam persaingan, kebudayaan global didukung oleh suatu perangkat teknologi yang sangat canggih dan organisasi yang canggih pula, 1 Dr. Al. Purwa Hadiwardoyo, ‘Hakikat Hidup Berkeluarga’ dalam I. Puja Raharja (red.), Keluarga - Peran dan Tanggung jawabnya di Zaman Modern, Yogyakarta : Panitia Pameran Buku Nasional, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta, 1994, hal. 10. 2 Prof. Dr. Lukman Sutrisno, ‘Arti dan Fungsi Keluarga di Tengah-tengah Budaya Global’ dalam I. Puja Raharja (red.), Keluarga - Peran dan Tanggung jawabnya di Zaman Modern, Yogyakarta : Panitia Pameran Buku Nasional, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Cabang Daerah Istimewa Yogyakarta, 1994, hal. 14.
1
sementara budaya nasional tidak memiliki dukungan baik dari segi teknologi, dana, maupun organisasi selengkap dan secanggih yang mendukung budaya global. Terdapat sebuah contoh teknologi yang mendukung budaya global. Budaya global didukung oleh suatu teknologi satelit komunikasi yang mampu membantu penyebaran budaya global ke seluruh dunia tanpa batas. Dunia televisi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, tidak ada satu pun yang tidak terbuka bagi siaran-siaran televisi Amerika maupun negara industrial lain yang menyiarkan acara-acara yang berisi nilai-nilai budaya global. Kedua, dalam persaingan yang tidak seimbang tersebut menimbulkan suatu kekhawatiran bahwa akan tiba saatnya budaya nasional suatu bangsa, khususnya budaya nasional negara-negara yang sedang berkembang, akan tenggelam ditelan gelombang arus budaya global yang mengakibatkan hilangnya jati diri suatu bangsa. Tidak bisa dipungkiri lagi, inilah kenyataan yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Dalam konteks persaingan antara budaya nasional dan budaya global inilah peranan keluarga sebagai unit sosial terkecil suatu bangsa menjadi sangat krusial. Keluarga dalam hal ini akan menjadi benteng dari budaya nasional dalam menghadapi gelombang pengaruh budaya global itu. Keluarga sebagai komunitas pendidikan yang utama dan mendasar merupakan sarana yang istimewa bagi penerusan nilai-nilai agama dan budaya yang membantu seseorang memperoleh identitasnya sendiri.3 Dengan demikian ketahanan sebuah keluarga harus diusahakan semaksimal mungkin. Sedangkan kenyataan yang terjadi di era globalisasi ini, kehidupan rumah tangga menghadapi tantangan-tantangan yang tidak mudah. Ketika pemerintah Indonesia dua puluh lima tahun yang lampau mencanangkan Era Pembangunan4 bagi bangsa Indonesia, ketika itu pula hidup masyarakat Indonesia mulai dibebani oleh berbagai tuntutan sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta rakyat terhadap pembangunan Indonesia tersebut. Era pembangunan itu identik dengan era industrialisasi. Dari segi sosiologi era industrialisasi adalah era perubahan sosial yang besar-besaran pada masyarakat yang memasuki era itu.5
Perubahan sosial dikatakan besar-besaran karena perubahan yang dibawa oleh industrialisasi akan menyangkut nilai-nilai dasar kehidupan manusia. Misalnya semangat keakraban atau komunal berubah menjadi semangat individualistik, kebiasaan hidup yang santai berganti dengan kehidupan yang berdasar disiplin waktu, terdapat tuntutan untuk selalu mengikuti trend, 3
Maurince Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, Cetakan ke-6, Yogyakarta : Kanisius, 2008, hal. 11. Loekman Soetrisno, Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan, Cetakan ke-5, Yogyakarta : Kanisius, 2001, hal. 67. 5 Loekman Soetrisno, Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan, hal. 78. 4
2
sehingga yang pada awalnya bukan kebutuhan pokok akan dipaksakan menjadi kebutuhan pokok. Pada akhirnya banyak orang akan memaksakan kemampuannya untuk memuaskan keinginannya. Dengan demikian pada era ini kebebasan masing-masing individu dijunjung tinggi. Misalnya, perempuan tidak lagi dipingit melainkan bebas untuk mengekspresikan diri dan meraih cita-citanya.
Dengan demikian tidak heran jika di era modern ini banyak stasiun televisi yang mempertunjukkan bahwa banyak orang yang tidak peduli dengan ikatan suci di dalam kehidupan pernikahan. Tidak sedikit orang yang menganggap remeh lembaga pernikahan, sehingga perceraian terjadi begitu mudahnya. Rupanya di negara Indonesia budaya ‘kawin-cerai’ sudah menjadi trend dan tidak lagi membuat para pelakunya merasa malu atau merasa bersalah. Tidak ada lagi ikatan kasih yang mendalam di antara pasangan suami-isteri. Kesetiaan menjadi barang yang mudah luntur. Berbagai alasan dikemukakan agar dapat diajukan ke pengadilan untuk dijadikan dasar gugatan perceraian. Bahkan tidak cocok sedikit saja, sudah cukup untuk dijadikan alasan bercerai.
Situasi di atas menunjukkan tantangan pelayanan gereja di Indonesia. Tugas dari gereja adalah memperpanjang Kristus di dalam sejarah dan melanjutkan misi karya penyelamatan Kristus di dalam sejarah ke seluruh dunia. Tugas ini ditujukan kepada semua umat percaya yang telah dibaptis dan keluarga-keluarga Kristiani melalui cara khasnya sendiri diberkati dan disucikan di gereja.6 Sekarang yang menjadi pertanyaannya, selama ini apa yang sudah dibuat oleh gereja dalam rangka membantu keluarga untuk memenuhi tugasnya tersebut?
Tindakan yang selama ini dilakukan oleh gereja dalam rangka membantu keluarga untuk memenuhi tugasnya tersebut, gereja mengharuskan bagi setiap pasangan yang akan menikah untuk terlebih dahulu mengikuti katekisasi pra-nikah. Katekisasi pra-nikah yang di dalamnya, setiap pasangan akan memperoleh gambaran dan pengetahuan akan kehidupan berumah tangga. Sejauh pengamatan penyusun, selama ini banyak gereja yang menghentikan upaya pembekalannya kepada pasangan yang akan menikah pada saat menjelang pemberkatan nikah. Pemberkatan nikah dianggap sebagai puncak pelayanan gereja untuk mempersiapkan warga jemaatnya dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.
6
Maurince Eminyan, SJ, Teologi Keluarga, hal. 207.
3
Sesudah pemberkatan nikah, gereja menyediakan waktu kepada pasangan suami-isteri untuk melakukan konseling dengan Pendeta. Artinya gereja memberikan kebebasan bagi setiap pasangan untuk melakukan konseling, tidak melakukan konseling pun juga tidak menjadi masalah. Dalam hal ini, gereja sepenuhnya mempercayakan kehidupan rumah tangga kepada pasangan masing-masing. Selanjutnya jika diperlukan dan waktu memberikan kesempatan maka gereja mengadakan retreat bagi pasangan suami-isteri, dalam rangka memberikan pembinaan serta sharing tentang hidup berkeluarga. Pasangan suami-isteri hanya mendapatkan pembinaan keluarga dari khotbah-khotbah, Kebaktian Rumah Tangga (KRW), dan Pemahaman Alkitab. Hal itu pun lebih menyangkut pada pemeliharaan iman masing-masing individu. Selebihnya, pasangan suami-isteri jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkan pendampingan secara berkesinambungan dari gereja.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gereja belum menjawab kebutuhan keluarga secara menyeluruh. Sedangkan keluarga dalam persekutuan dengan gereja, juga mengambil bagian dalam pengalaman peziarahan di dunia ini menuju penyingkapan dan penampakan sepenuhnya Kerajaan Allah. Oleh karenanya, harus ditekankan bahwa upaya pendampingan pastoral gereja untuk mendukung keluarga sungguh mendesak. Istilah pendampingan pastoral adalah mencakup banyak hal dan bersifat inklusif terhadap semua pekerjaan pastoral yang menekankan pada mendukung dan memelihara seorang manusia serta relasinya bersifat interpersonal.7 Gereja idealnya memberikan firman kebenaran, kebaikan, pengertian, pengharapan, dan simpati yang mendalam terhadap dinamika kehidupan berkeluarga.
2. Permasalahan Dengan melihat konteks nyata yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia di era modern ini, gereja idealnya menawarkan bantuan yang tanpa pamrih supaya keluarga-keluarga dapat semakin mendekati model keluarga yang telah dimaksudkan oleh Sang Pencipta sejak permulaan dan yang telah diperbaharui oleh Kristus dengan rahmat-Nya yang menebus. Menanggapi hal tersebut, gereja harus memberikan pendampingan pastoral secara berkesinambungan bagi setiap keluarga. Mengingat juga akan adanya tahap-tahap perkembangan keluarga karena setiap tahap perkembangan keluarga membawa tugas, tujuan, perubahan, kehilangan, kedukaan, kekuatan,
7 Rodney J. Hunter, ‘Pastoral Care and Counseling (Comparative Terminology)’ dalam Rodney J. Hunter, Dictionary of Pastoral Care and Counseling, Nashville : Abingdon Press, 1990, hal. 845.
4
kesempatan, dan tantangan yang berbeda.8 Hal-hal tersebut jika tidak diantisipasi dapat membuat sistem keluarga tidak dapat berfungsi secara normal. Interaksi, relasi, komunikasi, koordinasi, kolaborasi, dan integrasi antar anggota keluarga terganggu dan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dalam skripsi ini penyusun merumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Permasalahan apakah yang terjadi dalam setiap tahap-tahap perkembangan keluarga? 2. Tantangan-tantangan apa yang dihadapi keluarga di era modern? 3. Pendampingan pastoral yang bagaimanakah, yang dapat menjawab kebutuhan keluarga pada setiap tahap-tahap perkembangan keluarga, yang dihayati di tengah era modern?
3. Judul Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, penyusun mengajukan skripsi dengan judul :
PENDAMPINGAN PASTORAL KELUARGA DI ERA MODERN
4. Batas Permasalahan Dalam skripsinya nanti penyusun membatasi beberapa hal : 1. Pendampingan pastoral akan didasarkan pada tahap-tahap perkembangan keluarga. Yang dimaksudkan dengan tahap-tahap perkembangan keluarga adalah menyangkut perubahan diantisipasi. Dalam artian perubahan yang normal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan keluarga (developmental) pada umumnya.9 Di samping perubahan developmental tersebut, ada juga perubahan accidental. Perubahan ini merupakan perubahan kecelakaan atau perubahan yang tidak dapat diantisipasi sesuai dengan tahap perkembangan keluarga. Dalam skripsi ini, penyusun hanya membatasi pada tahap-tahap perkembangan keluarga yang menyangkut perubahan diantisipasi.
8
Totok S. Wiryasaputra, Menolong Keluarga Bermasalah, Jakarta : Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (PELKESI), 2007, hal. 25. 9 Totok S. Wiryasaputra, Menolong Keluarga Bermasalah, hal. 45.
5
2. Dalam skripsi ini, penyusun memaparkan tahap-tahap perkembangan keluarga berdasarkan pandangan Herbert Anderson karena menurut Wiryasaputra10 pentahapan Herbert Anderson adalah yang paling pendek dan pandangannya paling komprehensif, serta pandangannya cocok dengan situasi budaya Indonesia, khususnya keluarga modern, pada masa kini dan mendatang. 3. Era modern yang dimaksudkan di sini adalah era yang ditandai dengan adanya penghargaan terhadap hak Asasi Manusia (HAM), semakin meluasnya industrialisasi, adanya sistem komputerisasi, dan perekonomian yang semakin mengglobal.11 Era tersebut mengakibatkan adanya perubahan sosial yang besarbesaran. Perubahan itu menyangkut nilai-nilai dasar kehidupan manusia. Misalnya semangat keakraban atau komunal berubah menjadi semangat individualistik, kebiasaan hidup yang santai berganti dengan kehidupan yang berdasar disiplin waktu, terdapat tuntutan untuk selalu mengikuti trend, sehingga yang pada awalnya bukan kebutuhan pokok akan dipaksakan menjadi kebutuhan pokok. Pada akhirnya banyak orang akan memaksakan kemampuannya untuk memuaskan keinginannya. Dengan demikian kebebasan masing-masing individu dijunjung tinggi. Misalnya perempuan tidak lagi dipingit melainkan bebas untuk mengekspresikan diri dan meraih cita-citanya.
5. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan skripsi ini adalah 1. Menggali permasalahan apa yang terjadi pada tiap-tiap tahap perkembangan keluarga dan tantangan apa yang harus dihadapi keluarga di era modern. 2. Menggali acuan teori pendampingan pastoral keluarga. 3. Merumuskan pendampingan pastoral secara berkesinambungan bagi keluarga berdasarkan pada tahap-tahap perkembangan keluarga, yang dihayati di tengah era modern.
6. Metode Penulisan Dalam rangka mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan metode penulisan deskriptif-analitis, yakni penyusun mengumpulkan beberapa
10
Totok S. Wiryasaputra, Menolong Keluarga Bermasalah, hal. 27. Drs. M. S. Hadisubrata, M. A., Keluarga dalam Dunia Modern – Tantangan dan Pembinaannya, Cetakan ke-1, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1990, hal. 22. 11
6
data dari studi literatur tentang tahap-tahap perkembangan keluarga, tantangan yang dihadapi keluarga di tengah era modern, dan prinsip-prinsip pendampingan pastoral keluarga. Selanjutnya data-data tersebut akan dianalisis sehingga penyusun dapat merumuskan pendampingan macam apa yang dibutuhkan oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangan keluarga, yang dihayati di tengah era modern.
7. Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini penyusun menjabarkan : latar belakang permasalahan, permasalahan, judul, batasan permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA DAN TANTANGAN KELUARGA DALAM ERA MODERN Sebelum dijabarkan mengenai tahap-tahap perkembangan keluarga dan tantangan yang dihadapi keluarga di era modern. Penyusun mengawali bab ini dengan menjabarkan pengertian keluarga, hakekat hidup berkeluarga, struktur keluarga, dan fungsi keluarga. Karena sebelum mengetahui tahap-tahap perkembangan keluarga dan tantangan yang dihadapi keluarga di era modern. Perlu diketahui beberapa hal mengenai keluarga untuk mendasarinya. Tahap-tahap perkembangan keluarga yang akan dipaparkan di sini adalah tahap-tahap perkembangan keluarga menurut Herbert Anderson.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP PENDAMPINGAN PASTORAL KELUARGA Dalam bab ini penyusun akan menjabarkan kerangka teori ‘Pendampingan Pastoral’. Pendampingan pastoral yang diarahkan dan ditujukan kepada anggota keluarga secara menyeluruh. Adapun hal-hal yang termuat dalam bab ini adalah pengertian pendampingan pastoral dan pendampingan pastoral keluarga, fungsi, pedoman, perspektif, arah, dan bentuk pendampingan pastoral keluarga.
7
BAB IV
USULAN
PENDAMPINGAN
PASTORAL
SECARA
BERKESINAMBUNGAN BAGI KELUARGA BERDASARKAN TAHAPTAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA Dalam bab ini penyusun akan memaparkan usulannya mengenai pendampingan macam apa yang perlu diberikan gereja bagi keluarga dalam menghadapi setiap tahap perkembangan keluarga, yang dihayati di tengah era modern. Adapun halhal yang termuat dalam bab ini adalah teologi keluarga di era modern, usulan pendampingan pastoral secara berkesinambungan bagi keluarga berdasarkan tahap-tahap perkembangan keluarga, dan pelaku pendampingan pastoral keluarga.
BAB V
PENUTUP Dalam bab ini penyusun memberikan kesimpulan yang penyusun dapatkan dari keseluruhan isi skripsi ini. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penyusun juga memberikan usulan.
8