BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Usia subur adalah mereka yang berumur dalam kisaran 15–49 tahun baik telah menikah maupun belum menikah (Badan Pusat Statistik, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa remaja masih termasuk dalam kisaran usia subur. Dalam penelitian ini lebih mengkhususkan bahasan pada remaja. Masa remaja diartikan sebagai masa transisi dari usia kanak-kanak menuju dewasa. Pada masa ini terdapat perubahan fisik, mental dan sosial-ekonomi. Menurut World Health Organization (WHO) (1965), remaja didefinisikan bila anak telah mencapai umur 10-20 tahun (Ediastuti dan Manikam, 2010). Di Indonesia, pengertian remaja masih bervariasi. Menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 anak dianggap sudah remaja apabila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki (Narendra et al, 2008). Sedangkan pada survey kesehatan reproduksi remaja Indonesia menunjukkan bahwa remaja yang diikutsertakan di dalam responden survey meliputi penduduk yang berusia 10-24 tahun belum menikah (Badan Pusat Statistik, 2008). Hasil dari sensus penduduk Indonesia yang dilakukan tahun 2010 menunjukkan bahwa remaja Indonesia yang berumur 10-24 tahun berjumlah
1
2
40,75 juta dari seluruh penduduk (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2012). Perubahan yang terjadi selama masa remaja tidak jarang menjadikan mereka masuk dalam kelompok rentan beberapa permasalahan, terutama
narkoba,
Human
immunodeficiency
virus
infection/acquired
immunodeficiency syndrome (HIV/AIDS) dan seksualitas pranikah. Sifat remaja yang ingin mencoba sesuatu hal yang baru dan tingkat gengsi yang tinggi di kalangan merekalah yang menyebabkan tingginya angka pada tiga permasalahan di atas (Kusmiran, 2011). BKKBN dalam bukunya yang berjudul Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja (2010), menyimpulkan bahwa masalah remaja Indonesia adalah 60% remaja mengaku telah melakukan seks bebas pranikah, sekitar 70% pengguna narkoba adalah remaja, dan sekitar 50% pengidap AIDS termasuk dalam kelompok umur remaja (BKKBN Direktorat Remaja dan Hak-hak Reproduksi, 2010). Data yang didapatkan dari survey kesehatan reproduksi remaja Indonesia menunjukkan bahwa pendapat yang mendukung perilaku hubungan seksual sebelum menikah sangat rendah. Secara umum, wanita yang menyetujui dan menerima hubungan seksual sebelum menikah lebih sedikit dibandingkan dengan pria. Kemudian responden dalam survey ini yang menyatakan hubungan seksual sebelum menikah dapat diterima ditanyai alasan mereka menerima perilaku hubungan tersebut. Alasan yang paling banyak diungkapkan adalah pasangan menyukai hubungan seksual atau karena mereka saling mencintai, masing-masing memiliki persentase sebesar 83% (Badan Pusat Statistik, 2008). Pada penelitian yang dilakukan Foumane et al (2012) pada kelompok remaja wanita di SMA
3
perkotaan Cemaroon, diketahui bahwa semakin bertambah usia remaja maka semakin besar kemungkinan remaja melakukan hubungan seksual secara aktif. Permasalahan yang ada pada remaja jelas menimbulkan efek yang kurang baik ke depannya. Remaja yang sejak awal telah mengenal narkoba dan seks bebas akan memiliki resiko terkena HIV/AIDS. Selain itu dampak lain yang diakibatkan oleh perilaku seks bebas remaja adalah resiko terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan tidak diinginkan merupakan kehamilan yang terjadi karena beberapa sebab sehingga keberadaannya tidak diinginkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kehamilan tidak diinginkan ini, seperti kurangnya pengetahuan yang lengkap dan tepat tentang proses terjadinya kehamilan, akibat dari pemerkosaan, juga dikarenakan kegagalan alat kontrasepsi dan metodemetode pencegahan kehamilan lainnya. Dalam hal alat kontrasepsi remaja, di Indonesia telah mengenal beberapa alat kontrasepsi yang dapat digunakan untuk mencegah kehamilan. Hanya kondom dan pil KB yang memiliki persentase terbanyak dikenal oleh remaja Indonesia yaitu kondom sebesar 83% pada remaja perempuan dan 89% pada remaja pria, sedangkan untuk pil masing-masing untuk remaja pria dan wanita adalah sebesar 67% dan 92% (Badan Pusat Statistik, 2008). Keterbatasan remaja dalam mendapatkan informasi yang tepat tentang alat kontrasepsi menjadi terhambat karena adanya anggapan remaja belum waktunya mengetahuinya. Akhirnya tidak dapat dipungkiri hal ini menyebabkan remaja penasaran dan mencoba mencari informasi kepada pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan mendapatkan informasi yang keliru. Dari penelitian yang dilakukan Selak et al (2004) pada
4
remaja yang tinggal di Mostar, Bosnia, dan Herzegovina, diketahui bahwa mayoritas yang menjadi sumber informasi remaja dalam mengetahui tentang kontrasepsi dan kesehatan seksual adalah majalah (69%), televisi/radio (50%), di sekolah (37%), dan dari teman (36%). Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) 2007, remaja Indonesia telah banyak menyatakan menginginkan pelayanan KB yang diberikan kepada usia mereka, yaitu sebesar 82% remaja perempuan dan 78% remaja laki-laki. Namun keinginan remaja akan hal ini tetap menjadi keinginan saja, karena program KB di Indonesia diperuntukkan hanya untuk pasangan suami istri saja (BKKBN Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi, 2010). Cara yang paling efektif dalam mencegah kehamilan di kalangan remaja jelas dengan tidak melakukan hubungan seksual sama sekali atau sering disebut sebagai metode abstinensia. Melakukan abstinensia memerlukan komitmen, motivasi dan pengendalian diri. Remaja perlu memahami bahwa seks bukanlah satu-satunya cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayang kepada pasangan. Fenomena seks bebas di kalangan remaja mengalami peningkatan di beberapa kota, tidak terkecuali kota Yogyakarta. Dari studi pendahuluan telah dilakukan di PKBI DI Yogyakarta, peneliti mendapatkan angka remaja yang pernah melakukan hubungan seksual pertama kali yaitu sebesar 10% dari remaja di Yogyakarta, dimana angka tertinggi terdapat di Gunung Kidul dan Bantul. Karena alasan tempat dan akses menuju tempat penelitian perlu dipertimbangkan, sehingga peneliti memilih untuk melakukan penelitian di Bantul. Dari hasil studi pendahuluan di Kantor Kementrian Agama Kabupaten Bantul benar saja tercatat
5
dalam tahun 2013 jumlah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang masih di bawah umur (laki-laki kurang dari 19 tahun, perempuan kurang dari 16 tahun) adalah sebesar 119 pernikahan, terdiri dari 74 pernikahan menunjukkan bahwa mempelai laki-laki di bawah umur, 31 pernikahan diketahui bahwa mempelai perempuan di bawah umur dan sisanya sebanyak 14 pernikahan menunjukkan kedua mempelai di bawah umur. Peneliti melakukan pengamatan langsung ke lapangan dengan melakukan wawancara awal kepada salah satu calon responden penelitian, dan didapatkan informasi bahwa pada kelompok bermain remaja di daerahnya sudah banyak yang hubungan seksual bahkan dimulai saat mereka usia sekolah menengah pertama (SMP). Dalam penelitian Uray (2005), walau remaja di Yogyakarta memiliki persepsi yang sangat positif tentang seksualitas pranikah (74,3%) meskipun masih ditemui 17,8% menjawab setuju pada pernyataan mengenai persepsi seksualitas dari aspek biologi bahwa hubungan seks pada remaja merupakan pelampiasan kebutuhan biologis yang alamiah pada setiap insan yang sedang jatuh cinta. Dalam aspek sosial, sebagian kecil remaja (18,8%) setuju bahwa hubungan seksual sebelum menikah merupakan hak pribadi dan pilihan bebas setiap orang. Pada penelitian yang dilakukan Sri Purwatiningsih (2001) yang membahas tentang pelayanan kesehatan reproduksi terdapat angka yang cukup besar pada kebutuhan remaja tentang pelayanan berkaitan kontrasepsi (10,1%) meskipun dalam kenyataannya program KB tidak memasukkan remaja sebagai kelompok sasaran. Di Yogyakarta sendiri organisasi yang telah melakukan program berkaitan dengan pelayanan kesehatan reproduksi adalah Lensa Perkumpulan
6
Keluarga Berencana Indonesia DI. Yogyakarta (PKB DIY), namun belum mencapai seluruh remaja di Yogyakarta. Pada kedua penelitian di atas fokus masalah yang dibahas bisa saling dikaitkan satu sama lain. Penelitian yang menghubungkan pengalaman hidup dari remaja yang telah aktif melakukan aktifitas seksual dengan penggunaan kontrasepsinya masih terbatas. Penelitian yang berkaitan dengan pengetahuan kontrasepsi dan persepsi perilaku telah banyak dilakukan, namun masih menggunakan bentuk kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner sehingga bahasannya kurang mendalam. Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian dengan cara mewawancarai informan untuk mengekplorasi secara langsung, menganalisa dan mendeskripsikan fenomena remaja yang aktif secara seksual dalam penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tempat responden untuk berbagi cerita dan mengungkapkan perasaan mengenai pengalamannya saat melakukan hubungan seksual serta dalam kaitannya dengan penggunaan kontrasepsi. Dalam lingkup keperawatan penelitian ini diharapkan menjadi salah satu gambaran dari petugas kesehatan khususnya perawat dalam memahami perilaku seksual di kalangan remaja sehingga dapat memberikan pendidikan dan pelayanan mengenai kesehatan reproduksi remaja secara tepat.
B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan penjelasan pada latar belakang penelitian di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana Life Experience Usia
7
Subur yang Aktif Secara Seksual Dalam Penggunaan Kontrasepsi di Yogyakarta?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran Life Experience Usia Subur yang Aktif Secara Seksual Dalam Penggunaan Kontrasepsi di Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui gambaran pengalaman hidup usia subur khususnya remaja yang aktif secara seksual di Yogyakarta. b. Untuk mengetahui gambaran penggunaan kontrasepsi pada usia subur khususnya remaja yang aktif secara seksual di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan untuk mengetahui gambaran life experience usia subur khususnya remaja yang aktif secara seksual dalam penggunaan kontrasepsi khususnya untuk kalangan remaja sehingga selanjutnya dapat menentukan langkah-langkah dalam mengurangi angka kejadian kehamilan tidak diinginkan, infeksi menular seksual, HIV/AIDS.
8
2. Manfaat praktis a. Bagi remaja Penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan remaja agar dapat memiliki gambaran atas perilaku seksual yang baik dan yang buruk di kalangan usianya, sehingga remaja dapat memilih perilaku seksual yang baik bagi kehidupan mereka dan sesuai dengan tingkatan umur mereka. b. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan perilaku seksual aktif pada remaja dalam menggunakan kontrasepsi, sehingga dapat menjadikan bahan rujukan untuk masyarakat dalam mengawasi perilaku remaja yang berkaitan dengan perilaku seksual yang salah di kalangan remaja. c. Bagi orangtua Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan orangtua untuk mengarahkan perilaku seksual remaja kearah yang lebih baik, serta dapat memberikan informasi seksual yang tepat bagi putra-putrinya. d. Bagi peneliti Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu menambah ilmu dan pengetahuan selama proses penelitian berlangsung.
E. Keaslian Penelitian 1. Parmawati (2011). Hubungan antara kemampuan kontrol diri dengan persepsi perilaku seksual remaja di SMK N 1 Nanggulan Kulon Progo Yogyakarta.
9
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dari kemampuan kontrol diri dengan persepsi perilaku seksual remaja di SMK N 1 Nanggulan Kulon Progo Yogyakarta. Jenis penelitian adalah non-experimental, dengan analisa kuantitatif menggunakan pendekatan cross sectional. Subyek penelitiannya adalah siswa SMK N 1 Nanggulan kelas X, XI, XII dengan pemilihan sampel menggunakan metode proportionate stratified random sampling. Didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai kemampuan kontrol diri yang baik (95,65%). Sebagian besar responden (67,98%) mempunyai persepsi perilaku seksual yang baik.
Namun, antara kemampuan kontrol diri dengan persepsi
perilaku seksual remaja memiliki hubungan yang lemah. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah terdapat pada objek yang diteliti yang difokuskan pada life experience usia subur khususnya remaja yang aktif secara seksual dalam penggunaan kontrasepsi, metode penelitian yang dilakukan menggunakan kualitatif guna mengeksplorasi, menganalisa dan medeskripsikan life experience usia subur khususnya remaja yang aktif secara seksual dalam penggunaan kontrasepsi. Persamaan dengan penelitian yang diteliti adalah responden penelitian yang digunakan adalah kelompok remaja. 2. Foumane, Chiabi, Kamdem, Monebenimp, Dohbit, & Mbu (2012). Sexual Activity of Adolescent School Girls in a Urban Secondary School in Cameroon. Penelitian bertujuan untuk menggambarkan tingkat aktivitas seksual remaja putri yang masih bersekolah. Menggunakan penelitian cross-sectional dengan mebagikan kuesioner kepada 2660 responden yang memiliki umur antara 10–19 tahun. Hasil dari penelitian, sebesar 21,3% (566) responden menyatakan aktif
10
secara seksual. 64,3% diantaranya melakukan hubungan seksual pertama kali pada umur 10 dan 16 tahun. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa semakin bertambah usia remaja maka semakin besar kemungkinan remaja melakukan hubungan seksual secara aktif. Sebanyak 56,4% responden menyatakan hanya memiliki satu pasangan seksual, 43,6% lainnya memiliki sadikitnya dua pasangan seksual. Dalam hal penggunaan kondom saat intercourse, hanya 52,1% responden yang aktif seksual menyatakan menggunakan kondom, 41,5% responden menyatakan kadang menggunakan kondom, sisanya 6,4% melakukan hubungan seks tanpa pengaman. Peneliti menganjurkan untuk dilaksanakannya intervensi untuk menunda umur pertama kali melakukan hubungan seksual dan kemudahan mendapatkan kondom untuk pelajar dalam konteks ini. Perbedaan dengan penelitian yang diteliti adalah terdapat pada fokus penelitian dan rancangan penelitiannya yang bersifat kualitatif dengan tujuan untuk mengekplorasi secara langsung, menganalisa dan mendeskripsikan fenomena remaja yang aktif secara seksual dalam penggunaan kontrasepsi. Persamaan dengan penelitian yang diteliti adalah respondennya merupakan kelompok remaja yang telah aktif melakukan hubungan seksual. 3. Ott, Ghani, McKenzie, Rosenberger, & Bell (2012). Adolescent Boys‟ Experiences of First Sex. Penelitian bertujuan untuk menganalisis cerita dari remaja pria tentang hubungan seksual pertama kali dari daerah perkotaan yang memiliki angka yang cukup tinggi dalam hal early sexual dan STIs. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan mewawancarai 14 informan remaja lakilaki berumut antara 14–16 tahun. Jarak umur tersebut dipilih karena mayoritas
11
pada umur 16 tahun remaja telah melakukan hubungan seksual. Remaja diwawancarai face-to-face selama satu jam dengan format wawancara semi terstruktur. Terdapat tiga pertanyaan pokok yaitu: 1) Apa yang kamu pikirkan dan rasakan tentang hubungan (relationship) dan seks?, 2) Ceritakan tentang ketika kamu melakukan hubungan seks: apa yang terjadi? Dimana kamu melakukannya? Dan bagaimana itu bisa terjadi, 3) Apa yang kamu rasakan setelah melakukan hubungan seks?. Terdapat tiga bagian dominan saat informan bercerita. Pertama persiapan, informan menyatakan hubungan seksual “begitu saja terjadi” atau “tidak terduga”, namun ada juga yang menyatakan mempersiapkan kondom di dalam dompet mereka saat menghadiri pesta karena mereka tidak pernah tau apa yang akan terjadi saat berada dalam pesta. Kedua adalah kejadian (hubungan seks itu sendiri), informan menggambarkan secara non-verbal pasangan wanita mereka berbaring di ranjang, memberikan kondom kepada informan atau melepaskan pakaian dalam mereka dan informan. Ketiga setelah kejadian, informan menyatakan tidak banyak yang terjadi setelah hubungan seks dilakukan, hanya kembali pada aktivitas masing-masing. Kelemahan yang diungkapkan peneliti dalam penelitian ini adalah sampel yang kecil dan metode kualititif mengijinkan peneliti untuk mengeksplorasi konteks, motivasi dan persepsi secara mendalam, namun tidak dapat diterapkan pada populasi lain. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah responden penelitian adalah remaja baik pria maupun remaja wanita. Persamaan dengan penelitian yang diteliti terdapat pada bahasan yang berkaitan dengan aktifitas seksual pada remaja
12
dan rancangan penelitian yang bersifat kualitiatif dengan metode wawancara mendalam semi terstruktur. 4. Selak, Juric, Hren, & Juric (2004). What Do Young People from Mostar, Bosnia and Herzegovina Know about Contraception and Sexual Health?. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengetahuan remaja yang tinggal di Mostar, Bosnia dan Herzegovina tentang kontrasepsi dan kesehatan seksual. Peneliti menggunakan kuesioner anonim untuk sampel acak dari 120 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) (60 siswa dari SMA umum dan 60 siswa dari SMA kejuruan). Didapatkan dari pemiilihan 30 siswa laki-laki dan 30 siswa perempuan dari masing-masing SMA. Dan hasil dari penelitian ini adalah siswa perempuan lebih baik pengetahuan umum tentang materi reproduksi, pengetahuan tentang kontrasepsi dan penyakit menular seksual dibandingkan dengan laki-laki. Siswa SMA umum juga medapati angka yang lebih besar dibandingkan dengan SMA kejuruan dalam hal pengetahuan umum tentang materi reproduksi dan pengetahuan tentang kontrasepsi. Mayoritas yang menjadi sumber informasi remaja dalam mengetahui tentang kontrasepsi dan kesehatan seksual adalah dari majalah (69%), televisi/radio (50%), sekolah (37%) dan teman (36%). Alat kontrasepsi yang diketahui adalah kondom (82%) dan pil (77%), untuk alat kontrasepsi yang lain remaja mengungkapkan tidak mengetahuinya. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat diadakannya penelitian,
metode
penelitian
bersifat
kualitatif
guna
mengeksplorasi,
menganalisis dan mendeskripsikan life experience usia subur khususnya remaja yang aktif secara seksual dalam penggunaan kontrasepsi. Persamaan dengan
13
penelitian yang dilakukan adalah sama-sama meneliti pengetahuan kontrasepsi dikalangan remaja. 5. Lou & Chen (2009). Relationship among sexual knowledge, sexual attitudes and safe sex behaviour among adolescents: A structural eqution model. Penelitian ini bertujuan untuk menguji sebab akbibat dari factor yang mempengaruhi kesehatan seksual remaja di Taiwan. Yang diteliti adalah yang berkaitan dengan pengetahuan seksual, sikap terhadap seksual, dan perilaku seksual remaja. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 823 responden yang merupakan mahasiswa kedokteran, keperawatan dan menejemen tahun kelima perguruan tinggi di ibukota Taiwan. Responden dikaji menggunakan tiga alat pengukuran yaitu sexual knowledge scale, sexual attitudes scale, dan safe sex questionnaire. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa pengetahuan seksual memiliki pengaruh negative terhadap sikap terhadap seksual dan memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan perilaku seksual yang aman. Remaja yang lebih pengetahuan seksualnya mempunyai jumlah yang sedikit dalam hal sikap terhadap seksual, dan tidak menunjukkan peningkatan melakukan perilaku seksual yang aman. Dalam kesimpulannya didapat bahwa perilaku seksual yang aman sangat kuat berhubungan dengan pembelajaran remaja tentang tanggung jawab akan perilaku dan sikap mereka sendiri dan mendapatkan pengetahuan yang benar tentang pemahaman dan evaluasi terhadap seksualitas. Perbedaan dengan penelitian yang diteliti adalah terdapat pada fokus penelitian, metode penelitian dan tempat diadakannya penelitian.
14
6. Krauss, H. et al. (2012). Sexual initiation of youths in selected European countries compare with their sexual and contraceptive knowledge. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana metode pendidikan sangat bergantung pada budaya, agama, keadaan iklim dan serangkaian kejadian yang terjadi pada tempat seseorang tumbuh. Dari dara penelitian juga disebutkan bahwa penggunaan kontrasepsi secara signifikan lebih sedikit dan paling banyak digunakan adalah metode tradisional. Pendidikan seks seharusnya dapat mempersiapkan remaja pria, bertanggung jawab dan peduli secara penuh akan apa yang mereka lakukan. Penelitian ini dilakukan pada 1.111 remaja yang berumur 15-19 tahun di negara Perancis, Inggris, Ukraina, Jerman, Belarus dan Polandia. Kuesioner yang dibagikan merupakan modifikasi dari kuesioner pada penelitian M.Hubert et al. (1995) untuk mempelajari perilaku seksual warga Eropa. Kuesioner penelitian ini hanya berfokus pada perilaku seksual, penggunaan metode kontrasepsi, pengetahuan tentang perlindungan dari kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual, ditambah juga dengan data sosiodemografi. Hasil dari penelitian ini adalah hampir setengah dari remaja yang berusia 15-19 tahun di Eropa telah melakukan hubungan seks secara aktif (49,5%). Dimulainya hubungan seksual berkaitan dengan jenis kelamin, tingkat pendidikan orangtua dan tempat dimana mereka dibesarkan. Alasan yang paling banyak di kemukakan adalah karena saling mencintai, keingintahuan dan kecelakaan (sesuatu yang begitu saja terjadi). Metode kontrasepsi digunakan oleh sekitar setengah dari responden, paling banyak adalah responden dari Perancis dan paling sedikit
15
adalah responden dari Ukraina. Penggunaan kontrasepsi berhubungan dengan jenis kelamin, tempat tinggal, umur dan tingkat pendidikan orangtua. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah terletak pada tempat dilakukan penelitian dan metode yang digunakan saat meneliti. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sampel yang digunakan adalah kalangan remaja, bahasan mengenai pengetahuan remaja tentang kontrasepsi dan perilaku seksual remaja.