BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini, pelaksanaan sistem jaminan halal menjadi isu global. Mengkonsumsi makanan halal adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim. Dalam al Qur’an, disebutkan “makanlah apa apa yang ada di bumi yang halal dan thoyib untukmu, dan janganlah kamu mengikuti langkah setan, sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagimu” (al Baqarah: 168). Halal sendiri mempunyai arti diizinkan/boleh dikonsumsi atau dipergunakan oleh manusia, sedangkan thoyib mempunyai komponen makna baik, aman, sehat, bersih, bermanfaat, dan bergizi secara ilmiah (Dahlan, 2012). Halal telah menjadi isu internasional. Bahkan dalam Codex Alimentarius istilah halal telah muncul pada tahun 1997. CAC/GL 24-1997 berisi tentang panduan umum mengenai istilah "Halal". Makanan halal berarti makanan yang diijinkan dalam hukum Islam dan memenuhi persyaratan: tidak mengandung material apapun yang tidak diperbolehkan dalam hukum Islam; pada penyiapan, pemrosesan, pendistribusian dan penyimpanan tidak menggunakan fasilitas yang tidak bebas dari material non-halal sesuai hukum Islam; serta tidak bersentuhan dengan makanan lain yang non-halal (Codex Alimentarius, 1997). Pemalsuan produk makanan merupakan permasalahan yang besar dalam industri makanan, karena menyebabkan kebingungan dan kerugian bagi konsumen dan produsen makanan. Kerugian yang ditimbulkan karena pemalsuan makanan tidak hanya kerugian materi, tetapi juga kerugian spiritual, karena umat Islam
1
dilarang memakan produk makanan apapun yang mengandung daging babi. Deteksi dan
kuantifikasi
pemalsuan
sangat
penting
untuk
melindungi
kesejahteraan dan kesehatan konsumen (Rohman et al., 2011). Hak untuk memiliki makanan halal bagi Muslim harus dilindungi. Negara-negara Muslim harus memiliki peraturan mengenai makanan halal, serta harus menyertakan sebuah sistem penjaminan halal yang dilaksanakan oleh produsen makanan. Sistem ini dapat meyakinkan bahwa produsen menghasilkan produk halal secara konsisten (Apriyantono, 2012). Prinsip-prinsip sistem jaminan halal, dalam banyak kasus, pada dasarnya mirip dengan sistem yang dimaksudkan untuk menjaga kualitas dan keselamatan (quality control and quality assurance), yang membedakan hanyalah bahwa sistem jaminan halal tidak memiliki batas toleransi. Sistem halal harus mengikuti konsep tiga nol, yaitu batas nol (zero limit), cacat nol (zero defect), dan risiko nol atau zero risk (Apriyantono, 2012). Seiring dengan UU Pangan No. 18/2012 bagian ke delapan tentang jaminan produk halal yang dipersyaratkan berisi tentang Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap Pangan, Pemerintah Indonesia berkewajiban melakukan pengawasan terhadap jaminan produk halal ini. Penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi undang-undang yang dimaksud masih belum ada di Indonesia.
2
Selain itu, saat ini juga sedang dibahas RUU Jaminan Produk Halal yang salah satu butirnya menyatakan bahwa produk makanan yang bererdar di Indonesia harus mempunyai kepastian hukum terhadap Produk yang dibuktikan dengan sertifikat halal, nomor registrasi halal, dan label halal. Untuk mensukseskan UU ini (sekiranya nanti disahkan) diperlukan seperangkat metode analisis untuk mendeteksi adanya komponen non halal dalam produk makanan. Bakso merupakan produk makanan yang biasanya dibuat dari daging yang dapat berasal dari daging sapi, ayam, dan babi (Purnomo and Rahardiyan, 2008). Jenis produk bakso yang terdapat di Indonesia dapat menyebabkan kekhawatiran, khususnya pada komunitas Muslim, karena dimungkinkan adanya kandungan daging babi dalam bakso (Rohman et al., 2011). Akhir-akhir ini, seiring dengan naiknya harga daging sapi di pasaran, maka terdapat isu yang terkait dengan pencampuran daging babi ke dalam daging sapi dalam produk bakso. Tantangan analitik untuk mendeteksi hal-hal yang bersifat non-halal dalam makanan dan produk farmasi menjadi perhatian utama (Sismindari, 2012). Beberapa metode analisis yang telah diusulkan untuk analisis daging babi dan/atau lemak babi, seperti e-nose GC-MS (Nurjuliana et al., 2011), spektrofotometri FTIR (Rohman et al., 2011), ELISA (Asensio et al., 2008), PCR-elektroforesis (Che Man et al., 2007), PCR-RFLP (Ali et al., 2011), TaqMan probe RT-PCR (Koppel et al., 2011), Molecular beacon RT-PCR (Yusop et al., 2012), SYBR green RT-PCR (Farrokhi and Jafari Joozani, 2011), dan gold nanoparticle (Ali et al., 2012; Ali et al., 2011) telah digunakan. Beberapa metode tersebut memerlukan waktu dan biaya yang banyak, sehingga perlu dikembangkan
3
suatu teknik analisis yang cepat dan reliable terhadap analisis daging babi di dalam produk bakso. Menurut Rohman et al. (2011), spektrofotometri FTIR telah mendapat perhatian besar untuk digunakan dalam analisis kuantitatif minyak dan lemak. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan potensi penggunaan spektrofotometri FTIR untuk analisis lemak babi dalam kue (Syahariza et al., 2005) dan pada produk cokelat (Che Man et al., 2005). Rohman (2010) telah mengembangkan metode spektrofotometri FTIR untuk deteksi lemak babi dan lemak edible lain dalam campuran. Rohman dan Che Man (2010) telah berhasil menggunakan metode spektrofotometri FTIR yang dikombinasikan dengan partial least square (PLS) dan discriminant analysis untuk analisis lemak babi dalam campuran dengan lemak sapi, lemak ayam dan lemak kambing. Kebanyakan jenis kemometrika yang digunakan untuk analisis lemak babi bersifat kuantitatif, padahal adanya lemak babi dalam produk makanan apapun bersifat zero tolerance, sehingga jenis analisis yang penting adalah analisis pengelompokkan (klasifikasi) antara produk makanan yang mengandung dan yang tidak mengandung lemak babi dalam produk makanan. Meskipun demikian, pengelompokkan adanya lemak babi dalam campuran dengan lemak sapi yang diekstraksi dari bakso belum pernah dipublikasikan. Oleh karena itu, pada penelitian
ini
akan
dilakukan
klasifikasi/pengelompokkan
bakso
yang
mengandung lemak babi atau lemak sapi dalam formulanya. Lebih lanjut, metode yang terlebih dahulu berkembang dalam analisis campuran daging babi dalam bakso sapi adalah TaqMan probe real-time PCR, yaitu mengkombinasikan primer
4
spesifik babi dan TaqMan probe untuk penentuan 109bp pada gen sitokrom b babi (Ali et al., 2012). Maede (2006) telah sukses menggunakan metode RFLP PCR dari sekuen DNA mitokondria dan sekuen gen kromosom, dan kombinasi tersebut dapat mendeteksi DNA babi, sapi, unggas, kambing, rusa dan kuda. Penelitian juga telah dilakukan menggunakan sekuen kromosom (leptin), namun belum memberikan hasil yang spesifik hanya terhadap DNA babi (Tjondro, 2012). Pengembangan
primer
baru
pada
penggunaan
real-time
PCR
dengan
menggunakan sekuen gen leptin yang terletak pada kromosom menjadi salah satu tujuan penelitian ini. Berdasarkan paparan latar belakang sebagaimana di atas, maka dapat ditentukan: 1.
Perumusan Masalah a.
Apakah spektrofotometri FTIR dengan analisis multivariat principal component analysis (PCA) dapat mengelompokkan adanya campuran daging babi dan daging sapi dalam bakso?
b.
Apakah primer yang berasal dari leptin dan mitokondria D-Loop dapat secara spesifik mengidentifikasi adanya DNA babi dalam sediaan bakso menggunakan real-time PCR?
c. Bagaimana manfaat penerapan metode spektrofotometri FTIR yang dihubungkan dengan PCA dan real-time PCR dalam penentuan campuran daging babi dan daging sapi dalam bakso?
5
2. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis campuran daging babi dalam bakso yang pernah dilakukan
diantaranya
adalah
kajian
tentang
penggunaan
metode
spektrofotometri FTIR yang digabungkan dengan kemometrika PLS (partial least square) untuk analisis daging babi dalam formulasi bakso sapi yang disiapkan di laboratorium (Rohman et al., 2011). Model yang dikembangkan mampu menganalisis daging babi dalam bakso dengan menggunakan bilangan gelombang 1200 – 1000 cm-1. Meskipun demikian, kelompok peneliti ini belum melakukan model pengelompokkan bakso yang terbuat dari daging sapi dan daging babi dengan menggunakan analisis multivariat principal component analysis (PCA). Penelitian lainnya mengenai analisis campuran daging babi dalam bakso menggunakan metode real-time Polymerase Chain Reaction antara lain dilakukan oleh Ali et al. (2012) yang meneliti tentang analisis penambahan daging babi dalam bakso di pasaran menggunakan probe TaqMan yang mempunyai target spesifik terhadap gen sitokrom B mitokondria babi (menggunakan primer forward: TCC TGC CCT GAG GAC AAA TA, reverse: AAG CCC CCT CAG ATT CAT TC, Taqman probe, dan quencher). Terdapat pula identifikasi spesies babi dalam bakso menggunakan PCR-RFLP untuk pengujian halal menggunakan primer forward: CCA TCC AAC ATC TCA GCA TGA TGA AA dan reverse: GCC CCT CAG AAT GAT ATT TGT CCT CA (Erwanto et al., 2012). Dalam penelitian ini akan dikembangkan primer baru pada sekuen gen kromosom (leptin). Primer DNA dari sekuen gen leptin yang terletak pada
6
kromosom yang sudah ada ternyata tidak spesifik untuk babi saja pada waktu dilakukan analisis menggunakan real-time PCR. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikembangkan primer baru yang berdasarkan sekuen dari gen leptin yang spesifik hanya untuk babi saja. Selain leptin, pengembangan desain primer juga didasarkan pada sekuen gen mitokondria D-Loop.
3. Urgensi Penelitian Penelitian ini sangat penting untuk dilakukan, dalam kaitannya dengan suatu metode analisis yang mampu mendeteksi dan mengkuantifikasi adanya daging babi dalam produk makanan, terutama bakso, untuk menjamin keamanan dan kehalalannya. Dibandingkan dengan daging sapi, harga daging babi adalah setengah dari daging sapi. Kenyataan ini mendorong pedagang bakso yang tidak beretika untuk mencampur atau menggantikan daging sapi dengan daging babi. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA, Food and Drug Administration) menyatakan daging babi sebagai salah satu bahan yang aman digunakan. Meskipun demikian, produk makanan yang mengandung unsur babi dilarang penggunaannya untuk komunitas Muslim. . B. TUJUAN PENELITIAN Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode spektrofotometri FTIR dan real-time PCR untuk penentuan adanya campuran daging babi dalam daging sapi dalam bakso. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah:
7
1. Mengembangkan metode spektrofotometri FTIR yang digabungkan dengan kemometrika kalibrasi multivariat untuk penentuan adanya campuran daging babi dan daging sapi dalam bakso. 2. Mendapatkan
primer
DNA
yang
secara
spesifik
mampu
mengidentifikasi adanya daging babi dalam campuran dengan daging sapi pada sediaan bakso menggunakan real-time PCR. 3. Mendapatkan manfaat dari penerapan metode spektrofotometri FTIR yang dihubungkan dengan PCA dan metode real-time PCR dalam penentuan campuran daging babi dan daging sapi dalam bakso.
8