1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini lembaga perbankan telah menjadi lembaga yang tidak terpisahkan dari aktivitas bisnis dan perekonomian masyarakat karena peranannya yang cukup besar dalam mendukung aktivitas binis dan perekonomian masyarakat tersebut.Bank dikenal sebagai lembaga keuangan dengan kegiatan utama mengumpulkan dana dari masyarakat, baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito. Selanjutnya bank juga menyalurkan dana yang dimilikinya kepada masyarakat melalui kredit.1 Dalam operasionalnya, sumber utama pendapatan bank adalah penyaluran kredit, dimana rata-rata jumlah harta bank di banyaknegara ekonomi maju dan berkembang yang terikat dalam bentuk kredit.Tinggi rendahnya penyaluran kredit oleh bank ditentukan oleh dua hal pokok. Pertama dari sisi internal, permodalan bank masihcukup kuat dan portofolio kredit meningkat.Kedua dari sisi eksternal bank, yaitu membaiknya prospek usaha nasabah. Dalam bank Islam metode penyaluran dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana dapat dilakukan dengan cara: jual beli, pembiayaan,
1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005,
hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
2
pinjaman, investasi khusus/mudarabah muqqayyadah,
dan bagi hasil.
2
Pembiayaan adalah suatu fasilitas yang diberikan Bank Syariah kepada masyarakat
yang
membutuhkan
untuk
menggunakan
dana
yang
telah
dikumpulkan oleh Bank Syariah dari masyarakat yang surplus dana. 3 Di dalam melakukan pembiayaan kepada masyarakat ada 2 (dua) instrumen penting yang dipergunakan oleh Bank Syariah, yaitu musyarakah dan mudharabah. Mudharabah, merupakan suatu bentuk organisasi yang didalamnya seorang pengusaha menyediakan manejemen tetapi dananya dari pihak lain, berbagi keuntungan dengan penyandang dana dalam suatu perjanjian yang disepakati. Musyarakah (dari kata arabsyirkah atau syirikah) berarti kemitraan dalam suatu usaha, dan dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk kemitraan di mana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. 4 Dalam kenyantaanya jumlah pembiayaan yang semakin meningkat disertai pula dengan meningkatnya pembiayaan yang bermasalah atau pembiayaan macet atas pembiayaan yang disalurkan.Hal ini akan berbahaya bagi bank syariah karena pembiayaan macet berarti bahwa pembiayaan yang disalurkan tidak dapat ditagih oleh bank tepat waktunya, baik sebagian maupun seluruhnya.
2
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm. 65. 3 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah, CetakanKedua Edisi Revisi, UII Press, Yogyakarta, 2004, hlm. 7. 4 Latifa M. Algaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik, Prospek, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2001.hlm 69.
Universitas Sumatera Utara
3
Masalah kredit macet dalam istilah perbankan disebut dengan NonPerforming Loan (NPL). Indonesia menduduki posisi tertinggi NPL, yakni 55 %. Persentase ini adalah perbandingan antara kredit macet atau bermasalah dengan total pemberian kredit perbankan. Rasio NPL terhadap total loans tersebut di Korea Selatan 16%, Malaysia 24% dan Thailand 52%.5 Dalam upaya meminimalkan NPL tersebut, maka pemberian pembiayaan kepada konsumen atau calon nasabah atau calon debitur dilakukan melalui suatu proses analisis. Di dunia perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5C + 1S, yaitu: Character (watak), Capacity (kemampuan), Capital (modal), Collateral (jaminan), Condition of Economy (kondisi ekonomi), dan Syariah (menegaskan bahwa usaha yang akan dibiayaai benar-benar usaha yang tidak melanggar syariah).6 Bank dapat melakukan analisis permohonan pembiayaan calon debitur apabila persyaratan yang ditetapkan oleh Bank telah terpenuhi. Terhadap kelengkapan data pendukung permohonan pembiayaan, Bank juga melakukan penilaian kelengkapan dan kebenaran informasi dari calon debitur dengan cara petugas Bank melakukan wawancara dan kunjungan (on the spot) ke tempat usaha debitur.7 Pengertian pembiayaan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang 5 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2003, hlm. 48. 6 BPRS PNM Al-Ma’soem, Kebijakan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. BPRS PNM AlMa’soem. Bandung, 2004.hlm. 7. 7 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
4
Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagai berikut: Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Sebagaimana disebutkan bahwa salah satu instrumen penting yang digunakan Bank Syariah dalam melakukan pembiayaan kepada masyarakat adalah musyarakah. Musyarakah dalam hukum Islam menunjukan bahwa musyarakah adalah suatu kontrak yang lazim diikuti oleh para mitra yang setara (akad bersyarikat), artinya kedua belah pihak sepakat dengan syarat-syarat kontrak, dan salah satu pihak tidak boleh mendiktekan syarat-syarat tersebut kepada pihak yang lain. 8 Akad bersyarikat yaitu akad perkongsian di antara dua orang atau lebih dengan masing-masing menurunkan masukan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian pembagian keuntungan yang disepakati di antara mereka. 9 Dengan demikian pengikatan pembiayaan dilakukan dalam suatu perjanjian antara bank dan debitur. Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, 8
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum NeoRevivalis,Diterjemahkan oleh Arif Maftuhin, Paramadina, Jakarta, 2004. hlm. 90. 9 Amin M. Aziz, Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia, Buku 2, Bangkit, Jakarta, 1992, hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
5
pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja.10 Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi.11 Berdasarkan pengertian tersebut terdapat beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan hukum (rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Perjanjian verbintenis adalah hubungan hukum (rechsbetrekking) yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara penghubungannya, oleh karena itu perjanjian mengandung hubungan hukum antara perorangan/persoon adalah hubungan yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum. Perjanjian atau perikatan diatur dalam buku ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata memberikan definisi tentang perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” 12 Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, 10
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Abadi, Bandung, 1992, hlm.
93. 11 12
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996, hlm. 6. Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm, 52.
Universitas Sumatera Utara
6
kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.13 Pembiayaan merupakan salah satu sumber pendapatan bank, oleh karena itu bank sebagai pemberi pembiayaan atau kredit bersaing secara terbuka dalam menawarkan jasa pembiayaannya. Bank tidak hanya memberikan berbagai fasilitas dan hadiah untuk menarik dan mendapatkan nasabah, melainkan saat ini bank menggunakan berbagai strategi bersaing dalam pembiayaan. Salah satu strategi yang dilakukan adalah take over pembiayaan yaitu menarik nasabah atau debitur bank lain yang memiliki track record pembiayaan yang baik. Hal ini dilakukan dengan menawarkan beberapa keunggulan dari bank lain, seperti pelayanan yang lebih baik dan lebih menguntungkan nasabah. Bank Syariah Mandiri sebagai salah satu bank swasta di Indonesia juga menerapkan prinsip yang sama di dalam menarik calon nasabahnya yaitu melalui cara peralihan pembiayaan atau take over pembiayaan dengan membujuk calon nasabahnya yang menjadi nasabah bank lain dengan predikat lancar dalam pembayaran pembiayaan untuk menjadi nasabah dari Bank Syariah Mandiri tersebut. Pembiayaan di dalam bank syariah dilakukan dengan prinsip kerjasama melalui sistem berbagi keuntungan, sehingga nasabah tidak dibebankan bunga 13
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
7
kredit sebagaimana pada bank umum. Bagi sebagian nasabah, sistem berbagi keuntungan lebih memudahkan dalam mengembangkan usahanya, sehingga lebih menarik bagi mereka dan menjadi alasan untuk melakukan take over pembiayaan. Dengan demikian, take over pada Bank Syariah Mandiri pada umumnya terjadi karena sistem syariah yang digunakan di Bank Syariah Mandiri bagi hasilnya tetap tidak mengikuti suku bunga. Terjadinya take over ini juga lebih condong kepada aspek bisnis, yaitu persaingan mencari nasabah. Jumlah nasabah pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan pada semester kedua (bulan Juli – Desember) 2013 sebanyak 16.320, dimana sebanyak 20% (3.264 orang) merupakan nabasah take over pembiayaan. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan suatu kajian atas pelaksanaan take over pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan take over pembiayaan yang dilakukan oleh di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan ? 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya take over pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan ?
Universitas Sumatera Utara
8
3. Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan take over pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan ?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan take over pembiayaan yang dilakukan oleh di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya take over pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum dari pelaskanaan take over pembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu : 1. Secara Teoritis Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan
hukum
khususnya
bidang
keperdataan
terutama
yang
berhubungan dengan perjanjianpembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
9
2. Secara Praktis Diharapkan akan bermanfaat sebagai masukan bagi praktisi perbankan dan masyarakat terutama pengetahuan tentang hak dan kewajiban dalam suatu perjanjian perbankan.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membahas mengenai tinjauan yuridis pelaksanaan take overpembiayaan di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan. Beberapa penelitian yang mengambil topik take over adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Donna Mailova (NIM: 037005037) dengan judul Pengaturan Take Over dalam Pasar Modal. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mariana (NIM: 117011141) dengan judul Analisis Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja oleh Bank Melalui Mekanisme Take Over (Kajian Mengenai Prosedur dan Jaminan pada Beberapa Bank Swasta di Medan). 3. Penelitian yang dilakukan oleh Dame Silitonga (NIM: 087011030) dengan judul Analisis Pengalihan Hak dan Take Over Kredit atas Kredit Pemilikan
Universitas Sumatera Utara
10
Rumah (Studi pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan).
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis di bidang hukum. Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian. 14 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. 15Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi penjelasan yang sifatnya umum.16 Terdapat empat ciri kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum, yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum
14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hlm. 27. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta, 1998, hlm. 23. 16 Mukti Fajar Nurdewata et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 134. 15
Universitas Sumatera Utara
11
berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. 17 Berkaitan dengan pendapat tersebut, maka teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.18 Sehubungan dengan hal tersebut dengan meneliti tentang pelaksanaan take over pembiayaan (pemindahan utang) yang dihubungkan dengan perjanjian pembiayaan menggunakan teori hawalah dan teori kehendak. Teori hawalah adalah teori dalam hukum ekonomi Islam yang berarti memindahkan utang dari tanggungan muhil (orang yang memindahkan) kepada tanggungan muhal’alaih (orang yang berutang kepada muhil)
19
. Menurut
Suprihatin, al-Hawalah dalam perekonomian Islam memiliki dua fungsi yang bersifat simultan dalam pelaksanaanya. Pertama, untuk menjamin terpenuhinya pertanggungjawaban pada Allah Swt. Kedua, memudahkan dan melindungi hak para pihak yang melakukan hutang piutang.20 Ditinjau dari segi objek akad, terdapat dua bentuk hawalah, yaitu: 1) hawalah haq (pemindahan hak) apabila yang dipindahkan merupakan hak menurut utang, dan 2) hawalah dain (pemindahan utang), apabila yang
17
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 79. Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 141. 19 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, Fiqh Muamalah. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm. 267. 20 Suprihatin, Al-Halawah dan Relevansinya dengan Perekonomian Islam Modern. Maslahah, Vol. 2, No. 1, Maret 2011, hlm. 1. 18
Universitas Sumatera Utara
12
dipindahkan itu kewajiban untuk membayar utang. 21 Ditinjau dari sisi lain, hawalah juga terbagi dua, yaitu: 1) Pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua, yang disebut hawalah muqayyadah (pemindahan bersyarat). 2) Pemindahan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua, yang disebut hiwalah mutlaqah (pemindahan mutlak).22 Menurut M. Syafii Antonio, manfaat diadopsinya al-Hawalah sebagai produk bank adalah: a) untuk menyelesaikan utang piutang secara cepat dan simultan, b) tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan, dan c) sebagai salah satu fee based income bagi bank syariah.23 Selanjutnya menurut teori kehendak, suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan kehendak diantara para pihak, dalam teori kehendak terdapat asumsi bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban yang dibebankan terhadap para pihak yang mana dalam teori kehendak, yaitu teori penawaran dan penerimaan. Teori penerimaan dan penawaran merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak adalah teori offer and acceptance yang dapat dimaksudkan bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan tawaran (acceptance) 21
Mardani, Op.Cit., hlm. 268. Nasrun Harun, Perdagangan Saham di Bursa Efek, Tinjauan Hukum Islam, Yayasan Kalimah, Jakarta, Cetakan I, 2000, hlm. 223. 23 M. Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001, hlm. 62. 22
Universitas Sumatera Utara
13
oleh pihak lain dalam kontrak tersebut. Teori ini diakui secara umum di setiap sistem hukum, sungguhpun pengembangan dari teori ini banyak dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law.24 Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata “adalah suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
25
Selanjutnya Pasal 1338 KUH Perdata menentukan, “Semua
persetujuan yang dibuat secara sah dan sesuai dengan Undang‐Undang berlaku sebagai Undang‐Undang bagi mereka yang membuatnya.”Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan‐alasan
yang
ditentukan
oleh
undang‐undang.
Persetujuan
harus
dilaksanakan dengan itikad baik.Perjanjian adalah perbuatan hukum bersegi dua atau jamak, dimana untuk itu diperlukan syarat‐syarat seperti dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dalam hukum kontrak (perjanjian) dikenal tiga asas, yakni asas konsensualisme (the principle of consensualism), asas kekuatan mengikat kontrak (the principle of thebinding force of contract), dan asas kebebasan berkontrak (principle of freedom on contract). Ketiga asas ini saling berkaitan satu sama lain. Asas kebebasan berkontrak mengakui bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapapun juga, menentukan isi
24
HS Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 47. 25 Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm, 52.
Universitas Sumatera Utara
14
kontrak,menentukan bentuk kontrak, memilih hukum yang berlaku bagi kontrak yang bersangkutan. Asas konsensualisme berkaitan dengan lahirnya kontrak, asas kekuatan mengikatnya kontrak berkaitan dengan akibat hukum, maka asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan isi kontrak. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka orang-orang boleh membuat atau tidak membuat perjanjian. Para pihak yang telah sepakat akan membuat perjanjian, bebas menentukan apa yang apa yang boleh dan tidak boleh dicantumkan dalam suatu perjanjian. Kesepakatan yang diambil oleh para pihak mengikat mereka sebagai Undang-undang (Pasal 1338 KUH Perdata). Hubungan hukum Bank Syariah dengan nasabah penerima fasilitas pembiayaan tidaklah hanya semata-mata didasarkan pada hubungan kreditor dengan debitor sebagaimana pada bank konvensional tetapi didasarkan pada berbagai macam hubungan hukum antara Bank Syariah dengan nasabah. Akad yang mana melandasi hubungan hukum antara nasabah dengan Bank Syariah dituangkan dalam bentuk akad. 26 Akad adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban berprestasi pada salah satu pihak, dan hak bagi pihak lain atas prestasi tersebut, dengan ataupun tanpa melakukan kontraprestasi.27 Kepercayaan ini merupakan dasar darisuatu perikatan (akad), yaitu seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.Tidak hanya kepercayaan saja 26
Trisadini Prasastinah Usanti, Akad Baku pada Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah, Jurnal Perspektif Volume XVIII No. 1 Tahun 2013, Edisi Januari, hlm. 47. 27 Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2006, hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
15
melainkan terdapat suatu asas yangmenjadi dasar dari suatu perjanjian (akad) yaitu
asas
kesepakatan
para
pihak
ataukonsensualisme.Arti
dari
asas
konsensualisme dalam perjanjian (akad) pembiayaan adalah bahwa adanya kata sepakat mengenai klausul dalam akad yang telah dimengerti dan disetujui oleh para pihak sudah cukup untuk timbulnya suatu akad. Namun pada akad pembiayaan tidak hanya sepakat dalam membuat akad, tetapi dasar dalam membuat akad tersebut harus mengandung unsur kausa yang halal, artinya pemberian pembiayaan ini benar-benar diberikan atas dasar suatu yang dibenarkan oleh undang-undang dan syariah agama Islam, asas kepatutan dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Unsur-unsur pembiayaan adalah:28 a. Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan benar-benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu pembiayaan berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum sebelum pembiayaan dikucurkan harus dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan
28
BPRS PNM Al-Ma’soem, Op.Cit, hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
16
tentang kondisi pemohon pembiayaan sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap bank. b. Kesepakatan Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak bank. Kesepakatan ini dituangkan
dalam
suatu
perjanjian
dimana
masing-masing
pihak
menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak. c. Jangka Waktu Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. d. Risiko Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya.Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko disengaja, maupun risiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang diperoleh.
Universitas Sumatera Utara
17
e. Balas Jasa Dalam Bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga. Di samping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dikenal dengan bagi hasil. Bank Syariah dalam meningkatkan pembiayaan melakukan berbagai upaya sebagai salah satu cara meningkatkan kepercayaan nasabah, salah satu diantaranya melalui take over (pengalihan) pembiayaan. Dalam hal ini bank menawarkan kepada debitur yang berpotensi pada bank lain untuk mengalihkan pembiayaannya dengan menawarkan plafond dan sistem yang lebih menarik dari bank lainnya. Take over (pengalihan) pembiayaan juga dapat terjadi di bank itu sendiri, yaitu bahwa pihak bank mengalihkan pembiayaan ke debitur lain yang berminat.
2. Konsepsi Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Oleh karena itu konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati,
Universitas Sumatera Utara
18
konsep menentukan adanya hubungan empiris diantara variabel-variabel yang diteliti.29 Take over (peralihan)merupakan suatu istilah yang dipakai dalam dunia perbankan dalam hal pihak ketiga memberi pembiayaan kepada debitur yang bertujuan untuk melunasi hutang/pembiayaan debitur kepada kreditur awal dan memberikan pembiayaan baru kepada debitur sehingga kedudukan pihak ketiga ini menggantikan kedudukan kreditur awal.30 Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.31 Bank adalah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.32 Syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan oleh Allah, atau telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kaum muslimin supaya mematuhinya, supaya syariah ini diambil oleh orang Islam sebagai 29 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 21. 30 Suharnoko, Doktrin Subrogatie, Novasi, dan Cessie, Kencana, Jakarta, 2005, hlm. 1. 31 Pasal 1 butir 12 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 32 Penjelasan Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
19
penghubung dengan Allah dan dengan manusia. Jadi singkatnya, syariah itu berisi peraturan dan hukum-hukum, yang menentukan garis hidup yang harus dilalui oleh orang muslim.33 Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.34
G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.35 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis empiris yaitu suatu metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian dengan meneliti data sekunder terhadap data primer di lapangan, karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam
33
Sahruddin, Pelaksanaan Pembiayaan Proyek dengan Prinsip Musyarakah pada Perbankan Syariah di Nusa Tenggara Barat, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2006, hlm. 8. 34 Pasal 1 angka 11 UU Nomor 10 Tahun 1998tentang Perbankan 35 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 38.
Universitas Sumatera Utara
20
masyarakat. 36 Dalam penelitian ilmu hukum empiris merupakan penelitian atau pengkajian yang sistematis, terkontrol, kritis dan empiris terhadap dugaan-dugaan dan
pertanyaan-pertanyaan
mengenai
perilaku
hukum
masyarakat
yang
merupakan fakta sosial. Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif, tetapi bukan mengkaji mengenai sistem norma dalam peraturan perundangan, namun mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Penelitian ini juga sering disebut sebagai penelitian bekerjanya hukum (law in action).37
2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari narasumber.Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.38 Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan, yaitu: a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Peraturanperaturan yang berkaitan dengan perjanjian kredit.
36
Mukti Fajar Nurdewata, et.al, Op.Cit., hlm. 43. Ibid, hal. 47. 38 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 23. 37
Universitas Sumatera Utara
21
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, media informasi lainnya. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi pentunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum, dan jurnal.
3. Teknik Pengumpul Data Untuk
mendapatkan
hasil
yang
objektif
dan
dapat
dibuktikan
kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpul data dengan cara sebagai berikut: a. Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. b. Wawancara dengan narasumber, yaitu Account Officer PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
4. Analisis Data Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni
Universitas Sumatera Utara
22
berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.
Universitas Sumatera Utara