BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1.
Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan Menurut Kemenkes RI (2006), Obat adalah bahan atau paduan bahanbahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan,
penyembuhan,
pemulihan,
peningkatan,
kesehatan
dan
kontrasepsi termasuk produk biologi. Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu merupakan ruang lingkup pelayanan kefarmasian sebagai salah satu pilar yang menopang pelayanan kesehatan yang paripurna. Kebijakan
pemerintah
terhadap
peningkatan
akses
obat
diselenggarakan melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-undang sampai Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan berkaitan dengan obat. Kebijakan yang berkaitan dengan obat adalah Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Menurut Kemenkes RI (2006), Kebijakan Obat Nasional (KONAS) merupakan dokumen resmi yang berisi komitmen semua pihak untuk menetapkan tujuan dan sasaran nasional dibidang obat beserta prioritas, strategi dan peran berbagai pihak dalam penerapan komponen pokok kebijakan untuk mencapai tujuan kesehatan. Tujuan KONAS adalah menjamin: a.
Ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat essensial
b.
Keamanan, khasiat, mutu semua obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat
1
2
c.
Penggunaan obat yang rasional. Untuk mencapai tujuan KONAS ditetapkan landasan kebijakan yang
tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Peraturan Presiden RI tahun 2012 tentang SKN sebagai perubahan terhadap SKN 2004 memberikan landasan arah dan pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan bagi seluruh penyelenggara kesehatan, baik Pemerintah Pusat, Provinsi atau Kabupaten/Kota, maupun masyarakat dan dunia usaha, serta pihak lain yang terkait. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menjadi acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan evaluasi (Presiden RI, 2012). Salah satu sub sistem dalam SKN 2012 adalah Sediaan Farmasi, Alkes dan Makanan. Dalam sub sistem tersebut penekanan diberikan kepada ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan diselenggarakan guna menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu semua produk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar; menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial, perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat, dan penggunaan obat yang rasional, dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kemenkes RI, 2006). Dengan demikian KONAS merupakan bagian integral dari SKN yang mencakup pembiayaan, ketersediaan dan pemerataan, keterjangkauan obat, seleksi obat essesnsial, penggunaan obat rasional, pengawasan, penelitian dan pengembangan, pengembangan sumber daya manusia dan pemantauan serta evaluasi. Obat merupakan komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat merupakan kebutuhan masyarakat, maka persepsi masyarakat
3
tentang hasil pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke kesarana kesehatan. Obat penting dalam pelayanan kesehatan dan hampir di setiap intervensi kesehatan mengandung intervensi obat sehingga berkembang motto “no product no services” oleh United States Agency for International Development (USAID). Organisasi ini bekerja meningkatkan ketersediaan perbekalan kesehatan untuk pelanggan di seluruh dunia mengingat bahwa program kesehatan tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa dukungan penuh dari komoditas. Program terkait yang dikembangkan adalah bekerja sama dengan berbagai komoditas kesehatan dalam memfasilitasi perbaikan sistem logistik untuk keluarga berencana, kesehatan reproduksi, dan program kesehatan preventif dan kuratif lainnya (Snow J, 2015). 2.
Kewenangan Pusat dan Daerah Menurut Pemerintah RI (2014), dalam pelaksanaan KONAS dan SKN terdapat distribusi kewenangan dibidang obat antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota. Pembagian kewenangan urusan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan minuman antara lain: a. Pemerintah Pusat 1) Penyediaan obat, vaksin, alat kesehatan, dan suplemen kesehatan program nasional. 2) Pengawasan ketersediaan pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan. 3) Pembinaan dan pengawasan industri, sarana produksi dan sarana distribusi sediaan farmasi, obat tradisional, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), bahan obat, bahan baku alam yang terkait dengan kesehatan. 4) Pengawasan pre-market obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, PKRT, dan makanan minuman. 5) Pengawasan post-market obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan, PKRT, dan makanan minuman.
4
b. Daerah Provinsi 1) Penerbitan pengakuan pedagang besar farmasi (PBF) cabang dan cabang penyalur alat kesehatan (PAK) . 2) Penerbitan izin usaha kecil obat tradisional (UKOT). c. Daerah Kabupaten/ Kota 1) Penerbitan izin apotek, toko obat, toko alat kesehatan dan optikal. 2) Penerbitan izin usaha mikro obat tradisional (UMOT). 3) Penerbitan sertifikat produksi alat kesehatan kelas 1 (satu) tertentu dan PKRT kelas 1 (satu) tertentu perusahaan rumah tangga. 4) Penerbitan izin produksi makanan dan minuman pada industri rumah tangga. 5) Pengawasan post-market produk makanan minuman industri rumah tangga. 3.
Tugas dan Wewenang Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten dan kota yang dipimpin oleh seorang bupati/wali kota. Kabupaten bukanlah bawahan dari provinsi, karena itu bupati atau wali kota tidak bertanggung jawab kepada gubernur. Kabupaten maupun kota merupakan daerah otonom yang diberi wewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri (Pemerintah RI, 2014). Tugas daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat
terwujudnya
kesejahteraan
masyarakat
melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan daerah secara efisiensi dan efektivitas perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan
5
persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara (Pemerintah RI, 2014). Kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah antara lain: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. menaati seluruh ketentuan peraturan perundangundangan; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; e. menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; f. melaksanakan program strategis nasional; dan g. menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah (Pemerintah RI, 2014). Dalam era desentralisasi ini, akses dan penyediaan obat bagi masyarakat di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun keterbatasan anggaran daerah maka pemerintah pusat berkewajiban menjamin ketersediaan obat di daerah. Sumber pembiayaan obat di daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) belum mencapai standar WHO, 2 dollar per kapita. Keterbatasan anggaran obat di tingkat kabupaten juga dapat menyebabkan terbatasnya ketersediaan obat di fasilitas kesehatan (O’Meara, et al, 2011). Untuk menutupi kekurangan pembiayaan obat, diusulkan Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu dana APBN yang diberikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kebijakan obat melalui DAK ini dimulai pada tahun 2010 yang merupakan bagian dari dana perimbangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan karena pengelolaan obat yang tidak efisien akan menimbulkan dampak negatif secara medis maupun ekomoni. Pengelolaan obat merupakan salah
6
satu unsur penting dalam fungsi manajerial secara keseluruhan. Proses perencanaan obat melalui beberapa tahapan antara lain: 1) tahap perencanaan kebutuhan obat (pemilihan obat, kompilasi pemakaian obat, perhitungan kebutuhan obat meliputi metode konsumsi dan morbiditas, proyeksi kebutuhan obat, penyesuaian rencana pengadaan obat dengan metode ABCVEN), dan 2) tahap koordinasi lintas program (Depkes RI, 2007). Menurut Silvania A., dan Hakim L., (2012), pengelolaan obat di puskesmas merupakan salah satu aspek penting, karena ketidakefisienan pengelolaan obat akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional puskesmas. Bahan logistik obat merupakan salah satu tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat menentukan keberhasilan manajemen puskesmas secara keseluruhan. Tujuan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah agar dana yang tersedia digunakan sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas. Tugas dan peran pengelola obat di tingkat Kabupaten/ Kota adalah: a. Perencanaan kebutuhan obat untuk pelayanan kesehatan dasar disusun oleh tim perencanaan obat terpadu berdasarkan sistem “bottom up” b. Perhitungan rencana kebutuhan obat satu tahun anggaran disusun menggunakan pola konsumsi dan atau epidemiologi c. Mengkoordinasikan perencanaan kebutuhan obat dari beberapa sumber dana, agar jenis dan jumlah obat yang disediakan sesuai dengan kebutuhan dan tidak tumpang tindih d. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota mengajukan rencana kebutuhan obat kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota, Provinsi dan sumber lainnya e. Melakukan pelatihan petugas pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk puskesmas f. Melakukan bimbingan teknis monitoring dan evaluasi ketersediaan obat publik publik dan perbekalan kesehatan untuk puskesmas
7
g. Melaksanakan
advokasi
penyediaan
anggaran
kepada
pemerintah
kabupaten/ kota h. Dinas
Kesehatan
Kabupaten/
Kota
bertanggung
jawab
terhadap
pendistribusian obat kepada unit pelayanan kesehatan dasar i. Dinas
Kesehatan
Kabupaten/
Kota
bertanggung
jawab
terhadap
penanganan obat dan perbekalan kesehatan yang rusak dan kadaluarsa j. Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota bertanggung jawab terhadap jaminan mutu obat (Depkes RI, 2002). Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ketentuan perencanaan obat didasarkan pada : a. Formularium Nasional yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. b. Penyediaan obat berdasarkan fornas dilaksanakan melalui e-purchasing berdasarkan e-catalogue. E-purchasing adalah tata cara pembelian Barang/Jasa melalui sistem e-catalogue. E-catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah. Tujuannya adalah meningkatkan efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel (Kemenkes RI, 2014). 4.
Pelaksanaan Kebijakan obat di Kabupaten Maluku Tenggara Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara adalah salah satu instansi teknis dijajaran Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara. Tugas pokok Dinas Kesehatan yaitu melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah berdasarkan atas otonomi dan tugas pembantuan di bidang kesehatan. Dalam menjalankan tugasnya Dinas Kesehatan dibantu oleh 17 (tujuh belas) Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas Rawat Inap sebanyak 8 unit dan Puskesmas Rawat Jalan sebanyak 9 unit, jumlah Puskesmas Pembantu sebanyak 38 unit, Poskesdes sebanyak 56 unit, Posyandu sebanyak 220 unit dan 1 unit Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK). Secara organisasi Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan. Pimpinan IFK Kabupaten
8
Maluku Tenggara adalah seorang S2 Farmasi, dibantu oleh 1 (satu) orang Apoteker, 2 (dua) orang S1 Farmasi dan 2 (dua) orang tenaga non kesehatan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya IFK melakukan pengelolaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara dengan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan dan berkoordinasi dengan Seksi Pelaayanan Dasar pada bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara. Perencanaan kebutuhan obat di Kabupaten Maluku Tenggara dilakukan oleh pimpinan dan staf IFK karena belum terbentuk Tim perencaaan obat terpadu di Kabupaten Maluku Tenggara. Perencanaan obat di IFK Kabupaten Maluku Tenggara dilakukan setahun sekali menggunakan metode konsumsi berdasarkan Laporan Penggunaan dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari puskesmas. Perencanaan dilakukan dengan menyesuaikan pada pagu anggaran yang ditetapkan dan jika memungkinkan dapat ditambahkan sekitar 10% dari penggunaan obat sebelumnya. Sumber anggaran obat di Kabupaten Maluku Tenggara diperoleh dari DAK yaitu dana APBN. Dengan adanya DAK untuk memenuhi ketersediaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara, anggaran obat dalam APBD Kabupaten Maluku Tenggara dihilangkan dan mengandalkan pusat sebagai sumber pembiayaan obat. Anggaran obat bersumber DAK tiap tahun makin menurun di Kabupaten Maluku Tenggara. Kondisi ini mungkin disebabkan karena kurangnya advokasi dan negosiasi dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara kepada pengambil kebijakan. Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pengadaan obat pada tahun 2013-2015 dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Rincian Anggaran Belanja Obat Bersumber DAK 2013 Rp. 2,300,000,000
2014 Rp. 1,500,000,000
2015 Rp. 1.250,000,000
Belanja Obat Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Maluku Tenggara (Anonim, 2015).
9
Ketentuan dalam era JKN tahun 2014 menuntut proses perencanaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara juga mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional (FORNAS) yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam proses pengadaan obat tahun 2014-2015 di Kabupaten Maluku Tenggara melaksanakan metode e-purchasing melalui ecatalogue. Dalam proses perencanaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara ada ketentuan yang mengikat dalam penggunaan e-catalogue terkait dengan jenis, spesifikasi teknis dan harga barang yang sudah ditentukan oleh berbagai Penyedia Barang/Jasa Pemerintah. Kondisi ini menyebabkan pengadaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara mengalami beberapa masalah, antara lain: a. Dalam waktu yang sangat dekat dengan habisnya masa kontrak pengadaan obat lewat e-purchasing barulah distributor menyampaikan bahwa beberapa obat tidak bisa disediakan karena terbatasnya bahan baku atau kehabisan persediaan dan mereka mengelu tentang biaya distribusi ke Maluku Tenggara yang terlalu tinggi. b. Beberapa jenis obat dan bahan habis pakai tidak tersedia dalam ecatalogue sehingga pengadaannya terpisah dari e-catalogue. c. Penyesuaian jenis dan jumlah obat berdasarkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menyebabkan terjadinya perubahan antara jenis dan jumlah yang dibutuhkan dalam perencanaan dan pengadaannya. Dampak dari masalah-masalah diatas yaitu adanya kesenjangan antara perencanaan anggaran obat dengan realisasi pengadaannya sehingga berpengaruh pada ketersediaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian untuk analisis perencanaan anggaran obat dan realisasi pengadaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara pada saat sebelum, masa transisi dan setelah diberlakukan e-purchasing melalui ecatalogue.
10
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalahnya adalah ada kesenjangan antara perencanaan anggaran obat dan realisasi pengadaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2013-2015.
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis proses pengelolaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2013-2015.
2.
Tujuan Khusus a. Menganalisis proses perencanaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2013-2015. b. Menganalisis realisasi pengadaan obat di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2013-2015. c. Menganalisis tingkat efisiensi anggaran pengadaan obat dengan metode ABC.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan penjelasan ilmiah dan sebagai sumber informasi terkait perencanaan anggaran obat dan realisasi pengadaan obat publik.
2.
Manfaat Praktis a. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara, dapat sebagai acuan dalam
rangka
menyusun
kebijakan
anggaran
perencanaan
tahun
selanjutnya. b. Bagi IFK Kabupaten Maluku Tenggara, dapat memberikan masukan untuk meningkatkan mutu pengelolaan obat. c. Sebagai
bahan
acuan
untuk
penelitian
yang
akan
datang.
11
E. Keaslian Penelitian Tabel 2. Persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya Nama
Sudin R (2009)
Tujuan Penelitian
Melakukan evaluasi perencanaan dan ketersediaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Ternate pada tahun 2005, 2006, dan 2007.
Lokasi Penelitian
Instalasi Farmasi Dinkes Kota Ternate Deskriptif
Rancangan Penelitian Subjek Penelitian Pengumpulan Data
Instalasi Farmasi Kota Ternate Observasi dokumen dan wawancara mendalam
Nofriana E (2011)
Silvania A., dan Hakim L., (2012) Untuk melihat menbantu gambaran dan RSUD dr. melakukan Soedarso evaluasi dalam terhadap aspek memperbaiki perencanan, perencanaan permintaan dan kebutuhan obat penerimaan obat yang lebih serta melihat baik. kesesuaian antara perencanaan dan realisasi penerimaan obat di puskesmas rawat inap Kabupaten Sleman pada 2008-2010. RSUD dr. Puskesmas Soedarso Rawat Inap Sekabupaten Sleman Deskriptif Deskriptif Instalasi Farmasi Rumah Sakit Penelusuran dan observasi data sekunder dan wawancara mendalam
Puskemas di Kabupaten Sleman Observasi dokumen dan wawancara data retrospektif pada tahun 20102011
Peneliti (2016) Menganalisa proses perencanaan obat, hasil keluarkan perencanaan obat dari sisi pemilihan obat, jumlah dan jenis obat, harga obat dan pembiayaan obat serta realisasi pengadaan obat dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan di Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2013-2015. Dinas Kesehatan Kab. Maluku Tenggara Deskriptif Instalasi Kabupaten Maluku Tenggra Penelusuran dan observasi data sekunder dan wawancara mendalam.