BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kelompok merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri atas atau dua lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan norma-norma tertentu yang khas bagi kesatuan sosial tersebut. Menjadi sebuah keniscayaan Interaksi sosial yang dinamis sebagai balikan antara anggota kelompok menjadi bagian penting dalam kegiatan bimbingan khususnya konseling kelompok. Membentuk struktur kelompok, menggugah solidaritas, menanamkan keyakinan norma, dan internalisasi norma-norma dalam kelompok adalah aspek-aspek pencapaian yang dilakukan seorang konselor. Sehingga dapat dijelaskan bahwa dinamika kelompok merupakan analisis dari hubungan-hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip bahwa tingkah laku dalam kelompok adalah hasil interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial. Kelompok, dengan dinamikanya, memiliki struktur kompleks, yang terbangun secara sistematis, sehingga perlu pemahaman mendasar. Pembentukan pondasi pemahaman akan dinamika kelompok, menjadi dasar pemikiran utama penulisan makalah.
B. Tujuan Membangun pondasi dasar terkait aspek sejarah, pola interaksi dasar, dan isu-isu etik yang turut berkembang seiring dengan berbagai kajian “kelompok
C. Sistematika Makalah Makalah ini tersusun atas tiga bab, meliputi : Bab I berisi pendahuluan, yang membahas tentang latar belakang dan tujuan pembuatan makalah beserta sistematika makalah. Bab II berisi tentang pembahasan yang meliputi, Bab III berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi.
1
BAB II KONSEP DASAR, SEJARAH, MODEL DAN ISU ETIK KELOMPOK (Relasi Bimbingan Dengan Dinamika Kelompok)
A. Sejarah Kerja Kelompok Berbagai pendekatan penelitian dikembangkan oleh para ahli untuk memahami “kelompok” dengan segala kekomplek-annya. Para ahli begitu tertarik dengan keberdayaan kelompok, sebagai bagian penting dalam perkembangan sejarah manusia. Sejak manusia pertama tercipta dengan pasangannya (Nabi Adam dan Siti Hawa), kelompok telah lahir dan terus beregenerasi turun temurun, berkembang menjadi sebuah kekuatan peradaban.
Sebagai bagian dari
keistimewaan manusia yang memiliki kepribadian dan memerlukan interaksi social, kelompok menjadi tongak awal budaya, melalui pembentukan norma norma anggota-anggotanya. Proses pemberian bantuan adalah bentuk lain dari proses pengolahan dan pembelajaran pada manusia. Hal tersebut berguna untuk memikirkan tentang pemberian bantuan sebagaimana proses pembelajaran atau pembelajaran kembali. Kita tertolong saat kita mengikat seseorang dalam suatu proses pembelajaran yang membimbing mereka dan mencegah terjadinya masalah (bimbingan dan konseling perkembangan). Dalam konseling kelompok proses ini memiliki spesifikasi yang rentan bagi sebagaian indvidu. Aktivitas dalam kelompok ini menjadi media interaksi sosial terutama dalam membangun kompetensi : (a) memiliki dan diterima; (b) disahkan melalui proses umpan-balik; (c) bertukar pengalaman bersama dengan yang lain; dan (d) kesempatan bekerja dengan orang lain tentang tugas-tugas umum (Anderson & Carter, 1984: 115). Definisi dinamika kelompok menurut Cartwright dan Zander (1968) didapat dari penelitian mereka untuk mendeskripsikan dinamika kelompok sebagai lahan penyelidikan (inquiry) “Dedikasi untuk pengetahuan tentang sifat dasar kelompok, hukum dalam perkembangan, hubungan timbal balik dengan individu lain, hubungan dengan kelompok lain, dan institusi secara lebih luas”. Definisi singkat dinamiaka kelompok dikemukakan oleh Jacobs, Harvill dan
2
Manson (1994); dinamika kelompok adalah kekuatan yang saling mempengaruhi hubungan timbal balik kelompok dengan interaksi yang terjadi antara anggota kelompok dengan pemimpin yang diberi pengaruh kuat pada perkembangan kelompok. Jadi, dapat disimpulkan hal utama dalam kelompok adalah : 1. Kekuatan atau pengaruh dalam kelompok 2. Hal yang penting dalam proses kelompok adalah interaksi antar anggota kelompok The Association for Specialists in Group Work (ASGW, 1990) mengungkapkan secara khusus , bahwa kerja kelompok diartikan sebagai suatu praktek professional yang luas, yang mengarah kepada pemberian bantuan atau penyelesaian tugas-tugas dalam suatu adegan (setting) kelompok. Kerja kelompok telah berkembang melaui pertumbuhan sejarah yang berbeda. Di Inggris, pertengahan tahun 1800-an muncul suatu gerakan yang disebut terapi moral (moral therapy) yang menyembuhkan pasien gangguan mental melalui perlakuan di dalam adegan pedesaan untuk menghirup udara segar, melukis, serta dirawat secara manusiawi. Selama permulaan tahun 1900-an, kelompok dibentuk dan digunakan dengan penekanan pada fungsionalitas dan penataran pragmatis. Perkembangan keompok selepas tahun 1800-an menunjukkan suatu gerakan yang dinamis, dikarenakan disumbang oleh kemunculan disiplin-disiplin psikologi, sosiologi, filsafat, dan pendidikan. Jane Addams bereksperimen yang terfokus pada para imigran dan yang miskin di Hull House, Chicago. Dia mengorganisasikan indivisu-individu kepada budaya Amerika Baru atau diasingkan darinya, dengan maksud dan memberdayakan kelompok melalui keikutsertaan mereka dalam membaca, kerajinan tangan, dan aktivitas-aktivitas keompok. Focus dari Hull House terutama pada hubungan timbal-balik yang mendorong “keterarahan-diri dan kehormatan-diri individu”. Model kerja kelompok yang dirancang Addams menekankan pada “masayarakat sosial yang luas” yang di dalamnya anggota kelompok memiliki asal-usul, tujuan-tujuan, dan kebutuhan yang sama. Masih pada tahap awal tahun 1900-an, tepatnya tahun 1905 di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston. Joseph Hersey Pratt merupkan orang
3
pertama yang menggunakan kelompok yang tidak berorientasi pada kerja/tugas atau tidak mengutamakan pendidikan-psikologis (psychoeducational). Dia memulai psikoterapi kelompok untuk pasien-pasien bekas pengidap turbeculosis (TBC) yang berada dalam kondisi kronis dan depresi. Pratt merupakan orang pertama yang menulis tentang dinamika yang terjadi di dalam adegan kelompok, dan karyanya dipersiapkan sebagai suatu model pemimpin-pemimpin lain mengeksplorasi ke dalam kelompok mereka. Dia menggunakan kelompok untuk mengajar pasien cara-cara merawat diri mereka sendiri, melalui penalaranpenalaran yang ekonomis dan ramah (manusiawi). Jesse B. Davis, kepala sekolah Grand Rapids High School di Michigan, pada tahun 1907 mengarahkan kelas berbahasa Inggris setiap minggu yang dicurahkan kepada “Bimbingan Moral dan Jabatan”. Dia tidak menekankan pada dinamika dan proses kelompok, melainkan pada fungsionalitas suatu kelompok sebagai lingkungan belajar keterampilan hidup dan nilai-nilai. Awal kemajuan kerja terapeutik kelompok mengalami kelambatan dari tahun 1910-1919. Pada masa tersebut Perang Dunia I terjadi, kelompok digunakan dengan keras untuk kepentingan yang bermanfaat. Para tentara ditugaskan dalam kelompok-kelompok perang. Selama masa itu dikembangkan tes-tes psikologis kelompok, seperti Army Apha and Beta (tes inteligensi). Kelompok juga digunakan dalam suatu cara yang terbatas untuk merawat para tentara yang kelelahan bertempur. Dengan demikian, selama perang kerja tim ditekankan baik pada personil sipil maupun militer. Barulah pada tahun 1920-an-1930-an, hakikat kelompok-kelompok diteliti secara lebih terbuka. Teori utama yang muncul di dalam gerakan kelompok adalah dari J. L. Moreno. Ia menerbitkan makalah filosofis tentang metode-metode kelompok, yang ditulis di bawah nama J. M. Levy. Seperti halnya di Eropa, pandangan Moreno kemudian berpengaruh terhadap perkembangan teori dan praktek kelompok di Amerika Serikat. Karya-karya tulisnya ditekankan pada psikoanalitik dan perspektif psikologis psikodrama merumuskan “Theatre of Spontaneity”. Ide Moreno kemudian mempengaruhi para ahli lain, seperti Fritz Perls yang menemukan teknologi Gestalt; dan William Schutz yang membentuk teknik-teknik pertemuan.
4
Bimbingan dan konseling kelompok menawali babakan bentuk baru. Bentuk konseling kelompok merujuk kepada collective counseling dari Alfred Adler, yang dilaporkan dan dipergunakan awal tahun 1922. Selama tahun 1920-an banyak pula dilakukan investigasi terhadap fenomena kelompok kecil oleh para ilmuwan sosial. Allport (1924) meneliti tipe interaksi dan norma yang berlaku dalam adegan kelompok kecil, serta bagaimana individu dipengaruhi oleh kelompok. Penilaian tampilan kelompok melawan individu dilakukan oleh Gordon (1924) dan Watson (1928). Pada tahun 1930-an sejarah kerja kelompok tercatat dalam lima peristiwa penting. Pertama, peningkatan publikasi dan praktek pendidikan psikologis dan bimbingan kelompok. Kedua, J. L. Moreno melanjutkan menulis dan presentasi kreatifnya. Ia memperkenalkan istilah terapi kelompok dan psikoterapi kelompok ke dalam perbendaharaan profesi bantuan (1930: 1932). Moreno juga membentuk perlakuan kelompok yang disebut Psikodrama. Ketiga, studi lapangan dilakukan oleh para sosiolog, seperti Muzafer Sherif (1936), Theodore Newcomb dan W. F. Whyte yang masing-masing hasil karya studi selama 3,5 tahun tentang sistem sosial yang luas melalui pergerakan ke dalam daerah kumuh di Boston. Dia menemukan gang, klub, dan organisasi politik yang berdampak dramatis terhadap kehidupan individu. Keempat, selama decade tersebut pertama ditemukan tentang kelompok bantuan-diri (self-help group) di Amerika dan alkoholik tanpa nama (Alcoholics Anonymous). Terakhir, adalah fenomena pergerakan perlakuan psikoanalitik terhadap matra kelompok. Perang Dunia II dan tahun 1940-an dipandang sebagai periode awal kerja kelompok modern. Dua arahan utama di dalam perkembangan resmi dari kelompok selama masa ini, yaitu: (1) penulisan teori dan praktek dari Kurt Lewin dan Wilfred Bion; dan (2) pematapan organisasi-organisasi kelompok. Iklim kerja kelompok dikembangkan selama masa ini, yang merefleksikan reaksi perlawanan masyarakat Amerika dan Inggris terhadap keotoriteran dan kediktatoran, dalam kerangka mempertunjukkan kepedulian dan mendorong demokrasi. Dekade 1950-an ditandai oleh perbaikan yang meningkat dalam keseluruhan aspek kerja kelompok. Bales (1950) mencatat peran-peran stereotip dari banyak kelompok yang kelebihan waktu yang gawat. Pada waktu yang
5
sama,Karen Horney, Harry Stack Sullivan dan Carl Rogers mengembangkan perspektif teori yang berbeda terhadap “adegan klinis yang berbeda untuk tipe permasalahan klinis yang berbeda pula”. Selama 1950-an prosedur kelompok mulai diterapkan pada praktek konseling keluarga, yang antara lain dipelopori oleh Rudolph Dreikurs; yang pada awalnya bekerja dengan kelompok orang tua. Konsep baru tentang kelompok pun berkembang pada masa ini. Istilah kelompok perkembangan (developmental group) awalnya digunkan oleh Richard Blake dan Jane Mouton. Buku teks pertama tentang kerja kelompok diterbitkan tahun 1958, yang berjudul Counseling and Learning through Discussion oleh Helen I. Driver. Terminologi kerja dengan kelompok menjamur pada decade 1950-an. Sejumlah tipe baru kelompok yang disebut “kelompok mutu/quality groups” diimplementasikan oleh orang Jepang di bawah pengarahan ahli kelompok tugas/kerja W. Edwards Deming. Tipe-tipe kelompok ini selanjutnya mempengeruhi industry Amerika pada dekade 1980-an. Kerja kelompok, secara khusus konseling dan psikoterapi kelompok terkenal di tahun 1960-an. Para praktisi kelompok mempopulerkannya pada The New York Times yang merancang tahun 1968 sebagai tahun kelompok. Dua kelompok yang poupler dengan sebutan Marathon groups (George Bach dan Fred Stoller, 1964) dan basic encounter group atau encounter group (kelompok pertemuan) dikembangkan oleh Carl Rogers (1967) dari teoti konseling individual. Berbagai peristiwa penting dari periode ini patut pula dicatat, khususnya dalam perkembangan teori dan praktek kelompok. Para pakar teori sekaligus praktisi yang berorientasi eksistensial-humanistik, yang dikenal pada decade ini, antara lain Fritz Perls (1967); Eric Berne (1964;1966); William C. Schutz (1967); Jack Gibb (1961); George Bach (1967) dam Carl Rogers. Penelitian kelompok kerja dan pertumbuhan kelompok bantuan-diri diperhalus selama decade 1970-an dan 1980-an. Kelompok kerja/tugas menjadi lebih penting dan berpengaruh dari tahun 1970-an hingga kini. Kelompok pendidikan psikologis dimunculkan kembali selam periode penting 1980-an dan 1990-an. Etika dan standar professional untuk pemimpin kelompok diadopsi pada masa
90-an,
serta
organisasi-organisasi
pertumbuhannya dengan subur.
6
kelompok
mulai
melanjutkan
Berkaitan dengan kilasan sejarah kelompok di atas, George M. Gazda (1984) memetakan garis waktu historis tentang prosedur-prosedur kelompok, yang didukung oleh fakta yang komprehensif. Kilasan sejarah perkambangan kelompok yang terpaparkan di atas berasal dan bersumber dari belahan dunia Barat, khususnya di Indonesia, untuk meninjau perkembangan konsep dan praksis konseling kelompok, tampaknya tidak dapat dipisahkan dari garis historis perkembangan pendidikan. Rochman Natawidjaja dalam hal ini mengisyaratkan perspektif pemikiran dan praksis kependidikan yang konsisten dalam mengembangkan bimbingan pada umumnya, dan konseling kelompok pada khususnya. Menurut
Rochman
(1987),
jauh
sebelum
masyarakat
Indonesia
bersentuhan dengan budaya Amerika Serikat, Ki Hajar Dewantara telah menciptakan sistem pendidikan yang pada gilirannya diambil sebagai dasar pengembangan pendidikan nasional, termasuk konsep dasar bimbingan. Namun untuk memperoleh fakta empirik yang menggambarkan sejarah perkembangan bimbingan dalam keseluruhan adegan pendidikan, diperlukan suatu
penelitian
yang terpadu
dan
komprehensif dari kalangan
yang
mempedulikannya. Hasil dari penelitian yang dimaksud, pada gilirannya akan memperkaya khazanah pemikiran dan dapat dijadikan bahan masukan untuk memprediksi kecenderungan arah bimbingan pada masa-masa mendatang.
C. Model-model Utama Kerja Kelompok Struktur kelompok berarti suatu badan yang berupa susunan dalam sebuah kelompok yang didalamnya berlangsung interaksi diantara tiap anggota kelompok dalam hubungannya dengan kelompok itu sendiri sebagai sebuah keseluruhan. Kedua jenis bentuk itu berpengaruh terhadap bagaimana kelompok itu akan berhasil atau sesuai dan apakah setiap individu atau kelompok secara objektif akan menerima semua itu. Bentuk susunan dalam anggota kelompok adalah faktor pertama dalam menyelenggarakan aktivitas kelompok. jika setiap anggota kelompok merasakan mereka berada dalam kelompok itu berpindah dari sebuah kelompok dan mereka
7
adalah pusatnya maka mereka akan melakukan sesuatu setelah adanya suatu penyesuaian. Jaringan komunikasi serta interaksi yang berkembang dalam sebuah kelompok menentukan terhdap berjalannya dan tercapainya suatu maksud dan tujuan dari kelompok tersebut. Komunikasi antara seorang pemimpin sebagai pengambil keputusan serta hubungan yang efektif diantara anggota kelompok yang lainnya juga antara seorang pemimpin dengan anggotanya merupaka aspek yang dapat menjadi hambatan atau berlangsungnya distribusi informasi yang semakin baik sehingga tujuan akan tercapai secara efektif dan efisien. sistem jaringan komunikasi itu berlangsung secara keseluruhan membentuk jaringan lingkaran yang berhubungan antara anggota satu sama lainnya dimana setiap orang menempati peran dan posisinya masing-masing. Jaringan lingkaran ini memberikan kepada setiap orang untuk bertindak secara demokratis dan menunjukkan serta membentuk tim kerja kelompok yang solid dan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota kelompok untuk berperan dan bergerak bersama-sama. Dalam hal ini dituntut seorang pemimpin yang aktif dan secara langsung berhubungan komunikasi yang baik antara anggota kelompok yang lainnya. Leavitt (1951) menunjukkan sebuah penelitian dan ternyata kelompok itu terdiri dari 3 bentuk Susunan kelompok, yaitu : 1. Rantai Jaringan komunikasi yang berlangsung dalam sebuah kelompok ini berbentuk sebuah rantai dimana orang-orang diposisikan atau ditempatkan sepanjang garis-garis yang merupakan dan tersusun menurut tingkatan peran mereka dalam sebuah kelompok. komunikasi berjalan dan berlangsung melalui satu orang keorang lainnya arah jaringannya menurut bentuk rantai. Salah satu kelemahan dari bentuk rantai ini adalah ketidaksalancaran dalam hubungan komunkasi dengan anggota yang lainnya sehingga menimbulkan kesalahpahaman dinatara anggotanya yaitu jika dilihat dalam gambar terlihat adanya komunikasi yang terputus pada salah satu anggota kelompok itu.
2. Roda
8
Cara yang lain dalam susunan kelompok adalah bentuk roda, dalam hal ini terdapat satu pembicara atau agen utama yaitu seorang pemimpin, dimana semua pesan dari anggota kelompok itu akan ditampung oleh pemimpin tersebut. Anggota kelompok itu berinteraksi langsung dengan seorang pemimpin sedangkan hubungan antara anggota peserta kelompok dengan dengan kelompok yang lainnya tidak berlangsung. Sehingga tidak terjalinnya komunisai itu mengakkibatkan terputusnya komunikasi antara anggota kelompok yang lainnya dan tak jarang menimbulkan kesalahpaman diantara elemen-elemen kelompok itu.
3. Bentuk Y bentuk kelompok menurut penelitian Leavitt adalah berbentuk y. Bentuk ini adalah gabungan antara bentuk roda dan bentuk rantai. Dalam bentuk ini cenderung melibatkan seorang pemimpin. Bentuk ini terdapat hanya 2 bagian yang berperan dan berhubungan langsung menyampaikan informasi kepada pemimpin itu. Seperti dalam bentuk rantai ternyata Y juga memiliki hambatan komunikasi dalam hal hubungannnya dengan anggota kelompok lainnya dimana mereka mengharapkan terjalalinnya hubungan komunikasi langsung dan komunikasi diantara anggota kelompok lainnya sehingga dalam bentuk ini informasi tidak secara sama diterima dan disebartkan. Dalam banyak kelompok-kelompok terdapat hal yang berguna dari struktur yang telah terbentuk itu akan menyesuaikan dengan berbagai macam jenis yang mereka pergunakan. Seperti dalam psikologi pendidikan atau bimbingan kelompok anggota memungkinkan disusun dalam struktur yang lainnya dimana mereka ditempatkan dalam garis dan panah. Jika psikoterapi kelompok berjalan sebagaimana mestinya dan berlangsung secara efektif maka setiap anggota kelompok dapat dengan mudah berinteraksi dengan satu sama lain secara langsung. Dinamika yang positif terjadi jika beberapa kelompok akan menyalurkan dan melibatkan lebih banyak peran tingkatan sehingga dapat bergerak secara merata dalam hierarki tersebut dan pergerakannya menurut arah lingkaran
sehingga
informasi
dapat
tersalurkan
dengan
efesien
dan
efektifTerdapat empat model dasar kelompok, yang mana memiliki perbedaan
9
dari segi arah dan kinerja kerja. Empat model ini didasarkan kepada Glading (1995). 1. Dari perspektif ini, suatu kelompok dipandang sebagai perangkat organisme tunggal yang umumnya disebut anggota, yang lebih satu periode waktu atau periode-penyelaan ganda, bertalian tatap muka satu sama lain, memproses materi-energi dan informasi. Dalam model sistematik ini, anggota kelompok yang selalu menentukan antara kebutuhan-kebutuhan untuk membedakan mereka sendiri dan memadukan dengan yang lain. Dalam cara ini, mereka mirip satu keluarga. Dari perspektif sistem, pimpinan kelompok harus mengubah upaya-upaya mereka dalam anggota bantuan dan kelompok sebagai suatu keseluruhan yang mencapai keseimbangan dari kebutuhan-kebutuhannya. Pimpinan, dengan demikian sebagai pengembang kelompok. Kepercayaan utama dari model sistem umum adalah kesehatan kelompok itu sendiri. Kelompok mungkin bekerja di dalam suatu cara yang fungsional atau disfungsional bergantung pada banyak factor, antara lain pertalian antar pribadi, kesehatan mental individu yang terlibat, dan keterampilan pemimpin kelompok. 2. Memfokuskan pada tujuan kelompok, malahan pada dinamika-dinamika mereka sebagaimana dalam teori sistem umum di atas. Tiga kelompok kontak utama yang dijelaskan dalam model ini, yaitu: bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan psikoterapi kelompok. Di dalam beberapa kasus, sulit membedakan ketiga kelompok tersebut. Menurut Ohlsen (1977) letak perbedaan antara konseling kelompok dengan psikoterapi kelompok adalah lebih pada hasil dari keterlibatan orang, alihalih pada proses itu sendiri. Perbedaan antara ketiga kelompok tersebut menurut Mahler (1971) terletak pada: (1) pembatasan awal tujuan kelompok; (2) ukuran kelompok; (3) pengelolaan isi; (4) lamanya kehidupan kelompok; (5) tanggung jawab pemimpin; (6) kepelikan masalah; (7) kompetensi pemimpin. Gazda (1984: 1989) dan Rochman Natawidjaja (1987) mengukur perbedaan dan persamaan ketiga tipe kelompok yang dimaksud dalam
10
suatu cara yang kontinum. Dalam hal ini tampak tujuan-tujuan yang tumpang tindih, kompetensi professional dan kekhasan masing-masing, seperti tergambar sebagai berikut.
Pencegahan
dan Pencegahan-kemudahan
Penyembuhan
kemudahan Pertumbuhan
dan penyembuhan
Bimbingan kelompok
Koseling kelompok
Psikoterapi kelompok
Kelompok latihan
Kelompok-latihan
Kelompok latihan
keterampilan hidup
Kelompok
(keterampilan sosial)
kepekaan
latihan Keterampilan hidup (keterampilan sosial)
Kelompok perkembangan organisasional Kelomok pertemuan Kelompok
berstruktur
(termasuk
latihan
keterampilan hidup)
Gambar 1.1 hubungan antara Proses-proses Kelompok Sumber: Diramu dari George M. Gazda (1984: 1989); Rochman Natawidjaja (1987); dan Samuel T. Gladding (1995).
3. TRAC (tasking/penugasan; relating/pertalian; acquiring/perolehan; dan contacting/hubungan kontak). Tiap-tiap tulisan tersebut menampilkan suatu area di dalam gambaran total kerja kelompok, yang dipetakan dalam gambar2.1 berikut.
11
Gambar 2.1. Peta Proses dan Manajemen Kelompok TRAC Sumber: Samuel T. Gladding (1995: 18)
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa kelompok penugasan difokuskan pada pencapian tugas; sementara dalam kelompok pertalian tujuan dicapai untuk meningkatkan pilihan-pilihan bagi pergerakan ke dalam kehidupan tiap pribadi; sedangkan kelompok perolehan diarahkan kepada hasil belajar anggota yang dapat diterapkan kepada yang lain. Akhirnya kelompok hubungan-kontak difokuskan pada pertumbuhan individual para anggota. 4. Model kelompok standar/spesial kelompok dibatasi menurut tujuan, fokus, dan kompetensi yang dibutuhkan mereka. ASGW (1990) mengembangkan standar untuk setiap kelompok ke dalam empat tipe, yaitu: a. Bimbingan/pendidikan psikologis; b. Konseling/pemecahan masalah antar pribadi; c. Psikoterapi/rekonstruksi kepribadian; dan d. Tugas/kerja.
12
Keempat
kelompok
standar
tersebut
memerlukan
keterampilan-
keterampilan ini yang mirip, seperti keterampilan bekerja untuk membangun kekompakan dan memecahkan konflik; serta keterampilan khusus untuk kepentingan yang khusus pula, seperti pengetahuan menggemakan pengajaran, dan teknik-teknik praktis dalam kelompok pendidikan psikologis.
D. Persoalan Etik dan Legal Kerja Kelompok Konselor sebagai pemimpin kerja kelompok selalu dituntut untuk membuat keputusan yang tepat dan bijaksana, yang menunjukkan kinerja profesionalnya. Setiap keputusan yang dihasilkannya didasarkan atas pedoman etik organisasi profesional yang telah disepakati, baik pada tingkat lokal (daerah) maupun tingkat nasional. Para praktisi kerja kelompok terkadang dibingungkan disaat harus mengambil keputusan; apakah berlandaskan pedoman etik, standar-standar legal, atau keduanya. Etik dan hukum tidaklah satu dan sama. Namun para konselor di dalam
pembuatan
keputusan
yang
terbaik
dan
bijaksana,
seyogianya
menggunakan pelbagai informasi dan sumber yagn terandalkan Informasi yang sekadarnya tidaklah cukup. Pengetahuan tentang etik itu sendiri bukanlah jaminan berperilaku etik sebagaimana mestinya. Pimpinan atau konselor dan anggota kelompok harus selalu mempraktekkan apa yang mereka pelajari. Hanya dengan praktek, keterampilan bernalar mereka yang bekerja dalam kelompok menjadi tajam serta melandasi perilaku dengan segala konsekuensinya. Oleh karena itu, pengambilan keputusan etik dan legal adalah suatu aktivitas dinamis yang membutuhkan perhatian hati-hati, bila konselor kelompok ingin tetap bertahan dan bertindak searah dengan minat para anggota kelompok. Hal tersebut menjadi tanggung jawab setiap pimpinan kelompok untuk berusaha berpikir secara etik dan bertindak secara pprofesional. Kerja kelompok merupakan merupakan suatu proses yang kompleks, sehingga mereka yang terlibat di dalamnya harus mempertimbangkan pelbagai segi. Oleh karena itu, pada bagian berikut dikupas tentang hakikat dan persoalan etis serta peraturan-peraturan legal yang berpengaruh terhadap bidang kerja kelompok.
13
E. Hakikat dan Persoalan Etis Kerja Kelompok Dalam kerja kelompok, etis didefinisikan sebgai aturan-aturan tingkah laku berdasarkan atas seperangkat nilai-nilai professional. Berperilaku etis adalah bertindak di dalam suatu cara yang diterima secara professional berdasarkan atas nilai-nilai. Perlakuan etis, dengan demikian merupakan penarikan kesimpulan yang benar dan tepat berdasarkan atas nilai-nilai. Adapun persoalan pokok (issues) yang berkaitan dengan kode etik professional dan seyogianya diperhatikan dalam penyelenggaraan kerja kelompok, yaitu mencakup: (1) Latihan pimpinan kelompok; (2) Penyaringan anggota kelompok; (3) Hak anggota kelompok; (4) Kerahasiaan; (5) Hubungan pribadi antara anggota dengan pimpinan kelompok; (6) Hubungan rangkap; (7) Hubungan pribadi antar anggota; (8) Penggunaan teknik-teknik kelompok; (9) Nilai-nilai pimpinan; (10) Rujukan; dan (11) Pengakhiran dan tindak lanjut. 1. Latihan Pimpinan Kelompok Ciri-ciri atau karakteristik pimpinan kelompok merupakan hal yang vital dalam kerja kelompok. Ciri-ciri yang dimaksudkan mencakup kualitas kesadaran diri, ketulusan, kemampuan untuk membentuk kehangatan, memelihara hubungan, kepekaan dan pemahaman, kepercayaan-diri, rasa humor, fleksibilitas perilaku dan kemauan untuk menilai-diri. Tanpa ciriciri tersebut, para pimpinan kelompok atau konselor berpotensi untuk tidak efektif dan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan antar pribadi. 2. Penyaringan Anggota Kelompok Potensial Penyaringan anggota kelompok potensial merupakan persoalan pokok yang kedua di dalam kerja kelompok. Proses ini lebih sulit daripada yang diduga, dan menjadi peristiwa yang lebih kompleks manakala kelompok terdiri dari anggota tidak sukarela (nonvolunteers). 3. Hak-hak Anggota Kelompok Anggota kelompok memiliki hak yang harus dihormati dan dilindungi , apabila kelompok ingin berlangsung baik. Hak-hak yang dimaksud seimbang dengan hak-hak pengguna layanan professional. 4. Kerahasiaan
14
Kerahasiaan adalah hak anggota kelompok. Setiap anggota berhak untuk menyatakan
pemikiran-pemikiran
pribadi,
perasaan-perasaan,
dan
menginformasikan kepada pimpinan dan anggota kelompok yang lain serta mengharapkan, bahwa tiada jalan bagi yang bukan anggota kelompok untuk mempelajari hal-hal tersebut. Apabila anggota kelompok tidak sanggup memelihara rahasia, maka kehancuran proses kelompok yang akan terjadi. Landasan pemeliharaan rahasia adalah materi kepercayaan. Kelompok yang berkeinginan produktif, mensyaratkan anggotanya saling percaya satu sama lain. 5. Hubungan pribadi antara anggota dengan pimpinan kelompok Ragam dan jenis hubungan anggota kelompok dengan pimpinan akan bervariasi dari kelompok satu ke kelompok lainnya. Dalam kelompok tugas/kerja, kontak kebetulan antara anggota dengan pemimpin kelompok biasanya tidak dapat dihindari dan mungkin produktif. Bagaimanapun dalam kelompok terapeutik, setiap kontak adalah mungkin menjadi tidak pantas dan dapat destruktif untuk keterlibatan pribadi sebagaimana keterlibatan kelompok secara keseluruhan. Hal ini adalah lebih mungkin, bahwa hubungan antara anggota dengan pemimmpin kelompok akan mengganggu terhadap kelompok sebagai keseluruhan, jika mereka tidak menangani secara hati-hati. 6. Hubungan pribadi antar anggota kelompok Jika kontak antar anggita di luar kelompok mengahsilkan bagian kelompok dan menjadi gangguan, maka pimpinan kelompok hendaknya menangani hal itu. Secara keseluruhan, fokus fokus dari kelompok harus menjadi hubungan yang terbuka ke dalam adegan kelompok. Hal ini merupakan harga dan saling mempengaruhi yang halus antara anggota kelompok dengan lingkungan kelompok, dan saat tiap anggota membentuk dan merespons terhadap kehidupan sosial mereka. Interaksi yang lebih spontan, lebih bervariasi akan menjadi lingkungan dan meningkatkan kemungkinan
bahwa
persoalan
bersinggungan. 7. Penggunaan teknik-teknik kelompok
15
seluruh
anggota
akan
menjadi
Tekni-teknik atau latihan cara-cara yang terstruktur menggerakan para anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Mereka dapat memiliki suatu kekuatan yang berpengaruh terhadap anggota kelompok dan terhadap perubahan serta kerja sama mereka. Mereka juga dapat mencegah pasangsurut alamiah dari kelompok dan mungkin diragukan secara etis. Terdapat teknik-teknik khusus untuk situasi dan tahapan yang berbeda dalam suatu kelompok. Corey (1990) mengakui bahwa latihan terstruktur adalah baik ketika mereka difokuskan pada pencapaian tujuan-tujuan kelompok dan atau anggota kelompok. Pimpinan kelompok berhadapan dengan persoalan etis ketika dirinya kekurangan keterampilan atau kepekaan untuk menggunakan latihan sebagaimana mestinya. 8. Nilai-nilai pimpinan Pemimpin atau konselor kelompok memiliki nilai-nilai yang baik dn buruk, yang mempengaruhi tujuan, metode, dan puncak keberhasilan kerja dan
konseling
kelompok.
Pemimpin
yang
berusaha
untuk
menyembunyikan nilai-nilainya dalam situasi tertentu mungkin secara nyata melakukan kesalahan alih-alih kebaikan. Bagaimanapun pemimpin harus hati-hati tidak memaksakan nilai-nilainya pada anggota kelompok. 9. Rujukan Proses membuat rujukan meliputi pengukuran nilai-nilai yang sewajarnya dan keterbatasan pimpinan kelompok. Tahapan dalam proses rujukan mencaup: (1) pengidentifikasian kebutuhan untuk merujuk; (2) penilaian sumber rujukan yang potensial; (3) mempersiapkan klien untuk rujukan; dan (4) mengkoordinasikan pengalihan. 10. Pengakhiran dan tindak lanjut Pengakhiran dan tindak lanjut menjadi persoalan pokok etis dikarenakan kesalahan
kelalaian
daripada
kesalahan
kepanitiaan.
Kelompok
membutuhkan tindakan berbentuk pembukaan sebelum pengakhiran. Persoalan pokoknua berkaitan dengan kelekatan dan pelepasan yang terutama pada saat pengakhiran. Dalam hal ini, pimpinan kelompok hendaknya menginformasikan kepada anggota tentang tahapan-tahapan yang bakal ditempuh di antara sesi-sesi konsultasi bersama; kapan mulai
16
aktivitas dan kapan berakhir suatu kelompok. Di antara tahapan atau sesisesi yang dimaksud, diinformasikan pula kemajuan serta dampak yang diperoleh dari kerja kelompok berikut kelanjutannya. Di samping itu, tindak lanjut setelah pengakhiran juga menguntungkan konselor serta membantu menilai keefektifan apa yang dilakukan di dalam dan mengembangkan gaya kepemimpinan kelompok. Boleh jadi, sebagian besar materi penilaian yang lebih bermakna dapat menguntungkan konselor selama 30 hari atau lebih setelah kelompok berakhir. Pada waktu itu para anggota kelompok lebih mandiri dari pimpinan dan mungkin dapat menjadi lebih jujur. Kode Etik lahir karena Latar belakang, diantaranya adalah : 1. Bahwa seorang konselor akan berinteraksi dengan klien. 2. Konselor sebagai pribadi yang membantu kilen . 3. Konselor sebagai professional (keterampilan, kode etik, kondensasi). Kode etik adalah Pola aturan, tata cara, pedoman etis dan berperilaku. Dalam kata lain Represents the professional values of a profession into standards of conduct for the membership (Gibson & Mitchael, 1995). ada Asas etis (Chung, 1981) yang memberikan sebuah gambaran seperti apa Kode Etik itu, yaitu: 1. Menghargai hakikat kamusiaan (Respect for the dignity of persons). 2. Responsible caring (adanya tanggung jawab). 3. Integrity in relationships.responsibility to society. Adapun kegunaan atau Fungsi kode etik menurut Blocher (1986) adalah : 1. Melindungi profesi dari campur tangan pemerintah (protect a profession from government interference). 2. Menjaga ketidaksesuaian profesi ( prevent internal disagreement within a profession). 3. Menjaga konselor dari masalah malpraktik ( protect practitioners in cases of alleged malpraktic). Sedangkan jika kita tinjau kembali kekuatan dan eksistensi suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Masyarakat percaya bahwa layanan yang diperlukan hanya dapat diperoleh dari orang yang dipersepsikannya sebagai orang yang berkompeten untuk memberi layanan.
17
Kode Etik suatu profesi muncul sebagai Self Regulation dari profesi itu, hal ini harus dikembangkan secara fair karena hal ini merupakan sebuah aturan yang
melindungi
praktisi
(konselor)dan
pengguna(konseli).
Kode
Etik
menyiapkan sebuah acuan atau pedoman bagi konselor berkenaan dengan parameter atau tolok ukur etik profesi dilingkungan masyarakat. Hal yang mendasar diperhatikan adalah nilai-nilai antara konselor dan konseli dalam proses konseling yang mempengaruhi satu sama lain dan jangan sampai terlalu mendominasi dalam proses pemberian layanan yang nantinya memberikan beberapa batasan dalam hal nilai, masalah kepercayaan, budaya , pribadi, sosial, dan lain sebagainya. Hal ini memberikan sebuah pemikiran bahwa seorang konselor haruslah dapat mampu melihat kelebihan yang ada didalam dirinya dan juga sadar akan segala kekurangannya, dalam hal ini harus seimbang tapi jangan terlalu optimis atau terlalu pesimis terhadap kemampuan yang dimiliki. Konselor harus bersifat terbuka dan menerima segala yang ada pada dirinya. Untuk mendorong dan mengimplementasikan pedoman etis dalam kerja kelompok dapat ditempuh melalui dua tahapan, yaitu pelatihan dan praktik. Kedua tahapan tersebut merupakan peluang atau kesempatan yang disediakan dalam adegan pendidikan, yang berupaya mempersiapkan para pimpinan kelompok yang menguasai pengetahuan dan menghayati etik profesionalnya. Pelatihan tentang persoalan-persoalan pokok etis bagi para pimpinan kelompok merupakan suatu proses multidimensional. Dikatakan sebagai multidimensional, karena proses pelatihan berlangsung melalui beberapa tahapan sebagai berikut. Tahap pertama, para pimpinan kelompok harus mengenal akrab kode etik dan peratutan-peraturan. Tahap kedua, mereka harus menjadi akrab dengan etika dan nilai-nilai yang mereka miliki. Tahap ketiga, mereka harus menguasai praktik kemelut-kemelut dan pembuatan keputusan etis. Tahap terakhir, mereka seyogianya menyadari akan perkembangan pembuatan keputusan etis yang membutuhkan jam terbang lebih banyak sebagai praktikan. Ada beberapa faktor yang sering menjadi kumpulan gagasan sebagi variabel kelompok yang positif, diantaranya: komitmen anggota, kesiapan anggota untuk menerima pengalaman kelompok, keatraktifan anggota dalam kelompok,
18
hal yang menjadi bagian perasaan, penerimaan dan keamanan serta komunikasi yang bersih. Misalnya, jika anggota kelompok mengatakan “kedudukan saya”, maka setiap orang dalam kelompok harus dapat merespon dengan baik dan mengatakan apa yang seharusnya. Kekuatan yang positif diantara kelompok adalah ketika kepercayaan digunakan untuk memimpin kelompok agar kooperatif dan altruistik (McClure, 1990). Yalom (1985), mengemukakan bahwa untuk konseling dan psikoterapi kelompok, harus memperhatikan faktor terapeutik, diantaranya: 1. Instillation of Hope. Yaitu pernyataan tentang treatment keinginan. 2. Universality. Yaitu apa- apa yang terlihat unik dan sering kali identik dengan pengalaman kelompok satu sama lain. 3. Imparting of Information. Yaitu instruksi tentang kesehatan mental, sakit mental, dan bagaimana mengemukakan permasalahan hidup melalui diskusi kelompok. 4. Altruism. Yaitu sharing pengalaman dan berfikir satu sama lain, menolong yang lainnya dengan memberi keyakinan serta melakukan pekerjaan dengan baik untuk kepentingan umum. 5. Corrective Recapitulation of the Primary Family Group (rekapitulasi perbaikan kesalahan dari kelomp[ok keluarga dasar. Yaitu meringankan konflik keluarga, memeriksanya dan memecahkannya. 6. Development of Socializing Techniques (perkembangan teknik sosialisasi). Yaitu pembelajaran berbasic keterampilan sosial. 7. Imitative Behavior. Yaitu model tindakan positif diantara anggota kelompok. 8. Interpersonal Learning. Yaitu tambahan wawasan dan kumpulan pekerjaan melalui pengalaman yang telah lalu. 9. Group Cohesiveness. Yaitu hubungan terapeutik yang pantas diantara anggota kelompok, anggota kelompok dengan pemimpin dan kelompok seluruhnya. 10. Catharsis. Yaitu pengalaman dan ekspresi perasaan.
19
11. Existensial Factor. Yaitu menerima tanggung jawab untuk kehidupan dalam basic mengisolasi dari yang lainnya, pengenalan kembali masingmasing mortalitas dan perubahan eksistensi.
Dalam upaya mempersiapan dan mengembangkan para konselor kerja kelompo yang memiliki kesadaran akan kode etik profesional, tampaknya diperlukan kerja sama yang terpadu antara pengambil kebijakan, lembaga pendidikan dan dengan organisasi profesi bimbingan dan konseling. Kerja sama demikian sangat mendesak dan penting untuk diselenggarakan, mengingat kecenderungan ke depan memperhadapkan konselor pada tantangan profesional dalam setiap dimensi pelayanannya.
20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Kelompok merupakan bagian atau kumpulan yang terdiri orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama. Kelompok diartikan atau dasumsikan sebagai sebuah keluarga yang didalamnya terdapat peran dan karakteristik yang berbedabeda. Adanya perbedaan itu menimbulkan sebuah dinamika yang terjadi didalamnya dan membentuk sebuah kontribusi yang positif dan negatif terhadap keberlangsungan kelompok itu maka peran dan komitmen dari para anggotanya dapat menyebabkan terjadinya suatu hubungan yang baik berupa keberhasilan kelompok dimana tujuannya tercapai atau bisa jadi mengakibatkan terpecahnya sebuah kelompok yang akhirnya dapat menyebabkan konflik dan pencapaian kebutuhan tidak akan tercapai secara efektif Adanya kelompok sering digunakan dalam implementasi dari salah satu layanan bimbingan kelompok yaitu psikoterapi untuk menyelesaikan masalah individu. Dimana tekniknya melibatkan semua anggota kelompok dan semua anggota kelompok dapat menyelesaikan permasalahan tersebut berdasarkan karakteristik serta masalah yang dialaminya.
B. Rekomendasi Kontribusi yang positif didasarkan pada keberadaan adanya dinamika kelompok adalah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang melibatkan individu-individu dalam lingkungan sosial yaitu melalui adanya layanan bimbingan kelompok peserta-peserta dalam kelompok merupakan subjek utama yang berperan dalam proses pemecahan masalah. Orang-orang yang bekrja dalam kelompok akan memiliki rasa solidaritas dan akan mengerti mengenai kebutuhankebutuhan para anggotanya masing-masing dalam perannya (fungsinya) pada kelompok itu. Saling pengertian dan saling merasakan keperluan-keperluan anggota lainnya menjadi syarat penting agara terjalin kerjasama yang produktif antara para anggota . Cara berpikir
21
Tindakan Kebiasaan Penampilan Keberhasilan Nilai dan Keyakinan Norma Interaksi & komunikasi
22