BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul Sistem patriarki menempatkan perempuan berada di bawah sub-ordinasi laki-laki. Sistem patriarki hidup dalam realita sehari-hari, baik kelas bawah, di rumah, di tempat kerja, dan dalam komunitas yang lebih luas seperti negara. Wujud sub-ordinasi mengandung unsur-unsur yang merendahkan perempuan, seperti kurang dihargai, diskriminasi, pemerasan, penindasan, pemerkosaan, pelecehan dan eksploitasi1 Latar budaya patriarki dan ideologi gender berpengaruh pula terhadap produk perundang-undangan. Misalnya pasal 31 ayat (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa “Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga”, hal ini menimbulkan pandangan dalam masyarakat seolah-olah kekuasaan laki-laki sebagai suami sangat besar sehingga dapat memaksakan semua kehendaknya termasuk melakukan kekerasan. Upaya untuk memberdayakan perempuan atau untuk mengatasi masalah yang dihadapi perempuan tidak lepas dari peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi
masyarakat sipil. Salah satunya adalah bentuk
organisasi masyarakat sipil adalah LSM, LSM perempuan dalam aktivitasnya seringkali tidak bekerja sendiri, tetapi bekerjasama dengan organisasi lain
1
Brosur dari SPEK-HAM, Saatnya Untuk Bangkit Bukan Meratapi Nasib.
yang mempunyai perhatian yang sama. Kerja sama itu kemudian melahirkan jaringan, baik yang sifatnya spontan maupun melembaga. Di
Salatiga
lembaga
pemerintah
yang
berwenang
melakukan
perlindungan terhadap perempuan dan anak adalah Bapermas Bidang PP dan PPA yang merupakan tangan panjang Walikota di daerah Provinsi. Penulis memilih topik Peran Bapermas dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan karena penulis melihat bahwa di Kota Salatiga terdapat jumlah kasus yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat, dari alasan tersebut penulis ingin mengkaji bagaimana peran Bapermas dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan yang cenderung meningkat dan bagaimana bentuk perlindungan oleh Bapermas terhadap korban kekerasan . Karena itulah skripsi ini diberi judul: PERAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN, KELUARGA BERENCANA DAN KETAHANAN PANGAN (BAPERMAS) DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KOTA SALATIGA
B. Latar Belakang Masalah Gagasan yang berhubungan dengan perempuan pada awalnya hanya dilihat semata-mata sebagai kekerasan laki-laki terhadap perempuan, tetapi berjalan pada kerangka sosial masyarakat yang lebih luas dan beragam bahkan oleh institusi sosial-politik seperti Negara, dan komunitas Internasional. Beragamnya penyebab kekerasan terhadap perempuan, mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan tidak lagi dilihat semata-mata
sebagai kekerasan laki-laki terhadap perempuan, namun difokuskan sematamata pada isu-isu kekerasan terhadap perempuan.2 Pesatnya arus globalisasi, industrialisme dan perdagangan bebas membawa serta terjadinya interaksi dan saling mempengaruhi antara hukum internasional, Nasional (hukum adat, kebiasaan). Tindak pidana kekerasan terhadap perempuan yang menjadi isu global telah diatur pula dalam instrumen-instrumen hukum Internasional dan berbagai kebijakan-kebijakan Internasional serta nasional. Hal ini dapat dilihat secara nyata dari ditetapkannya sejumlah instrumen-instrumen hukum internasional sehubungan dengan fenomena tindak kekerasan terhadap perempuan, antara lain: 1.
Convention oon the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (1979)
2.
Vienna Declaration and Programme of Action (1993)
3.
Declaration on the Elimination of Violence Against Women (1993)
4.
Beijing Declaration and Platform For Action (1995) Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan (CEDAW) kemudian di ratifikasi oleh Indonesia ke dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Konsekuensi dari ratifikasi Internasional ialah bahwa Negara peserta (peratifikasi konvensi) memberikan komitmen, mengikatkan diri untuk menjamin melalui peraturan 2 Luh Ayu Saraswati et al., 2000. Negara dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta : Penerbit Yayasan Jurnal Perempuan, hlm. 34.
Perundang-undangan, kebijakan, program dan tindakan khusus sementara, mewujudkan kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan serta terhapusnya segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan3. Indonesia sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia mengakui bahwa hak asasi perempuan merupakan bagian dari
Hak Asasi Manusia dan
memandang kekerasan terhadap perempuan sebagai kejahatan. Perlindungan hak asasi perempuan dan kekerasan terhadap perempuan diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain: 1.
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap wanita (Convention on the Elimation off All Forms of Discrimination Againts Women).
2.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
3.
Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dengan
lahirnya
berbagai
peraturan
yang
berkenaan
dengan
perempuan, baik secara nasional maupun internasional, tentu harapannya adalah kekerasan terhadap perempuan bisa diminimalisir. Namun ternyata das sein tidak sesuai dengan das sollen, artinya bahwa kenyataannya di Kota Salatiga terdapat kekerasan terhadap perempuan, hal tersebut nampak pada tabel berikut:
3 Achie Sudiarti Luhulima, 2006. “Hak Perempuan dalam Konstitusi Indonesia” dalam Sulistyowati Irianto (ed), Perempuan dan Hukum menuju Hukum yang Berprespektif Kesetaraan dan Keadilan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hlm. 85.
Tabel 1 Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Wilayah Polres Salatiga Tahun 2004 – 2008 No
Tahun
Jumlah
1
2004
0
2
2005
2
3
2006
8
4
2007
11
5
2008
28
Sumber: Polres Salatiga
Dari tabel tersebut nampak ada peningkatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Dari yang terjadi masalah yang dapat dilihat bagaimana bentuk penanganan oleh Bapermas dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban.
C. Rumusan Masalah Berangkat dari apa yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, maka masalah yang menarik untuk dirumuskan adalah : Bagaimana bentuk penanganan oleh Bapermas terhadap perempuan korban kekerasan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban kekerasan?
D. Tujuan Penelitian: Mengetahui bentuk penanganan oleh Bapermas sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan.
E. Metode Penelitian Pengertian metodologi diartikan sebagai ajaran tentang metode-metode. Metode merupakan suatu teknik atau cara atau jalan, atau usaha, yang dirancang sedemikian rupa yang dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan4.
Jenis Penelitian 1. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris. Penelitian ini akan menggambarkan suatu kondisi masyarakat yang sesungguhnya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam masyarakat5. 2. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer/data utama (diperoleh secara langsung dari Bapermas) dan data sekunder/data tambahan (bahan pustaka)6 yaitu: a.
Studi dokumen/bahan pustaka (berupa buku, peraturan perundangundangan serta karya ilmiah lainnya), seperti:
b.
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
c.
Undang-undang No.39 Tahun 2004 tentang Hak Asasi Manusia (Pasal 49, pasal 50, pasal 51).
d.
Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
4 Lasiyo Yuwono, 1982. Pengantar Ilmu Filsafat, Liberti, Yogyakarta, hlm. 36. 5 Soerjono Soekanto, 1986. Pengantar Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, hlm. 69. 6 Ibid, hlm.51.
3. Interview/wawancara, yaitu suatu metode untuk mendapatkan data dengan cara wawancara/tanya jawab kepada beberapa narasumber seperti: a.
Bidang PP dan PPA Oleh karena personil di Bapermas khususnya bagian PP dan PPA selalu berganti-ganti dalam waktu yang singkat maka kasus yang ditangani
diinformasikan
oleh
petugas
baru
sehingga
yang
diinformasikan adalah kasus yang ditangani oleh petugas baru ini dalam dua tahun saja yaitu tahun 2012 dan 2013 b.
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
4. Unit Amatan a.
BAPERMAS Kota Salatiga Bid PP dan PPA
b.
Peraturan-peraturan
yang
terkait
dengan
kekerasan
terhadap
perempuan, seperti: 1.
Undang-undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
2.
Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
3.
Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
c.
Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)
5. Unit Analisa Unit analisa dalam penelitian ini adalah bentuk penanganan oleh Bapermas dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan sebagai bentuk perlindungan terhadap korban kekerasan.