1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Wilayah Kabupaten Kepulauan Yapen sebagian besar berbukit dan bergunung-gunung, hanya sebagian kecil yang datar dan landai. Merupakan suatu wilayah daratan yang memiliki struktur geologi yang sangat bervariasi, terdiri dari batuan beku, batuan berkapur maupun yang tidak berkapur. Batuan kapur banyak ditemui di bagian selatan Pulau Yapen yang umumnya merupakan bukit-bukit karang yang terjal.
Gambar 1.1 Formasi Geologi Kabupaten Kepulauan Yapen Sumber: Widi (2008) dan RTRW Kabupaten Kepulauan Yapen 2012-2032
Hasil penelitian geologi di Kabupaten Yapen Waropen (Widi, 2008), menghasilkan stratigrafi geologi di Kepulauan Yapen yang salah satunya adalah
2
formasi batu gamping. Terdapat dua jenis batu gamping di Kepulauan Yapen, yaitu batu gamping yang berumur tua (sebaran pada perbukitan sebagai sisipan), dan batu gamping muda yang bersifat dolomitan
(terdapat di daerah pesisir
selatan Yapen). Sebagai wilayah kepulauan,
sebagian besar permukiman penduduk
Kabupaten Kepulauan Yapen berada di pesisir. Permukiman tersebut menempati wilayah datar dan landai di sepanjang pesisir Pulau Yapen. Selain mencari lahan datar dan landai untuk bermukim, aksesibilitas juga menjadi faktor pendorong penduduk Kepulauan Yapen bermukim di pesisir. Bahkan penduduk yang semula disebut sebagai orang gunung pun harus turun dan menetap dekat laut. Lahan datar dan landai di pesisir Kepulauan Yapen yang terbatas, menyebabkan bukit-bukit kapur yang terjal di pesisir pun digali untuk kebutuhan permukiman. Hasil penggalian digunakan untuk menimbun tepi perairan, dan lahan bekas penggalian dapat dijadikan lokasi bermukim, termasuk yang berada di atas bukit kapur tersebut. Permukiman penduduk pesisir yang berada di atas tanah kapur di Kabupaten Kepulauan Yapen dapat ditemui di wilayah Distrik Yapen Selatan dan Distrik Kosiwo. Kampung Sarawandori salah satu dari kampung-kampung yang tumbuh di atas tanah kapur. Permukiman yang pada awalnya berada di atas air laut kemudian bergeser menempati ruang-ruang di daratan yang sempit dan berkapur. Peralatan sederhana digunakan penduduk untuk menggali sisi terjal bukit kapur, dan kemudian menimbun perairan tempat rumah-rumah “berlabuh” berdiri.
3
Penduduk Kampung Sarawandori yang pertama menempati bagian Teluk Sarawandori untuk bermukim, berasal dari Suku Onate atau suku pegunungan yang mulanya mendiami pegunungan tengah Pulau Yapen. Dalam perjalanannya yang selalu berpindah mencari lahan menetap dan memenuhi kebutuhan hidup, mereka kemudian tiba di pesisir pulau. Terjadi proses akulturasi budaya antara penduduk suku pegunungan tersebut dengan penduduk suku laut (Suku Arui) yang mendiami wilayah pesisir. Kemudian penduduk suku pegunungan itu memilih untuk menetap di pesisir Teluk Sarawandori. Perpindahan beberapa marga Suku Onate ke wilayah pesisir, juga tidak lepas dari arahan misionaris Kristen yang dimaksudkan untuk kemudahan pelayanan agama. Permukiman Kampung Sarawandori berada di lahan kapur, dengan keterbatasan lahan yang sesuai sebagai lokasi bermukim, air permukaan yang sulit didapatkan, dan kondisi tanah yang kurang subur.
Kondisi lingkungan yang
demikian, mempengaruhi budaya penduduk dan bentuk permukiman. Penelitian ini diharapkan, mengungkapkan pola permukiman penduduk Kampung Sarawandori yang berada di atas tanah kapur. Pola permukiman menyangkut bentuk, faktor-faktor yang mempengaruhi, bentuk budaya dan sosial penduduk, dan kaitannya dengan tempat permukiman terbentuk.
1.2
Masalah Penelitian
Permukiman penduduk Kampung Sarawandori berada di lahan datar yang sempit dalam teluk, dengan lingkungan yang merupakan lahan berkapur.
Bukit
dan gunung karang/kapur mendominasi wilayah kampung. Selama ini Penggalian
4
bukit karang hanya dilakukan untuk pembuatan jalan, pembangunan rumah penduduk dan kegiatan pembangunan lainnya dalam kampung. Sebagai suku pegunungan, penduduk Kampung Sarawandori senantiasa menjaga tanah yang juga bermakna alam sekitarnya.
Tanah tempat bermukim sekaligus sebagai
sumber penghidupan, dimanfaatkan tanpa mengeksploitasi secara berlebihan. Penduduk Kampung Sarawandori bukan hanya bermukim di lahan datar yang terbatas, tapi juga lahan kapur yang tidak subur, dan sumber air permukaan untuk kebutuhan air bersih sulit didapatkan. Beberapa hal di atas kemudian menjadi landasan perumusan masalah dalam penelitian
ini, yaitu: bagaimana pola permukiman di lahan kapur
Kampung Sarawandori, Kabupaten Kepulauan Yapen.
1.3
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pola permukiman di lahan kapur yang berada di Kampung Sarawandori, Distrik Kosiwo Kabupaten Kepulauan Yapen.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan manfaat berupa: 1. Memberikan informasi mengenai pola permukiman penduduk di lahan kapur yang berada di pesisir Kabupaten Kepulauan Yapen. 2. Sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan referensi untuk kegiatan penelitian selanjutnya.
5
3. Dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan
pembangunan khususnya yang berkaitan dengan lokasi
penelitian. 4. Menambah pengetahuan penulis dalam mengenali pola permukiman di lahan kapur yang berada di pesisir Kabupaten Kepulauan Yapen.
1.5
Keaslian Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kampung Sarawandori, Distrik Kosiwo Kabupaten Kepulauan Yapen. Penelitian akan fokus pada pola permukiman di tanah kapur. Kegiatan penelitian yang dilaksanakan dengan fokus yang sama belum ada sebelumnya. Penelitian sebelumnya dengan lokus yang sama yaitu: Martince Mamoribo (2012) tentang Dinamika Usaha Masyarakat Nelayan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Di Kampung Sarawandori Distrik Kosiwo Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi nelayan di Kampung Sarawandori yang kurang dinamis, walaupun berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk memajukan masyarakat nelayan tersebut.