BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Oakley (dalam Fakih, 1997) perempuan 1 dikonstruksikan secara sosial maupun kultural, dianggap lemah-lembut, emosional, keibuan dan lain sebagainya. Hal ini juga diungkapkan oleh menjelaskan
pengertian
gender
sebagai
Josep Antonius Ufi dalam
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial dan kultural. Perempuan dianggap emosional, keibuan, penuh perasa dan tidak suka kekerasan 2. Pengkonstruksian tersebut masih dapat kita temukan pada saat ini. Contohnya perempuan-perempuan keraton di Yogyakarta masih memperhatikan perilaku dan perbuatan di depan masyarakat banyak. Mereka perlihatkan sisi perempuan yang cantik, anggun, lemah-lembut, keibuaan dan lain-lain. Perkembangan zaman saat ini yang disebut dengan globalisasi, pengkonstuksian yang diberikan kepada perempuan-perempuan zaman sekarang mengalami pergeseran. Banyak perempuan dianggap tidak lemah-lembut, tidak emosional, tidak keibuan, tidak perasa dan lain-lain. Saat ini sangat mudah menemukan perempuan yang terlibat dengan masalah, mulai dari permasalahan pribadi hingga yang menyangkut orang banyak.
Kondisi tersebut yang
1
Perempuan adalah sebutan yang umum digunakan untuk menggambarkan seseorang yang memiliki organreproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui, yang tidak bisa dilakukan oleh lelaki dimana hal ini yang disebut sebagai tugas perempuan/ wanita/ ibu.
2
https://oceufi.wordpress.com/category/gender-sebagai-konstruksi-sosial-budaya/
1
mengakibatkan terjadi pergeseran penilaian terhadap perempuan secara sosial dan kultural. Perempuan banyak terlibat dalam berbagai hal yang berhubungan dengan permasalahan. Faktanya banyak perempuan yang terlibat dalam dunia kriminalitas seperti pencurian, pembunuhan, penipuan, pengguna atau pengedar narkotika, dan banyak kasus lain yang melibatkannya. Hukum merupakan salah satu cara yang dilakukan masyarakat untuk mengendalikan keadaan yang terjadi. Dengan adanya hukum keterlibatan perempuan dengan masalah dapat diselesaikan. Hukum menjadi solusi dari masalah yang dialami perempuan. Menurut Bronislaw Malinowski, semua masyarakat memiliki hukum sebagai pengendali sosial. Hukum inilah yang digunakan masyarakat sebagai alat untuk menciptakan keamanan dalam kehidupan bermasyarakat. Dahulu hukum diberikan sebagai sanksi sosial bagi pelanggar peraturan yang telah disepakati bersama. Contohnya seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati akan diberikan sanksi seperti pengasingan dari kelompok, diberi hukuman gantung oleh ketua kelompok dan lain sebagainya. Zaman globalisasi saat ini, mendengar kata ‘hukum’ secara otomatis berfikiran tentang, peraturan-peraturan, sanksi, kasus, polisi, hakim, jaksa. Leopold Pospisil 3 memberikan cara untuk mengenali hukum dengan empat kriteria yaitu:
3
Tulisan sulistyowati Irianto tentang sejarah perkembangan antopologi hukum tahun 1994.
2
1. Otoritas, kekuatan yang dimiliki untuk mematuhinya. 2. Diaplikasikan secara keseluruhan. 3. Ada yang ditawarkan. 4. Sanksi bagi yang melawan. Indonesia yang merupakan negara dengan jumlah penduduk nomor empat terbesar didunia 4 juga mengenal istilah pengkonstruksian yang diberikan kepada perempuan. Contohnya perempuan jawa dikenal sebagai perempuan yang lemah lembut, perempuan batak dikenal sebagai pekerja keras. Meskipun sudah memiliki penilaian tersendiri terhadap perempuan-perempuan di Indonesia, namun mereka tetap terlibat dalam permasalahan termasuk dalam permasalahan hukum. Untuk provinsi Sumatera Utara, berdasarkan data sensus penduduk jumlah perempuan di Sumatera Utara lebih banyak daripada jumlah laki-laki.Berdasarkan jumlah penduduk tersebut, banyak perempuan yang mengalami permasalahan hukum, baik itu sebagai pelaku dalam pelanggaran hukum maupun korban dari pelanggaran hukum tersebut. Data yang dikeluarkan SDP 5 menyebutkan dari jumlah perempuan yang ada di Sumatera Utara 811 jiwa perempuan telah melakukan pelanggaran hukum 4
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik jumlah penduduk Indonesia berkisar 237.641.326 jiwa yang terdiri dari laki-laki 119.630.913 jiwa dan perempuan 118.010.413 jiwa. Untuk provinsi Sumatera Utara jumlah penduduknya berkisar 12.982.204 jiwa yang terdiri dari laki-laki 6.483.354 jiwa dan perempuan 6.498.850 jiwa.
5
SDP (Sistem Database Pemasyarakan) merupakan suatu sistem yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementrian Hukum & HAM dari data yang disuplai langsung oleh Unit Pelaksana Teknis di lapangan dengan tujuan penyediaan Informasi Publik
3
dan telah dilakukan proses hukum 6. Data tersebut terdiri dari 298 tahanan dewasa perempuan, 3 tahanan anak perempuan, 505 warga binaan dewasa perempuan, 5 tahanan warga binaan anak. Bagi pelanggar yang telah diproses secara hukum, maka salah satu sanksi yang diberikan yaitu hukuman penjara 7. Penjara kemudian dikenal dengan lembaga pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap warga binaan dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal PemasyarakatanKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa warga binaan atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. 8
tentang situasi terkini dan monitoring serta evaluasi kinerja. Data terakhir yang diperoleh Februari 2014 6
Proses hukum merupakan serangkian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai perbuatan pidana, guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tentang perbuatan pidana yang terjadi, guna
menemukan tersangkanya. http://hukum.unmuhjember.ac.id/index.php/8-profil/8-proses-danmekanisme-penyelesaian-perkara-pidana-menurut-kuhap akses 1 april 2014 7
Penjara yaitu tempat dimana orang-orang yang dikurung dan dibatasi kebebasannya karena melakukan tindakan melawan hukum. 8
http://lpkedungpane.wordpress.com/profil/tujuan-sasaran/ akses 24 maret 2014
4
Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, menjelaskan bahwa lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Warga binaan dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sistem pembinaan yang dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan mencakup pembinaan kepribadian, kemandirian,
asimilasi
dan
intergrasi
warga
binaan.
Warga
binaan
pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan melakukan banyak kegiatan semasa kurunganya, kegiatan itu bertujuan untuk meningkatkan
kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, kualitas intelektual, kualitas sikap dan perilaku, kualitas profesionalisme/ ketrampilan dan kualitas kesehatan jasmani dan rohani 9. Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan bagi warga binaannya diatur oleh undang-undang sehingga dalam pembinaannya berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai bersama. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM no 6 tahun 2013 tentang tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Kesaksian perlawanan Wilson, mantan tahanan polisi di LAPAS Cipinang yang divonis 5 tahun penjara dalam catatan harian yang telah diterbitkan, Wilson menjelaskan bagaimana kondisi para narapidana di LAPAS Cipinang. Berkumpulnya para narapidana yang sudah terbiasa dengan kekerasan dalam penjara pastilah bukan keadaan yang mudah dikelola. Penjara dihuni narapidana
9
http://lpkedungpane.wordpress.com/profil/tujuan-sasaran/ akses 24 maret 2014
5
dalam blok-blok tertentu yang padat dan terkadang melebihi kapasitas, narapidana yang stress, dan wajah-wajah kosong yang selalu berkeliaran di lorong sel 10. Kondisi terkurung yang jauh dari kebebasan, tidak menyurutkan terjadinya kekerasan di dalam penjara. Hal-hal kecil dapat menimbulkan perkelahian seperti saat pembagian makanan dari dapur, hingga perkelahian akibat sebatang rokok yang diperebutkan. Meskipun ada aturan dari pemerintah yang telah mengatur tata tertib di LAPAS, dengan adanya kesaksian Wilson seolah-olah aturan yang ada tidak berpengaruh melainkan ada aturan lain yang berlaku di dalamnya. Seperti yang diungkapkan oleh Sally Moore (dalam Ihromi, 1993) yang menyatakan bahwa dalam sebuah arena sosial ada lebih dari satu hukum yang mengatur arena sosial tersebut dimana aturan tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dalam memenuhi kehidupan dan ada aktor-aktor yang memiliki kepentingan tertentu dalam arena sosial tersebut. Berdasarkan itu, sesuai penjelasan Sally Moore, maka Lembaga Pemasyarakatan dapat juga dikatakan sebagai arena sosial. Sally Moore menjelasakan bahwa dalam bidang industri pakaian gaun mahal ada kewajiban antar sesama secara hukum dan non hukum. Dijelaskan bahwa dalam industri gaun mahal tersebut ada aktor-aktor pelaksana dan melaksanakan tugas sesuai dengan bagiannya dan saling memiliki hubungan yang baik antar sesama. Ketika ada lebih dari satu hukum yang mengatur satu arena sosial yang memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih untuk memenuhi
10
kesaksian Wilson dalam tulisan Dunia di balik jeruji.
6
kehidupan diarena sosial tersebut maka akan ada koeksistensi hukum 11. Sama halnya yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan, disaat adanya undang-undang yang telah dikeluarkan pemerintah dalam mangatur proses pembinaan yang dilakukan ada aturan lain yang juga dapat mengatur proses berjalannya pembinaan yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dalam prosesnya. Lembaga Pemasyarakatan yang akan dikaji yaitu Lembaga Pemasyarakatn Kelas II A khusus wanita Tanjung Gusta. Dan penelitian ini akan berfokus kepada aturan yang diterapkan dalam proses pembinaan narapidana perempuan dan juga aktifitas
narapidana
dalam
Lembaga
Pemasyarakatan.
Perempuan
yang
dikonstruksikan secara sosial tersebut lemah-lembut, keibuan dan emosional itu menjadi kajian penting untuk diteliti karena tidak sesuai dengan kondisi sekarang. Banyak perempuan yang terlibat dalam permasalahan hukum . Tujuan berbagai kegiatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan yang diungkap diatas tersebut untuk dapat bertahan hidup baik didalam masa hukumannnya ataupun sebagai bekal hidup untuk melanjutkan kehidupan setelah masa hukuman berakhir. Salah satu cara yang sering dilakukan untuk peningkatan kualitas hidup warga binaan yaitu melalui cara peningkatan kretivitas warga binaan itu sendiri, melalui program pelatihan keterampilan baik itu dalam bidang seni, olahraga, maupun melalui pembuatan produk kreativitas. Pelaksanaan
11
koeksistensi hukum yaitu adanya hukum yang berdampingan dalam suatu kajian yang sama, koeksistensi biasanya menimbulkan dua hasil yakni keharmonisan dan konflik.
7
pengembangan kreativitas warga binaan disesuaikan dengan kebutuhan, minat dan bakat dari warga binaan tersebut. Perkembanagan zaman pada saat ini, banyak para memperkirakan bahwa kreativitas akan menjadi salah satu strategi pribadi dan bisnis terpenting dalam menunjang kelangsungan hidup dan mencapai sukses. Hari demi hari, dunia makin kompleks dan masalah kemasyarakatan semakin sulit dipecahkan. Dunia merindukan penyelesaian kreatif atas berbagai masalah yang terjadi. Kebutuhan akan pemikiran kreatif menjadi penting agar mampu terus bersaing dan berkembang. 12 Proses pembinaan warga binaan dengan berbagai aturan yang saling berdampingan dalam pelasanaannya menjadi fokus utama dalam penelitian. Berbagai kegiatan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan, dengan menggunakan analisis Antropologi Hukum diharapkan penelitian ini dapat mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Tanjung Gusta Medan dalam proses kegiatan pembinaan yang dilakukan khususnya dalam hal kegiatan peningkatan kreativitas warga binaan dalam program pelatihan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan tersebut. 1.2 Tinjauan Pustaka Pada kehidupan sehari-hari ketika mendengar kata hukum yang ada di benak kita adalah sebuah ganjaran yang diberikan kepada seseorang atau lebih 12
Jordan E Ayan. “Bengkel Kreativitas, 10 Cara Menemukan Ide-ide Pamungkas”. Kaifah Bandung 2002.
8
karena kesalahan yang dilakukan dan menimbulkan dampak kepada orang lain. Definisi hukum tidak jauh dari pemikiran tersebut, yang mengacu pada tindaktanduk manusia sebagai makhluk sosial.Hukum merupakan sebuah sistem yang dibuat manusia untuk membatasi perilaku manusia agar tingkah laku manusia ini dapat terkontrol dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum adalah aspek paling penting dalam pelaksanaan sebuah rangkaian kekuasaan kelembagaan seperti kehidupan bernegara 13. Soedjono Dirdjosisworo berpendapat, hukum adalah gejala sosial, ia baru berkembang didalam kehidupan manusia bersama. Ia tampil dalam menserasikan pertemuan antar kebutuhan dan kepentingan warga masyarakat, baik yang sesuai ataupun yang saling bertentangan. Hal ini selalu berlangsung karena manusia senantiasa hidup bersama dalam suasana saling ketergantungan. 14 Sependapat dengan para ahli hukum atau sarjana hukum yang menyebutkan bahwa hukum merupakan berbagai aturan-aturan, norma-norma, dan asas-asas yang diperlukan agar ada efisiensi dalam usaha mengejar tujuan. Hukum yang berlaku di Indonesia yaitu hukum privat dan hukum publik yang disebut sebagai hukum yang ideal. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak hanya kedua hukum tersebut saja yang berlaku dalam suatu masyarakat di Indonesia dalam mengatur tatanan hidup masyarakat Indonesia. Ada hukum13
http://blogging.co.id/pengertian-hukum-dan-definisi-hukum-menurut-para-ahli akses tanggal 20 april 2014 14 http://wiraatm.blogspot.com/2013/03/definisi-hukum-fungsi-hukum-dan-tujuan.html Akses Tanggal 27 September 20014
9
hukum lain yang berlaku dalam mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat. Seperti yang ditunjukkan oleh Keebet von Benda-Beckmann (2000) dalam penelitiannya di Minangkabau, menunjukkan bahwa dalam penyelesaian sengketa yang ada setidaknya ada tiga hukum yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa tersebut yaitu hukum adat, hukum agama dan hukum negara. Montesquieu (dalam Rouland : 1960) mengatakan bahwa hukum di dalam masyarakat tertentu bukanlah pencerminan seperangkat prinsip hukum yang berlaku secara universal, tetapi merupakan bagian dari kebudayaan bangsa tertentu. Montesque menjelaskan masyarakat buas dan bar-bar mempunyai struktur politik dan sistem hukum yang lemah tanpa kekuasaan yang berdaulat yang telah ditentukan bersama oleh masyarakat buas dan bar-bar tersebut berbeda dengan masyarakat kerajaan yang memiliki kekuasan yang telah di tentukan dengan jelas. Montesquieu menitik beratkan hal penting tentang hukum, menurut pendapatnya suatu sistem hukum milik masyarakat tertentu tidak dapat dipindahkan ke dalam masyarakat yang lain. Peraturan yang disusun dengan ciri khas tertentu suatu masyarakat jarang sekali cocok dengan masyarakat lain yang berbeda kebudayaannya. Dengan demikian dapat dilihat dari kajian antropologi hukum 15. Antropologi hukum berpegang pada anggapan bahwa manusia hidup bermasyarakat pasti ada hukum, jadi baik di zaman dahulu hingga sekarang 15
Montesquieu dan Rousseau ( Foresunars of Sociology) dalam Bahan Kuliah Pengantar Antropologi Hukum Oleh Prof. N Rouland) 1960 Michigan Press Prancis.
10
hukum selalu ada dalam masyarakat. Hukum tersebut mengikuti pola kehidupan manusia bermasyarakat, baik ia berbentuk tertulis ataupun tidak tertulis (hukum adat). Tidak ada manusia hidup tanpa budaya, tidak ada manusia tanpa kepentingan , dan juga tidak ada manusia tanpa hukum (aturan) 16. Antropologi hukum yang dilihat dan dikaji bukan hanya hukum positif atau hukum yang berlaku disuatu negara tetapi juga melihat hukum yang aktual atau proses yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Menurut F Benda Beckman (dalam Ihromi,1993) antropologi hukum melihat hubungan antar perilaku manusia dengan kekompleksan yang terjadi dalam masyarakat serta perubahan-perubahan dalam bentuk perilaku manusia. Jadi kemungkinan tidak hanya satu hukum yang berlaku dalam situasi tertentu. Pendapat Hooker (1975) 17 yang menyatakan bahwa pada situasi tertentu, ada dua atau lebih hukum yang saling berinteraksi atau lebih dikenal dengan kemajemukan hukum. Situasi kemajemukan ini juga banyak digambarkan para ahli dalam penelitiannya yang kebanyakan dilakukan di Indonesia antara lain Aceh, Minangkabau, Sumatera Utara khusunya Batak Toba dan Karo, dan lainlain. Berbicara perempuan, kata perempuan berasal dari bahasa Sansekerta, muncul dari penggalan kata Per – Empu – An. Kata Per berarti mahluk, Empu berarti mulia, tuan, mahir dan kata An berarti penunjuk. Jika diartikan menjadi 16
Hilman Hadikusuma , Pengantar Antropologi Hukum. PT Citra Aditya Bakti, Bandung 1992 Dikutip dari tulisan Sulistyowati Irianto “Kesejahteraan Sosial dalam Sudut Pandang Plaralisme Hukum”. 17
11
mahluk mulia, seperti tuan dan memiliki kemampuan (mahir) 18. Perempuan adalah sebutan pada umumnya yang diberikan masyarakat. Yang dikatakan sebagai perempuan yaitu orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat mestruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui 19. Dalam masyarakat perempuan diidentikan dengan mahluk yang lemah lembut, tidak kasar, memiliki sifat feminin dalam menjalankan kehidupannya. Kehidupan bermasyarakat tentunya manusia tidak terlepas dari individu lain untuk menjalankan kehidupannya. Sama halnya dengan perempuan memerlukan individu atau kelompok lain dalam menjalankan kehidupan. Dalam proses menjalankan kehidupan, perempuan tidak terlepas dari yang namanya aturan-aturan dalam mengatur kehidupannya. Disamping itu perempuan juga tidak terlepas dari permasalahan hukum dalam kehidupannya. Misalnya dalam masalah kedudukan perempuan, dengan latar belakang etnik ras, agama dan kelas yang berbeda, ditandai oleh adanya berbagai institusi (pranata) hukum yang saling tumpang tindih. Fenomena seperti yang di tunjukkan Sulistyowati (2003) dalam masalah waris pada masyarakat Batak Toba, ditunjukan melalui adanya berbagai aturan hukum yang mengatur masalah hak waris yaitu hukum adat, hukum negara dan kebiasaan sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat Batak Toba masa
18
http://id.berita.yahoo.con/blogs/newsroom-blog/perbedaan-makna-perempuan-dan-wanita091915009.html Akses 5 Februari 2014 19
Perempuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
12
kini. Secara normatif hukum adat batak toba tidak memberikan hak waris kepada anak perempuan maupun janda, baik berupa tanah, rumah maupun benda tidak bergerak lainnya 20 . Hukum yang berlaku dalam masyarakat Batak Toba tersebut adalah aturan baik berupa perintah atau larangan yang mengatur masyarakat yang harus ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Adanya lebih dari satu hukum yang berada dalam suatu lingkungan sosial mengindikasikan bahwa adanya kemajemukan hukum. Seperti yang diungkapkan Griffith (1986) dalam Journal Of Legal Pluralism bahwa “by ‘legal pluralism’ i mean the presences in a social field of more than an one legal order” (kemajemukan hukum diartikan sebagai kehadiran lebih dari satu hukum yang dihadirkan dalam lapangan sosial) 21. Sama halnya dengan kehidupan manusia ada lebih dari satu hukum yang memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dalam proses berlangsungnya kehidupan. Menurut Hilman (2004) lembaga hukum adalah tempat yang digunakan warga masyarakat untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul diantara para warga dan menjadi alat untuk melakukann tindakan balasan terhadap penyalahgunaan terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat. Untuk menyelesaikan permasalahan hukum ataupun sengketa tentunya ada proses hukum yang jalankan pelaku pelanggaran hukum. Salah satu proses hukum
20
Sulistyowati Irianto. Perempuan di Antara Berbagai Pilihan Hukum.Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 2003 21
Griffith.J. What is Legal Pluralism. Journal of Legal Pluralism (1986)
13
dalam menyelesaian permasalahan hukum adalah hukuman penjara. Hukuman penjara dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap warga binaan dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Menurut Hoarton dan Hunt 22, lembaga sosial
bukanlah hanya sebuah
bangunan, bukan kumpulan dari sekelompok orang, dan bukan sebuah organisasi. Lembaga adalah suatu sistem norma 23 untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia. Dengan kata lain Lembaga adalah proses yang terstruktur (tersusun) untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu. Surat Keputusan Kepala Diktorat Pemasyarakatan Nomor K.P.10.13/3/1, tanggal 8 Pebruari 1985, dimana disampaikan suatu konsepsi Pemasyarakatan sebagai berikut : Pemasyarakatan adalah suatu proses, proses therapeuntie dimana si warga binaan pada waktu masuk Lembaga Pemasyarakatan berada dalam keadaan tidak harmonis dengan masyarakat sekitarnya, mempunyai hubungan yang negatif dengan masyarakat. sejauh itu warga binaan lalu mengalami pembinaan yang tidak lepas dari unsur-unsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada akhirnya warga binaan dengan masyarakat sekelilingnya merupakan suatu keutuhan dan keserasihan (keharmonian) hidup dan penghidupan, tersembuhkan dari segi-segi yang merugikan (negatif).
22
http://mrpams.multiply.com/journal/item/15?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem akses 15 april 2014 23
Sistem norma yang dimaksud adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kelompok
14
Dengan kata lain pemasyarakatan adalah proses pembinaan bagi warga binaan yang bertujuan mengadakan perubahan-perubahan yang menjurus kepada kehidupan yang positif, para petugas pemasyarakatan adalah salah satu unsur yang menjalankan peranan penting sebagai pendorong, penjurus dan pengantar agar proses tersebut dapat berjalan dengan lancar sehingga mencapai tujuan dengan cepat dan tepat. Proses pembinaan (Harsono, 1995) yang dilakukan yaitu untuk mengembalikan warga binaannya ke dalam masyarakat dengan minimal tidak melakukan tindak pidana lagi, sebab itu pembinaan yang dilakukan dengan teori dan teknik pembinaan dengan melakukan berbagai kegiatan seperti pemberian latihan-latihan kerja, dan pemberian berbagai ilmu pengetahuan yang berguna setelah masa hukumannya selesai. Proses pembinaan ini dilakukan agar warga binaan di Lembaga masyarakat mampu melanjutkan kehidupannya dan mandiri dalam masalah perekonomian. Pada saat proses pembinaan berlangsung ada pihak-pihak yang memberi pengaruh penting, diantaranya bagaimana hubungan internal maupun eksternal terjadi, dan bagaimana hukum formal dan hukum non forrmal berdampingan dalam proses pembinaan tersebut, tidak terlepas dari adanya pihak-pihak yang memberi aturan untuk dipilih dan dilaksanakan. Arena sosial dapat terjadi apabila dalam satu tempat atau dalam sekelompok masyarakat hukum formal dan hukum non formal berdampingan . Dimana dalam arena sosial tersebut ada aktor-aktor yang terlibat dan menjalankan
15
peranan khusus dalam kondisi tersebut. Penelitian Sally Folk Moore 24 dalam menjelaskan kewajiban antara sesama secara hukum dan non hukum dalam industri pakaian gaun mahal mengatakan ada aktor-aktor sebagai pelaku dalam menjalankan aturan yang berlaku. Sally menjelaskan bahwa dalam industri pakaian gaun mahal ada pemborong yang merancang pakaian untuk diperjual-belikan. Dalam melakukan perancangan terkadang pemborong membutuhkan kontraktor lain untuk membantu dalam merancang pakaian. Sehingga antara satu dengan yang lain saling membutuhkan dan tidak terpisah akan kepentingan masing-masing. Dengan adanya kepentingan antara satu dengan yang lain sehingga menimbulkan sebuah tanggung jawab untuk menjalankan tugas yang diberikan. Setiap peraturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seseorang pemegang peranan diharapkan dapat bertindak dan juga memberi respon terhadap peraturan hukum tersebut, sehingga hukum tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsinya dan memberikan sanksi bagi pelaku pelanggar hukum tersebut. Dalam hal ini acuan saya dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan aturan-aturan yang berlaku diterapkan dalam Lembaga Pemasyarakatn khusus perempuan tersebut dalam proses pembinaannya.
24
Sally Falk Moore,. 1993., “Hukum dan Perubahan Sosial: Bidang Sosial Semi Otonom sebagai Suatu Topik Studi yang Tepat” dalam T.O. Ihromi (editor) antropologi Hukum Sebuah Bunga Rampai., Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
16
1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dari keseluruhan tulisan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas beberapa pokok permasalahan dalam penelitian yang akan dilakukan ini. Beberapa pokok permasalahan tersebut, yakni: 1. Bagaimana proses pembinaan narapidana perempuan dalam Lembaga Pemasyarakatan? 2. Bagaimana
kehidupan
narapidana
perempuan
di
Lembaga
Pemasyarakatan? Apakah sesuai dengan aturan yang ada?
1.4 Lokasi Penelitian
Gambar 1 Denah Lokasi Penelitian Sumber: Jayanty PN Sihombing, 2014.
17
Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Yang beralamat di jalan Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Kelas II A wanita Medan dipilih
Karena
Lembaga
Pemasyarakatan
ini
satu-satunya
Lembaga
Pemasyarakatan Khusus Perempuan di Sumatera Utara. Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta merupakan Lembaga Pemasyarakatan yang menggunakan sistem pemasyarakatan. 1.5 Tujuan Dan Manfaat Penelitian Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat penting, karena itu melalui tujuan dan manfaat itulah maka suatu penelitian dapat dimengerti oleh si peneliti maupun ketika nantinya dibaca oleh publik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan
proses
pembinaan
narapidana
khususnya
narapidana perempuan. 2. Mengidentifikasi aturan-aturan yang ada dalam proses pembinaan narapidana wanita. 3. Mendeskripsikan berbagai kegiatan yang diberikan Lembaga Pemasyarakatan untuk warga binaannya dalam melanjutkan kehidupan baik dalam masa hukumannya ataupun nantinya sebagai bekal hidup setelah masa hukuman berakhir. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan referensi bagi masyarakat baik itu akademisi, mahasiswa, aktivis dan sebagainya, khususnya bagi mereka
18
yang mengkaji tentang perempuan. Secara praktis peneliti akan menggambarkan proses pembinaan dan aturan yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan. Penelitian ini juga sebagai rekomendasi bahan masukan bagi mereka yang peduli terhadap perempuan dan mengkaji tentang perempuan. 1.6 Metode Penelitian Memperoleh data di lapangan adalah cara untuk menjelaskan rumusan masalah. Untuk itu langkah yang dilakukan yaitu melalui proses penelitian. Penelitian adalah suatu tindakan yang dilakukan
untuk mengungkapkan atau
membuktikan sesuatu yang dilakukan pendekatan ilmiah berdasarkan konsepkonsep dan teori-teori yang sesuai dengan tujuan dan dengan cara-cara yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan menurut disiplin ilmu pengetahuan masing-masing. 25 Penelitian yang dilakukan ini tentunya mempunyai metode yang digunakan dalam memperoleh data sebanyak mungkin. Metode penelitian adalah cara-cara atau prosedur yang dilakukan untuk mengumpulkan data secara bertanggung-jawab sesuai dengan masalah yang diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan 26. Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, dimana penulis menggambarkan suatu makna atau proses-proses yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A khusus
25
http://seputarprndidikan003.blogspot.com/2013/07//pengertian-penelitian.html?m=1 akses tanggal 05 Februari 2014 26
http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/macam-macam-metode-penelitian.html akses tanggal 05 Februari 2014
19
wanita Tanjung Gusta Medan. Bentuk dari penelitian ini berbentuk etnografi, dimana penulis mendeskriptifkan segala fenomena yang ada dilapangan. Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna ini terekspresikan secara langsung dalam bahasa yang banyak diterima dan disampaikan secara tidak langsung melalui kata dan perbuatan. Tetapi dalam setiap masyarakat, tetap menggunakan sistem makna yang komplek ini untuk mengatur tingkah laku mereka, untuk mamahami diri mereka sendiri dan untuk memahami orang lain, serta untuk memahami dunia dimana mereka hidup. Sistem makna ini merupakan kebudayaan. 27. Menurut James P Spraedley kebudayaan merujuk pada pengetahuan yang diperoleh orang untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial. Etnografi merupakan pengetahuan yang meliputi dari metode penelitian dengan mengunakan observasi partisipan yang berarti si peneliti harus tinggal bersama dengan orang yang ditelitinya dengan hal itu, si penulis akan berusaha mengumpulkan data kualitatif sebanyak mungkin untuk menjelaskan pokok permasalahan yang ada. 1.6.1
Tehnik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data penelitian yang dibutuhkan, peneliti akan
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
27
James P. Spradley dalam Metode Etnografi edisi kedua oleh DR. Amri Marzali,MA
20
a. Teknik observasi Observasi ataupun pengamatan 28 dilakukan untuk melihat secara langsung bagaimana kondisi lapangan yang diteliti. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A wanita Tanjung Gusta menjadi lokasi penting dalam penelitian ini. Dalam penelitian yang dilakukan ini, peneliti menggunakan dua tehnik observasi, yaitu •
Observasi tanpa berpartisipasi Dalam pengamatan ini si peneliti datang langsung ke Lembaga
Pemasyarakatan guna untuk melihat aktifitas yang dilakukan dan memeriksa kondisi tersebut apakah sesuai dengan dokumen peraturan yang ada. Dengan observasi seperti ini peneliti memperoleh data yang dibutuhkan untuk menjawab masalah yang ada. •
Observasi berpartisipasi Dalam hal ini si peneliti terlibat langsung dalam kegiatan warga binaan
di Lembaga Pemasyarakatan, si peneliti ikut serta dalam setiap kegiatan yang telah dijadwalkan untuk mereka seperti ikut dalam pemperdayanan rohani ataupun pemberian pelatihan dan pembinaan tentang kreatifitas. Dengan begitu si penulis membina rapport (hubungan yang baik) . Dengan rapport tersebut sipenulis mengharapkan keterbukaan dan dengan
28
Pengamatan (observasi) adalah suatu tindakan untuk meneliti suatu gejala (tindakan ataupun peristiwa) dengan cara mengamatinya.peneliti akan menggunakan observasi guna memperoleh gambaran penuh tentang segala tindakan, percakapan,tingkah laku dan semua hal yang akan ditangkap panca indera terhadap apasaja yang dilakukan masyarakat yang diteliti dilapangan.
21
keterbukaan tersebut antara penulis dan warga binaan perempuan dapat memenuhi data yang diperlukan. 29 b. Teknik wawancara Teknik lain yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik wawancara. Wawancara adalah suatu kegiatan dimana terjadi percakapan yang telah tersruktur, dimana dipewawancara akan memberikan pertanyaan untuk dijawab yang diwawancarai. Tujuan melakukan wawancara dalam penelitian ini adalah untuk untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari informan kita yang ingin kita ketahui. Melalui wawancara ini si penulis akan mendengarkan semua apa yang diungkapkan informan. Hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam penelitian adalah informan 30. Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, seorang informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan menggunakan kata-kata, frasa dan kalimat dalam bahasa atau dialek sebagai sumber informasi. Informan akan memberikan informasi yang sesuai dengan apa yang diketahui dan menjadi sumber informasi yang sesuai dengan pemahaman si informan atas pertanyaan ataupun masalah yang diberikan. Pemilihan dan penetapan informan menjadi penting dalam penelitian. Meskipun hampir setiap orang dapat menjadi informan, namun tidak setiap orang dapat menjadi informan yang baik. Yang dimaksud dengan informan yang baik
29
J. Vredenbregt. Metode Dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia 1984
30
Informan : sumber informasi dalam penelitian etnografi.
22
yaitu informan yang dapat memberikan jawaban ataupun informasi yang ditanyakan dan dapat membantu menyelesaikan permasalahan dengan informasi yang diberikan. Pemilihan dan penetapan informan yang tepat dapat membantu dan mempermudah proses penelitian. Adapun informan yang saya wawancarai untuk memperoleh data sebanyak mungkin yaitu: •
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Khusus wanita sebagai pimpinan Lembaga Pemasyarakatan yang tentunya memiliki banyak pengetahuan tentang kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan serta mengetahui banyak tentang aturan-aturan yang diterapkan.
•
Beberapa sipir yang terkait sebagai pendamping narapidana dalam menjalankan kegiatan rutinitas kesehariannya.
•
Narapidana yang tentunya sebagai warga binaan dan menjalankan aturanaturan dan masih dalam proses pembinaan. Wawancara yang dilakukan penulis adalah wawancara mendalam (depth
interview)
dengan
menggunakan
pedoman
wawancara
serta
instrumen
wawancara, untuk merekam dan mencatat hasil wawancara akan digunakan alat seperti tape recorder, buku tulis, dan alat tulis lainnya. Untuk melengkapi data yang diperoleh dilapangan, peneliti juga mencari data dari studi kepustakaan yang diperoleh dari buku-buku, majalah, tulisantulisan ilmiah yang berpengaruh dengan rumusan penelitian maupun website yang berkaitan dengan penelitian ini.
23
1.6.2
Pengalaman Penelitian Penelitian yang saya lakukan ini mengharuskan saya terlibat langsung
dengan para narapidana. Sebagian besar penelitian ini saya lakukan sewaktu saya mengikuti mata kuliah PKL II di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tanjung Gusta. Pada saat magang banyak orang yang heran mengapa saya mau magang di Lembaga Pemasyarakatan. Orangtua saya sendiri mempertanyakan kenapa saya harus di Penjara ( saat ini masyarakat lebih mengenal dengan istilah penjara). Mereka takut akan terjadi sesuatu hal kepada saya. Kenapa harus ke penjara?Di sana banyak orang jahat, nanti dimasukkanlah sesuatu ke tasmu diperiksa petugas jadi masalah nanti kau. Begitulah tanggapan orangtua saya. Orang-orang disekeliling saya juga banyak yang bertanya mengenai keputusan saya untuk magang dan melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan. Jay, gak takut kau kesana? Saya menjawab pertanyaan orangtua dan orang-orang tersebut dengan bijaksana, kalau tidak dicoba bagaimana saya mengetahui kondisi Lembaga Pemasyarakatan karena menurut saya kondisi itu akan baik-baik saja dengan adanya bantuan para petugas yang bertugas disana. Setelah masalah surat menyurat dan izin penelitian selesai, sebenarnya ada rasa takut untuk melakukan kegiatan ini. Saya kepikiran dengan semua ketakutan orang-orang yang bertanya kepada saya. Saya takut apa yang sikatakan itu benar adanya.
24
Untuk pertama kalinya setelah surat-menyurat selesai, saya disuruh Ibu Ratna Manullang 31 ditemani seseorang yang menggunakan baju biru tua yang bertuliskan ‘Warga Binaan Pemasyarakatan’ untuk bertemu Ibu Asmah Simatupang yang mengatur kegiatan selanjutnya. Selama perjalanan ke ruangan ibu Asmah, saya hanya terdiam dan mengikuti kakak tersebut yang kemudian saya mengetahui namanya Dewi sambil memperhatikan kesekeliling ruang demi ruang di Lembaga Pemasyarakatan itu. Setelah bertemu dengan ibu Asmah saya memperkenalkan diri dan memberi tahu maksud dan tujuan saya. Ternyata ibu Asmah ingat bahwa ada senior yang juga pernah melakukan penelitian yang satu jurusan dengan saya namun beliau lupa namanya. Kantor ibu Asmah berdekatan dengan blok-blok narapidana sehingga banyak juga narapidana yang masuk keruangan beliau. Sebelum memulai penelitian ini, ibu Asmah mulai bertanya “kenapa mau mengambil penelitian tentang Lembaga Pemasyarakatan dek? Saya menjawab hanya ingin mengetahui dunia Lembaga Pemasyarakatan sambil tersenyum dan tertawa. Saya sebenarnya masih takut dan gelisah sikap saya itu kelihatan dan ibu Asmah pun memberi penjelasan, “gak usah takut dek, ya beginilah di Lembaga Pemasyarakatan, gak usah kau pikirkan apa yang dibilang orang-orang diluaran itu. Kau rasakan aja nanti, baik-baiknya orang ini kalau ada yang jahat sama mu melapor aja kau sama kami petugas biar kita hukum lagi orang ini.” Kemudian terdengar suara
31
Salah satu pegawai yang menjadi Kepala Urusan Umum
25
tertawa. Dan salah satu dari mereka berkata “janganlah gitu ma , kami udah baikbaik kok” , kami pun tertawa kembali. Setelah sekian lama saya melakukan kegiatan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan, saya sudah mulai terbiasa dengan kondisi ini dan Warga Binaan Pemasyarakatan disini juga sudah mulai terbiasa dengan saya, sehingga kami sering berbicara diselah-selah kegiatan yang kami lakukan masing-masing. Pada jam makan siang, saya ditawari makan oleh ibu Asmah “dek, ayo makan, inilah yang dinamakan nasi compreng, beginilah menu makanan orang ini tiap hari, kami pengawai pun jadi ikut-ikutan makan compreng ini”. Kemudian kami makan bersama meskipun saya membawa bekal. Saya jadi malu mengeluarkan bekal saya karna semua makan nasi compreng tersebut. Itu menjadi kesan yang menarik, untuk pertama kalinya saya makan nasi compreng dengan lauk telur rebus dengan sayur kol ditambah sambal. Banyak pelajaran yang saya ambil dan pengalaman yang berkesan selama saya melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan. Saya sering membawa bekal makan siang dari rumah dan memakannya bersama-sama dengan mereka di joglo. Di joglo ini juga banyak cerita dan pengalaman yang saya dapatkan. Saat kami sedang makan dan bercerita tentang pengaaman hidup, saya hanya bisa mendengar, bertanya, mengamati, dan sesekali mencatat apa yang mereka katakan. Mereka sudah mengetahui maksud dan tujuan saya berada di tempat itu. Tiba-tiba ditengah pembicaraan kami mak butet salah satu Warga Binaan Pemasyarakatan itu berkata kepada saya “ saya salut sama mu boru
26
hombing, kau mau datang dan belajar dari kami, kalau dipikir-pikir apalah yang bisa diambil pelajaran dari kami, kami di penjranya pernah berbuat salah” saya terdiam mendengar perkataan kakak itu, kemudian masih melanjutkan perkataannya “taunya kami diluaran sana banyak yang gak suka sama orangorang dipenjara, dibilangnyalah yang engak-engak tentang kami, senang kali aku kalau kau mau belajar dari kami, kau datang kesini udah senang kami” kemudian saya tersenyum untuk membalas perkataan mereka. Pengalaman menarik lainnnya, ada kalanya warga binaan pemasyarakatan yang menjadi informan saya mencurahkan isi hatinya kepada saya memberi nasehat agar tidak mengikuti jejak mereka dan menyuruh mengambil pelajaran dari pengalaman yang mereka ceritakan kepada saya. 1.6.3
Analisis Data Setelah melakukan semua teknik penelitian dan menemukan data yang
dibutuhkan yaitu berbagai aturan hukum yang berlaku dalam proses pembinaan narapidana serta catatan-catatan wawancara mengenai berbagai kegiatan narapidana selama menjalani masa hukuman yang ditetapkan oleh pengadilan. Pengumpulan data ini dilakukan agar penulis dapat melakukan analisis data. Data-data yang telah ditemukan dilapangan melalui observasi partisipasi, wawancara yang mendalam kemudian akan di kelompokkan dan dikategorikan. Tahap selanjutnya, secara deskriptif data-data tersebut dianalisis untuk mencari hubungan-hubungan yang ada dalam data tersebut. Hasil pengkategorian tersebut dianalisis hubungan kategori yang satu dengan kategori yang lain yang kemudian
27
hubungan yang didapat tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah yaitu menunjukkan bagaimana berbagai aturan hukum dalam proses pembinaan narapidana dan juga berbagai aturan yang dijalani narapidana dalam menjalani masa hukuman yang ditetapkan oleh pengadilan. Analisis data yang dilakukan akan dibantu oleh bantuan kepustakaan dan buku- buku ilmiah.
28