BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Dalam
rangka
peningkatan
dan
pemerataan
pembangunan
nasional di Indonesia, pemerintah membuka kesempatan bagi investor khususnya investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dimungkinkan mengingat tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana
ditetapkan
dalam
Program
Pembangunan
Nasional
(Propenas) yaitu, berusaha mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, dimana masyarakat yang adil dan makmur itu akan terwujud melalui pembangunan diberbagai bidang. Diantaranya bidang ekonomi dan hukum. Keberadaan pananaman modal disuatu negara terkait dengan adanya tuntutan untuk menyelenggarakan pembangunan nasional pada umumnya mengalami kesulitan dalam penyelenggaraannya dimana pembangunan yang menitik beratkan pada pembangunan ekonomi seringkali kekurangan modal, kemampuan dalam hal teknologi, ilmu pengetahuan,
pengalaman
dan
keterampilan.
Hambatan
tersebut
umumnya dialami oleh negara berkembang, sebab setiap pembangunan nasional memerlukan sumber pembiayaan dan sumber daya yang cukup besar, baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri.Salah satu sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
2
pembangunan nasional adalah penanaman modal yang terselenggara melalui bentuk penanaman modal asing. 1 Untuk saat ini penanaman modal asing masih menjadi salah satu alternatif
penting
dalam
memperoleh
dana
guna
melaksanakan
pembangunan ekonomi. Melalui penanaman modal asing, diharapkan investor yang tertarik menanamkan modal tidak saja membawa modal namun juga ilmu pengetahuan dan teknologi, keahlian dan keterampilan dalam
berbagai
bidang
termasuk
manajemen
berorganisasi
dan
manajemen pemasaran. Dengan demikian diharapkan tidak saja memajukan
industri
kearah
modernisasi
industri
namun
juga
meningkatkan devisa, meningkatkan pendapatan negara, pemerintah dan masyarakat. Dalam undang-undang nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal (selanjutnya disebut UU penanaman modal). Tidak membedakan pengaturan antara penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal asing.Karena undang-undang tersebut mengatur semua kegiatan penanaman modal, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri sebagaimana ketentuan undang-undang terdahulu yang memisahkan pengaturan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri kedalam undang-undang yang berbeda. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan pasal 2 UU penanaman modal bahwa, ketentuan undang-undang penanaman modal ini berlaku bagi penanaman 1
Rosyidah Rahmawati, 2003, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, h. 8
3
modal disemua sektor diwilayah Republik Indonesia.
Ketentuan
demikian dipertegas lagi dalam penjelasan pasal 2 yang menentukan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal di semua sektor di wilayah Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak termasuk penanaman modal tidak langsung. Menurut ketentuan pasal 2 ayat (1) UU penanaman modal, yang dimaksud dengan penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Yang
dimaksud
dengan
penanaman
modal
asing
(PMA)
berdasarkan ketentuan pasal 1 ayat (3) UU penanaman modal adalah: "Kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha diwilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri." Pengertian modal asing berdasarkan Pasal 1 ayat (8) UndangUndang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 adalah: " Modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing." Dalam era globalisasi, kehadiran bentuk kerjasama dalam menjalankan
usaha
sangatlah
dibutuhkan
demi
kelangsungan
4
usaha.Terutama
dalam
bidang
penanaman
modal
asing,
dimana
perkembangan kerjasama dengan pihak asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting terutama dalam kaitannya dengan alih teknologi dan alih keterampilan.2 Bentuk kerjasama dalam kaitannya dengan penanaman modal asing dilakukan dalam bentuk joint venture, joint enterprise, kontrak production sharing, dan lain-lain, dimana bentuk-bentuk kerjasama tersebut memiliki perbedaan, keunggulan, dan kekurangan masingmasing. Hubungan-hubungan antara para pihak dalam joint venture diserahkan pada kehendak para pihak yang akan ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang sebenarnya berlaku untuk penafsiran kontrak. Didalam suatu bentuk joint venture yang perlu mendapat perhatian antara lain aspek tanggung jawab para pihak, adanya efisiensi dalam operasi usaha, adanya keuntungan yang nyata adanya hubungan yang adil diantara para pihak. Didalam aturan hukum di Indonesia telah terdapat ketentuanketentuan umum maupun asas-asas hukum serta yurisprudensi tetap, yang dapat dijadikan landasan hukum atau pegangan moral bagi pengaturan perekonomian. Ketentuan-ketentuan hukum tersebut dapat memberikan jalan bagi para pejabat dan para hakim untuk menanggapi 2
Dhaniswara K. Harjono, 2007, Hukum Penanaman Modal, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 156
5
kontrak yang mengandung unsur-unsur kearah hubungan yang tidak seimbang, tidak wajar, dan tidak adil, dapat digolongkan sebagai potensi perbuatan melawan hukum. Banyak kenyataan yang menunjukkan bahwa pengaturan tentang penanaman modal di Indonesia masih lemah. Seperti dengan adanya penanaman modal terselubung dan penafsiran kontrak-kontrak joint ventureyang
tidak
seimbang,
yang
nantinya
akan
menimbulkan
permasalahan baik bagi pihak asing maupun pihak penerima modal didalam suatu joint venture tersebut, yaitu : 1. Pemodal asing selalu berorientasi untuk mencari keuntungan, sedangkan negara penerima modal mengharapkan modal asing dapat membantu mencapai tujuan pembangunan nasional. 2. Pemodal asing memiliki posisi yang lebih kuat sehingga mereka mempunyai kemampuan berusaha dan kemampuan berunding yang mantap dimana dalam pelaksanaan usahanya dapat bertentangan dengan kepentingan negara penerima modal. 3. Pemodal asing biasanya memiliki jaringan usaha yang kuat dan luas yang tergabung dalam induk perusahaan, melayani kepentingan negara dan memiliki saham dinegara asal sehingga sangat sulit untuk mampu melayani kepentingan negara penerima modal. Pemasalahan utama antara negara penerima modal dengan penanam modal asing, terletak pada motif penanam modal asing yang berorientasi mendapatkan manfaat semaksimal-maksimalnya atas modal,
6
skill dan teknologi, guna memperkuat posisinya. Sedangkan negara penerima modal mempunyai ketertarikan untuk memanfaatkan modal, teknologi, dan skill pihak asing untuk kepentingan pembangunan negaranya. 3 Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU Penanaman Modal mewajibkan penanaman modal oleh investor asing berbentuk badan hukum, karena dengan demikian akan mendapat ketegasan status hukumnya, yaitu badan hukum Indonesia yang tunduk pada hukum Indonesia. Sebagai badan hukum terdapat ketegasan tentang modal yang ditanam oleh investor asing tersebut di Indonesia, dan badan hukum yang diwajibkan disini bagi investor asing tersebut berupa Perseroan Terbatas (PT). Pengaturan sebagaimana tersebut diatas membawa konsekuensi kepada struktur pengelolaan perusahaan penanaman modal asing kepada bentuk perseroan terbatas dimana mengenai Perseroan Terbatas ini diatur dalam undang-undang Nomer 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) Perseroan Terbatas menurut pasal 1 ayat (1) UUPT, disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
3
Sumantoro, 1984, Bunga Rampai Permasalahan Penanaman Modal, Binacipta, Jakarta, h.31.
7
persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya. Sehubungan Perseroan terbatas merupakan badan hukum maka dalam penyelenggaraan kegiatannya dilakukan oleh suatu organisasi yang disebut dengan Organ Perseroan Terbatas yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (2) UUPT. Menurut ketentuan UUPT pasal 4, bahwa terhadap perseroan berlaku undang-undang ini anggaran dasar Perseroan Terbatas dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Pengaturan demikian tidak mengurangi kewajiban setiap perseroan untuk menanti asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola perseroan yang baik (Good Corporate Governance) dalam menjalankan perseroan.4 Tuntutan atas adanya penerapan Good Corporate Governance (GCG) menerapkan salah satu isu untuk menarik minat masuknya pemodal asing ke suatu Negara, sehingga makin baik suatu Negara menerapkan prinsip-prinsip yang ada dalam Good Corporate Governance (GCG) menjadi indikasi adanya pengakuan yang baik terhadap pemodal.5Secara umum, kemampuan suatu Negara untuk menarik modal asing sangat tergantung pada system corporate governance yang dianut dan sampai tingkat mana manajemen suatu perusahaan mematuhi dan menghormati hak-hak hukum pemegang saham, lender, bondholders dan 4
Penjelasan pasal 4 UUPT. Hamud M. Balfas, 2006, Hukum Pasar Modal Indonesia, PT Tatanusa, Jakarta, h.231
5
8
non-controlling shareowners. Para investor tersebut tidak bersedia menanamkan modalnya pada perusahaan suatu Negara yang tidak memiliki system corporate governance yang efektif.6 Mengingat
pentingnya
penanaman
modal
asing
bagi
perkembangan pembangunan di Indonesia maka perlu diperhatikan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan penanaman modal asing yaitu hal-hal yang menyangkut mengenai perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para investor asing, stakeholder, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan fungsi penanaman modal asing di Indonesia.Sehubungan dengan pentingnya kepastian hukum pengelolaan perseroan penanaman modal asing tersebut maka sangatlah
penting
dikaji
dalam
penelitian
lebih
lanjut
tentang
:Perlindungan Hukum Terhadap Pemangku Kepentingan (Stakeholder) Perseroan
Terbatas
Berdasarkan
Prinsip-Prinsip
Good
Corporate
Governance.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas maka dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan pengelolaan Perseroan Terbatas (PT) PMA berdasarkan prinsip-prinsip good corporate governance.
6
Ridwan Khairandy dan camellia malik, 2007, Good Corporate Governance : Perkembangan pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum, Kredit Total Media, Yogyakarta h.1
9
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemangku kepentingan (stakeholder) dalam mengelola Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan prinsip Good Corporate Governance.
1.3
Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup masalah pada dasarnya merupakan bingkai penelitian yang akan memberikan batasan penelitian untuk tetap pada permasalahan yang dikemukakan sehingga pembahasan menjadi lebih terfokus hanya pada permasalahan yang sudah ditetapkan. 7Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka ruang lingkup masalah
dalam
penelitian
ini
adalah
terbatas
pada
pengaturan
pengelolaan Perseroan Terbatas dan perlindungan hukum terhadap stakeholder dalam mengelola Perseroan Terbatas (PMA).
1.4
Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus adalah sebagai berikut : 1. Tujuan umum Secara umum penilitian ini bertujuan untuk memahami konstruksi normatif dalam pengelolaan Perseroan Terbatas bagi penanaman modal
asing
sehingga
dapat
memberikan
konstribusi
bagi
perkembangan ilmu hukum. 7
Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, cet.13,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.111
10
2. Tujuan khusus Secara penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui pengaturan struktur pengelolaan Perseroan Terbatas. b. Mengetahui perlindungan hokum terhadap stakeholder dalam mengelola PT PMA berdasarkan prinsip Good Corporate Governance.
1.5
Orisinalitas Penelitian Adapun rujukan penelitian skripsi terdahulu yang sejenis dengan permasalahan
penelitian
ini
untuk
diojadikan
rujukan
maupun
perbandingan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaturan Nasionalisasi Terhadap Perusahaan Penanaman Modal Asing (Ditinjau Dari Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal) (skripsi) oleh Nyoman Arif Budiman dengan rumusan masalah: bagaimana sejarah pengaturan nasionalisasi perusahaan penanaman modal asing dan apakah relevansi pengaturan nasionalisasi terhadap penanaman modal asing di Indonesia 2. Kepastian Hukum Penanaman Modal Asing Dalam Bentuk Perseroan Terbatas (skripsi) oleh Komang Eva Jayanti dengan rumusan masalah: mengapa penanaman modal asing wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas.
11
1.6
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Memberikan informasi mengenai pengaturan struktur pengelolaan Perseroan Terbatas bagi pengembangan ilmu hukum dan informasi tentang perlindungan hukum berdasarkan prinsip Good Corporate Governance. 2. Manfaat Praktis Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan praktisi hukum perusahaan yang menanamkan modal di Indonesia khususnya di Bali.
1.7
Landasan Teoritis Penanaman modal asing menurut ketentuan pasal 1 ayat (3) UU Penanaman Modal adalah kegiatan menanamkan modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penenaman modal dalam negeri. Siapa yang dimaksud dengan penenam modal asing menurut Undang-Undang Penanaman Modal adalah perorangan warga Negara asing, badan usaha asing dan / atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negera Republik Indonesia. Dengan
12
demikian apa saja bentuk modal asing tidak ditegaskan oleh undangundang penenaman modal tersebut. Menurut Hulman Pinjaitan, penanaman modal asing merupakan suatu kegiatan penanaman modal yang didalamnya terdapat unsur yang dapat ditentukan oleh adanya kewarganegaraan yang berbeda, asal modal dan sebagainya. Dalam penanaman modal asing modal yang ditanam merupakan modal milik asing dengan modal dalam negeri. 8 Dalam penjalasan umum undang-undang penanaman modal ditentukan bahwa peningkatan peran penanaman modal harus tetap dalam koridor kebijakan pembangunan nasional yuang direncanakan dengan tetap memperhatikan kestabilan makro ekonomi dan keseimbangan ekonomi antar wilayah, sektor, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat, mendukung peran usaha nasional, serta memenuhi kaidah tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)9 Secara definitive good corporate gocernance (selanjutnya disebut GCG) merupakan system yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep good corporate gocernanceini yaitu pentingnya hak pemegang saham untuk memperolah informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, dan kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
8
Hulman Panjaitan, 2003, Hukum Penenaman Modal Asing, Ind-Hill co, Jakarta, h. 28. (Penjelasan umum undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penenaman Modal)
9
13
tepat waktu dan transparan terhadap semua informasi kierja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.10 Stakeholder merupakan setiap pihak yang memiliki kepentingan dengan
kinerja
perusahaan.
Secara
teoritis
stakeholder
dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu: 11 1. Primary stakeholder adalah para pemegang saham, investor, karyawan dan manajer, supplier, rekanan bisnis dan masyarakat, 2. Secondary stakeholder yaitu pemerintah, institusi bisnis kelompok sosial kemasyarakatan, akademisi dan pesaing. Penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan mempunyai tujuan-tujuan strategis yaitu: 12 1. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan. 2. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholders perusahaan. 3. Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien. 4. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan terhadap perekonomian nasional. 5. Mensukseskanprogram privatisasi perusahaan-perusahaan pemerinah.
10
Ridwan Khairandy dan Camellia Malik, 2007, Good Corporate GovernancePerkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia dalam Perspektif Hukum Kreasi, Total Media, Yogyakarta, h. 2 11 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006, Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-Hak Istiomewa demi kelangsungan usaha, LKPMK dan PHUI, Kencana Jakarta, h. 67 12 Munir Fuady, 2005, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung, h. 52.
14
Menurut Entity Theory, perusahaan merupakan suatu entitas bisnis, yang mengasumsikan bahwa terjadi pemisahan antara kepentingan pribadi pemilik ekuitas (owner) dan entitas bisnisnya (perusahaan). Teori ini menegaskan bahwa sebuah entitas bisnis menjadi suatu bentuk personifikasi yang memiliki karakter tersendiri dan sama sekali tidak identik dengan pemiliknya. Lebih lanjut, suatu perusahaan dianggap memiliki eksistensi tersendiri yang lepas dari interaksi langsung dengan pemiliknya. 13 Entity theory melahirkan agency theory dan steward theory yang mempengaruhi pembentukan struktur corporate governance.Agency theory merupakan teori yang menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan pengambilan keputusan tertentu dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut. Teori agensi memberikan pandangan yang terbaru terhadap Good Corporate Governance yaitu para pendiri perseroan dapat membuat perjanjian yang seimbang antara principal (pemegang saham) dengan agen (direksi), yang menekankan kepentingannya pemilik perusahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada tenagatenaga professional (agents) yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis sehari-hari14 tujuan pemisahan pengelolaan dari kepemilikan perusahaan agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang
13
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Op. Cit, h. 14. Mishardi Wilamarta, 2002, Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Rangka Good Corporate Governance, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 27. 14
15
maksimal dengan bidaya yang seefisien mungkin dengan dikelolanya perusahaan oleh tenaga professional. Agen menjalankan tugasnya demi kepentingan perusahaan dan mewakili keleluasaan dalam menjalankan manajemen perusahaan sedangkan
pemilik
perusahaan
hanya
bertugas
mengawasi
dan
memonitor jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen untuk memastikan bahwa agen bekerja hanya demi kepentingan perusahaan. Adapun prinsip-prinsip yang terkandung dalam good corporate governance secara umum ada lima prinsip dasar yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Transparancy (keterbukaan informasi). Dapatdiartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Dalam pengelolaan perseroan diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme check and balances kewenangan dan peran. Bila prinsip akuntabilitas ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi hak, kewajiban dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris serta
16
direksi. Dengan demikian perusahaan akan terhindar dari kondisi benturan kepentingan peran (agency problem).15 3. Responsibilitas (Pertanggung jawaban) Pertanggung jawaban perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.Peraturan yang berlaku ini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial perlindungan lingkungan hidup, kesehatan / keselaamtan kerja, standar penggajian dan persaingan yang sehat. 4. Independence (kemandirian) Independensi merupakan prinsip pentiung dalam penerapan Good corporate governance.Kemandirian merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikeola secara professional tanpa benturan kepentingan, pengaruh dan tekanan darti pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5. Fairness (Kesetaraan dan kewajaran) Kesetaraan dan kewajaran (fairness) merupakan perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.Kesetaraan juga menyangkut hak pemodal, sistem hukum dan penegakan. 15
Mas Achmad Daniri, 2005, Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, Ray Indonesia, Jakarta, h. 10
17
Hukum untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas, dari berbagai bentuk kecurangan. Dengan demikian Good Corporate Governancedapat memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan, karena penerapan prinsip dan praktik GoodCorporate Governanceakan dapat meningkatkan keyakinan investor terhadap perusahaan.
1.8
Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum
normatif,
karena
mengkaji
norma-norma
pengaturan prinsip-prinsip independensi direksi dalam pengelolaan perusahaan. 2. Jenis Pendekatan Penelitian
hukum
normatif
merupakan
suatu
proses
untuk
menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.16 Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum dan permasalahan penelitian
16
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h.35
18
ini.Juga menggunakan pendekatan konsep (concept approach) untuk mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan independensi direksi dalam mengelola perusahaan. 3. Sumber Bahan Hukum Untuk mengkaji isu hukum yang menjadi obyek yang diteliti maka sumber bahan hukum yang digunakan adalah : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer ini bersifat dari tatif 17 artinya mempunyai otoritas yang merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu, sehingga bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah bersumber dari undang-undang dasar 1945 Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal, Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pemerintah lainnya yang terkait dengan masalah hukum yang dikaji. b. Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer.Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, literaturliteratur, jurnal ilmiah dan ensiklopedia, kamus.
17
Peter Mahmud Marzuki, Ibid, h.141
19
1.9
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang diterapkan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumentasi terhadap bahan-bahan hukum untuk selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut dikualifikasi sesuai dengan permasalahan independensi direksi dalam pengelolaan perusahaan dengan teknik kartu (card system) untuk dideskripsikan dan dianalisis.
1.10 Teknik Analisa Teknik analisis bahan hukum yang diterapkan adalah analisis kualitatif yaitu menganalisis berdasarkan kualitas bahan hukum dengan mengkonstruksikan bahan hukum untuk dideskripsikan dan dilakukan penafsiran secara gramatikal untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan pengaturan struktur pengelolaan Perseroan Terbatas pada penanaman modal asing (PT PMA) dan independensi direksi PT. PMA dalam
mengelola
Governance.
perusahaan
dalam
kerangka
Good
Corporate