1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara
dibiayai dari penerimaan negara yang berasal dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satu bentuk PNBP di Indonesia yang memberikan kontribusi cukup signifikan dalam penerimaan negara adalah PNBP di bidang pertambangan umum. PNBP pada prinsipnya memiliki dua fungsi yaitu fungsi anggaran dan fungsi peraturan. Selaku fungsi anggaran, PNBP merupakan salah satu pilar pendapatan negara yang memiliki kontribusi cukup besar dalam menunjang APBN, melalui optimalisasi penerimaan negara. Selaku fungsi peraturan, PNBP memegang peranan penting dan strategis dalam mendukung kebijakan Pemerintah dalam pengendalian dan pengelolaan kekayaan negara termasuk pemanfaatan sumber daya alam. Pengendalian dan pengelolaan tersebut sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, kemandirian bangsa, dan pembangunan nasional yang berkelanjutan. PNBP telah memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional, namun demikian pengelolaan PNBP masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan, antara lain adanya pungutan tanpa dasar hukum, terlambat atau tidak disetor ke Kas Negara, penggunaan langsung PNBP, dan PNBP dikelola di luar mekanisme APBN.
2
Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian pemerintah mengatur dalam perundang-undangan , diantaranya melalui UU No 20 tahun 1997 tentang PNBP, PP No 22 tahun 1997 tentang Jenis dan penyetoran PNBP , PP no 73 tahun1999 tentang tata cara, penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan tertentu. Dalam perkembangannya PP No 22 tahun 1997 diubah dengan PP No 52 tahun 1998 dalam menjabarkan jenis-jenis PNBP. Menurut Republika Online, 14 Desember 2012, Agus Martowardoyo (Menteri Keuangan) menjelaskan, PNBP terus mengalami peningkatan sejak 11 tahun silam. Pada 2001, realisasi PNBP tercatat sebesar Rp115 triliun. Jumlah tersebut pada 2012 meningkat hampir tiga kali lipat menjadi Rp341 triliun. Meskipun
demikian,
Agus
menilai
peningkatannya
belum
signifikan
dibandingkan penerimaan pajak yang dalam 10 tahun terakhir meningkat sebesar lima kali lipat dari Rp185 triliun menjadi Rp1.016 triliun. "Kita upayakan PNBP naik empat kali lipat," kata Agus. Caranya dengan mencari sumber-sumber PNBP yang belum dioptimalisasi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Terutama dengan mendorong penerimaan royalti sumber daya alam (SDA). Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas "Ada kerugian keuangan negara berdasarkan temuan tim optimalisasi penerimaan negara (OPN) yaitu PNBP dari hasil royalti dan iuran tetap dari sektor mineral dan batubara pada 2003-2011 sebesar Rp6,77 triliun yang dihitung berdasarkan nilai tukar dolar sembilan ribu saat itu” Dikutip dari website hukum online.com pada tanggal 29 Agustus 2013 . Berdasar data Produksi dari BPS bahwa produksi batu bara dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2011 mengalami peningkatan. Tahun 2003
3
sebesar 113.525.813, tahun 2004 sebesar 128.479.707, Tahun 2005 sebesar 149.665.233, Tahun 2006 sebesar 162.294.657, Tahun 2007 sebesar 188.663.068, tahun 2008 sebesar 178.930.188, Tahun 2009 sebesar 228.806.887,Tahun 2010 sebesar 325.325.793, tahun 2011 sebesar 415.765.068 . Dari data diatas terlihat bahwa produksi batubara meningkat dari tahun 2003 s/d 2011, namun dari temuan KPK dalam periode tahun yang sama PNBP dari minerba mengalami kebocoran, yang artinya tidak diserahkan ke kas Negara sebesar 6.77 triliun. Hasil Kajian KPK menemukan terjadinya kerugian negara karena tidak terpungutnya dengan optimal royalti 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan jenis tarif PNBP yang berlaku terhadap mineral, dan tarif batubara yang berlaku pada KK, lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku pada IUP mineral. Terkait dengan hal ini Kementerian ESDM telah menyepakati akan melakukan renegosiasi tentang tarif royalti pada semua KK dan PKP2B disesuaikan dengan PP Tarif dan jenis tarif PNBP yang berlaku, serta menetapkan sanksi bagi KK dan PKP2B yang tidak kooperatif dalam proses renegosiasi. KPK melihat proses renegosiasi kontrak ini berlarut-larut, dalam pasal 169 UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, telah dinyatakan dengan tegas bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU No 4 Tahun 2009 diundangkan. Artinya, renegosiasi kontrak semestinya sudah selesai tanggal 12 Januari 2010. Dengan berlarut-larutnya proses renegosiasi, berdampak tidak terpungutnya penerimaan negara, dan ini tentu saja merugikan keuangan negara. Dikutip dari detik.com, 2 Maret 2014.
4
PNBP SDA Pertambangan umum berdasar PP No 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu penerimaan dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terdiri dari iuran tetap dan iuran produksi (Royalti/iuran eksplorasi/iuran eksploitasi), Penerimaan dari kotrak karya (KK) yaitu Iuran tetap dan Iuran produksi, Penerimaan Perjanjian karya Pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang terdiri dari Dana Hasil produksi batubara (DHPB) dan Iuran tetap. Menurut PP No 52 Tahun 1998 PNBP dikelompokan menjadi enam (6) yaitu Penerimaan dari Jasa Teknologi di bidang pertambangan umum, Penerimaan dari jasa Penelitian/pengembangan dan jasa penerapan teknologi pada puslitbang teknologi minyak dan gas bumi, Penerimaan dari Iuran Tetap/Landrent, Penerimaan dari iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti, Penerimaan dari perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B), dan Penerimaan dari jasa teknologi geologi tata lingkungan. Berdasarkan PP No 9 tahun 2012 yang ditetapkan pada 6 Januari 2012, penentuan penerimaan dari iuran eksplorasi/iuran eksploitasi/royalti bersifat ad valorem (dalam presentasi) yang dikenakan terhadap harga jual yang dikalikan dengan jumlah produksi. Adapun besarnya tarif berbeda-beda untuk setiap jenis dan kualitas bahan galian. Adapun tarif yang ditetapkan: 1. Batubara (Open Pit)
a.3% dari harga jual, untuk kalori kurang dari 5100 kkal/ton
b.5% dari harga jual, untuk kalori 5100 – 6100 kkal/ton
c.7% dari harga jual, unutk kalori lebih dari 6100kkal/ton.
5
2. Batubara (Under ground) a. 2% dari harga jual, untuk kurang dari 5100 kkal/ton b. 4% dari harga jual, untuk kalori 5100 – 6100 kkal/ton c. 6% dari harga jual, untuk kalori lebih dari 6100 kkal/ton Penerimaan dari PKP2B ditetapkan berdasarkan kontrak sebesar 13.5%, sedangkan untuk pemegang IUP didasarkan pada ketentuan yang berlaku yang diatur dalam PP No 9 tahun 2012. Dengan perbedaan tarif tersebut menjadi dasar kajian KESDM untuk menaikan tarif Royalti bagi pemegang IUP sebesar 13.5 % dalam upaya untuk mengoptimalkan PNBP dari iuran Royalti. Seperti yang penulis kutip dari “ekonomi.inilah.com tanggal 20 Juli 2012”, dimana Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM R Sukhyar mengusulkan kenaikan tarif royalti karena sejalan dengan potensi harga batubara global, sehingga pemerintah merasa perlu mendapatkan manfaat dari hal itu. Selain itu perbedaan
ini mendorong pemerintah menerapkan tarif
royalti
baru bagi
pemegang IUP yang diyakini akan meningkatkan penerimaaan negara bukan pajak (PNBP). Tarif royalti batubara yang diatur dalam PP No. 45 tahun 2003 tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku di KESDM sampai dengan PP No. 9 tahun 2012 tidak ada perubahan. Penyetoran PNBP diatur dalam PP ini disetorkan ke kas negara dengan perhitungan yang dilakukan sendiri oleh wajib bayar (self assessment). Lemahnya sistem pengawasan terhadap metode self assessment berpotensi tidak tertagihnya semua piutang Negara yang berasal dari Royalti dan iuran tetap karena ada kemungkinan para wajibbayar tidak melaporkan
6
berdasarkan
hasil
lapangan.
Hal
ini
berpotensi
menjadi
penyebab
ketidakoptimalan PNBP. Beberapa penyebab tidak optimalnya PNBP yang disebutkan diatas mengakibatkan kerugian Negara, akibat ini menimbulkan akibat yang lain, khususnya dalam penelitian ini adalah ketidakoptimalan PNBP. Hal seperti ini yang biasanya disebut efek domino. Efek Domino menurut Wikipedia, adalah sebuah metafora dari sebuah kejadian beruntun dan berkaitan akibat dua peristiwa atau lebih. Peristiwa yang mengakibatkan ketidakoptimalan PNBP menurut penulis adalah lemahnya sistem pengendalian internal. Pengendalian internal adalah suatu proses yang memandu suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari organisasi. Mengevaluasi pengendalian internal menjadi hal yang penting untuk mengetahui komponen-kompenen mana yang lemah didalam organisasi tersebut. Penelitian sebelumnya, yang membahas upaya dalam mengoptimalkan PNBP yang dievaluasi dari sisi peningkatan kinerja, oleh Mikko dan Surna pada tahun 2012. Penelitian tersebut memiliki obyek penelitian pada Subdirektorat penerimaan Negara mineral dan batubara. Judul penelitiannya “Effort to Increase Performance of Subdirectorate of state revenue of mineral and coal in optimizing non
tax
state
revenue
general
mining”.
Hasil
penelitian
tersebut
merekomendasikan untuk memperbaiki struktur organisasi, tugas dan fungsi, menambah karyawan, memperbaiki kompetensi karyawan, membuat sistem informasi PNBP dan memperbaiki standar prosedur operasi terkait dengan mekanisme pengelolaan PNBP supaya efektif dalam menghadapi peningkatan beban kerja (Mikko & Surna, The Indonesian Journal of Business administration,
7
2012). Hal inilah yang menarik peneliti untuk melanjutkan penelitian ini dalam rangka pengoptimalan PNBP
dilihat dari sistem pengendalian internal pada
Subdirektorat Penerimaan Negara Mineral dan Batubara. Penelitian lain yang mengevaluasi sistem pengendalian internal diteliti oleh Amundo dan Inanga (tahun 2009) dengan judul Evaluation of Internal control systems: A case study from Uganda. Objek penelitian tersebut pada Negara-negara berkembang yang menjadi anggota Negara regional dari African Development Bank (AfDB). Dalam Penelitian tersebut mengembangkan konsep model dengan mengevaluasi sistem pengendalian internal untuk mengoptimalkan projek – projek yang dikerjakan, dimana dana projek sektor publik diperoleh dari AfDB. Ada lima Komponen yang digunakan untuk mengevaluasi pengendalian internal
dari COSO
yaitu
Lingkungan
pengendalian,
Penilaian
resiko,
Pengendalian aktivitas, Informasi dan Komunikasi, Monitoring dan satu komponen dari COBIT, yaitu Teknologi Informasi. Penting nya teknologi informasi untuk memproses transaksi, mengotorisasi, mencatat dan meinisiasi. Hasil dari proses evaluasi ini adalah lemahnya beberapa komponen dalam sistem pengendalian internal yang menghambat kelancaran proyek ini. Lemahnya beberapa komponen menyebabkan tidak efisiennya struktur pengendalian saat ini. Rekomendasi penelitian ini adalah memperbaiki sistem pengendalian internal dalam menjalankan projek. (Amundo, Inanga).
Jurnal penelitian ini menjadi
acuan peneliti karena didalam penelitian tersebut mengembangkan konsep model dan langkah-langkah dalam mengevaluasi sistem pengendalian internal dengan menggunakan enam komponen sistem pengendalian internal. Tujuannya untuk
8
mengevaluasi komponen – komponen SPI yang lemah, yang menghambat tercapainya tujuan. Sejumlah permasalahan dalam proses pengelolaan PNBP Minerba muncul dimana beberapa penyebab telah dipaparkan diatas, yang mengakibatkan belum tergalinya secara optimal PNBP berupa iuran tetap dan iuran produksi (Royalti). Untuk mengatasi hal tersebut KESDM harus berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti Kemenkeu, Kementrian perdangan, dan kementrian lain yang terkait. Rekomendasi tersebut disampaikan oleh KPK melalui kajian sistem pengelolaan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) Mineral dan batubara tahun 2013. Dengan melihat latar belakang permasalahan dan alasan penelitian seperti yang dikemukakan diatas serta melanjutkan penelitian yang sebelumnya maka peneliti ingin mengevaluasi sistem pengendalian internal studi kasus pada Subdirektorat Penerimaan Negara mineral dan Batubara di KESDM. 1.2
Rumusan Masalah Dengan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka masalah
yang dirumuskan adalah Apakah sistem pengendalian internal pada Subdirektorat Penerimaan Negara Mineral dan Batubara di KESDM? 1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini memiliki pertanyaan
penelitian sebagai berikut: 1. Apakah Implementasi dan kelemahan SPI di Subdirektorat Penerimaan Negara Mineral dan Batubara di KESDM?
9
2. Apakah langkah-langkah untuk memperbaiki SPI di subdirektorat penerimaan Negara Mineral dan Batubara di KESDM? 1.4
Lingkup Penelitian Lokasi penelitian yakni pada Sub Direktorat Penerimaan Negara Mineral
dan Batubara salah satu Sub Direktorat dibawah direktorat mineral dan batubara. 1.5
Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka secara
umum tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengevaluasi implementasi dan kelemahan SPI di Subdirektorat Penerimaan Negara Mineral dan Batubara di KESDM 2. Untuk mengevaluasi langkah-langkah untuk memperbaiki SPI di subdirektorat penerimaan Negara Mineral dan Batubara di KESDM. 1.6
Sistematika Pembahasan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang diadakannya penelitian mengenai sistem pengendalian internal pada subdirektorat penerimaan Negara mineral dan batubara KESDM. Hal ini bertujuan untuk dapat memberikan gambaran tentang pengaturan pertambangan
umum
di
Indonesia,
sistem
pengaturan,
tatacara
pengenaan,pemungutan dan penyetoran PNBP di pertambangan umum, serta mengevaluasi dan mengidentifikasi pelaksanaan dan permasalahan yang timbul dalam memperbaiki SPI. Selain itu, dalam bab ini juga menguraikan perumusan
10
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan teori atau konsep yang dijadikan sebagai landasan berpikir serta analisis terhadap permasalahan dilapangan. Undang – undang, peraturan pemerintah, Jurnal penelitian dan konsep sistem pengandialian internal dengan menjelaskan latar belakang munculnya UU, PP dalam upaya untuk pengaturan PNBP, definisi konsep sistem pengendalian internal BAB III PROFIL ORGNISASI Dalam bab ini
menjelaskan secara deskriptif objek penelitian dan
menjelaskan secara kontekstual aplikasi konsep-konsep yang ada dalam tinjauan literatur dari objek penelitian. BAB IV METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metodologi dan metode yang digunakan dalam penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah Diskriptif kualitatif. Secara konkrit jenis penelitian ini adalah kualitatif. Bab ini juga membahas tentang teknik pengumpulan dan pengolahan data, jenis dan sumber data, lokasi penelitian dan analisis data. BAB V PEMAPARAN TEMUAN Bab ini menjelaskan dan merumuskan temuan-temuan dari hasil investigasi pada obyek penelitian sehingga dapat menggambarkan dugaan- dugaan masalah untuk dapat menjawab tujuan penelitian.
11
BABVI RINGKASAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai implementasi dan kelemahan SPI dan menguraikan langkah-langkah untuk memperbaiki SPI BAB VII KESIMPULAN Bab ini menguraikan secara singkat kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian dalam menganalisa SPI pada subdirektorat penerimaan Negara Mineral dan batubara di KESDM.