1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan salah satu bentuk upaya untuk mencapai kesejahteraan yang diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya. Manusia sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa merupakan makhluk yang paling sempurna. Kesempurnaan manusia tersebut harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan harus mendapatkan perlindungan sampai ke taraf negara. Salah satu aspek dalam kerangka pembangunan nasional tersebut adalah pembangunan di bidang hukum. Hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan pengayom masyarakat,1 sehingga hukum perlu dibangun secara terencana agar hukum dapat berjalan secara serasi, seimbang, selaras dan pada Setiap masyarakat membutuhkan seorang figur yang keterangan keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya tanda tangannya serta segelnya memberikan jaminan dan bukti yang kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat hukum yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), dan membuat 1
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, hlm 11
2
suatu perjanjian yang dapat melindunginya di kemudian hari. Bilamana seorang advokat membela hak-hak seorang ketika timbul suatu kesulitan, maka lain halnya dengan Notaris yang harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan.2 Kedudukan
seorang
Notaris
sebagai
suatu
fungsionaritas
dalam
masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannnya (konstatir) adalah benar, Notaris adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Republik Indonesia Tentang Jabatan Notaris, di dalam ketentuan umum disebutkan bahwa, ”Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini.” Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris merupakan penyempurnaan undang-undang peninggalan jaman kolonial dan unifikasi sebagian besar undang-undang yang mengatur mengenai kenotariatan yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Fungsi dan peran Notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks tentunya makin luas dan berkembang. Hal ini dikarenakan kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh masyarakat semakin banyak dan semakin luas. Masalah ini, tentunya tidak terlepas dari 2
Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat-Beberapa Mata Pelajaran dan Serba-Serbi Praktik Notaris, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hlm. 3
3
pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh Notaris. Pemerintah dan masyarakat tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh Notaris benar-benar memiliki nilai dan kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Memperhatikan beberapa pasal dari beberapa peraturan perundangundangan yang melegitimasikan keberadaan Notaris sebagai Pejabat Umum, dan melihat tugas dan pekerjaan Notaris memberikan pelayanan publik (pelayanan pada masyarakat) untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan legaliseren) suratsurat/akta-akta yang dibuat di bawah tangan (L.N. 1916-46 jo. 43). Notaris juga memberikan nasihat dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan, serta pengangkatan dan pemberhentian seorang Notaris yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan, maka persyaratan Pejabat Umum adalah seorang yang diangkat oleh Pemerintah dengan tugas kewenangan memberikan pelayanan publik di bidang tertentu, terpenuhi oleh Jabatan Notaris. Kewenangan Notaris ditegaskan yakni membuat akta otentik, yang diperluas dengan kewenangan lainnya. Perluasan wewenang tersebut, berdasarkan pada perencanaan yang baik dengan mengacu pada kenyataan yang ada di masyarakat yaitu tuntutan akan bantuan jasa Notaris. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, dan menjaga kepentingan pihak-pihak yang terkait dalam perbuatan hukum secara
4
tidak memihak. Penjabaran secara terperinci mengenai kewajiban Notaris ditentukan dalam Undang-undang ini untuk memberikan jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi masyarakat yang membutuhkan jasa Notaris. Jabatan Notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka Notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, Notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan Notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, Notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas Notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah. Notaris yang merupakan lembaga yang berdasarkan kepercayaan dalam melaksanakan profesinya, harus menjunjung tinggi nilai, etika dan moral agar kepercayaan tersebut tetap terjaga. Seperti yang pernah ditulis oleh Baharuddin Lopa, bahwa membangun etika, membangun moral, atau membangun akhlak tidak semudah membangun fisik.3 Oleh karena sangat pentingnya peran Notaris dalam kehidupan masyarakat dan untuk menjaga agar kepercayaan itu tetap terjaga, maka tidaklah heran dan wajib hukumnya apabila dalam menjalankan profesinya, perlu
3
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm 5
5
dilakukan pengawasan terhadap Notaris. Pengawasan terhadap Notaris telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, selanjutnya disebut dengan UUJN dan Kode Etik Notaris. Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini, mereka yang diangkat sebagai Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat. Masyarakat yang telah dilayani oleh Notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris.4 Berkaitan dengan honorarium Notaris, telah ditetapkan di dalam ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang honorarium Notaris. Honorarium ini merupakan hak Notaris, artinya orang yang telah membutuhkan jasa Notaris wajib membayar Honorarium Notaris, meskipun demikian Notaris berkewajiban pula untuk membantu secara cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu memberikan honorarium kepada Notaris.5 Berdasarkan Pasal 36 angka 2 Undang-Undang 30 Tahun 2004, dijelaskan bahwa dalam menentukan besarnya honorarium Notaris harus mendasarkan pada nilai ekonomis
4
Habib Adjie, 2004, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, hlm. 32. 5 . Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, tafsir tematik terhadap UU no. 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung. hlm. 108.
6
dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya, hal ini dimaksudkan agar terdapat standar dalam menentukan honorarium bagi Notaris. Besarnya honorarium didasarkan pada nilai ekonomis berdasarkan Pasal 36 ayat (3) ditentukan dari obyek setiap akta, dengan ketentuan sebagi berikut: 1.
Sampai dengan Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
2. Di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5% (satu koma lima persen); atau 3.
Di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari obyek yang dibuatkan aktanya.
Di samping itu, penentuan honorarium Notaris juga didasarkan nilai sosiologis. Penentuan besarnya honorarium Notaris berdasarkan nilai sosiologis diatur di dalam Pasal 36 angka 4 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004. Berdasarkan Pasal 36 angka 4 UU No. 30 Tahun 2004, nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari obyek setiap akta dengan honorarium yang dterima paling besar Rp. 5.000.000.00 (lima juta rupiah).
7
Dalam hal, memberikan jasa hukum Notaris tidak hanya mencari keuntungan semata. Hal ini sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 37 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Berdasarkan pasal tersebut Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu. Mengacu kepada ketentuan honorarium tersebut, agar dapat dipastikan tertib pelaksanaannya, maka diperlukan adanya mekanisme pengawasan terhadap Notaris. Dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris, perlu adanya penempatan petugas yang tepat dan kompeten, yang diharapkan di dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris semakin tajam dan akurat. Pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan mengikut sertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kenotariatan serta Organisasi Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat, yang pada akhirnya akan membentuk pribadi Notaris yang lebih sigap, professional dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya. Pengawasan terhadap Notaris berkaitan dengan tugas dan jabatannya dilakukan oleh Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan. Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup kewenangan untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan Notaris (Pasal 70 huruf a, Pasal 73 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a
8
dan b UUJN). Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pangawas Notaris berwenang melakukan sidang untuk memeriksa: 1. Adanya dugaan pelanggaran kode etik; 2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan Notaris; 3. Perilaku Notaris yang di luar menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Notaris yang dapat mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas jabatan Notaris.6 Di samping itu, Dewan Kehormatan yang merupakan alat perlengkapan dari Perkumpulan/organisasi Notaris mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap kode etik dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan kewenangan masing-masing. Hal ini, berdasarkan pada Pasal 8 Kode Etik Notaris. Namun demikian, di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 dan Kode Etik tidak diatur mengenai pengawasan terhadap Notaris terkait dengan honorarium. Di samping itu, di dalam UU No. 30 Tahun 2004 dan Kode Etik, tidak diatur mengenai sanksi jika terjadi pelanggaran berkaitan dengan penentuan honorarium oleh Notaris. Berdasarkan kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk menuangkan permasalahan tersebut dalam bentuk tesis yang berjudul IMPLEMENTASI HONORARIUM NOTARIS BERDASARKAN
6
Ibid. hlm. 171.
9
PASAL 36 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN JABATAN NOTARIS DI KABUPATEN SLEMAN.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penentuan honorarium Notaris di Kabupaten Sleman? 2. Apakah ada pengawasan terhadap honorarium Notaris di Kabupaten Sleman berdasarkan Pasal 36 UU Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris? 3. Apakah ada sanksi apabila Notaris tidak melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang tersebut?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui penentuan honorarium Notaris di Kabupaten Sleman. 2. Untuk mengetahui adanya pengawasan terhadap honorarium Notaris di Kabupaten Sleman berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 3. Untuk mengetahui adanya sanksi apabila Notaris tidak melaksanakan ketentuan dalam Undang-Undang tersebut.
10
D. Manfaat Penelitian. Manfaat penelitian dalam tulisan ini dilihat dari 2 (dua) segi, yaitu: 1. Secara teoritis. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. 2. Secara praktis. a. Penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan tambahan baru bagi pihakpihak terkait khususnya menunjang kelancaran tugas-tugas Notaris. b. Untuk memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan Notaris. c. Menjadi
referensi
atau
literatur
dalam
pengembangan
khasanah
pengetahuan dan keilmuan di masa mendatang, terutama yang berhubungan dengan ilmu kenotariatan. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, diketahui telah ada beberapa penelitian tentang Honoranium Notaris yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum khususnya yang mengambil jurusan Hukum Perdata dan Kenotariatan. Beberapa tulisan mengenai Kode Etik Notaris, yakni: 1. Bedi Setiawan Al Fahmi, Implementasi Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan Secara Cuma Cuma Oleh Notaris Berdasarkan Undang Undang
11
Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Yogyakarta 7. Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimanakah implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh Notaris di Kota Yogyakarta dan apa sajakah faktor-faktor yang menjadi kualifikasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh Notaris di Kota Yogyakarta tersebut. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Hal ini dapat dilihat dari rumusan masalah penelitian yang dilakukan oleh Bedi Setiawan, Sedangkan penulis membahas tentang bagaimana pelaksanaan penentuan honoranium Notaris di Kota Yogyakarta, kewenangan pengawasan pelaksanaan Pasal 36 UUJN dan bagaimana sanksi apabila Notaris tidak melaksanakan ketentuan dalam UU tersebut.
Tesis ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Dalam hal persamaan yakni penelitian ini sama-sama memdalam bahas mengenai Honoranium Notaris dan lokasi penelitian yang sama. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah, jika dalam beberapa tesis yang ditelusuri membahas mengenai bagaimanakah implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh Notaris di Kota Yogyakarta, sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan lebih menitikberatkan pada 7
Bedi Setiawan Al Fahmi, 2009, “Implementasi Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan Secara Cuma Cuma Oleh Notaris Berdasarkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 di Kota Yogyakarta” Tesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
12
Implementasi Honoranium Notaris, pengawasan serta sanksi apabila ketentuan dalam UU dilanggar. 2. Silvya Limansantoso, Penyetaraan Honoranium Notaris Ditinjau Dari Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. 8 Dalam penelitian ini dibahas mengenai bagaimana penerapan Pasal 36 UUJN di Indonesia dan Sanksi apa yang dapat diberikan kepada Notaris apabila terbukti melanggar Pasal 36 UUJN. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Hal ini dapat dilihat dari rumusan masalah penelitian yang dilakukan oleh Silvya Limansantoso tentang bagaimana penerapan Pasal 36 UUJN di Indonesia, sedangkan penulis membahas tentang bagaimana pelaksanaan penentuan honoranium Notaris serta apakah ada pengawasan terhadap pelaksanaan Pasal 36 UUJN. Tesis ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Dalam hal persamaan yakni penelitian ini sama-sama memdalam bahas mengenai Honoranium Notaris. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah, jika dalam beberapa tesis yang ditelusuri membahas mengenai sanksi apa yang diberikan kepada Notaris yang melanggar Pasal 36 UUJN, sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan lebih membahas bagaimana pelaksanaan penentuan honoranium Notaris serta apakah ada pengawasan terhadap pelaksanaan Pasal 36 UUJN, 8
Silvya Limansantoso, 2009, “Penyetaraan Honoranium Notaris Ditinjau dari Pasal 36 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris”, Tesis Universitas Airlangga Surabaya
13
selain itu dalam penelitian ini lokasi penelitian penulis dengan penulis sebelumnya juga berbeda. 3. Budiman, Pertimbangan Penetapan Besaran Honorarium Notaris di Kota Yogyakarta.9 Dalam penelitian ini dibahas mengenai Apa yang menjadi dasar penetapan honorarium Notaris di Kota Yogyakarta dan bagaimana penerapan besaran honorarium Notaris di Kota Yogyakarta tersebut. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Hal ini dapat dilihat dari rumusan masalah penelitian yang dilakukan oleh Budiman tentang Apa yang menjadi dasar penetapan honoranium Notaris di Kota Yogyakarta dan berapa besaran honoranium Notaris di Kota Yogyakarta, Sedangkan penulis membahas tentang membahas tentang bagaimana pelaksanaan penentuan honoranium Notaris dan apakah ada pengawasan terhadap Pasal 36 UUJN serta sanksi apabila Notaris tidak melaksanakan ketentuan dalam UU tersebut. Tesis ini memiliki kesamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Dalam hal persamaan yakni penelitian ini sama-sama memdalam bahas mengenai Honoranium Notaris. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah, jika dalam beberapa tesis yang ditelusuri membahas mengenai bagaimanakah implementasi pemberian jasa
9
Budiman, 2012, “Pertimbangan Penetapan Besaran Honorarium Notaris di Kota Yogyakarta” Tesis Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
14
hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh Notaris di Kota Yogyakarta, sedangkan dalam penelitian yang penulis lakukan lebih menitikberatkan pada pengawasan dan sanksi terkait honorarium apabila Notaris melanggar ketentuan dalam UUJN di Kabupaten Sleman.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa karya ilmiah dalam bentuk tesis ini adalah asli dan untuk pertama kalinya dibahas berdasarkan perumusan masalah yang ada.